perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA
A.
Awal Mula Upacara Adat Sadranan di Kelurahan Pundungsari Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri(cultural determinism). Herskovits dan Bronislaw dalam Soerjono (2010: 149) mengungkapkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang super-organic. Olehkarena itu kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup walaupun anggota masyarakatnya senantiasa silih berganti disebabkan oleh kematian dan kelahiran (Soerjono, 2010: 150). Begitu juga dengan budaya adat sadranan yang dilakukan oleh masyarakat Pundungsari, Semin, Gunung Kidul tersebut.
Adat sadranan di wilayah Semin Gunung Kidul DIY dimulai sekitar tahun 2000. Setelah ditemukannya makam tua yang kemudian diketahui sebagai makam putra-putri Sri Sultan Hamengku Buwan II (HB II) . Makam tersebut terletak di desa Pundungsari. Sejak itu masyarakat disekitar makam merawatnya dengan baik. Menurut Wahyu Sriyanti (2000) dalam tulisannya yang berjudul Sejarah, Lingkungan, Budaya sebuah Perjuangan dan Kearifan Lokal, pada tahun 2000 Penilik Kebudayaan Kecamatan Semin yang bernama Sudarmanta (51 tahun) menyampaikan bahwa kedua makam tersebut merupakan peristirahatan terakhir GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah keduanya adalah kakak beradik commit to user putra-putri Sri Sultan Hemngku Buwana II. Sri Sultan Hamengkubuwana IIlahir 7
25
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Maret1750 dan meninggal 3 Januari1828 pada umur 77 tahun. Sultan HB II adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah selama tiga periode, yaitu 1792 - 1810, 1811 - 1812, dan 1826 - 1828. Pada pemerintahan yang kedua dan ketiga ia dikenal dengan julukan Sultan Sepuh. Nama aslinya adalah Raden Mas Sundoro, putra Hamengkubuwono I. Saat ayahnya masih menjadi Pangeran Mangkubumi dan melakukan pemberontakan terhadap Surakarta dan VOC. Pada Masa Pemerintahan Hamengkubuwono I mendapat pengakuan dalam perjanjian Giyanti 1755, Raden Mas Sundoro juga ikut diakui sebagai Adipati Anom. Pada tahun 1774 (atau tahun Jawa 1700) terjadi kegelisahan di kalangan Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada mitos akhir abad, bahwa akan ada sebuah kerajaan yang runtuh. Pada kesempatan itu, Raden Mas Sundoro menulis kitab Serat Suryaraja yang berisi ramalan bahwa mitos akhir abad akan gugur karena Surakarta dan Yogyakarta akan bersatu di bawah pemerintahannya. Naskah tersebut sampai saat ini dikeramatkan sebagai salah satu pusaka Keraton Yogyakarta.
Pada zaman dahulu pertama kali ditemukan makam leluhur tersebut dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Makam tersebut dalam keadaan hanya tertutup oleh kain seadanya dan bambu-bambu yang sudah mulai usang. Tetapi semakin kesini kami semua mulai berusaha untuk memperbaikinya. Begitu juga dengan jalan menuju ketempat ini dulu juga tidak bisa dilewati, tetapi sekarang sudah enak dan nyaman untuk berjalan. Semua itu adalah perjuangan kami bersama-sama, karena kami semua merasa handarbeni “memiliki” sehingga kami melakukannya juga dengan senang hati. (Wahyu Sriyanti, 54th, wawancara, 14.11.2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
Budaya Jawa begitu lekat dengan tradisi sadranan, terkait dengan daur hidup cycle life orang Jawa.Makin lama orang sudah meninggal, makin jarang pula makamnya dikunjungi oleh sanak saudaranya. Kunjungan biasanya hanya dilakukan setahun sekali, yaitu pada waktu acara sadranan ( Koentjaraningrat, 1984: 364). Khususnya bagi masyarakat adat sadranan ini adalah sebuah rutinitas lingkaran hidup yang tak bisa ditinggalkan. Terutama bagi masyarakat desa Pundungsari yang rutin melaksanakan kegiatan sadranan
pada setiap bulan
Dzulhijah “Besar: Jawa” pada hari Senin Legi atau Kamis Legi setiap bulan tersebut. Ada juga sebagian dari masyarakat daerah lain yang mengadakan acara sadranan pada bulan sebelum puasa (Koentjaraningrat, 1984: 369). Tetapi masyarakat Pundundsari mengadakan acara sadranan berbeda dengan daerah lain bukan karena keinginan pribadi masayarakatnya ataupun perintah dari Dinas Kebudayaan setempat. Masayarakat mengadakan acara sadranan atas dasar keinginan dari leluhur yang di makamkan di daerah tersebut, leluhur tersebut menyampaikan keinginannya lewat sesepuh desa yakni Sawi.
Pada waktu tahun 1997 mengalami sesuatu seperti orang kerasukan dan dapat berbicara langsung dengan eyang yang ada di makam tersebut dengan kebatinanya. Pada waktu megalami hal tersebut saya seperti orang bingung dan tidak mau makan. Sebenarnya leluhur yang ada tersebut sudah ada dalam diri saya sejak tahun 1985 tetapi saya baru menyadarinya sekitar tahun 1997.dia ada di tempat ini (Pundungsari) karena ketriwal “terabaikan.” Juga Pada waktu itu Eyang ngendikan “berbicara” dengan saya kalau setiap bulan Dzulhijah “Jawa:Besar” pada harinya Senin Legi atau Kemis Legi pada bulan itu diadakan acara sadranan, dengan sesaji membawa sego gurih dan ayam panggang. Masyarakat kanthi bungah lan gambira nanggepi sedaya wau, lan ngleksanake kanthi tertib, bijak lan uga ngaturke pepenginan kanthi sae lan sopan saking manah piyambak-piyambak. “Masyarakat secara commit to user bijaksana, tertib dan amat santun menyampaikan permohonan kepada
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
Tuhan YME dan berkah dari Eyang dengan adat Jawa yang amat kental sesuai bahasa nurani masing-masing” (Sawiyem, 45th, Wawancara, 13.11.2011)
Acara sadranan yang sudah ada sejak zaman dahulu difungsikan sebagai sarana pemujaan terhadap nenek moyang. Setelah ajaran agama Islam masuk ke Pulau Jawa oleh para Wali, tradisi tersebut tetap dilaksanakan. Namun, caracaranya disesuaikan dengan ajaran dan doa-doa dalam agama islam. Upacara sadranan yang rutin diadakan di Kelurahan Pundungsari, Kecamatan Semin dipercaya masyarakat sekitar dan masyarakat yang datang untuk berziarah di makam leluhur desa (Makam dari GRM. Sumadi dan GRAy Sudarminah) memberikan berkat bagi orang yang datang untuk “ngalap berkah” ketempat itu, tetapi hal itu pada waktu sekarang mulai ditinggalkan apalagi oleh para pemuda yang sudah tergerus oleh modernisasi. Karena di jaman yang serba modern dan instan ini masyarakat mengagap hal itu membuang waktu mereka. Tetapi disisi lain masih banyak juga masyarakat perantauan yang pulang untuk mengikuti segala rangkaian acara adat sadranan itu. Selain itu masyarakat juga masih sangat mempercayai dengan tradisi “ngalap berkah” itu akan mendatangkan berkah bagi siapa saja yang percaya akan hal itu. Dari berbagai rangkaian upacara tradisi adat sadranan dengan kepercayaan masyarakat ngalap berkah itu secara tidak langsung mempunyai berbagai fungsi bagi masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat pendatang atau peziarah pada umumnya. Warga ing dusun Pundungsari menika masyarakat ingkang taksih nguriuri kabudayan Jawi ingkang sakmenika sampun dipun tilar para generasi muda. Salah sijining kabudayan menika sadranan ing wulan besar ing sasi jawa. Sadranan menika wigati ing dusun Pundungsari lan masyarakat commit to usermenika anggadhahi berkah kagem pitados menawi ngleksanake sadranan
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
urip padinan. Warga ing tlatah ngriki pitadosan kaliyan ngalap berkah ing upacara sadranan menika. Kasunyatan kula ing tahun kepengker anggadahi panjalukan lan kula nadhar menawi kaleksanan pepengenan kula badhe andum berkah sego gurih lan ayam panggang. Sakmenika kaleksanan sedya lan kula ngleksani nadhar kula menika, amargi miturut kapitadosan menawi nglanggar nadhar bakal tinemu bencana. Ananging anggen kula ngleksani nadhar uga saking manah kula, mboten amargi kepeksa. Menika sedaya kathah ingkang sampun buktikake, salah satunggilipun kula piyambak. Sedaya menika tumju dhateng Gusti lantaran leluhur ing makam menika. Ananging sedaya pepenginan menika pepenginan ingkang sae lan nalar. (Sumarna, 42th, wawancara, 13.11.2011) Terjemahan “Masyarakat di desa Pundungsari ini adalah masyarakat yang masih melestarikan kebudayaan Jawa yang pada saat ini mulai ditinggalakan oleh generasi muda sekarang. Salah satu kebudayaan itu adalah sadranan pada bulan Besar tahun Jawa. Sadranan tersebut sangat penting bagi masayarkat Pundungsari lan masyarakat percaya apabila melaksanakan sadranan tersebut memdapatkan berkah berkah untuk kehidupan sehari-hari. Masyarkat di daerah sini percaya dengan tradisi nagalap berkah pada waktu upacara sadranan. terbuti pada tahun lalu saya mepunyai keinginan pabaila terlakasana saya mempunyai janji untuk berbagi berakah sego gurih dan ayam panggang. Keinginan saya terlaksana dan saya melaksanakan janji yang telah saya ucapakan. Meurut kepercayaan warga sini apabila melanggar janji akan mendapatkan kesengsaraan hidup. Tetapi semuanya apabila elaksanakan janji tersebut harus benar-benar dari hati bukan karena paksaan. Banyak orang yang sudah membutikannay, salah satunya itu tadi saya. Semua itu tertuju pada Tuhan melalui perantara leluhur yang ada di makam tersebut. Tetapi, semua keinginan harus baik dan dapat di logika”. (Sumarna, 42th, wawancara, 13.11.2011)
