BAB IV DASAR DAN PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PENETAPAN DISPENSASI NIKAH A. Pernikahan Dini dari sisi Negatif Pernikahan usia dini bagi si pelaku adalah kuraangnya pengetahuan atau sama sekali tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang hubungan seksual dan kesehatn reproduksi ,kurangnya kesiapan moral dan materi dalam menghadapi berbagai persoalan rumah tangga yang akan di jalani. Seangkan ampak positifnya dari pernikahan usia dini adalah menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Agama (perzinaan) yang diharamkan oleh agama. Setalah membaca duduk perkara tersebut diatas dan mempelajari berkas dispensasi pernikahan di pengadilan agama pemalang dengan mencermati argumentasi-argumentasi yang ditunjukan oleh kedua belah pihak (pemohon dan termohon ) serta pertimbangan hukum yang di peroleh melalui pengadilan tinggi agama pemalang dan mahkamah agung ,yaitu ada beberapa hal yang menarik dalam permasalahan ini,penulis menyoroti tiga kasus dispensasi pernikahan sebagaimana yang penulis kaji dalam pembahasan penetapan putusan pengadilan agama dalam kasus berikut ini. Dalam perkara ini,secara gamblang telah dapat dibuktikan bahwa telah terjadi sebuah permohonan dispensasi usia nikah kepada pengadilan agama pemalang yang mana dengan mengajukan syarat-syarat yang sudah sesuai dengan ketentuan pengadilan secara hukum syara sudah terpenuhi ,tetepi secara hukum formil belum terpenuhi sysrat-syaratnya. dalam kasus perkara
57
58
ini terutama dalam kasus penetapan putusan pengadilan agama memang harus diberikan dengan teliti dengan melihat beberapa dalil-dalil dan para saksi . disini faktor yang menjadikan perkara adalah faktor umur yang mana belum mencukupi dan belum sesuai dengan undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu mengenai batas usia minimum pernikahan adalah 16 Tahun bagi perempuan dan 19 Tahun bagi laki-laki. 1 Dispensasi dapat diberikan apabila sifatnya darurat,bilamana pernikahan dapat dilakukan dengan segara mungkin guna menghindaari perbuatan yang dilarang oleh agama dan sudah matang secara fisik baik jasmani maupun rohani, maka bersegaralah menikah karena itu juga semata sunah Nabi.Dalam fatwa Ulama apa yang dimaksud dari sunahKu adalaah sebagai anjuran untuk menghindari perbuatan zina yang dilarang oleh Allah (Az zawajal- Urfy) adalah sebuah perbuatan yang tidak tercatat sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Pernikahan merupakan syarat agama Islam yang ditempuh untuk mencapai kemaslahatan keturunan (rufzh al-nasl) serta membuahkan hikmah yang besar bagi pemeluknya. Dari penetapan pembatasan
usia pernikahan tersebut penetapan
hukum melihat dari pertimbangan hakim pengadilan agama pemalang dalam memutuskan perkara dispensasi nikah adalah dengan cara melihat beberapa bukti-bukti serta dalil-dalil dari pemohon dan menggunakan dasar hukum yang terdapat dalam Undang-undang . majlis hakim juga menggunakan dasar 1 2
Satria Efendi , (Problematika Hukum keluarga islam)…hlm 32. Ibid…hlm 34.
