BAB III UPAYA NASIONALISME ARAB MUAMMAR QADHAFI Nasionalisme Arab di Libya menjadi perbincangan ramai sejak pergerakan sosial tahun 1951 dan dipercepat dengan penemuan minyak sekitar tahun 1960. Tahun-tahun ini dunia Arab sedang dihadapkan dengan perkembangan fenomena sosial Pan-Arabisme. Kekuasaan Raja Idris dalam sistem pemerintahan monarki runtuh setelah mobilisasi massa Libya, penemuan minyak, dan nilai PanArabisme yang mendorong Muammar Qadhafi melakukan revolusi pada tahun 1969. Pemikiran nasionalisme Arab yang dibawa Qadhafi dalam revolusinya didasarkan atas nilai-nilai kesukuan dan keislaman1. Tujuan Muammar Qadhafi dijabarkan secara jelas bahwa ia ingin membuat blok Islam yang bergantung kepada Teori Universal Dunia Ketiga. Qadhafi menjadikan negara Libya sebagai model percontohan dalam menerapkan teori tersebut. Rangkaian kreasi tindakannya dimaksudkan untuk menghukum bangsa Barat yang berlebihan pada masa lalu ketika melawan bangsa Arab. Ia ingin membawa negara-negara Arab, Afrika, dan negara Non-Blok menuju kancah internasional dan dalam posisi yang adil dalam menjalankan aktivitas keagamaan2. Langkah ini menjadi langkah awal Qadhafi dalam mengupayakan pemikiran nasionalisme Arab. Dengan demikian, publik internasional akan dapat menerima pemahaman Teori Universal Dunia Ketiga sebagai bentuk penolakan terhadap sistem kapitalisme dan komunisme. 1 2
Michael C Hudson, op. cit, halaman 314. Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 54.
74
75
A. 1.
Upaya Nasionalisme Arab dalam Bidang Politik
Pendirian Negara Jamâhiriyah Revolusi Al-Fâtih 1 September 1969 merupakan fenomena unik karena
bukan hanya berbicara mengenai janji-janji jangka pendek, melainkan mengenai nasib bangsa untuk jangka panjang. Tujuan ini menjadi pembicaraan dalam Majelis Komando yang terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama membahas permasalahan kenegaraan, kelemahan, dan masa depannya, sedangkan kelompok kedua membahas persoalan negara-negara dunia ketiga. Hal ini diungkapkan dalam pengumuman resmi oleh Dewan Komando Revolusi 3. 1.
Semua dewan legislatif pada rezim lama dibubarkan.
2.
Dewan Komando Revolusi adalah satu-satunya dewan yang memiliki wewenang untuk mengatur administrasi Republik Rakyat Libya.
3.
Dewan Revolusi diharapkan dapat mewujudkan keinginan dan nasib rakyat untuk membangun Libya yang baru dengan masyarakat revolusioner, sosialis, berdasarkan karakter bangsa dan menolak semua doktrin ajaran bahasa asing dengan kepercayaan terhadap tercapainya kemajuan sejarah. Maksudnya adalah untuk membangkitkan Libya dari kemiskinan dan pemerintahan yang buruk menuju Libya progresif yang menentang segala bentuk penjajahan dan kolonialisme serta akan membantu negara-negara terjajah.
3
Lihat Mahmoud Ayoub, 1991, Islam and Third Universal theory: The Religious Thought of Mu’ammar al Qadhdhafi halaman 51-52 yang diterjemahkan oleh Wahdad Qurdi, 2004, dengan judul Islam dan Teori Dunia Ketiga: Pemikiran Keagamaan Mu’ammar Qadhafi sebagaimana dikutip dalam skripsi Melia Rahmawati, 2012, Jakarta: Universitas Indonesia.
76
4.
Dewan
Revolusi
segera
melakukan
konsolidasi
untuk
mempersatukan negara-negara dunia ketiga, dan segala daya upaya yang di arahkan guna menyelesaikan persoalan ekonomi dan sosial negara-negara miskin di dunia. 5.
Dewan Revolusi harus senantiasa memegang teguh keyakinan yang mendalam terhadap cita-cita revolusi berdasarkan kebebasan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama dan nilai moral yang terdapat
dalam
al-Qur’an.
Revolusi
akan
senantiasa
mempertahankan dan memegang teguh itu semua. Revolusi
tersebut
dideklarasikan dalam
pernyataan
formal
yang
menjadikan Libya sebagai negara sosialis modern dengan tujuan untuk mencapai keadilan sosial dan menghapus semua bentuk penjajahan. Undang-undang serta hukum negara harus didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan warisan ajaran agama Islam dan pemikiran ini telah terkandung dalam Al-Kitâb Al-Akhdar. Aturan baru hukum negara Libya diumumkan secara resmi pada 26 September 1969 yang salah satunya melarang buruh dijadikan komoditi perdagangan4. Penekanan Qadhafi juga terletak pada sistem politik yang menegaskan bahwa kekuasaan sepenuhnya adalah di tangan rakyat sehingga rakyat dapat terlibat langsung dan bukan melalui perwakilan. Beberapa hari setelah revolusi, Muammar Qadhafi berpidato menjelaskan ide dasarnya dalam melakukan revolusi. Ia mengatakan tujuan revolusi adalah untuk membawa Libya menuju kebebasan, sosialisme, dan kesatuan. Maksud kebebasan Qadhafi adalah kebebasan 4
Ibid.