Upacara sadranan merupakan bagian dari kebudayaan dan sudah menjadi adat-istiadat masyarakat sekitar Pundungsari. Upacara sadranan ini di adakan sebagai bentuk penghormatan masyarakat sekitar pada leluhur mereka yaitu GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah yang merupakan leluhur atau cikal bakal adanya desa Pundungsari tersebut dan hal ini merupakan tradisi dari leluhur sebelum yang wajib untuk dilestarikan agar tidak punah tergerus oleh medernisasi, sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
generasi penerus mengetahui dan akan tetap melestarikannya. Adat istiadat yang sudah ada tersebut mempunyai nilai-nilai budaya yang tinggi, karena nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat dan para individu itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep itu sejak lama telah berakar dalam jiwa mereka (Koentjaraningrat, 1990:339). Pada dasarnya upacara adat sadranan ini mempunyai magnet yang sangat kuat bagi masyarakat desa Pundungsari dan masyarakat peziarah yang datang dari berbagai dari daerah dengan kepercayaan mereka untuk ngalap berkah dari acara sadranan tersebut. Meskipun di zaman yang semakin tergerus oleh kecanggihan tehnologi yang makin maju, masyarakat di Pundungsari tidak ikut arus dalam perubahan jaman yang mulai meninggalkan kebudayaan leluhur dan mulai meniru kebudayaan barat. Sakmenika zaman sampun maju, punapa-punapa sarwa gampang mboten wonten ingkang mboten saged dipun gayuh. Sedaya instan, amargi tehnologi ingkang sampun maju. Ananging masyarakat ing ngriki mboten kepencut sedaya menika, amargi masyarakat anggadahi kapitadosan sedaya ingkang kepenak sakniki menika asalipun saking leluhur kita sedaya. Masyarakat ing ngriki saking kadang muda dumugi sepuh sedaya dherek nguri-uri kabudayan. Kabudayan saking barat ingkang lumebet menika sedaya dipun saring lan ingkag pas nembe dipun terapaken ing urip padinan.(Kahono, 35th, Wawancara, 13.11.2011) Terjemahan Sekarang zaman sudah sangat maju, semua serba mudah tidak ada yang tidak bisa didapatkan. Semua serba gampang dan cepat, karena tehnologi yang sudah maju. Tetepi masyarkat di sini tidak ikut arus. Karena masayrakat mempunyai kepercayaan semua yang ada dan enak sekarang itu adalah dari leluhur yang terdahulu. Masyarakat disinidari yang muda hingga sesepuh semua ikut melestarikan kebudayaan. Kebudayaan dari barat yang masuk di saring terlebih dahulu dan yang sesuai dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
kehidupan mereka barulah diterapkan untuk kehidupan sehari-hari. (Kahono, 35th, Wawancara, 13.11.2011) Mereka tetap maju dan berkembang, tetap mengikuti perkembangan berpendidikan, dan hal itu dapat menjadikan mereka masyarakat yang pandai dalam menerima setiap budaya yang masuk dalam kehidupan mereka harus disaring terlebih dahulu. Selain itu hal itu juga membuat mereka semakin tahu bahwa warisan budaya leluhur harus dijaga dan dilestarikan. Mereka semua berpikir bahwa semua itu adalah cikal bakal “pendiri” awal dari kehidupan mereka, tanpa ada semuanya itu tidak akan ada kehidupan yang sekarang. Ing wekdal sadranan ing sasi besar niki, kathah peziarah saking luar daerah ingkang sami rawuh lan nyengkuyung acara sadranan ing tlatah mriki. Warga ingkang sami makarya ing luar kota inggih sami pulang kampung. Sedaya wau badhe ngriyayake sadranan lan ngucapke sykur ingkang berkah sampun dipun tampi, uga badhe ngalap berkah saking riyaya menika. Contonipun warga saking Wonogiri, Klaten kathah ingkang sami rawuh la nyipeng, amargi sedaya anggadhahi kapitadosan berkah ingkang sami dipun tampi menika saking berkah sadranan. (Padmo Rejo, 60th, wawancara, 14.11.2011) Terjemahan “Pada waktu sadranan pada bulan Besar ini, banyak peziarah dari luar daerah yang datang dan ikut membantu acara sadranan di Pundungsari ini. Masyarakat yang bekerja di luar kotajuga pulang kampung. Semuanya ingin melaksanankan acara sadranan dan bersyukur atas berkah yang sudah diterima, dan juga ingin ngalap berkah “mencari berkah”. Contohnya banyak masyrakat dari Wonogiri, Klaten dan lainlain datng dan menginap, karena semuanya mempunyai kepercayaan berkah yang diterima itu berkah dari sadranan. (Padmo Rejo, 60th, wawancara, 14.11.2011)
Upacara adat sadranan adalah bagian dari ritus yang ada di dalam masyarakat sebagai adat upacara slametan (ritus slametan). Ritus adalah dimensi ekspresif dari agama. Ia selalu mempunyai dua dimensi, yang satu sama lan tak commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat dipisahkan. Dimensi pertama adalah hubugan seseorang dengan yang kudus. Dimesi kedua adalah hubungan antara seseorang dengan yang lainnya. Oleh karena itu ritus dinamakan tindakan sosial masyarakat (Ignas,2011:11). Tidak ada ritus lain dalam sistem religius orang Jawa, yang lebih mampu menggabarkan hal yang dikatakan di atas, kecuali slametan. Ritus ini baik dipratekkan baik oleh priyayi, abangan, santri. Slametan bisa dipahami sebagai bentuk sinkretisme mitos dan ritual yang seimbang sehingga dewa-dewi Hindu, Nabi dan orang-orang suci islam, roh-roh dan setan-setan setempat, semuanya memperoleh tempatnya sendiri-sendiri. Pada dasarnya slemtan dimaksudkan untuk memuaskan roh-roh setempat. Warga percaya roh-roh yang telah terpuaskan itu tidak akan mengganggu ketentraman. Makna penting dari sadranan yang dilakukan masyarakat desa Pundungsari ini adalah budaya Jawa yang telah menjadi sebuah tradisi masyarakat. Sadranan yang dilakukan setiap tahunnya, yang dimulai sejak tahun 2000 pada bulan Dzulhijah “Jawa: Besar” pada hari Senin Legi atau Kamis Legi setiap bulan tersebut menjadi sarana bagi masyarakat untuk saling berkumpul untuk membangun kerukunan dan kebersamaan. Selain itu sadranan juga untuk melestarikan budaya leluhur yang semakin tergerus oleh budaya modernisasi dan mulai ditinggalkan masyarakat yang menganggap hal tersebut takhayul ataupun musrik dan tidak dapat di logika (Danandjaja, 1986153). Selain sebagai sarana bagi masyarakat untuk ngalap berkah “mencari berkah”, sadranan ini juga merupakan sebuah media pengingat bagi masyarakat untuk tetap mengingat leluhur mereka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Sadranan yang dilakukan oleh masyarakat desa Pundungsari ini merupakan sebuah bentuk tradisi masyarakat yang berawal dari ditemukannya sebuah makam leluhur yang ada di desa Pundungsari tersebut. Leluhur tersebut merupakan cikal bakal “pendiri” adanya desa tersebut. Masyarakat percaya akan adanya sadranan tersebut mendatangkan banyak berkah. Karena pada dasarnya adat sadranan merupakan sebuah bentuk pengungkapan rasa syukur masyarakat atas berkah yang diterima.
Gambar 1 suasana upacara Sadranan (diambil, 14.11.2011) Masyarakat semua berkumpul dari yang muda hingga tetua untuk mengikuti acara sadranan yang di adakan di makam leluhur GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah. Awal mula adat sadranan ini juga menjadi kehidupan social masyarakat desa Pundungsari ini lebih guyub “rukun”. Karena acara dari sadranan ini bukan commit userjuga dengan acara ramah tamah hanya di isi dengan upacara tradisi sajatotapi
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat dan musyawarah untuk kemajuan desa, semua itu dipelopori oleh Yayasan Trisakti Arum Lestari. Seiring perkembangan zaman yang mulai tergerus modernisasi menjadikan seluruh nilai-nilai tradisional termasuk yang ada di Jawa ini menjadi berantakan. Pengaruhnya terhadap budaya dan orang Jawa tradisional sungguh luar biasa, karena banyak masyarakat yang tidak tahan dalam pilihan hidup dengan nilai-nilai tradisional dan mulai meninggalkan budaya leluhurnya (Ignas: 2011:220). Tetapi hal tersebut sangatlah berbeda dengan keadaan yang terlihat di desa Pundungsari, masyarakat sekitar sangat menjunjung tinggi tradisi leluhur. Masyarakat sangat percaya dengan berkah yang di dapat dari adanya upacara tradisi, khususnya upacara sadranan yang mereka lakukan itu. Masyarakat
desa
Pundungsari
sangat
antusias
dan
guyub
saat
mempersiapkan untuk acara sadranan tersebut. Terbukti pada acara sadranan pada tanggal 14 november 2011 kemaren lalu banyak masyarakat yang datang hampir 500 orang. Masyarakat yang datang dengan menghaturkan sesaji atau persembahan ayam panggang dan nasi gurih. Jadi perekembangan acara sadranan yang ada di desa Pundungsari, Kecamatan semin semakin maju, baik dari kalangan tua ataupun generasi penerus datang untuk mengikuti semua rangkaian acara sadranan tersebut.