59
hukum yang bersumber dari hukum islam. Dalam hukum islam batas umur untuk melaksanakan perkawinan tidak disebut dengan pasti,hanya saja disebutkan bahwa baik pria maupun wanita supaya melaksanakan akad nikahnya harus sudah “balig”(dewasa) dan mempunyai kecakapan yang sempurna.Maka putusan pengadilan untuk memberikan dispensasi kawin terhadap anak yang masih di bawah umur telah sesuai dengan hukum islam. Dari permasalahan ini mengandung penjelasan bahwa pernikahan dapat membuahkan hikmah antara lain: dapat mewujudkan pandangan (lebih dapat menjaga pandangan) memelihara kehormatan diri dan ketenangan jiwa karena nafsu manusianya telah tersalurkan dengan jalan yang halal manusiawi dan memenuhi tuntutan nafsu selamanya dengan tetap terpelihara. Keselamatan agama yang bersangkutan. Apabila nafsu sahwat telah mendesak, padahal kemampuan kawin belum cukup upaya menahan diri dengan jalan berpuasa mendekatkan diri pada Allah agar mempunyai daya tahan mental dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan godaan setan yang mendorong untuk berbuat seseorang.3 Bagi orang tua yang hendak mendidik anaknya dengan baik dan dapat memberikan suatu pemahaman terhadap putra putrinya serta memperhatikan segala perilaku putra putrinya dalam pergaulan sehari-hari ketika berada di luar rumah agar tidak terjerumus pada perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syariat islam. 4
3
Ahmad Azhar basyar, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm.12. 4 Unang Nur iskandar Wakil pengadilan Agama pemalang(dikutip tanggal 20 feruari 2011)
60
Kemudian ada hadits Rasulullah lain yang juga diriwayatkan oleh Muftafaqun alaihi:
َِ اَ َن النَِِب صلَى اهلل علَي ِه وسلَم-ك رضى اهلل عنه ِ ِسْب ما ل َح َد اهلل َو اثْ َن َ ِ ْ ََو َع ْن اَن ْ َ َ ْ َ ُ َ ُّ ِ ُ لَ ِ ا: وقَ َال:علَي ِه ِ ِ ب َع ْن ُ َ َواَنََنْل ُم َوا, ْ صل َ ْ َ َْ َ ِّسا ءََوَم ْن َرغ َ َواَتََنَزو ُج الن, ُ َْ َوا,ُ ْ ص ِ )س ِم ِّْ (متفق عليه َ ُسن ِْت ََنلَْي
Dari Annas bin Malik r.a bahwa nabi SAW memuji kepada Allah dan bersabda: tetapi sesungguhnya akan melakukan shalat dan tidak akan berpuasa dan berbuka dan menikahi para wanita, siapa yang tidak menyukai sunahku maka ia bukan termasuk umatku (HR. Mutlafaqun alaih) 5
Hadits ini mengandung penjelasan bahwa pernikahan merupakan sunah Rasulullah (cara hidup yang ditempuh oleh Nabi Muhammad) dan sangat dianjurkan bagi umatnya untuk mencontohnya. Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah seorang pasangan yang belum cukup dewasa, baik fisik maupun mental sehingga karenanya belum cocok bagi mereka untuk melakukan pernikahan. Sehingga jika disimpulkan, pada pernikahan usia dini paling tidak jika disebutkan ada dua aspek yang mendorong persoalan atau menjadikan permasalahan yakni aspek belum dewasa fisik dan aspek belum dewasa secara mental. Dalam ilmu fiqih, dewasa secara fisik adalah apa yang lazim disebut dengan istilah baliq, yakni ditandai dengan keluarnya air mani (sperma) bagi laki-laki dan telah haid (menstruasi, datang bulan) bagi perempuan.
5
Abdullah bin Abdurrohman Al Bustam, Buluqul Maram Jilid 5, hlm.261.
61
Jika tidak ada indikasi-indikasi tersebut, maka baliq atau baliqhah ditentukan didasarkan berdasarkan usia. Dalam hal ini ada beberapa pendapat: Abu Hanifah mengatakan bahwa usia baligh. Maksimal 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi perempuan tetapi menurut imam ia tidak merinci batas maksimal maupun minimal akan tetapi ia menyebut secara umum bahwa usia 17 tahun adalah usia baligh. Sedangkan Iman Syafi’I, Imam Hambali, atau Yusuf dan Muhammad bin hasan menyebut usia 15 tahun sebagai usai baligh baik untuk laki-laki maupun perempuan lain lagi dengan pendapat Imaminyah, yang menyebut usia baligh adalah 15 tahun untuk laki-laki dan 19 tahun untuk perempuan. 6 Demikian keterangan baligh atau dewasa dari segi fisik kemudian dewasa secara mental adalah yang ditandai adanya kecerdasan (rusdy) rusyd berarti kesempurnaan akal dan jika yang diwujudkannya mampu bersikap dan bertindak secepat mungkin. 7 Dari beberapa segi,Pernikahan usia dini di nilai tidak baik dilakukan karena beberapa hal terutama karena belum matang fisik serta mental, namun ada juga yang memperbolehkannya karena beberapa hal pula. Berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, dapat di bangun asumsi ketidak matangan jiwa pada pasangan pernikahan usia dini
yang
mengakibatkan ketidak harmonisan rumah tangga yang apabila tidak bisa
6
Husain Muhammad, Fiqih Perempuan (Refleksi Kiai atas macam agama dan Gender). Yogyakarta: LKIS, Syafi’I, Hambali (ttp: Lentera 2000), hlm.317-318. 7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Kserasian Al-Qur’an Volume 2, Ciputat: Lentera Hati, 2000), Cet ke 1, hlm.334.