yang dimiliki
oleh negara
dan
77
masyarakatnya serta kebebasan individu maupun orang Arab di Libya. Sosialisme yang dibawanya merupakan ikatan bersama dalam melakukan produksi dan pekerjaan, juga distribusi dalam produksi yang berdasarkan pada keadilan dan persamaan hak. Ia membawa nilai sosialisme ini berdasarkan nilai-nilai Islam yang telah menjadi warisan, kepercayaan, dan kejayaan sejarah. Adapun persatuan dimaksudkan Qadhafi tidak hanya untuk rakyat Libya, tetapi juga bangsa Arab secara keseluruhan untuk menentukan sejarah dalam menjawab tantangan zaman melawan imperialisme dan zionisme5. Qadhafi menjelaskan bahwa faktor penting dalam terbentuknya sebuah bangsa adalah agama. Menurutnya, agama bisa menjadi faktor yang menentukan dalam pembentukan suatu bangsa apabila agama dapat mengakomodir kepentingan atau identitas etnis-etnis yang ada. Namun, apabila yang terjadi sebaliknya, yakni struktur politik atau ideologi tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan kepentingan identitas kesukuan masyarakat, maka kehendak untuk membuat atau menjaga keberlangsungan hidup suatu bangsa akan gagal 6. Ide Arabisme yang dibawa Qadhafi ini bertentangan dengan ide sebagian umat Islam yang menghendaki Islam sebagai faktor utama pemersatu umat, baik dari segi politik kenegaraan maupun segi sosial dan ekonomi. Kelompok yang menganggap Islam sebagai alat pemersatu umat ini menggunakan konsep Umat atau Umamiyah sebagai lawan dari konsep Qaumiyah atau nasionalisme seperti yang dibawa oleh Qadhafi. Konsep Umamiyah menghendaki internasionalisasi
5
Dikutip oleh Michael C Hudson, op. cit, halaman 314 dari Merredith O.Ansell dan Ibrahim M al-Arif. 6 Endang Mintarja, op. cit, halaman 196.
78
Islam sebagai kekuatan politik, sosial ekonomi, dan budaya. Konsep ini tidak ada padanannya dalam terminologi Barat7. Qadhafi lebih cenderung memilih ikatan kesukuan daripada keagamaan dalam mewujudkan suatu masyarakat bangsa (nation society). Ia dengan yakin mengatakan bahwa cita-cita Pan-Islamisme tidak akan terwujud. Akan tetapi, yang dapat diwujudkan adalah negara-negara muslim yang saling bekerja sama sekaligus memelihara dan mengembangkan identitas nasionalnya masing-masing. Qadhafi meyakini teori kenegaraan dibangun berdasarkan identitas kesukuan dan mereka
berhak
mendapatkan
kemerdekaannya
sendiri.
Ia
menyebutkan
ketidakpercayaannya bahwa nasionalisme Arab berarti dapat mendominasi (menjajah) bangsa lain. Selama periode 1969-1975 Qadhafi fokus dalam mewujudkan kerja sama yang baik dan efektif di antara elemen-elemen yang aktif di masyarakat. Sebenarnya tahun 1973 ide dasar Al-Kitâb Al-Akhdar untuk membentuk suatu kedaulatan penuh di tangan rakyat telah dideklarasikan dalam bentuk tata kenegaraan Jamâhiriyah meskipun belum berfungsi secara maksimal. Deklarasi itu melahirkan Kongres Rakyat, Komite Rakyat, union dan sindikat-sindikat. Adapun 5 gagasan yang dibawanya yakni: 1.
Menghapus
segala
aturan
hukum
yang
dipaksakan
dan
menggantinya dengan hukum rakyat yang sesuai dengan Islam. 2.
Membersihkan negara dari semua “orang sakit”, yakni mereka yang tidak berpartisipasi dalam perjuangan dan menentang cita-cita
7
Ibid, halaman 202.
79
revolusi, serta menyingkirkan segala bentuk ide yang diimpor dari bangsa asing (Barat). 3.
Deklarasi menyatakan bahwa rakyat, semua rakyat, memiliki kebebasan penuh, tapi tidak ada kebebasan bagi musuh rakyat.
4.
Menjadikan revolusi sebagai pengganti sektor administratif dan segala bentuk birokrasi yang rumit dan berbelit-belit.
5.
Mendeklarasikan
terwujudnya
sebuah
revolusi
kebudayaan
melawan semua buku dan ide asing yang telah menggiring dan membuat rakyat meragukan warisan Islam dan Arab mereka sendiri.8 Doktrin-doktrin yang disampaikan Qadhafi tersebut tak lain adalah untuk membuat sebuah ketatanegaraan yang efektif dan mandiri. Periode ini Libya telah menikmati kedewasaan dalam berpolitik, tetapi aktivitas politik merupakan hal yang ilegal kecuali untuk mendukung politik pemerintahan. Sistem pemerintahan Libya terbagi ke dalam dua cabang, yaitu sektor revolusioner dan sektor Jamâhiriyah. Sektor revolusioner terdiri dari pemimpin revolusi yakni Muammar Qadhafi sendiri, Komite Revolusioner, dan anggotaanggota lainnya yang terdiri dari 12 orang Dewan Komando Revolusioner, yang berdiri tahun 1969. Kepemimpinan revolusi ini tidak dapat diganggu gugat kekuasaannya, mereka tidak dipilih dan tidak dapat diberhentikan. Hal ini karena mereka berada dalam kekuasaan yang berdasarkan bagaimana eksistensi mereka dalam revolusi. Adapun sektor Jamâhiriyah terdiri dari Kongres Rakyat, Kongres
8
Ibid, halaman 160.