B. Bentuk Upacara Adat sadranan di Kelurahan Pundungsari Upacara sadranan adalah upacara tradisi masyarakat desa Pundungsari Kecamatan Semin yang di adakan setiap bulan Dzuljiyah (Jawa: Besar) setiap commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hari Senin Legi atau Kamis Legi. Upacara yang menjadi sebuah tradisi masyarakat untuk ngalap berkah mencari berkah. Acara sadranan ini di adakan di makam leluhur yang menjadi cikal bakal “pendiri” dari tersebut yaitu dimakam GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah dan di adakan di rumah sesepuh desa Pundungsari. Dalam upacara ini di pimpin dari perwakilan Keraton dan kerabat dari leluhur. Masyarakat dari kalangan muda hingga yang tua ikut dalam acara sadranan ini, banyak juga masyarakat dari luar daerah yang datang untuk ikut ngalap berkah. Acara sadranan yang dilaksanakan di Pundungsari sudah berlangsung sekitar ±
11 tahun. Dalam upacara adat sadranan berlangsung
cukup lama dan cukup banyak menggunakan sesajen diantaranya bunga telon, kemenyan, pisang ayu, ayam panggang, sego gurih dan lain sebagainya. Dalam upacara sadranan ini mempunyai beberapa rangkaian acara yaitu:
a. Bersih Desa Dalam upacara adat sadranan yang dilakukan oleh masyarakat desa Pundungsari setiap bulan Dzulhijah (Jawa : Besar) pada hari Senin Legi atau Kamis Legi ini sebelumnya diadakan acara bersih desa. Acara bersih desa atau Gotong royong masyarakat sekampung ini bertujuan untuk membersihkan semua desa atau merapikan kampung. Masyarakat menganggap atau percaya dengan diadakan acara bersih desa ini merupakan sebagian dari ungkapan syukur atau sebagai persiapan untuk menyambut kedatangan leluhur yang telah membantu kelangsungan hidup mereka. Bersih desa atau disebut juga dengan bersih dhusun dalam acara ini sudah jelas terlihat jelas dari namanya seluruh desa ikut terlibat. commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Upacara ini mengandung unsur-unsur simbolik untuk memelihara kerukunan warga masyarakat. Selain itu upacara ini juga mengandung makna penghormatan terhadap roh nenek moyang. Kegiatan-kegiatan bersih dhusun ini biasanya berlangsung di suatu tempat dekat makam cikal bakal “pendiri” desa tersebut (Koentjaraningrat, 1984:375). Selain itu bersih desa ini juga dimaksudkan agar para peziarah yang datang dari berbagai daerah merasa nyaman dan akan menjadikan sebuah kenangan sehingga pada acara selanjuntya mereka mau datang lagi. Adanya peziarah yang datang banyak berarti jugaa kan menanbah kas atau pemasukan desa itu sendiri. Acara bersih desa yang di laksanakan seminggu sebelum acara sadranan di mulai ini di hadiri oleh warga masyarakat setempat. Dalam acara bersih desa ini di pimpin oleh sesepuh desa yaitu Sawi. Sebelum acara bersih desa di mulai dengan kenduren. Tetapi kenduren yang di adakan hanya sederhana, kenduren di sediakan oleh sesepuh desa dengan berbagai perlengkapannya. Perlengkpan yang di gunakan dalam kenduren ini adalah: ingkung, sego gurih, pisang raja, dan suruh ayu. Semua warga berkumpul di rumah sesepu desa, setelah acara kenduren di mulai dengan doa bersama, dan pembagian kenduren dan di makan di tempat itu juga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
Gambar 2 perlengkapan kenduren pada waktu acara bersih desa (diambil, 6.11.2011)
Menika reroncen adicara sadranan ingkang nomor siji bersih dhusun. Sakderenge ngancik acara liyan. Kula lan masyarakat pitados bersih dhusun menika saged dadosaken berkah ingkang dipun tampi menika inggih resik. Kados bebasan menawi kita sedaya paring ingkang resik, semanten ugi ingkang dipun tampi inggih resik saking ingkang maha kuwaos. Adicara bersih dhusun menika mboten saged dipun ilangake, amargi sampun dados uruting adicara sadranan menika. (Mardyono, 52 th, wawancara, 13.11.2011).
Terejemahan Seperti itu urutan acara sadranan yang nomor satu adalah bersih desa. to user Sebelum menginjak acracommit yang lain. Saya dan masyarakat percaya bersih
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
desa tersebut dapat menjadi berkah yang diterima juga bersih. Seperti peribahasa kalau kita memberi yang bersih, maka yang kita terima juga bersih dari Tuhan yang maha kuasa. Acara bersih desa tersebut tidak bisa dihilangkan, karena sudah menjadi urutan acara sadranan tersebut. (Mardyono, 52 th, wawancara, 13.11.2011) Selain itu, bersih desa juga dimaknai sebagai suatu usaha yangdilakukan oleh masyarakat untuk membersihkan rumah, kebun, halaman, jalan raya, dan, tempat-tempat umum dari berbagai bentuk “kotoran”. Kegiatan pembersihan, tidak hanya dilakukan sebatas membersihkan kotoran yang ada dalam wujud fisik saja. Akan tetapi, kegiatan pembersihan juga berlaku untuk membersihkan komunitas warga dan desa dari roh-roh jahat yang dapat mengganggu. Sedangkan kata Desa, bagi orang Jawa diartikan sebagai sebuah jagad. Jagad itu berisikan manusia, hewan, tumbuhan, sungai, gunung, sawah, dan roh-roh yang tinggal dalam keseimbangan dan keselarasan. Oleh karena itu, setiap orang dan unsur-unsur lain di dalam jagad harus mengusahakan keseimbangan dan keselarasan terus-menerus. Jika suatu saat, manusia tidak hidup sesuai dengan aturan, sistem nilai, dan perilaku sehari-hari di dalam jagad. dipercayamereka akan mendapatkan bala “ bencana”. Hal yang sama akan terjadi juga apabila roh-roh di dalam jagad dan berbagai unsur alam tidak diperhatikan dengan baik. Dari pemahaman di atas, Bersih Desa dapat dipahami sebagai suatu cara untuk menjaga kehidupan yang seimbang dan selaras antara manusia, alam dan roh-roh. Dengan cara membersihkan desa atau jagad dari berbagai kotoran yang bersifat fisik dan roh-roh jahat yang mengganggu. Bisa juga dikatakan bersih desa ini adalah sebuah rangkaian kegiatan sadranan untuk membersihkan diri kita dari dosa-dosa yang telah kita perbuat, sehingga waktu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
kita nanti mengadakan upacara sadranan dan menghadap pada leluhur diri kita telah bersih. Karena tidak lain leluhur kita itu merupakan perantara kita pada Tuhan YME. Bagi masyarakat setempat kegiatan sadranan dan bersih desa juga merupakan salah satu cara untuk lebih mengguyubkan“mempersatukan”warga desa. Warga juga percaya dengan desa yang bersih, berkah yang akan didapatkan selanjutnya setelah upacara sadranan nanti adalah berkah yang bersih yang datangnya dari Tuhan. Rangkaian acara pertama yang dilakukan ini merupakan sebuah rangkaian awal dari acara sadranan yang tidak bisa ditinggalkan, karena hal ini merupakan satu kesatuan yang harus dijalakan beriringan.