62
disikapi secara dewasa pada gilirannya berpeluang menjadi faktor pemicu terjadinya perceraian. 8 Asumsi ini diperkuat seiring dengan banyaknya kasus perceraian yang terjadi di pengadilan agama Pemalang yang cenderung didominasi karena berlatar belakang nikah dini. 9 Hal ini tentu tidak sejalan pernikahan usia dini di Pemalang yang diharapkan dari Rasulullah yaitu memperoleh rumah tangga yang bahagia, dan kekal serta memperoleh kasih sayang dan kesenangan hidup. Dari pakar Ginekolog dan sexsiolog. Boyke dian Nugraha dalam seminar nasional pernikahan dini dan nampaknya dari segi psikologis dan kesehatan reproduksi, mengatakan bahwa dampak perkawinan usia anak menghancurkan masa depan sang anak dan menganggu kesehatan reproduksinya. Resiko lainnya adalah keselamatan fisik, mental dan trauma reproduksinya yang berupa kerusakan alat reproduksi, disatu sisi beresiko terkena kanker mulut rahim, penyakit kelamin, dan
anak trauma
psikologis yang berupa nyeri saat berhubungan seks (dis pareunia) maupun trauma social. 10 Ketua komisi nasional perlindungan anak (KPA) Setomulyadi menegaskan bahwa pernikahan di usia dini berdampak pada kesehatan, psikologis dan pendidikan anak.11
8
Pernikahan Usia Dini Beresiko Tinggi bagi Perempuan dalam harian kompas, Senin 11 Juni 2001, hlm.202. 9 Moh. Slamet Shi Risalah Nikah Riffaiyah, (Pemalang Al.Asri, 2009), hlm.46. 10 Pernikahan Merusak Reproduksi Wanita dalam http://suaramerdeka.com di unduh pada 11 Mei 2010. 11 Pernikahan Merusak Reproduksi dalam (di unduh pada 11 Mei 2010)
63
Dan menurut Nugroho Kampono dari Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) bahwa dampak pernikahan usia dini terutama yang dilakukan oleh perempuan yang berusia dibawah umur 20 tahun, antara lain akan beresiko meningkatkan kemungkinan terkena kanker rahim, pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Pada usia lebih tua, diatas 20 tahun sel-sel sudah matang sehingga resiko semakin kecil. 12 Dalam agama Islam, suatu yang menjadi tuntunan atau syarat Islam meniscayakan adanya suatu tujuan tertentu yang menjamin kemaslahatan hidup manusia, yang terdiri dari lima perkara yang pokok (daruri) yakni, agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, berdasarkan uraian diatas, maka dalam persoalan pernikahan usia dini ini sebenarnya ada beberapa kemaslahatan yang saling berbenturan. Dalam syariah islam ada beberapa kriteria-kriteria dalam menentukan kemaslahatan sebagai tolak ukur yang benar-benar dinamakan kemaslahatan antara lain: 13 a. Memprioritaskan tujuan-tujuan syara (syariat) b. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an c. Tidak bertentangan dengan al-sunah d. Tidak bertentangan dengan prinsip qiyas e. Memperhatikan kemaslahatan yang lebih penting (besar) yang antara lain: 1. Memandang nilai kemaslahatan dari segi zatnya
12
Nana Podunge, Pernikahan dini dalam http://nanapodengge.blogspot.com/2009/07/ pernikahan dini.html. diunduh pada 11 Mei 2010. 13 Amir Mualim dan Yurdani, Konfigurasi Pernikahan Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000) Ed. Ke 1 Cet ke 2, hlm. 38-41.
64
2. Memandang nilai kemaslahatan dari segi cakupannya 3. Memandang nilai kemaslahatan dari segi akibatnya Sebagai sarana yang tepat
maka untuk memenuhi hajat manusia
dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya secara benar, dengan memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan (perbuatan zina, pelacuran) yang sesuai dengan hadits-hadits rasulullah tentang ajaran pernikahan dalam riwayat muttafaqun alaihi, serta menimbulkan kesungguhan bertanggung jawab (memeriksa hak serta kerugian) serta bersungguh-sungguh dalam wahana mencari harta yang halal. Selagi semua permasalahan-permasalahan ini tidak bertentangan dengan syariat seperti:
-
Tidak bertentang dengan Al-Qur’an dan As-sunah tidak akan bertentangan dengan maksud yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan as-sunah.
-
Tidak bertentangan dengan prinsip qiyas maksudnya tidak berlarangan dengan segala sesuatu yang menjadi landasan qiyas karena sebagaimana di ketahui segala sesuatu yang menjadi landasan qiyas karena sebagai mana di ketahui prinsip yang digunakan qiyas adalah untuk terjaminnya kemaslahatan.