80
Rakyat Sha’biyat untuk daerah, dan Kongres Rakyat Nasional dan para anggotanya dipilih setiap 4 tahun9. Tahun 1972, pemerintah melarang tumbuhnya partai politik melalui Undang-undang Nomor 71. Menurut undang-undang tersebut, pembentukan organisasi non-pemerintah diperbolehkan, tetapi mereka harus sejalan dengan cita-cita revolusi, sedangkan tujuan berdirinya partai-partai terkadang tidak sejalan dengan apa yang dicita-citakan dan memiliki tujuan sendiri. Jumlah organisasi yang sejalan dengan revolusioner terbilang kecil dan terdiri dari asosiasi profesional yang diintegrasikan ke dalam struktur negara sebagai pilar ketiga, dan bersamaan dengan Kongres Rakyat dan Komite Rakyat. Asosiasi profesional ini kemudian bertugas untuk mengirim delegasinya ke Kongres Rakyat Umum dan mereka pun memiliki hak representatif dalam pemerintahan.10 Ada satu hal penting lain dari tatanan pemerintahan Libya setelah revolusi, yaitu Muammar Qadhafi sebagai pemimpin revolusioner tidak duduk menjadi seorang diktator seumur hidup. Tahun 1977 ketika Libya menemukan bentuknya yang dikehendaki, di mana kedaulatan langsung berada di tangan rakyat, Qadhafi menyerahkan kekuasannya kepada Kongres Rakyat Nasional (Mu’tamar Syu’ab Al-‘Am/General People’s Congress). Saat itu pula nama negara resmi negara berubah dari Republik Rakyat Libya menjadi Republik Rakyat Sosialis Arab Libya (Al-Jamâhiriyah Al-‘Arabiyah Al-Lîbyah Al-Istirâkiyah Al-‘Uzhmâ)11. Struktur masyarakat ideal menurut Muammar Qadhafi telah dijelaskan secara rinci dalam Al-Kitâb Al-Akhdar. Ia dengan tegas menolak sistem negara 9
Apriadi Tamburaka, 2011, Revolusi Timur Tengah, Yogyakarta: Penerbit Narasi, halaman 224. Ibid. 11 Endang Mintarja, op. cit, halaman 125-126. 10
81
komunis, kapitalis, dan sistem ketatanegaraan lainnya untuk mencapai sebuah demokrasi. Demokrasi terbaik menurutnya adalah dengan demokrasi langsung oleh rakyat dan segala bentuk demokrasi yang tidak menggunakan demokrasi langsung adalah tidak demokratis. Salah satu instrumennya yaitu melalui Kongres Rakyat. Pembentukan Kongres Rakyat dalam menggantikan sistem perwakilan demokrasi merupakan kebijakan politik yang populer setelah revolusi, meskipun banyak di antara mereka yang tidak menyukai politik dipaksa berpartisipasi dalam proses politik. Ia berupaya melibatkan masyarakat Libya dalam menjalankan proses politik negara mereka seperti ketika Revolusi Budaya tahun 1973 dan pembentukan Libya sebagai “Negara Massa” tahun 197712. Pembentukan sistem ketatanegaraan tak lepas dari permasalahan hukum yang mengatur negara tersebut. Qadhafi berpendapat bahwa hukum alami suatu masyarakat berasal dari tradisi maupun agama. Tidak valid dan tidak logis apabila penetapan suatu hukum dalam masyarakat tidak berlandaskan dua hal ini. Hukum alami dalam sistem yang diterapkannya menunjukkan Kongres Rakyat dan Komite Rakyat membutuhkan peranan dari rakyat sebagai pengawas bagi dirinya sendiri13. Sistem ketatanegaraan dengan hukum seperti ini yang diterapkan oleh Qadhafi di negara Libya dengan sebutan Jamâhiriyah atau yang berarti “Negara Massa”. Sebagai sosok pemimpin yang religius, Qadhafi juga menutup tempattempat yang menjual minuman beralkohol dan menutup lembaga-lembaga non12 13
Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 63-64. Ibid, halaman 57.
82
muslim. Melalui ketaatannya, reformasi merambah ke bidang hukum dengan berdasar kepada al-Qur’an. Qadhafi menganggap sistem hukum syariat lebih unggul dibandingkan dengan sistem peradilan sipil dan agama yang diterapkan selama pemerintahan monarki. Masyarakat Libya tidak lagi diizinkan berjudi, melakukan riba, dan tempat prostitusi diberangus. Namun, pengurangan kekuatan Kongres Rakyat Dasar secara dramatis untuk mendukung sistem Komite Revolusioner pada awal tahun 1980 menjadikan konsep Jamâhiriyah sebuah paradoks. Hal ini disebabkan karena meskipun upaya dan fakta bahwa Masyarakat Sosialis Jamâhiriyah disebut sebagai “demokrasi populer”, otoritas terakhir tetap berada di tangan Qadhafi sendiri. Eksperimen politik Libya di bawah kepemimpinan Qadhafi kemudian mengarah ke sistem otoritarianisme karena apabila kebanyakan orang tidak setuju, maka ia akan mengeluarkan hak vetonya. Qadhafi menyebut hal ini sebagai “petunjuk demokrasi”, karena ia menganggap dirinya sebagai salah satu orang yang berpengatahuan lebih daripada orang lain14. 2.
Membentuk Persatuan Arab Setelah proklamasi Republik Libya pada 1 September 1969, Qadhafi
menegaskan niatnya untuk mengembalikan kehormatan bangsa Libya. Langkah pertama yang diambilnya adalah dengan mengusir Italia dari Libya sebagai manifestasi prinsip kebebasan. Tujuan Qadhafi adalah mengevakuasi bangsa asing untuk kemudian menciptakan netralitas di antara negara-negara adidaya agar
14
Ibid, halaman 86.
83
mudah mewujudkan persatuan nasional dan persatuan bangsa Arab yang ia citacitakan15. Selama kurun waktu kurang lebih setahun setelah revolusi, Qadhafi berhasil memaksa Inggris menyerahkan pangkalan mereka kepada tentara Libya dan juga mengusir kekuatan militer Amerika Serikat dari Wheel Air Base, Tripoli. Ia memerintahkan agar negara menyita seluruh aset orang Italia dan memerintahkan mereka pulang ke negara asalnya. Mulai saat itu, orang-orang Italia memberikan pelayanan kepada negara Libya dengan kontrak terbatas. Libya adalah sebuah negara, tetapi identitas sebenarnya adalah bagian dari bangsa Arab. Oleh sebab itu, Muammar Qadhafi selalu berupaya untuk mempersatukan politik negara Libya dengan negara-negara Arab lain16. Kebijakan luar negeri yang diambilnya harus selalu berlandaskan Al-Kitâb Al-Akhdar dan hal ini mengizinkannya untuk melawan kebijakan luar negeri yang agresif. Apa yang dilakukan Qadhafi mendapatkan pujian serta kekaguman di antara orang-orang Arab maupun masyarakat internasional karena ia dengan sungguh-sunguh mengembalikan dasar kebijakan luar negeri Libya untuk melawan komunisme, kapitalisme, dan imperialisme. Selain itu, Qadhafi juga dianggap berhasil mengembalikan kebanggaan bangsa Arab yang patut dicontoh bagi pemuda-pemuda Arab dalam berkomitmen mempersatukan bangsa Arab dan membela bangsa Palestina. Contoh terakhir merupakan salah satu wujud nyata perjuangan Qadhafi untuk membangun persatuan bangsa Arab yang sempat dipermalukan Israel pada 15 16
Ibid, halaman 15. Ibid, halaman 59.