b. Tirakatan Tirakat yang sering dilakukan oleh orang Jawa pada umumnya dengan sengaja mencari kesukaran dan kesengsaraan untuk maksud-maksud keagamaan yang berakar dari pikiran bahwa usaha-usaha seperti itu dapat membuat orang teguh imannya dan mampu mengatasi kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya. Mereka juga percaya bahwa orang bisa menjadi lebih tekun dan terutama bahwa orang yang telah melakukan usaha semacam itu kelak akan mendapat pahala (Koentjaraningrat, 1984: 371). Sebelum diadakan acara andumberkah“berbagi berkah” pada pagi harinya, masyarakat pada malam harinya mengadakan tirakatan bersama di makam (GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah) dan tirakatan di rumah sesepuh desa atau juru kunci yaitu dirumah mbok Sawi. Tirakatan yang di adakan dimakam dilakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
secara bergantian oleh warga masyarakat Kutugan dan Dondong. Tirakatan dalam dunia tasawuf disebut juga suluk(laku), yaitu melakukan sesuatu untuk menjernihkan hati dengan tujuan memperoleh ma‟rifatullah (mengenal Allah). Caranya dengan mengurangi makan, tidur dan bicara. Dua di antara tiga pengurangan tadi, yakni makan dan tidur merupakan satu paket, sebab orang yang banyak makan biasanya banyak tidur. Oleh karena itu dalam laku tarekat biasanya kedua hal tersebut harus dihindari. Tirakatan pada malam itu tidak hanya oleh bapak-bapak saja, tetapi semua warga masyarakat. Pada waktu acara tirakatan berlangsug para bapak bermusyawarah untuk lebih memantapkan dan mempersiapkan acara pada pagi harinya, untuk para ibu sibuk di dapur untuk mempersiapkan segala keperluan untuk acara pagi hari harinya dan mempersiapkan buat kenduri malam harinya. Sekitar pukul 23.00 wib diadakan acara kenduri, acara kenduri ini diadakan bila ada seseorang yang mengucap syukur karena dari apa yang dimintanya telah terlaksana atau sebagai ungkapan syukur. Kenduri ini hanya boleh di ikuti oleh para bapak dan pemuda desa, utuk para ibu dan pemudinya menunggu dibelakang (dapur) untuk mendapat bagian dari kenduri itu. Kenduri di pimpin doa oleh modin desa (tokoh agama islam di desa) dan para sesepuh desa tersebut. Memakai doa secara islam karena mayoritas dari warga beragama islam. Setelah selesai doa kenduri di bagikan dan di makan ditempat itu, tidak boleh dibawa pulang. Setelah acara kenduri selesai dilanjutkan tirakatan sampai pagi hari. Kenduri ini ini dilakukan bila ada seseorang yang mempunyai nadhar (janji) sudah mepunyai rejeki, bila pada waktu itu belum punya bisa dilakukan waktu berikutnya, yang commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terpenting tidak melupakan janji yang sudah di ucapakannya. Warga percaya apabila ada seseorang yang telah mengucap nadhar dan tidak menepatinya, maka sesuatu yang tidak mengenakan akan terjadi pada kehidupannya dan keluarganya. Apabila tidak ada kenduren dari seseorang, dari sesepuh desa yang mengadakannya dibantu warga masyarakat sebagai ungkapan syukur karena semuanya telah di berikan rejeki dan berkah yang melimpah. Tirakatan malam itu juga di isi dengan musyawarah desa. Membicarakan kelangsungan dan kemajuan desa tersebut. Kula pitados, menawi kula tirakat sakderengipun acara sadranan ing benjang kula saged anampi berkah ingkang luwih. Amargi kula pitados menawi tiyang ingkang nglakoni tirakat menika, sedaya ingkang badhe dipun gayuh kaleksanan. Ing ndalu menika kula inggih atur panuwun lan caos dhahar sego gurih lan ayam panggang. Menika kula aturke amargi ing tahun kepengker kula anggadhahi pepenginan lan kabul. Ing panyuwunan kula menika kula inggih ngucap nandhar menawi kabul kula badhe caos dhahar sego gurih lan ayam panggang menika. Dhaharan menika di pun bagi kangge sedaya warga ingkang nglempak wonten ing ngriki. Kula lan masyarakat pitados dhaharan menika ugi berkah saking leluhur ingkang sampun paring rejeki. (Sumarna, 42 th, Wawancara, 13.11.2011) Terejemahan Saya percaya, apabila saya bertirakat pada malam hari sebelum acara sadranan pada pagi harinya saya dapat menerima berkah yang lebih. Karena saya percaya orang yang mau bertirakat keinginannya bisa terlaksana. Malam ini saya juga menghaturkan persembahan nasi gurih dan ayam panggang. Semua itu saya aturkan karena pada tahun lalu saya mempunyai keinginan dan terkabul. Waktu saya meminta saya berjanji apabila keinginan terkabul saya akan menghaturkan persembahanm nasi gurih dan ayam panggang tersebut. Makanan tersebut di bagi untuk semua masyarakat yang berkumpul. Saya dan masyarakat percaya makanan tersebut juga berkahdari leluhur yang sudah memeberikan banyak rejeki. (Sumarna, 42 th, wawancara, 13.11.2011)
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3 dan 4 suasana malam tirakatan (diambil, 13.11.2011) Para bapak-bapak warga desa Dondong berkumpul dirumah sesepuh desa untuk mengadakan tirakatan dan kenduren menghaturkan terimakasih (nhadar) karena keinginan sudah terkabul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
Gambar 5 suasana malam tirakatan,ibu-ibu mempersiapakan perlengkapan (diambil. 13.11.2011) Para ibu-ibu pada malam harinya sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pagi harinya.
c.
Kenduren Andum Berkah Warga Dondong dan Kutugan Kenduren di adakan oleh dua warga desa karena makam leluhur tersebut
terletak di anatara desa Dondong dan Kutugan tersebut. Semua warga menganggap makam ditemukan oleh para tetua dari masing-masing desa. Tetapi setelah ada permusyawarahan desa di putuskan bila ada acara sadranan tetap di laksanakan oleh dua desa secara bergantian, karena bila hal tersebut diperebutkan tidaka akan pernah ada jalan keluar yang terbaik karena semua menganggap hal tersebut miliknya. Hal itu dilakukan untuk saling menghormati dan menjaga kerukunan di antara semua warga yang tinggal di tempat itu. Begitu juga dengan tirakatan yang dilakukan pada malam harinya dilakukan secara bergantian. Pada akhirnya hal itu di setujui semua warga, dan hal itu sampai sekarang tetap dijalankan dan berjalan tanpa ada percecokan di antara keduanya. Terbukti dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
pembangunan tempat leluhur tersebut semua warga datang bergotong royong. Pagi harinya acara sadranan andum berkah “pembagian berkat” pun di mulai yaitu di mulai dari warga desa Kutugan selanjutnya warga Dondong. 1.
Warga Kutugan Pagi hari sebelum matahari terbit semua warga Kutugan telah berkumpul di
makam (GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah) tempat di adakanya andum berkah. Semua warga datang dengan membawa nasi gurih dan ayam panggang utuh yang di bungkus dengan daun jati dimasukan dalam tas. Setelah sampai semua yang di bawa diletakakkan di rumah yang di percaya oleh masyarakat rumah itu pada waktu dahulu ditempati oleh leluhur yang ada di tempat itu. Warga berkumpul, acara di mulai oleh sesepuh desa yaitu Reso yang merupakan sesepuh di desa kutugan. Doa dengan menggunakan perantara agama islam karena mayoritas dari masyarakat memeluk agama islam. Setelah acara doa selesai, ayam panggang dan nasi gurih yang masing–masing di bawa oleh warga dibagikan kepada para peziarah yang datang dan sebagian dari berkah dibawa pulang. Karena mereka meyakini apabila dibawa dan diberikan yang ada di rumah semua akan mendapat berkah termasuk peliharaan yang mereka punya akan berkembangbiak banyak. Menika reroncen acara sadranan ingkang kula tengga. Sedaya warga nglempak lan guyub. Sego gurih lan ayam panggang ingkang wajib dipun asta kagem persembahan, menawi kapeksa mboten wonten inggih mboten menapa. Amargi sedaya ingkang badhe dipun haturke menika ugi inggih saking lair batos mboten wonten paksaan. Sedaya ingkang di pun asta di dongake kanthi sesarengan lan dipun bagi sedaya ingkang nglempak ing ngriku. Berkah ingkang sampun ditampi menika dipun asta kondur lan didhahar sedaya kaluwarga lan ternak ugi kula pringi. Supados sedaya angsal berkah lan kasarasan. (Satiyem, 55 th, wawancara, 14.11.2011) commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan Andum berkah pada waktu pagi ini adalah acara yang selalu saya tunggu. Semua warga berkumpul dan sangat rukun. Nasi guruh dan ayam panggang ingkang wajib dibawa untuk persembahan, apabila terpaksa tidak ada juga tidak jadi masalah. Karena semua yang dibawa harus ikhlas lahir batin tidak ada paksaan. Semua yang dibawa di doakan bersamasama dan dibagi untuk semua orang yang berkumpul ditempat itu. Berkah yang sudah diterima tersebut dibawa pulang dan dimakan untuk semua keluarga dan hewan ternak juga saya beri. Supaya semua yang tinggal dengan saya mendapatkan berkah dan kesehatan. (Satiyem, 55 th, Wawancara, 14.11.2011)
Gambar 6, suasana Andum Berkah warga Kutugan (diambil, 14.11.2011). Warga kutugan mendapatkan giliran yang pertama utuk mengharturkan sesaji dan andum berkah, sesaji yag dibawa dikumpulkan dan dibagi-bagi untuk semua warga yang datang.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Warga Dondong Setelah warga Kutugan selesai mengadakan doa bersama dan andum berkah,
giliran dari warga dondong yang mengadakan acara sadranan. Semua warga dari bawah berbondong–bondong ke atas dengan jalan kaki untuk mengikuti acara sadranan di makam leluhur. Warga dari desa Dondong juga membawa ayam panggang utuh dan nasi gurih yang di bungkus dengan daun jati. Karena masyarakat percaya leluhur yang telah di makamkan di tempat itu pada zaman dahulu suka dengan makanan itu. Hal itu di ketahui dari juru kunci mbok Sawi yang mendapat bisikan dari leluhur(seperti kemasukan arwah dari leluhur). Acara yang dilakukan oleh warga Dondong juga tidak jauh beda dengan warga Kutugan. Acara doa bersama dan andum berkah. Masyarakat dari desa Dondong juga percaya dari berkah yang mereka bawa pulang juga akan memberikan berkah bagi semuanya saja. Saben-saben sadranan kula ngaturke persembahan sego gurih lan ayam panggang. Saking ngandap mriki kula mlampah sesarengan kaliyan warga tumuju ing makam mriki. Sedaya kula lakonoi kanthi bungah, mboten wonten rasa rekaos. Dumugi ing inggil sedaya ingkang dipun asta dipun paringaken wonten ing gubug menika lan dipun dongake sesarengan. Saksampunipun sami dipun bagi. Ing pungkasan kula sembahyang ing makam lan nyeyewun kaliyan Gusti lantaran leluhur ing makam ngriki. (Parwi, 40 th, wawancara, 14.11.2011) Terejemahan Setiap sadranan saya mengahaturkan persembahan nasi guruih dan ayam panggang. Dari bawah saya bersama warga lainnya berjalan ke atas menuju makam ini. Semua saya lakukan dengan senag hati tanpa merasa terbebani. Sampai di atas semua yang dibawa diletakakkan diatas digubug yang ada ditempat itu. Setelah dibagi. Sebelum saya pulang, saya berdoa dimakam dan meminta pada Tuhan lewat perantara leluhur di makam ini. (Parwi, 40 th, wawancara, 14.11.2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
Setelah acara dari warga desa Kutugan dan Dondong selesai, ada beberapa warga yang nyekar di makam leluhur dan doa di makam tersebut. Menurut informasi warga Padmo Rejo 55th, beliau adalah seorang warga yang berprofesi sebagai tani dalam acara sadranan ini membawa berkah yang melimpah buat kehidupannya, terutama dengan hasil panennya. Dalam acara sadranan ini dia mengucap syukur dan mengungkapkan nadhar dalam doanya. Tapi dalam doanya yang di ungkapkan dengan nadhar tidak mau memberikan informasi, karena beliau mempunyai prinsip bahwa doa dan nadhar yang di ucapkan hanyalah Tuhan, eyang sebagai perantara dan dirinya saja yang mengetahuinya. Dia pada tahun ini juga menghaturkan syukur atas berkah yang beliau terima. Hal itu menjadikan beliau semakin percaya dengan adanya ngalap berkah dari anduman berkah yang beliau terima tersebut. Setelah acara itu di lanjutkan acara dari sesepuh dua desa dan dari wakil pihak keraton Yogyakarta.