-
Memperhatikan kemaslahatan yang lebih penting (besar) yang meliputi memandang kemaslahatan dari segi zatnya. cakupannya dan akibatnya
-
Memandang kemaslahatan diri dari zatnya maksudnya adalah menimbang kemaslahatan dengan urutan tujuan syara yakni memelihara agama (fiqih
65
aldin) memelihara jiwa (hifdz al-nafs) memelihara akal (hifd al aql) memlihara keturunan (hifdz al-nasl) dan memelihara harta (hifd al mal). Kemaslahatan dalam rangka memelihara agama harus di dahulukan dari pada kemaslahatan jiwa (hidup). Berdasarkan penjelasan diatas maka pernikahan usia dini dapat di analisis sebagai berikut: pernikahan memang mampu mendatangkan
dan
banyak kemaslahatan dengan mencegah banyak hal yang tidak di inginkan, demikian pula bahwa hikmah tasry dalam pernikahan adalah menciptakan keluarga syakinah (tentram dan harmonis) serta dalam rangka memperoleh keturunan (hifahd al nash) hikmah ini bisa tercapai jika pernikahan dilakukan pada usia dimana calon mempelai telah sempurna akal pikirannya (matang psikis atau mentalnya) serta siap melakukan proses reproduksi. 14 Pernikahan usia dini sendiri sebenarnya mengondisikan ketidak siapan mempelai secara fisik dan psikis dalam memasuki kehidupan rumah tangga. 15 Maka meski dari beberapa sesi pernikahan bisa menjadi sarana untuk menyelamatkan kehormatan diri dari perbuatan yang dilarang oleh agama atau syara, namun jika tidak bersifat dharuri atau mendesak menunda pernikahan pada usia yang lebih matang adalah lebih baik, mengingat kemaslahatan yang jauh lebih matang akan menghindari kemudharatan yang mungkin akan menimpa pada aspek jiwa serta keturunan, seperti ketergantungan kesehatan reproduksi sampai kelemahan baik pada ibu maupun anak yang dilahirkan.
14
M. Amin Summa, “Pernikahan usia dini dalam M. Ichwan Samled) Ijma, Ulama, h.234 dan dikutip kembali oleh Muhamad Hasan Bisry “Penerapan Teori magesit Al-Syariah dalam ijtihad mashs ualam Indonesia (P3M. STAIN Pekalongan 2009), hlm.70 15 Pernikahan usia dini beresiko tinggi bagi perempuan “…. hlm.202.
66
Demikian pula rumah tangga akan lebih mudah mencapai kebutuhan yang sakinah jika masing-masing pasangan telah dewasa akal pikiranya sehingga konflik atau masalah apapun yang dihadapi dalam rumah tangga dapat diatasi dengan baik. Namun Islam adalah agama yang mudah dan tidak mempersulit bagi kaumnya.
B.Batasan Usia Nikah Alasan penetapan batasan usia Dispensasi adalah penyinpangan atau pengecualian dari suatu peraturan .Dispensasi usia kawin di atur dalam pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)Undang-undang No.1 Tahun 1974. Dispensasi sebagaimana di maksud dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 artinya penyimpangan terhadap batas minimum usia kawin yang telah ditetapkan oleh undangundang yaitu minimal 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi permpuan Dipensasi merupakan penetapan pengadilan ,mengenai pembolehan perkawinan yang dilakukan oleh pasangan pengantin yang salah satunya atau keduanya belum berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.16 Dispensasi di berikan apabila Sifatnya darurat
menurut pasal 7
Undang-Undang Perkawinan, untuk dapat menikah , pihak pria harus sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
R.subekti dan R.Tjitrosoedibio,kamus hukum,(Jakarta:PT Pradnya Paramitha,1996)hlm 36-37
67
16 tahun. Meski demikian, penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat terjadi jika ada dispensasi yang di berikan oleh pengadilan ataupun pejabat lain yang di tunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita. Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga memuat aturan yang kurang lebih sama. Pada pasal 15 KHI menyebutkan bahwa batas usia perkawinan sama seperti pasal 7 Undang-Undang Perkawinan. Demikian juga soal dispensasi di bawah umur. Bedanya, di dalam memberikan , yaitu untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga. Kenyataan
dilapangan
menunjukan,
bukannya
melahirkan
kemaslahatan keluarga dan rumah tangga,pernikahan di bawah umur justru banyak berujung pada
perceraian. disamping itu, ada dampak
lain yang lebih luas, seperti meningkatnya angka kematian ibu saat hamil atau melahirkan lantaran masih berusia belia.17 Karena itu, Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MA Andi Syamsu Alam menghimbau agar hakim lebih cermat lagi dalam membuat penetapan soal dispensasi perkawinan di baawah umur. “Dispensasi itu sifatnya darurat”. Tidak boleh di gampangkan, ia menegaskan. Hakim agung asal Makasar ini juga meningkatkan masyarakat bahwa dispensasi pernikahan bukan hanya menyangkut persoalan 17
Undang-Undang perkawinan No.1 Tahun 1974
68
administrasi.“Ini
juga
berkaitan
dengan
masalah
yuridis.