84
Perang Enam Hari 1967. Upaya Israel menduduki Palestina sebenarnya telah menjadi bahasan utama para nasionalis Arab sejak tahun 1948. Kegiatan intelektual kaum nasionalis Arab pada tahap ini sedang berusaha mencari jalan keluar atas besarnya ancaman zionis, hubungan negara-negara Arab dengan Barat, dan keadaan pemerintahan Arab yang berusaha berkembang setelah Perang Dunia Kedua17. Qadhafi menggerakkan revolusi Al-Fâtih terinspirasi oleh Revolusi Mesir 1952 yang diprakarsai Jamal Abdul Naseer. Setelah menduduki kursi presiden dalam pemerintahan, Naseer kemudian berambisi untuk mempersatukan bangsa Arab. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam pertumbuhan awal nasionalisme Arab. Hal paling mendasar dalam terbentuknya nasionalisme menurut Naseer dibangun atas rasa solidaritas atau persatuan di antara bangsa Arab. Apabila persatuan bangsa Arab telah tercipta, maka kawasan Arab akan menjadi lebih kuat baik dalam hal ekonomi, militer, budaya, bahkan kebijakan luar negeri18. Muammar Qadhafi sangat mengagumi sosok Jamal Abdul Naseer dan menjadikannya sebagai model pemikiran yang kemudian ia tanamkan kepada para anggota gerakannya. Naseer adalah salah satu sosok yang mampu memberikan semangat kepada masyarakat Mesir secara khusus dan bangsa Arab secara umum. Pan-Arabisme yang diperjuangkan Naseer merupakan dasar bagi kebijakan negaranya, dan digunakan untuk bersatu dengan negara Syria19.
17
Walid Kazziha, op. cit, halmaan 14. Adeed Dawisha, op. cit, halaman 1. 19 David E.Long, Bernard Reich, 1980, The Government and Politics of the Middle East and North Africa, United States of America: Westview Press, halaman 376. 18
85
Perjuangan paling menonjol Naseer adalah membantu menyelesaikan persoalan yang terjadi antara Israel dan Palestina. Ia menganggap persatuan bangsa Arab bisa menjadi alternatif pemecahan masalah karena apabila bangsabangsa Arab bisa bersatu maka tidak akan ada lagi konflik yang menimbulkan perpecahan. Konflik antara Israel dan Palestina mendapat banyak perhatian dari bangsa-bangsa Arab dan
juga dunia internasional. Mesir sendiri banyak
membantu Palestina dengan mengirim tentara walau hasilnya tidak sesuai harapan, tapi perjuangan Mesir ini meningkatkan semangat yang tinggi di antara bangsa Arab agar bersatu untuk membantu Palestina20. Naseer
menunjukkan
pemikiran
nasionalisme
Arabnya
dengan
mengatakan bahwa Mesir merupakan sebuah negara dan sebuah pergerakan revolusi. Mesir sebagai sebuah negara mengakui batasan-batasan atau peraturan yang berhubungan dengan pemerintahan, sedangkan Mesir sebagai sebuah pergerakan revolusi seharusnya tidak ragu untuk berhenti sebelum batasanbatasan peraturan tersebut. Akan tetapi, pemikiran itu seharusnya membawa pesan melewati batasan peraturan dengan tujuan menginisiasi misi revolusioner untuk masa depan persatuan negara Arab21. Sejak zaman Naseer memang tidak ada pemimpin yang memiliki karisma untuk menggerakkan orang-orang Arab. Qadhafi seolah memiliki daya tarik tersendiri bagi para pendukung Nasir serta dari kalangan rakyat pengangguran dan kelas rakyat miskin. Ia memberikan proyeksi gambaran dari kejujuran dan otoritas keagamaan yang melibatkan simbol serta kitab suci umat Islam, bahkan Qadhafi
20 21
Ibid. Adeed Dawisha op. cit, halaman 153.