Gambar 7, suasana Andum Berkah warga Dondong (diambil, 14.11.2011). Warga Dondong mendapatkan giliran setelah warga atas atau Kutugan untuk mengharturkan sesaji dan andum berkah, sesaji yag dibawa dikumpulkan dan dibagi-bagi untuk semua warga yang datang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
D.
48 digilib.uns.ac.id
Keraton dan Sesepuh Desa Setelah acara dari warga selesai dari pihak keraton yang di wakili oleh
koordinator abdi dalem Gunung Kidul yaitu KRT. Marto Sugiharto, SH, SPD dan dari sesepuh desa Kutugan mbah Reso dan sesepuh dari desa Dondong Mbok Sawi. Acara sadranan di mulai dengan sambutan dari para pejabat daerah seperti bapak Lurah, bapak Camat, dan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Gunung Kidul. Dalam sambutannya bapak Darmanto Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Gunung Kidul mengungkapkan bahwa acara seperti ini harus dilaksanakan secara terus menerus dari generasi kegenerasi selanjutnya. Budaya seperti ini merupakan akar dari adanya desa ini, dan beliau berharap semoga acara ini kedepan lebih baik dan semua warga juga semakin terlibat dalam mempersiapkan semuanya. Karena hal ini merupakan sebuah kekayaan yang tak terbeli dengan apapun, ungkapDarmanto. Setelah acara sambutan selesai dilanjutkan dengan acara doa adat yang di pimpin dari pihak keraton yaitu KRT. Martosugiharjo, SH, SPd. Dalam acara itu juga ada acara doa dari sesepuh desa yang pasrah titipan dari keraton yang diminta oleh leluhur tersebut. Pada waktu leluhurmeminta bagian dari korban yang dilakukan oleh keluarga keraton untuk acara mantu yang pada waktu itu sembelih Sapi. Dari keraton menyerahkan titipan itu pada sesepuh desa yaitu mbok Sawi, karena semua yang akan diberikan pada leluhur pasrahnya lewat Sawi (sesepuh desa). Karena beliaulah yang merupakan orang atau perantara pada leluhur dan beliulah orang yang telah di tunjuk oleh leluhur lewat Keraton untuk menjadi juru kunci atau sesepuh desa tersebut. Dalam acara itu juga disiapkan pisang raja, commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kembang, kinang, ingkung dan lain-lain. Pada dasarnya dalam acara tersebut adalah ungkapan syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan nikmat dan rejeki yag berlimpah untuk kelangsungan hidup semua warga masyarakat yang percaya dengan perantara maka leluhur yang ada di tempat itu, meskipun di zaman yang sudah serba modern ini. Setelah acara doa dan pasrah bersama, dilanjutkan dengan doa dimakam secara bergantian baru setelah itu ada ada diskusi dengan warga masyarakat. Setelah itu semua waraga naik ke atas yaitu ke atas bukit untuk tetap mengingat bahwa di tempat itu juga merupakan tempat bersejarah leluhur mereka yang telah berjasa dan menjadi cikal bakal adanya desa mereka semua. Setelah itu warga kembali kebawah untuk menunggu kedatangan dari keluarga leluhur. Doa yang di gunakan dalam acara tersebut adalah dengan menggunakan perantara agama Islam. Doa tersebut adalah: Allahuma innaa nas salaamatan fidin Wa‟afiyatan filjasadi Waziyaadatan fil‟ilmi Wabarakatan fil‟rizqi Wataubttan qablal maut Waraḫ matan „indal maut Wamaghfiratam ba‟dal maut. Allahumma hawwin „alainaa fil sakaraatil maut Wannajaatam minannaar Wal„afwa „indal ḫ isaab Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba‟da idzhadaitanna Wa hab lanna mil ladunka raḫ mataninnaka Antal wahhab. Rabbanaa aatinaa fiddunyaa Hasanataw wa fil aakhirati Hasanataw waqinaa „adzaabannaar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
Terjemahan Ya Allah, aku mohon kepada Engkau keselamatan dalam agama, kesehatan dalam tubuh, bertambah ilmu, keberkahan dalam rezeki, tobat sebelum mati, rahmat ketika mati dan ampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami ketika sekarat, lepasakanlah kami dari api neraka, dan mendapat kemaafan ketika di hisap. Ya Allah, janganlah Engkau goncangkan (bimbangkan) hati kami setelah mendapat petunjuk, berilah rahmat dari sisi Engkau, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. Ya Allah, Tuhan kami, berikanlah kami kebijakan di dunia, kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari azab api neraka.
Gambar 8, suasana acara sadranan para sesepuh dan dari kerabat keraton (diambil, 14.11.2011). Para sesepuh dar desa Kutugan dan Dondong dan salah satu dari kerabat keraton berkumpul di makam untuk mengadakan acara silah sadranan setelah acara andum berkah oleh para warga masayarakat.
E.
Trah Keluarga Setelah dari pihak keraton selesai mengadakan acara doa bersama dan
memberikan wejangan dan beberapa pesan kepada masyarakat yang menghadiri acara, dilanjutkan dengan acara dari keluarga (keturunan dari GRM Sumadi dan commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
GRAy Sudarminah) mengadakan doa bersama dan mengucapakan syukur. Dari keturunan keluarga di paling akhir karena mengganggap atau mereka menghormati para tamu yang datang, baru tuan rumah yang paling terakhir. Dari keluarga di pimpin oleh Wahyu Sriyanti, beliau adalah cucu dari leluhur yang telah dimakamkan ditempat itu. Beliau juga yang telah membantu dalam perehaban makam leluhur tersebut. Acara keluarga tersebut di isi dengan doa bersama dan acara mengganti kelambu dari penutup makam. Penggantian kelambu tidak sembarang kelambu tetapi juga ada acara doa dan peghormatan terlebih dahulu. Juga dipersiapkan beberapa hal yaitu :7 takir bunga yang berisi bunga kantil, mawar putih, melati dan kenanga atau disebut juga dengan bunga Sri Taman; 3 cangkir minuman yaitu teh, kopi, air putih; 3 kemenyan dalam piring, pisang raja,sega gurih, ayam panggang dan wewangian lainnya. Setelah acara doa dan penghormatan selesai baru kelambu di ganti dengan kelambu yang baru, dan kelambu yang lama dicuci untuk menggantikannya setiap tiga bulan sekali, yang terpenting setiap sadranan harus diganti dengan kelambu yang baru. Kelambu ini dimaksudkan atau diibaratkan sebagai ageman “pakaian” dari Eyang. Kelambu yang pernah dilarung hanya pada tahun 2000 saja, yaitu pada waktu pertama kali keluarga leluhur menemukannaya. Kelambu tersebut dilarung di pantai Parang Kusuma di karenakan masyarakat Gunung Kidul pada khususnya mempercayai sesuatu hal yang di larung ke Pantai Selatan berarti juga memberikan persembahan kepada Ratu Kidul yang bertahta di Selatan. Setelah penggantian kelambu selesai di lanjutkan doa satu persatu dari semua pihak keluarga yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
hadir dan dari sesepuh desa ataupun perwakilan dari keraton. Seusai itu dilanjutkan ramah tamah masyarakat.