Ada
konsekuensi hukumnya,”ujarnya. (hermansyah) Dalam hal ini ada dua hal pokok permasalahan yang diteliti yaitu: Apakah dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Pemalang dalam memutuskan perkara tentang dispensasi kawin pada tahun 2010.,bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama tentang dispensasi kawin. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriftif yaitu mendeskripsikan dan memaparkan berbagai persoalan yang terkait dengan masalah dispensasi kawin dengan pola pikir induktif yaitu menganalisis dan meneliti beberapa data putusan tentang dispensasi kawin secara individu kemudian disimpulkan dan diambil maknanya secara umum.adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dasar pertimbangan hukum Pengadilan Agama Pemalang dalam memutuskan perkara dispensasi kawin. Untuk mengetahui bagaimana Pandangan Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Pemalang tentang dispensasi kawin. C.Penetapan Pengadilan Agama Pemalang dalam dispensasi nikah menurut Undang-undang Perkawinan dalam Islam bertujuan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Untuk mewujudkan tujuan perkawinan diperlukan adanya kedewasaan bagi para pihak yang akan melaksanakan pernikahan,
69
sehingga mereka mampu membina rumah tangga dengan baik. Pernikahan di usia muda pada umumnya minim persiapan baik secara fisik, materi, maupun mental, sehingga sering menimbulkan gejala-gejala negatif dalam rumah tangga. Di Pengadilan Agama Pemalang pada Tahun 2010 telah menerima perkara permohonan sebanyak 32 perkara yangdi antaranya dispensasi nikah yaitu sebanyak 8 perkara, dimana kebanyakan dari mereka masih berstatus sebagai pelajar yang belum memiliki persiapan baik dari segi fisik, materi maupun mental yang memadai. Yang peneliti teliti pada perkara dispensasi nikah dengan No. 17,20dan 32/pdt.P/2010/PA.pml,yang terdapat fakta hukum yang mana dalam hal ini yang mengajukan permohonan atau pemohon adalah orang tua calon yang mana dalam hal ini ingin mencapai kebahagiaan . Selain hal tersebut, permohonan dispensasi nikah ini terkait dengan masalah karena calon mempelai wanita telah hamil 2 (dua) bulan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui analisis Undang-Undang Perkawinan di Indonesia terhadap putusan perkara dispensasi nikah pada Surat Putusan perkara No.17,20 dan 32. Penulis memfokuskan pada dua rumusan masalah, yaitu: (1) Bagaimana Putusan Pengadilan Agama Pemalang dalam kasus dispensasi pernikahan usia dini? (2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum dikeluarkanya dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama Pemalang ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitiannya dan teknik pengumpulan data peneliti menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi, kemudian teknik dalam analisa data
70
adalah reduksi data,display data dan verifikasi/conclusions. Dalam
penelitian
ini
ditemukan
(3)
18
Perkara
No.17,20dan
32/pdt.P/2010/PA.Pml . tentang dispensasi nikah yang dikarenakan perkara No.17 bahwa calon mempelai wanita belum cukup umur, sedangkan yang No.20 karena sudah melakukan hubungan suami istri selama 5 kali dan yang No.32 Kerena telah hamil 2 (dua) bulan, majelis hakim berpendapat bahwa permohonan ini, dapat diterima dan diputuskan karena majelis hakim berpendapat bahwa permohonan ini, dapat diterima dan diputuskan karena dinilai tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 KHI dan peraturan-peraturan di dalam fiqh, (2) Dalam hal tersebut majelis hakim berpendapat bahwa pada prinsipnya kemadharatan harus dihilangkan tetapi dalam menghilangkan kemadharatan itu tidak boleh sampai menimbulkan kemadharatan lain baik ringan apalagi lebih berat. Namun bila kemadharatan itu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan menimbulkan kemadharatan yang lain, maka haruslah memilih kemadharatan yang relatif lebih ringan dari yang telah terjadi. 19
18 19
Url http://WWW Azis silfiana ,Shi(Stain press diunduh tanggal 02 februari 2012. Url http://WWW Stain ponorogo ac.id diunduh tanggal 20 maret 2012.