BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sintesis Katalis CuO/ZnO/Al2O3 Katalis CuO/ZnO/Al2O3 disintesis dengan metode kopresipitasi dengan rasio fasa aktif Cu, promotor ZnO, penyangga dan Al2O3 yaitu 4:2:1 dengan sampel yang dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin memperbesar fasa aktif Cu. Pada fasa aktif ini dianggap merupakan proses penting pada reaksi reduksi kukus metanol (SRM). Selain itu pada fasa aktif ini juga merupakan proses penting dalam menyediakan gugus oksigen sebagai tempat berlangsungnya reaksi kukus metanol (SRM) yang menggunakan alat reaktor mikro. Tetapi prosedur ini tidak dilanjutkan peneliti. Sintesis
katalis
ini
diawali
dengan
Zn(NO3)2.6H2O, Al(NO3)3.9H2O dalam aguadest
melarutkan
Cu(NO3)2.3H2O,
sebanyak 52,54 mL proses
pelarutan dilakukan di atas stiret magnet selama 5 jam, warna larutannya yang dihasilkan berwarna biru. Warna biru larutan ini disebabkan oleh pelarutan garam nitrat Cu(NO3)2 dalam air terbentuk kompleks ion heksaaquatembaga(II). Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada persamaan IV. 1 berikut ini : Cu(NO3)2 (s) + 6 H2O (l)
[Cu(H2O)6]2+ (aq) + 2(NO3)- (aq)
(Pers. IV.1)
Kation-kation lain dalam larutan dari garam nitrat seperti alumina dan seng membentuk kompleks ion heksaaguaaluminium dan kompleks ion heksaaguaseng 18
19
yang tidak berwarna. Reaksi yang terjadi dapat di lihat pada Persamaan IV.2 dan IV.3 berikut ini : Zn(NO3)2 (s) + 6 H2O (l)
[Zn(H2O)6]2+ (aq) + 2 (NO3)- (aq)
(Pers IV.2)
Al(NO3)3 (s) + 6 H2O (l)
[Al(H2O)6]3+ (aq) + 3(NO3)- (aq)
(Pers IV.3)
Setelah proses pelarutan dengan stiret magnet, selanjutnya larutan prekursor ini diendapkan dengan cara menambahkan dengan Na2CO3 2 M sebanyak 50 ml sampai terbentuk endapan yang berwarna biru. Kemudian endapan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring warna endapan berwarna biru. Endapan yang dihasilkan dari proses tersebut di cuci dengan aquadest tujuannya untuk menghilangkan sisa karbonat dan ion natrium yang terlarut pada endapan tersebut. Pencucian dihentikan setelah filtrat yang dihasilkan tidak berwarna biru lagi. Pada kondisi ini dianggap bahwa campuran logam hdiroksida yang terbentuk
telah
terbebas dari sisa Na2CO3 dan ion natrium. Proses ini dapat dilihat pada Gambar IV.1 berikut ini : a
;
b
Gambar IV.1. (a). Campuran logam hidroksida sebelum disaring (b). Endapan logam hidroksida yang terbentuk.
20
Sedangkan proses terbentuknya endapan logam hidroksida Cu(OH)2, Zn(OH)2, Al(OH)3 dapat dilihat pada persamaan reaksi IV.4, IV.5 dan IV.6 berikut ini : [Cu(H2O)6]2+(aq) + Na2CO3 (aq) (Pers IV.4)
Cu(OH)2 (aq) + 2Na+(l) + CO32-(l) + 5 H2O(l)
[Zn(H2O)6]2+ (aq) + Na2CO3 (aq) (Pers IV.5)
Zn(OH)2 (aq)
+ 2Na+(l) + CO32-(l) + 5 H2O(l)
[Al(H2O)6]3+ (aq) + Na2CO3 (aq) (Pers IV.6)
Al(OH)3 (aq)
+ 2Na+(l) + CO32-(l) + 5 H2O(l)
Endapan logam-logam hidroksida yang dihasilkan dari proses kopresipitasi ini dimasukkan dalam krus alumina dan dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 0C. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang berlebihan serta sisa karbonat yang tertinggal dalam padatan. Hasil pengeringan dalam oven dapat dilihat pada Gambar IV.2 berikut ini :
Gambar IV.2 Wujud dan warna logam hidroksida setelah di oven. Proses penting dalam sintesis katalis adalah kalsinasi, kalsinasi bertujuan untuk mengubah campuran Cu(OH)2, Zn(OH)2, dan Al(OH)3 menjadi CuO, ZnO,
21
dan Al2O3 dengan melepaskan air, natrium dan pelarut organik lainnya seperti karbonat. Reaksi yang terjadi pada proses kalsinasi dilihat pada persamaan reaksi IV.7, IV.8, dan IV.9 berikut ini : Cu(OH)2 (aq) + 2Na+(l) + CO32-(l) + 5 H2O(l)
CuO (s)
(Pers IV.7)
ZnO (s)
(Pers IV.8)
Al2O3 (s)
(Pers IV.9)
+
Zn(OH)2 (aq) + 2Na
(l)
+
CO32-(l)
+ 5 H2O(l)
Al(OH)3 (aq) + 2Na+(l) + CO32-(l) + 5 H2O(l)
Suhu kalsinasi yang dipilih adalah 470 0C selama 5 jam, suhu ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Marsih dkk, 2006) untuk katalis yang sama tetapi variasi yang berbeda. Pada suhu tersebut diharapkan sudah terbentuk logamlogam oksida. Hasil katalis setelah dikalsinasi dilihat pada Gambar IV.3 berikut ini:
Gambar IV.3 Wujud dan warna katalis setelah dikalsinasi Logam-logam yang telah diperoleh pada proses kalsinasi ini dikarakterisasi menggunakan Scanning Elektron Microscopy (SEM) dan Difraksi Sinar-X.