Gambar 9, suasana acara sadranan dari trah keluarga (diambil, 14.11.2011). Penggatian kelambu atau penutup makam leluhur yang dilakukan oleh Wahyu Sriyanti, beliau merupakan cucu dari leluhur yang ada di maka tersebut.
Gambar 10, suasana doa keluarga (diambil, 14.11.2011) Acara dari keluarga setelah selesai acara penggantian kelambu di commit to user lanjutkan dengan doa bersama
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F.
Ramah Tamah Keluarga Rangkaian acara di makam telah selesai dilanjutkan dengan makan
bersama atau andum berkah di rumah sesepuh (juru kunci). Acara inti dari sadranan telah selesai yaitu doa bersama dan andum berkah dari yang dibawa oleh masyarakat dan didoakan bersama-sama. Berkat yang dibagikan di makan bersama ada juga yang dibawa pulang untuk sanak keluarga dan untuk ternak mereka. Menurut keyakinan mereka berkah yang dimakan akan membawa berkah yang melimpah untuk kelangsungan hidup mereka kedepan. Setelah itu dilanjutkan lagi dengan tanya jawab dengan warga masyarakat yang dipimpin oleh Wahyu Sriyanti (cucu dari leluhur GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah). Diskusi ini membahas tentang pelestarian budaya atau adat istiadat yang telah menjadi tradisi masyarakat sekitar dan membahas kelangsungan pelestarian makam leluhur supaya tetap lestari dan generasi penerus tetap menjaganya. Selain diskusi dari pihak keraton juga banyak memberikan wejangan, tidak lupa dari para pejabat seperti Dinas Pariwisata Gunung Kidul, Kecamatan Semin dan dari Kelurahan Pundungsari. Dari hasil diskusi ini menghasilkan bahwa antar warga masyarakat harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap apa yang ada di lingkungan sekitar mereka yang telah menjadi budaya dalam kehidupan mereka. Karena semuanya itu juga tidak lain yang telah membantu kelangsungan hidup mereka yang berasal dari Tuhan lewat perantara tersebut.
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 11, suasana ramah tamah keluarga dirumah sesepuh desa (diambil, 14.11.2011) Ramah tamah keluarga di isi dengan acara berkumpul dengan masyarakat dan diskusi dengan masyarakat.
G.
Perlengkapan Sesaji Acara Sadranan Memang diakui bahwa simbol tumbal spiritual mengandung pengaruh
sinkretik Hindu-Jawa dan Islam-Jawa yang menyatu padu dalam wacana kultural mistik. Sinkretisme juga terlihat pada saat pelaku mistik meyakini bahwa dengan membakar
kemenyan,
pada
saat
ritual
mistik
merupakan
perwujudan
persembahan kepada Tuhan. Kukus (asap) dupa dari kemenyan yang membubung keatas, tegak lurus, tidak mobat-mabit kekanan kiri, menandakan bahwa sesajinya dapat diterima. Sebagai ujub agar sesajinya dikabulkan, penganut mistik berniat: “Niat ingsun ngobong menyan menyan talining iman, urubing cahya kamara, kukuse ngambah swarga, ingkang nampi dzat ingkang maha kuwaos”. Artinya, commit to user saya berniat membakar kemenyan sebagai pengikat iman. Nyala kemenyan
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan cahaya kumara, asapnya diharapkan sampai surga, dan dapat diterima oleh Tuhan. Itulah sebabnya, tradisi ritual memasukkan unsur-unsur spiritual pembakaran kemenyan bukanlah laku yang musyrik, seperti yang di olok-olokan oleh kawula muda, karena pada zaman nabi Ibrahim pun juga pernah terjadi ritual membakar kemenyan. Sedangkan pada zaman nabi Muhammad SAW membakar kemenyan diganti dengan memakai wangi-wangian, esensinya adalah utuk menunjukan akhlak luhur kepada Tuhan. Oleh karena Tuhan jelas mencintai halhal yang semerbak harum (Endraswara, 2006:248). Bersaji adalah perbuatan dalam suatu upacara keagamaan untuk menyajikan segala macam bentuk sesajen seperti wewangian, kembang, makanan dan lain-lain yang ditujukan kepada leluhur dan mahkluk halus lainnya. Sesajian biasanya diletakkan ditempat yang di anggap keramat. Dengan begitu “sarinya” akan sampai pada tujuannya yaitu para leluhur atau mahkluk halus yang datang hanya untuk membauinya saja. Setelah sisanya bisa dibagikan atau dibuang ditempat tertentu. Sesaji yang diberikan atau dipersiapkan dalam hal ini sesuai dengan acara dan kepada siapa sesaji itu akan diberikan. Dalam upacara adat sadranan yang dilakukan oleh masyarakat Pundungsari ini adalah: 1. Dupa atau kemenyan Menyan adalah dupa yang terbuat dari tumbuhan, cara penggunaannya dengan dibakar. Maka menyan bagi masyarakat desa Pundungsari adalah untuk menghormati roh supaya tidak mengganggu jalannya tradisi upacara. Selain itu bau-bauan yang harum merupakan lambang indra penciuman yang jujur, jika mencium wewangian akan commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikatakan haru dan sebaliknya jika mencium bau busuk akan dikatakan bau busuk. Hal ini juga dimaksudkan agar dalam berdoa memohon seharusnya denga tulus hati dan sesungguhnya hati disertai kejujuran seperti wewangian dupa atau kemenyan yang dibakar. Menyan biasanya disandingkan dengan kembang. 2. Kembang Setaman Kembang setaman adalah beberapa acam bunga, yaitu bunga melati, kantil, mawar merah, serta kenanga yang dicapur dalam sebuah wadah berisi air. Merupakan lambang nafas manusia, karena semua yang ada dihadapan manusia merupakan guru bagi perjalanan hidupnya, seperti taman bunga sebaiknya manusia belajar dari hal yang baik sehingga kehidupannya dapat bermanfaat bagi dirinya dan orang lain serta menghasilkan hal yang baik. Dalam acara sadranan ini juga menggunakan roncen melati yang dinamakan dengan bawang sebungkul yang artinya roncen malati tiga-tiga, roncen ini hanya diberikan kepada leluhur yang tinggi. Roncen melati bawang sebungkul ini di ibaratkan sebagai ageman dari Eyang. 3. Tumpeng Tumpeng merupakan nasi yang di bentuk kerucut dan dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran. Nasi melambangkan sebuah pengharapan kepada Tuhan YME supaya permohonan dan apa yang telah di inginkan dapat tercapai atau terkabul. Dalam upacara sadranan ini
menggunakan tumpeng sego gurih, pada intinya adalah commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan makanan yag terbaik yang gurih “harum dan enak” kepada leluhur yang telah banyak berjasa utuk kelangsungan hidup mereka semua. 4. Panggang Panggang adalah ayam jago satu ekor yang disembelih dan dibersihkan bulunya serta kotorannya yag ada didalamnya, bagian dada ayam dibelah kemudian dibersihkan, serta semua yang ada di dalamnya dikeluarkan dan tidak dipakai lalu dilumuri bumbu dan dipanggang. Panggang bagi masyarakat Desa Pundungsari untuk permohonan
maaf
kepada
Nabi
Muhammad
SAW
supaya
mendapatkan syafaatnya kelak. Simbol permohonan maaf tersebut untuk seluruh warga masyarakat Desa Pundungsari. 5. Pisang Raja Pemakaian pisang raja, menurut pelaku mistik dinyatakan : pisang uga asring disebut sanggan, sing nyangga bumi lan langit, mulane gedhang raja iku rajane jagad iki. Maksudnya, pisang adalah juga disebut sanggan, yaitu penyangga bumi dan langit serta isinya. Dalam sadranan ini juga menggunakan pisang raja adalah pada intinya kita dalam bersesaji hendaklah memberikan sesuatu yang terbaik yang kita punya. Jadi dipilihlah pisang raja, yaitu yang paling baik karena nama raja adalah sesuatu yag terbaik atau yang paling baik diantara semuanya.
Memeberikan
persembahan
commit to user
yang
terbaik
ini
juga
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimaksdkan agar nanti yang akan kita dapatkan selanjutnya juga yang terbaik. 6. Suruh Ayu Pemakaian suruh ayu dalam bersaji melambangkan suruh ayu yang bau harumnya khas, menandakan kehidupan di bumi ini juga harum khas seperti suruh ayu sehingga persembahan atau sesaji yang kita bawa akan diterima Tuhan sang pencipta. Suruh ayu dalam pemakaiannya pada upacara sadranan ini tidak lain juga salah satu wewangian yang digunakan sebagai pelengkapnya. Semua urutan acara sadranan yang di lakukan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai wujud ungkapan syukur pada Tuhan yang telah memberikan berkah yang melimpah. Selain untuk melestarikan warisan budaya leluhur yang telah ada. Sehingga generasi penerus menegetahui dan akan wewarisi budaya tersebut. Tetapi semua itu kembali pada pribadi masing-masing yang menjalakannya. Kendati demikian masyarakat Jawa yang telah maju dan mengenal tehnologi modern, dalam hal-hal tertentu inginselalu kembali ke budaya asli yaitu kejawen (Endraswara, 2006: 10).