86
menyamakan dirinya dengan tokoh nasionalisme Arab modern paling hebat, Jamal Abdul Naseer22. Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Rabat, Maroko pada Desember 1969 merupakan kali pertama Qadhafi muncul di forum internasional. Ia berpidato dengan mengungkapkan keinginannya untuk mempersatukan bangsa Arab dan berjuang membebaskan rakyat Arab Palestina dari pendudukan Israel. Menurutnya, negara Israel memiliki kepentingan lain di wilayah Arab 23. Jauh pada periode sebelumnya, Fayis Sayigh telah beranggapan bahwa pembentukan Israel adalah sebuah tahapan dan langkah awal usaha Zionisme untuk mencapai tujuannya yang terakhir, yakni menundukkan seluruh bangsa Arab sebagai bentuk dan bagian imperialisme yang paling buruk 24. Benar tidaknya anggapan tersebut, yang perlu dicatat adalah pembentukan Israel diikuti oleh ancaman Zionis yang mendasar terhadap pendudukan kembali tanah-tanah Arab dan hal ini terbukti setelah bertahun-tahun kemudian Israel menguasai sebagian besar wilayah Palestina. Pidato yang diutarakan Qadhafi dalam KTT Arab di Maroko langsung mencuri perhatian para petinggi negara-negara Arab. Ketika membuka pidato, ia menyebut nama pemimpin konferensi hanya dengan panggilan “Saudara Hassan” dan menyebut nama Raja Faisal Ibnu Abdul Aziz al-Saud dengan panggilan “Saudara Faisal” tapa gelar “Raja”. Tentu saja, hal ini membuat Raja Faisal merasa tidak suka dengan sikap Qadhafi tersebut. Selain itu, interupsi Qadhafi diutarakan dengan lantang untuk mengkritk Raja Hassan dari Maroko yang masih 22
Michael C Hudson, op.cit, halaman 321. Agung D H, op. cit, halaman 28. 24 Ibid, halaman 15. 23
87
menggunakan sistem negara feodal. Ia menyatakan sikap tegasnya bahwa semua pemimpin baik mereka itu raja, sultan, amir, maupun presiden adalah sama kedudukannya sebagai manusia. Qadhafi tidak senang melihat para pemimpin Arab dihormati berlebihan seperti layaknya orang suci. Beberapa bulan pascarevolusi, Qadhafi mulai mengupayakan langkahlangkah persatuan Arab. Langkah pertama ia lakukan dengan melakukan pertemuan segitiga antara Jamal Abdul Naseer (Mesir), Numeri (Sudan), dan dirinya sebagai perwakilan dari bangsa Libya. Pertemuan tersebut menghasilkan Pakta Tripoli yang mengarah kepada penyatuan ketiga negara. Tahun yang sama, Presiden Syria Hafez Al-Asad meminta untuk bergabung dengan kesepakatan tiga pemimpin tersebut.25 Rencana pertemuan itu dikabarkan untuk melakukan kerjasama dalam bidang ekonomi, militer, dan politik. Mereka bersepakat untuk membuat sebuah federasi dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur persatuan bangsa Arab. Akan tetapi, ketika Naseer wafat tahun 1970 Presiden Mesir selanjutnya, Anwar Sadat dianggap Qadhafi tidak mendukung cita-cita ini. Qadhafi tidak patah arang untuk menegakkan kesatuan rakyat Arab meskipun ditinggal kolega sekaligus gurunya, Jamal Abdul Naseer. Tahun 1972 Qadhafi memproklamirkan “Federation of Arab Republic” yang beranggotakan Libya, Mesir, Syria, dan Sudan (saat-saat terakhir penandatanganan perjanjian Federation of Arab Republic, Sudan mengundurkan diri karena negaranya mengalami kerusuhan). Akan tetapi, usia federasi ini tidak bertahan lama karena Presiden Mesir, Anwar Sadat membelot dari Liga Arab dan merapat ke
25
Endang Mintarja, op. cit, halaman 124.
88
Washington26. Sadat lebih memilih perundingan damai dengan mengakui adanya negara Israel. Apa yang Sadat lakukan kontradiktif dengan tujuan pembentukan federasi pada perjanjian awal, yakni berkoalisi melawan Israel. Tindakan Mesir di bawah Sadat dikecam semua negara Arab, tak terkecuali Libya di bawah Qadhafi yang tengah gencar memperjuangkan persatuan bangsa Arab. Sayangnya kecaman tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan tegas. Presiden Sudan, Jafar Numeiri memilih diam. Tindakan Jafar dianggap sebagai ketidakseriusan untuk mempersatukan Arab oleh Qadhafi, sehingga ia menempuh jalan lain dengan mulai menyokong perjuangan rakyat Palestina guna mengusir Israel27. Qadhafi kemudian dikabarkan sebagai penyokong kuat perjuangan rakyat Palestina. Tidak hanya pendanaan, ia juga mensuplai senjata dan melatih pejuang Islam Palestina untuk melawan imperialisme Israel. Apabila ingin mengembalikan kekuasaan dan kehormatan bangsa Arab, maka upaya awal yang harus dilakukan adalah menghancurkan Israel. Semangat nasionalisme Qadhafi yang masih tinggi untuk mempersatukan bangsa Arab ditunjukkan dengan menggandeng Tunisia dalam mendirikan Republik Islam Arab pada tahun 1974. Namun, usaha ini lagi-lagi gagal. Meski keinginan Qadhafi untuk mewujudkan persatuan Arab (Pan-Arabisme) merupakan keinginan mayoritas bangsa Arab juga, beberapa penguasa Arab memandang bahwa secara prinsip keinginan Qadhafi itu mengancam kedudukan mereka. Oleh
26 27
Agung D H, op. cit, halaman 31. Ibid.
89
sebab itu, dukungan mereka hanyalah sebuah bentuk kepura-puraan saja.28 Implementasi
pemikiran
nasionalisme
Arab
Muammar
Qadhafi
untuk
menciptakan persatuan bangsa Arab agaknya menemui jalan buntu setelah tahuntahun ini. Melalui Teori Universal Dunia Ketiga, Qadhafi merefleksikan sisi lain dari model perjuangan Naseer dalam membangun sebuah nasionalisme Arab. Ia berani memimpin dan menentang perusahaan minyak milik negara Barat dan berperan sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kenaikan harga minyak di awal tahun 1970. Desakkannya dalam membentuk persatuan Arab membuat Qadhafi menjadi tokoh yang spektakuler saat itu. Namun, cara Qadhafi dalam menghadapi negara Arab yang tidak mendukung pendapatnya cenderung kontroversial. Berpegang pada prinsip revolusi Qadhafi melakukan percobaan pembunuhan Perdana Menteri Tunisia yang dianggapnya tidak sejalan. Ia juga melakukan usaha pembunuhan Raja Hassan karena menolong musuh rezim Numeri di Sudan serta memberi bantuan untuk kekuatan sayap kiri di Libanon dan Palestina dalam Perang Saudara Libanon29. Selebihnya, banyak pendapat yang menyebutkan ia membantu aktivitas terorisme di berbagai negara sebagai bentuk perlawanannya kepada negara-negara Barat. Minimnya kesadaran akan kemenangan yang dibawa Qadhafi dalam Revolusi Al-Fâtih menandakan bahwa simbol kebangkitan Islam dan bangsa Arab belum sepenuhnya terbangun. Rasa persamaan itu hanya dapat dirasakan oleh beberapa pemimpin Arab yang merasakan buruk dan pedihnya nasib di bawah 28
Lihat Endang Mintarja halaman 125 dikutip dari Mahmud Ayyoub Islam and The Third Universal Theory. 29 Michael C Hudson, op. cit, halaman 324.