22
4.2 Karakterisasi Katalis Menggunakan Scanning Elektron Microscopy (SEM) Scanning Elektron Microscopy (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan profil permukaan benda. Foto SEM katalis dapat dilihat pada Gambar IV.4 di bawah ini :
v
Gambar IV.4 Morfologi permukaan katalis. (a) Perbesaran 3500 kali ; dan (b) perbesaran 10000 kali. Berdasarkan profil Gambar IV.4 di atas, morfologi permukaan katalis yang diperoleh dari foto SEM pada perbesaran 3500 kali, terlihat ada bentuk bola seperti agregat-agregat kecil. Ketika pada titik tertentu diperbesar menjadi 10000 kali terlihat ada partikel yang berbentuk jarum kecil yang tidak tersebar merata, diduga sebagian besar partikel CuO, ZnO, Al2O3 saling membelit membentuk partikel bola di permukaan katalis. Sehingga teramati sebarannya tidak homogen tetapi memiliki luas permukaan yang cukup besar. Katalis ini diharapkan dapat digunakan pada reaksi kukus metanol tetapi, proses ini belum dapat dilanjutkan mengigat keterbatasan alat yang mengharuskan menggunakan reaktor mikro. 4.3 Karakterisasi Katalis Menggunakan Difraksi Sinar-X
23
Difraksi
Sinar-X
merupakan
suatu
teknik
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi adanya fasa kristalin (Cu, ZnO, Al2O3) di dalam material-material benda dan serbuk, dan untuk menganalisis sifat-sifat struktur (seperti stress, ukuran butir, fasa komposisi orientasi kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa (Zakaria, dalam Jamaludin 2010). Untuk mempertegas keadaan fasa kristalin di dalam katalis, maka katalis ini diidentifikasi spesi logam oksidanya menggunakan difraksi sinar X. berikut pola Difraktogram katalis CuO/ZnO/ Al2O3 dan difraktogram standar katalis CuO, ZnO, dan Al2O3 diperlihatkan pada Gambar IV.5 di bawah ini :
Gambar IV.5 Difraktogram Katalis CuO/ZnO/Al2O3 dan Difraktogram katalis CuO, ZnO serta Al2O3 Puncak difraktogram yang diamati pada Gambar IV.5 menunjukan adanya spesi logam oksida CuO, ZnO, Al2O3 dengan puncak-puncak yang khas. Dengan mengacu pada perbandingan difraktogram standar untuk CuO, ZnO dan Al2O3. Dengan perbandingan tersebut maka dapat ditentukan spesi logam CuO, ZnO, Al2O3
24
dari Gambar IV.5 di atas. Hasil difraktogram Pada Gambar IV.5 terdapat spesi logam CuO, ZnO, Al2O3 dengan puncak yang tajam dan masih berbentuk amorf. Puncak khas CuO muncul berturut-turut pada 2 35,0 o, 39,0 o, 49,0 o, 54,0 o, 61,0 o, 67,0 o, dan 75,0 o, puncak khas untuk Al2O3 muncul berturut-turut pada 2 23,0 o, 43,0 o, dan 59,0 o, sedangkan puncak khas untuk ZnO muncul berturut pada 2 32,0 o, 34,0 o, 46,0 o, 57,0 o, dan 68,0 o. Namun pada puncak pada 2 11,0 o terdapat satu puncak yang tidak dapat diidentifikasi sebagai puncak khas CuO, ZnO, maupun Al2O3 hal ini dipengaruhi oleh alat furnance yang tidak terkalibrasi, suhu pemanasannya yang tidak stabil dan krusnya yang tidak bersih sehingga pada saat pemanasan zat yang terdapat pada krus terdekomposisi pada katalis tetapi, katalis CuO/ZnO/Al2O3 setelah dikarakterisasi dengan difraksi Sinar-X dapat teramati ada spesi-spesi yang khas, untuk fasa aktif, promotor dan penyangga.