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 12, sesajen ayam panggang, sego gurih dan pisang ayu (diambil, 14.11.2011) Sesajen tersebut merupakan sesajen yang utama dan harus ada setiap acara sadranan di laksanakan. Sesajen tersebut sudah menjadi tradisi masyarakat sejak awal di adakan acara sadranan.
Gambar 13, Sesajen bunga beserta Perlengkapannya (diambil, 14.11.2011) Sesajen tersebut merupakan sesajen pelengkap setelah sesajen utama ayam panggang beserta pelengkapnya. Sesajen tersebut biasanya digunakan pada saat penggantian kelambu pada makam leluhur. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 14, sesajen Sego gurih, Jenang Legi (diambil 13.11.2011) Sesajen ini biasanya digunakan untuk acara kendurenan pada malam hari oleh warga masyarakat yang menghaturkan terimakasih.
B. Bentuk Tradisi Ngalap Berkah Di kelurahan Pundungsari masyarakatnya mayoritas memeluk ajaran agama Islam, dan sebagian lainnya memeluk agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Meskipun masyarakatnya hidup dalam perbedaan keyakinan masyarakat tetap hidup berdampingan dan kekerabatan seperti dalam sebuah keluarga besar. Sehingga masyarakat dapat hidup saling menghormati dan menghargai hak masing- masing pemeluk agama untuk menjalankan ibadahnya. Kerukunan antar umat beragamanya sangat tercemin dalam kehidupan sehari-hari terlihat jelas dalam membantu sesama tanpa melihat perbedaan itu. Karena masyarakat beranggapan dengan adanya perbedaan itu akan menambah kelengkapan dalam hidup bermasyarakat yang semakin guyub. commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bisa juga dikatakan masyarakat di Kelurahan Pundungsari merupakan masyarakat yang taat beribadah. Terbukti saat adzan berkumandang masyarakat yang beragama islam pergi ke Masjid, begitu juga pada hari minggu umat yang beragama Protestan kegereja. Masyarakat sekitar sangat menghargai dan membantu apabila ada upacara keagamaan dari masing-masing agama. Tetapi, dari semuanya itu masyarakat dari Kelurahan Pundungsari itu masih sangat menjunjung tinggi warisan budaya leluhur. Dengan kata lain masyarakatnya masih mempercayai hal-hal yang berbau mistik kejawen. Hal ini juga bisa dikatakan bahwa masyarakatnya percaya dengan adanya roh halus, khususnya dhayang (roh pelindung) yang di wujudkan dalam slametan oleh Suwardi (2006: 247). Terbukti slametan di sini masih mengadakan acara Sadranan. Para penganut mistik kejawen meyakinkan bahwa aktivitas semacam itu, bukanlah suatu tindakan kultural yang mengada-ada dan kurang rasional. Mereka bahkan percaya bahwa dibalik ritual pembakaran kemenyan dan ratus, merupakan laku untuk nundhung(menyingkirkan) setan yang kemungkinan akan menggoda manusia oleh Suwardi (2006: 249). Masyarakat Pundungsari masih berpegang pada kejawen, mereka masih menghormati kepercayaan asli yang tumbuh dalam masyarakat. Kepercayaan tersebut terwujud atau terlihat dari mereka ngalap berkah dari adat sadranan yang berlangsung tersebut. Dimana kepercayaan tersebut dapat di wujudkan dalam sistem religi yang menjadi bentuk tradisi ngalap berkah yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
a. Animisme Animisme sendiri berarti masih percaya adanya kehidupan lain yang diwujudkan dalam penyembahan terhadap roh nenek moyang/leluhur. Roh leluhur itu harus dihormati dan didoakan, sebab dimungkinkan akan memberikan sawab(berkah) kepada penerusnya.
Kepercayaan animisme (dari bahasa
Latinanima atau "roh") adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di kalangan manusiaprimitif. Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia. Subagya dalam Ignas (2011:35) berpendapat bahwa animisme mengisi kekosongan iman kepada “yang ilahi” dengan menghadirkan dewa dewi roh perantara. Perwujudan hal tersebut oleh penduduk sekitar dengan cara melakukan upacara adat, salah satunya adalah sadranan yang dilakukan setiap bulan Dzulhijah(jawa:besar) yang ditempatkan di makam leluhur desa yaitu makam GRM Sumadi dan GRAy Sudarminah. Masyarakat percaya dengan melakukan hal tersebut, segala sesuatu yang mereka inginkan dan sesuai dengan kehendak_Nya pasti akan dikabulkan. Jadi upacara tersebut digunakan sebagai perantara kepada Tuhan YME. Kula ing ngriki donga lantaran leluhur ing ngriki lan sedaya ingkang kula gayuh menika taksih kados ing ajaran Gusti piyambak lan insyaallah mboten nyimpang. Sedaya ingkang kula lakoni menika kagem kaluhuran asma Gusti. Ing manah kula pitados sedaya ingkang sae, bakal kabul. Amargi makam ing ngriki menika namung kagem perantara mawon. Lan sedaya leluhur ing ngriki menika taksih sugeng lan wonten ing urip padinan kita sedaya. Lan sedaya rejeki ingkang commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipun tampi saben dinten menika saking Gusti lantaran leluhur. (Mardyono, 52th, wawancara, 13.11.2011) Terjemahan Saya disini berdoa lewat perantara leluhur yang ada disini dan semua yang saya inginkan masih seperti yang di ajarkan Tuhan dan Insya Allah tidak menyimpang. Semua yang saya lakukan ini adalah untuk meluhurkan nama Tuhan. Dalam hati saya percaya semua yang baik, pasti akan dikabulkan. Semua yang ada di makam ini hanyalah sebagai perantara saja. Dan semua leluhur tersebut asih hidup pada kehidupan sehari-hari kita. Dan semua rejeki yag kita terima dari Tuhan itu melalui perantara leluhur. (Mardiyono, 52th, wawancara, 13.11.2011)
Masyarakat masih berpegang pada kejawen, yang masih menghormati kepercayaan asli yang tumbuh dalam masyarakat. Dimana kepercayaan asli tersebut dapat diwujudkan dalam sistem religi animisme, dimana masih mempercayai adanya kehidupan lain yang diwujudkan dalam penyembahan terhadap roh nenek moyang. Animise disini adalah kepercayaa masyarakat yang menyembah roh leluhur yang ada sekitar mereka, dengan cara meberika sesaji dan membakar kemenyan. Penyembahan tersebut terwujud pada saat penduduk sekitar dan masyarakat luar daerah yang masih mempercayai bahwa keberadaan roh nenek moyang atau leluhur mereka membantu segala keinginannya, akan tetapi keinginan yang dicapai hanyalah keinginan yang baik saja dan semuanya kembali pada kehendak Tuhan YME. Masyarakat sekitar dan masyarakat luar daerah yang datang masih sangat percaya dan menghormati keberadaan kekuatan gaib berupa kekuatan sakti
dan lain sebagainya. Penduduk sekitar tidak hanya percaya
terhadap keberadaan roh leluhur, tetapi juga mempercayai adanya keberadaan roh commit to user lain yang ada disekitar tempat tersebut.
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada dasarnya semua hari baik, tetapi masyarakat desa Pundungsari menetapkan hari untuk mengadakan acara sadranan ini pada hari Senin Legi atau Kamis Legi pada bulan Dzujiyah (Jawa:Besar). Di ambil pada hari itu karena sesuai kepercayaan masyarakat yang mendapatkan wejangan(bisikan) dari roh leluhur lewat sesepuh desa(Mbok Sawi) bahwa pada hari itu mereka harus mengadakan acara syukuran atau sadranan sebagai ungkapan syukur atas segala apa yang telah mereka nikmati selama ini. Selain pada hari-hari tertentu mereka juga mengadakan tirakatan, misal pada hari malam Selasa Kliwon. Semua rangkaian acara yang dilakukan itu tidak lain adalah untuk ngalap berkah pada Tuhan YME lewat perantara roh leluhur yang hidup berdampingan dengan mereka. Ngalap berkah sendiri berarti adalah mencari barakah dalam bahasa arab yaitu mencari kebaikan yang terus-menerus tanpa henti. Selain itu masyarakat juga berharap dengan melakukan hal-hal tersebut rejeki mereka kedepan jadi lebih baik dan dapat hidup selaras dengan alam lingkungan dan segala mahkluk apapun yang hidup dengan mereka dan selalu dalam lindungan_Nya. Pada dasarnya kehidupan manusia mempunyai tujuan untuk bersatu dengan Tuhan.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 15, suasana warga doa bersama dimakam (diambil, 14.11.2011) Warga berkumpul di Makam leluhur dan mengadakan doa bersama
b. Kepercayaan Agama Jawi Keyakinan orang jawa yang beragama Agama Jawi terhadap Tuhan YME sangat mendalam dan hal itu dituangkan dalam suatu istilah sebutan Gusti Allah Ingkang Maha Kuwaos. Para penganut Agama Jawi di daerah Pundungsari ini mereka mempunyai cara pandang atau keyakinan yang sangat sederhana, yaitu Tuhan adalah Sang Pencipta dan Tuhan adalah pengatur segala kehidupan yang ada di dunia ini (ngalam donya), dan hanya ada satu Tuhan dala kehidupan ini tidak ada ada Tuhan yang lain. Meskipun mereka berdoa kemakam, mengadakan acara slametan dan lain sebagaianya hal itu semuanya hanyalah sebagai perantara kepada Tuhan YME. Karena mereka sangat yakin bahwa hanya Tuhanlah yang mampu menciptakan atau membuat segalanya di kehidupan ini dan tidak ada yang bisa menandingi kekuasaannya. Agama asli nusantara, khususnya agama jawa, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
telah mempunyai akarnya yang kuat sejak permulaan sejarah nusantara (Ignas, 2011:36).
c.