90
imperium asing. Sementara itu, bagi pemimpin Arab lain yang sedang menikmati kekuasaan atas sokongan asing seperti Amerika dan negara kolonial lainnya, kemenangan Qadhafi justru menjadi ancaman serius bagi stabilitas kekuasaan negara mereka. Akibatnya, hubungan Libya dengan negara-negara tersebut dipenuhi dengan konflik kepentingan dan sarat akan permusuhan. Harris menyebutkan bahwa identitas Qadhafi sebagai seorang Arab dan seorang muslim merupakan hiasan belaka untuk menutupi ketidakmampuannya dalam membujuk orang-orang Arab bergabung bersama melawan Israel dan menolak paham Barat30. Apa pun yang terjadi pada periode selanjutnya, eksperimen neo-Nasiris di Libya merupakan ujian penting dalam hubungan dari strategi legitimasi revolusioner yang kuat pada tahun 1950 untuk membedakan keadaan Arab pada tahun 1970an. Kebijakan regional Arab Libya menemui banyak jalan buntu bukan hanya dalam usaha penyatuan dengan Mesir, Sudan, Syria, dan Tunisia. Akan tetapi, Qadhafi telah melahirkan rezim baru permusuhan Arab yang luas dan membuat para pemimpin lainnya merasa lebih baik jika berada dalam posisi bertahan. Tahun 1976, Mesir, Arab Saudi, dan Sudan mulai berkordinasi menggulingkan rezim Qadhafi. Namun, dukungan kuat massa terhadap Qadhafi sangat sulit untuk membuat rezimnya jatuh. Munculnya kembali pemikiran nasionalisme Arab oleh Qadhafi dapat dikatakan sebagai paham Nasirisme yang baru. Teori Nasirisme meskipun mengalami kemunduran berarti tidak akan mati dan tujuan nasionalisme Arab yang diteruskan Qadhafi telah tertancap dengan kuat. Jika rezim Qadhafi dianggap kurang berbobot dan struktur internalnya dapat 30
Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 93.
91
berkembang menghadapi ancaman dari luar maupun dalam negeri, maka ini membuktikan proses panjang untuk memiliki legitimasi massa yang lebih kuat daripada tetangganya 31.
B.
Upaya Nasionalisme Arab dalam Bidang Ekonomi
Bermula dari kepemimpinan Raja Idris, Libya mulai mengembangkan sayapnya dengan negara-negara tetangga, baik Barat maupun dunia Islam secara keseluruhan. Ditambah lagi saat ditemukannya sumber minyak Libya sekitar tahun 1953 dan dimulainya eksploitasi pada tahun 1956. Setahun setelah itu Libya mulai melakukan aksi penjualan minyak ke Eropa32. Sejarah ekonomi Libya menunjukkan bahwa selain kekayaan minyak bumi, tidak ada lagi kekuatan ekonomi yang menunjukkan kesuksesan. Negara Libya hanya memiliki lahan pertanian yang sedikit dan masih dalam proses perkembangan karena lahan pengairan terlalu sempit. Sumbangan ekonomi selain minyak yang besar adalah kunjungan turis karena secara geografis berada di tengah jalur pantai mediterania serta memiliki iklim matahari yang cerah. Standar taraf hidup semenjak revolusi 1969 mengalami peningkatan signifikan, tetapi pada kenyatannya tidak ada masalah ekonomi negara yang berubah menjadi lebih baik. Libya dengan kondisi seperti ini menggambarkan sebuah negara dengan industri dan infrastruktur kecil yang masih memerlukan persediaan teknologi serta para ahli33.
31
Michael C Hudson, op. cit, halaman 324-325. Agastya ABM, op. cit, halaman 91. 33 Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 107. 32
92
Sama seperti negara-negara Timur Tengah lain yang memproduksi minyak, keuntungan memberikan peningkatan kebutuhan hidup masyarakat termasuk pendidikan. Sayangnya, rezim Monarki Raja Idris maupun rezim Qadhafi belum dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki Libya. 34 Muammar Qadhafi membawa slogan “Sosialisme, Persatuan, dan Kebebasan” dalam mengembangkan masyarakat baru berbasis sosialisme Islam 35. Salah satu aturan yang ia terapkan adalah zakat sebagai prinsip jaminan sosial. Ia berkata dalam pidatonya: “Wahai saudara-saudara kaum muslimin, zakat adalah pelaksanaan keadilan sosial dala Islam. Keadilan seperti itu dalam masa modern ini, dianggap sebagai pondasi terciptanya sosialisme, kita telah melakukannya beberapa abad yang lalu”36. Zakat yang telah terkumpul secara terpusat pada perbendaharaan negara kemudian dibagikan kepada rakyat miskin dan juga untuk membiayai proyek-proyek publik. Sosialisme sejati menurut Qadhafi merupakan ajaran yang hendak mewujudkan persamaan dalam kesempatan (equal opportunity), keadilan sosial (social justice), dan pengakuan terhadap ikatan sakral antara elemen masyarakat. Sosialisme sejati ini adalah sosialisme Arab dan Islam yang merupakan ideologi masyarakat Dunia Ketiga. Qadhafi menekankan sebelum Marx dan Lenin sebenarnya Islam telah mengajarkan sosialisme37. Orang-orang Marxis sering bangga dengan prestasi mereka dalam mengatasi pengangguran dan menjamin kesempatan kerja terhadap semua orang 34
Ibid, halaman 108. Agung D H, op. cit, halaman 25. 36 Endang Mintarja, op. cit, halaman 147. 37 Lihat tulisan Muammar Qadhafi, Al-Sijjil Al-Qaumi vol 14, halaman 51-52 dikutip Endang Mintarja, loc. cit. 35