Dinamisme Dinamisme adalah kepercayaan masyarakat terhadap benda-benda gaib,
pohon-pohon besar yang ada disekitar mereka. Mereka berdoa dengan perantara benda-benda tersebut, karena meyakini bahwa yang mereka sembah itu memiliki kekuatan yang dapat membantu kehidupan mereka. Tidak itu saja mereka juga memberika sesaji pada benda-benda tersebut. Mereka meyakini bahwa bendabenda tersebut ada penunggu atau rohnya yag apabila tidak diberikan sesaji akan mengganggu kehidupan mereka.
Gambar 16, Duwung Setra Banyu (diambil pada 14.11.2011) Benda tersebut di percaya dan di sembah oleh warga, menurut kepercayaan benda tersebut adalah tempat dimana meninggalnya lelehur mereka tersebut yang jatuh tersungkur setelah ada pertengkaran antara commit to user kedua saudara yang mengalami kesalahpahaman.
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C.
Fungsi Tradisi Ngalap Berkah Dalam Upacara Sadranan Tradisi atau adat istiadat adalah kebiasaan yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat tertentu yang lama-kelamaan menjadi sesuatu yang harus dan tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat tersebut. Karena hal tersebut sudah mendarah daging dalam diri mereka. Sehingga bila tersebut tidak dilaksanakan akan menjadikan suatu hal yang kurang. Hal itu juga bisa menjadikan suatu pedoman bagi kehidupan masyarakat dan bernilai tinggi. Tradisi ngalap berkah yang masyarakat lakukan ini adalah sebuah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan para generasi penerus hingga pada generasi muda juga terlibat atau ikut dalam upacara tradisi ngalap berkah ini. Ngalap berkah yang biasa mereka lakukan adalah suatu hal yang bagi mereka wajib untuk dilakukan karena untuk mencari keselamatan hidup mereka. Dalam tradisi ini masyarakat mengimpletasikan dalam kehidupan seharihari yaitu adat tradisi sadranan yang dilakukan oleh masyarakat desa Pundungsari. Sadranan ini sendiri dilaksanakan tiap bulan Dzulhijah (jawa:besar) pada hari Senin legi atau Kamis legi pada bulan tersebut. Dalam acara sadranan ini masyarakat melakukan penghormatan kepada leluhur dan pemberian sesaji. Sadranan masyarakat Pundungsari ini merupakan suatu hal yang sangat penting bagi masyarakat, sampai masyarakat yang ada di perantauan pulang kampung untuk mengikuti acara sadranan ini. Tradisi dari sadranan ini adalah ngalap berkah. Tradisi ngalap berkah yaitu mencari berkat atau rejeki. Sadranan di desa Pundungsari ini selain ngalap berkah juga mempunyai beberapa fungsi yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
68 digilib.uns.ac.id
Fungsi Kebudayaan (Culture) Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggotaanggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainya di dalam masyarakat itu sendiri tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik dibidang spiritual maupun materiil. Sebagian dari kebudayaan itu masyarakat tersebut diatas untuk sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri (Soerjono, 2010:155). Ngalap berkah ini berfungsi sebagai kebudayaan adalah untuk nguri-uri atau melestarikan kebudayaan yang warisan leluhur yang telah turun temurun dilakukan. Selain itu juga untuk pemuas kehidupan manusia yang salah satu dari hal tersebut adalah kebudayaan. Karena mausia hidup tanpa budaya seperti kehidupan yang tanpa aturan, dengan budaya yang ada dan berkembang di masyarakat tersebut juga mejadikan pengatur kehidupan seseorang yang menjadi pengukutnya. Sehingga kehidupan mereka mejadi lebih terarah, selaras dengan lingkungan hidup mereka. Menurut Ir Wahyu, beliau mengatakan bahwa sadranan ini sendiri berfungsi sebagai salah satu pemenuh kebutuhan hidup masyarakat, sadranan ini juga merupakan cerminan hidup pada masyarakat pada jamannya. Dikatakan sebagai cerminan karena sadranan merupakan proses peradaban hidup manusia pada zamannya itu. Menurut beliau juga di katakan bahwa manusia hidup yang hanya menonjolkan materi yang dia punya tanpa hidup selaras dengan budaya leluhur yang telah ada semakin lama apabila tidak commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat mengendalikan keinginan hedonisme (kesenangan duniawi) maka orang itu hanya akan seperti orang yang tidak ada harganya karena dapat di lihat orang itu tidak mempunyai jati diri atau prinsip hidup. Karena hal tersebut sudah merupakan menjadi sebuah kebutuhan yang harus di penuhi dan juga untuk pelestari kebudayaan, maka ngalap berkah mempunyai fungsi atau peran penting bagi masyarakat pada umumnya dan masyarakat Pundungsari pada khususnya. Jadi fungsi budaya dalam sebuah tradisi masyarakat mempunyai peran yang juga ikut menentukan tata kehidupan masyarakat pengikutnya.
b. Fungsi Sosial Dalam sebuah tradisi yang dilakukan dimasyarakat merupakan sebuah adat istiadat yang harus dilestarikan terus menerus karena hal itu mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Peran penting atau fungsi itu adalah fungsi sosial. Fungsi sosial adalah karena upacara tersebut bisa dipakai sebagai sarana kontrol sosial (pengendalian sosial), kontak sosial, interaksi, integrasi, dan komunikasi. Seperti diketahui dalam upacara terdapat sesaji
dan sesaji ini
merupakan simbol yang memuat arti atau pesan bagi warga pendukungnya.
Masyarakat Pundungsari yang pada awalnya adalah masyarakat pedesaan yang tertutup dengan hal-hal modernisasi yang dalam artian tidak mau mengikuti perkembangan jaman. Masyarakat yang hanya berpijak pada hal yang di yakini pada saat itu saja. Tetapi setelah adanya acara sadranan yang dilakukan ini masyarakat mengalami banyak perubahan salah satu pada bidang sosial kehidupan.
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Fungsi Ekonomi Upacara adat sadranan yang dilakukan oleh masyarakat desa Pundungsari setiap bulan Besar dalam kalender Jawa juga mempunyai peran yang penting dalam kehidupan masyarakat. Peran penting tersebut memiliki keuntungan bagi masyarakat, yaitu keuntungan ekonomi masyarakat. Keuntungan ekonomi masyarakat disini adalah dari diadakannya adat sadranan ini, dan banyak masyarakat peziarah yang datang dari berbagai kota membawa keuntungan bagi masyarakat. Keuntungan itu misalnya dari segi yang sangat sederhana adalah parkir transportasi para peziarah yang dapat menambah khas desa, kotak iuran yag di letakkan di depan makam tempat berziarah, para masyarkat menjajakan makanan khas daerah Pundungsari, dan yang terpenting dari semua itu adalah ekonomi masyarakat meningkat karena banyak masyarakat yang pandai dalam mencari celah dari upacara adat sadranan ini dengan berjualan makanan khas yang ada di Pundungsari, ada juga yang berjualan bunga untuk nyekar. Selain itu banyak masyarakat peziarah yang datang dan tertarik dengan pertanian yang ada di desa Pundungsari tersebut dan mejadikan keuntungan tersendiri, karena banyak yang belajar dan membeli contoh bibit pertanian yang ada di desa tersebut. Jadi fungsi ekonomi dari upacra adat ini pada dasarnya meningkatkan pendapatan masyarakat atau kas desa. Dari semua itu yang terpenting dari fungsi ekonomi ini adalah dari ngalap berkah pada upacara adat sadranan ini, ekonomi masyarakat lancar dan melimpah.
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d.
Fungsi Spiritual Spiritual adalah salah satu hal yang saat ini sangat dibutuhkan dalam
kehidupan bermasyarakat baik itu di desa ataupun di perkotaan. Fungsi spritual ini juga merupakan pemersatu. Fungsi spiritual berkaitan dengan pelaksanaannya yang selalu ber-hubungan dengan permohonan manusia untuk minta keselamatan kepada leluhur dan Tuhan-nya. Dengan kata lain upacara tersebut berfungsi spiritual karena dapat membangkitkan emosi keagamaan, menimbulkan rasa aman, tenang, tentram, dan selamat. Dengan semua itu kehidupan masyarakat menjadi rukun tanpa adanya perselihan. Jadi fungsi ini juga merupakan salah satu faktor yang menjadi keberlangsungan kehidupan masyarakat yang aman dan rukun.
commit to user