sebagaimana
93
yang mempunyai kemampuan sesuai lowongan pekerjaan tersebut. Namun, mereka sering mengabaikan kesejahteraan pekerja yang mendapatkan imbalan tidak sepadan dengan hasil kerja mereka. Sistem kapitalis ataupun sosialis, fungsi negara atau pemerintah adalah sama yaitu untuk megontrol rakyat dengan kekuatan bersenjata atau polisi. Jika dalam sistem sosialis kekuatan itu digunakan untuk mempertahankan partai yang berkuasa, maka dalam sistem kapitalis kekuatan bersenjata digunakan demi kepentingan orang-orang kaya saja38. Qadhafi mencoba menguraikan permasalahan ekonomi di antara dua sistem ekonomi raksasa tersebut. Ia berusaha untuk menghapus eksploitasi pada masa lalu dan memberikan orang-orang Libya tanggung jawab terhadap masa depan mereka sendiri. Menurutnya, ekonomi yang kuat adalah kunci kestabilan masa depan Libya. Oleh karena itu, Qadhafi menerapkan sistem ekonomi dengan maksud distribusi yang lebih adil kepada masyarakat, kontrol pemerintah terhadap permasalahan ekonomi serta tidak bergantung kepada pengaruh asing 39. Tiga bidang yang menjadi perhatian Qadhafi adalah bangunan, tanah, dan modal. Ketiganya merupakan kekayaan yang dimiliki Libya. Berlandaskan prinsip sosialisme, Qadhafi berusaha mengubah Libya menjadi masyarakat yang menguntungkan individu bahkan dengan menghapus peredaran uang. Implikasi keadilan bagi setiap masyarakat oleh Qaadhafi diterapkan melalui program pendistribusian kepemilikan tanah secara adil kepada masyarakat. Maskipun demikian, cara yang dilakukan Qadhafi menuai perlawanan dari para pemilik
38 39
Ibid, halaman 179-180. Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 110.
94
tanah serta suku-suku yang kaya karena merasa dirugikan secara ekonomi dan politik40. Sebelum revolusi, rakyat Libya tidak memiliki tanah-tanah yang menghasilkan. Tanah-tanah di Libya kebanyakan dikuasai oleh tuan tanah warisan imperium Italia, para pangeran, pejabat, dan pegawai kerajaan. Setelah revolusi Qadhafi melakukan perombakan dengan prinsip ekonomi sosialisme, yakni tidak ada penguasaan penuh terhadap sesuatu dan semua dikembalikan kepada rakyat. Langkah cepat ia ambil dengan melakukan renegoisasi perusahan-perusahaan minyak asing di
Libya. Hasilnya, perusahaan-perusahaan tadi berhasil
dinasionalisasikan sepenuhnya, beberapa di antaranya tetap beroperasi, namun tetap berada di bawah perusahaan minyak Libya. Perusahaan Minyak Nasional Libya atau National Oil Corporation (NOC) pada tahun 1970 telah mendominasi daerah-daerah sumber penghasil minyak. Awal berproduksinya NOC, perusahaan ini menandatangani perjanjian bagi hasil dengan Occidental Petroleum, Sincat (Italia). NOC juga membentuk sebuah perusahaan pengeboran bersama dengan Saipem (anak perusahaan Eni), menasionalisasikan ConocoPhillips’s Farud Umm (1970), British Petroleum Sarir (1971), dan Amoco’s Sahabir (1976)41. Minyak memang menjadi komoditi utama negara ini dan mengalami booming karena Qadhafi membawa minyak sebagai sumber devisa paling besar. Dampaknya cukup signifikan karena Rakyat Libya mendapatkan banyak keuntungan dari revolusi tahun 1969 ini. Kekayaan negara Libya dan pengaruh 40 41
Ibid, halaman 113. Agung D H, op. cit, halaman 27.
95
internasional mengalami peningkatan sehingga standar kehidupan secara nasional meningkat drastis. Libya mulai menampakkan diri sebagai negara yang sejahtera dengan tidak adanya pengemis dan pengangguran, begitu juga dengan distribusi kekayaan yang merata dari hasil minyak bumi. Dengan demikian, Libya benarbenar telah menjadi negara yang merdeka secara ekonomi. Melalui kebijakan nasionalisasi dan pemusatan, monopoli perusahaan asing berhasil dikendalikan. Cara tersebut membuat pemerintah memiliki saham terbesar, sekurang-kurangnya 51%. Prestasi ini menjadikan Libya sebagai negara berkembang pertama yang berhasil mendapatkan bagian mayoritas dari pendapatan produksi minyak di wilayahnya. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh negara-negara lain di wilayah Arab 42. Letak geografis Libya yang dekat dengan Eropa memberikan keuntungan lebih. Sejak tahun 1970 Libya telah menjadi satu dari tiga penyuplai terbesar minyak di Eropa Barat. Libya di bawah rezim Qadhafi telah menjelma menjadi salah satu negara dengan “senjata minyak” yang potensial pada tahun 1971. Mulai saat itu Qadhafi berani melancarkan sikap langsung melawan Barat dengan mendukung pengurangan suplai minyak terhadap Amerika (United States of America/USA) selama Perang Timur Tengah 1973-197443. Keuntungan besar dari hasil minyak bumi meningkatkan standar hidup masyarakat Libya tidak hanya di bidang sosial, pendidikan, dan kesehatan, tetapi juga upah para pekerja. Hal ini merefleksikan Teori Universal Dunia Ketiga bahwa dalam tatanan negara sosialis tidak lagi ada sistem perburuhan, yang ada 42 43
Ibid, halaman 28. Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 111-112.
96
hanyalah partner. Tahun 1976 setelah lima tahun pertumbuhan ekonomi dan rencana transformasi sosial, Qadhafi memberikan prioritas pembangunan untuk bidang
pertanian,
perindustrian,
kelistrikan,
pendidikan,
perkotaan
dan
perumahan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang perkembangannya jauh lebih baik pascarevolusi. Fakta bahwa sebagian besar tanah Libya merupakan padang pasir tidak mempengaruhi ambisi Qadhafi untuk membawa Libya ke arah kemandirian pangan. Contohnya adalah usaha membangun peternakan di Oasis Kufra dan membuat ladang gandum di Gefara Plain. Tahapan ini menunjukkan kontribusi pertanian terhadap Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto Libya mengalami sedikit peningkatan pada pertengahan 1980 44. Sektor lain yang menjadi sorotan Qadhafi adalah perindustrian, meskipun pada umumnya usaha ini kurang berhasil termasuk usaha Qadhafi membangun proyek industri tekstil, mesin elektrik, dan proses makanan. Permasalahannya terletak pada harga produk yang dihasilkan dari industri tersebut lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan oleh produk impor, sehingga banyak ditolak oleh masyarakat. Sisi positif lain dari pertumbuhan ekonomi Libya ditunjukkan dengan edukasi dan peningkatan profesi untuk wanita. Tingkat kejahatan pun telah menurun dan perhatian internasional terhadap Libya meningkat dengan investasi pemerintah pada jalan, pelabuhan, bandara, dan sistem komunikasi45.
44 45
Ibid, halaman 115. Lillian Craig Harris, loc. cit.
97
Bagaimanapun juga, tidaklah bisa dipungkiri bahwa setelah revolusi rakyat Libya dapat menemukan kembali identitas dirinya serta mengangkat martabatnya sebagai negara yang berdaulat penuh. Kemakmuran ekonomi rakyat Libya menjadi lebih meningkat, dan kebutuhan pokok mereka menyangkut sandang, pangan, dan papan menjadi lebih terjamin. Itulah salah satu bentuk keberhasilan Sosialisme Islam Qadhafi yang diberikan kepada rakyat secara nyata. Peranan agama sebagai pembentuk dan pembimbing watak masyarakat juga betul-betul dikembalikan dan syariat Islam sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an diundangkan. Dengan demikian, kekuatan sosialisme Islam sebagai kunci kestabilan masa depan telah berhasil diterapkan oleh Qadhafi di Libya. Kestabilan ini yang kemudian digunakan Qadhafi untuk menginvasi semangat nasionalisme ke negara-negara Arab lainnya untuk melawan sistem ekonomi asing yang bersifat imperial.
C.
Upaya Qadhafi Melawan Dominasi Barat
Qadhafi adalah tokoh dunia Arab yang kontroversial dan kerap memicu “kekesalan” dunia Barat khususnya Amerika Serikat. Penyebabnya ialah sikap Qadhafi yang terbuka dalam memberikan dukungan dan pendanaan kelompokkelompok Islam militan dan teroris. Memasuki era 1980-an, ia memberi keleluasaan bagi kelompok pemberontak dari Afrika Barat dan organisasiorganisasi pembebasan Palestina untuk membuka tempat latihan di Libya. Alasan-
98
alasan tadi kemudian menjadikan Libya di bawah kepemimpinan Qadhafi sebagai negara yang diisolasi Barat dalam dunia internasional46. Setiap memiliki kesempatan berpidato di forum internasional, Qadhafi sering kali mengkritik dengan keras situasi yang terjadi di Palestina, sikap arogan negara Barat, serta hubungan Islam dengan negara Barat. Ia menyerukan kepada rakyat Palestina yang terusir dari tanah Palestina untuk menciptakan krisis dunia dengan cara mengepung wilayah yang saat itu diduduki oleh Israel. Munculnya gerakan terorisme oleh al-Qaeda menurut Qadhafi merupakan respon atas arogansi serta intervensi Amerika dan negara-negara Barat terhadap negaranegara Islam47. Tidak seperti negara-negara Arab lainnya, Libya di bawah kepemimpinan Qadhafi dikenal dengan kemandirian ekonomi sehingga ia berani berteriak lantang melawan sistem ekonomi yang berasal dari Barat karena ia tidak memiliki ketergantungan terhadap bantuan asing. Akar dari kebijakan luar negeri Libya berasal dari pengalaman sejarah, refleksi konflik sosial, dan filosofi Naseer yang menggambarkan karakteristik Arab selama tahun 1950-1960. Namun, cara Qadhafi mengambil keputusan sering kali berbeda dari prosedur normal organisasi dan pemerintahan lain. Ia membuat persepsi bahwa bangsa Libya adalah korban, sedangkan negara-negara Barat adalah pelaku kejahatan. Ia berusaha mengubah opini publik regional dan internasional agar mendapat simpati sebagai korban dari kejahatan yang dilakukan negara-negara tersebut.
46 47
Agastya ABM, op. cit, halaman 93. Ibid, halaman 130.
99
Ia mencontohkan bahwa alasan kehadiran militer Amerika seperti dalam konflik Afghanistan, Perang Iran-Irak, atau isu mengenai harga minyak adalah alasan yang dibuat-buat. Muammar Qadhafi mengamati bahwa Amerika telah menjustifikasi keberadaannya di tanah Arab melalui invasi Soviet pada Afghanistan. Apabila Amerika benar-benar mempedulikan nasib Afghanistan, maka seharusnya mereka mengirim bantuan untuk mengamankan keadaan di wilayah tersebut. Amerika pun menggunakan konflik antara Iran dan Irak sebagai batu loncatan untuk mengirim pesawat-pesawat pengintainya ke daerah Semenanjung Arab kemudian memaksa negara-negara teluk bergabung dalam persekutuan mereka. Qadhafi pernah mengirim telegram kepada negara-negara Arab seperti Saudi dan beberapa negara teluk lainnya. Isi telegram itu menegaskan bahwa pendudukan dan pengaruh Amerika merupakan sumber instabilitas bangsa Arab dan keberadaan mereka di tanah Arab merupakan hasil dari bantuan zionis Israel. Ia juga menekankan kehadiran Amerika di tanah Arab bukan merupakan bentuk persahabatan ataupun persekutuan, tetapi sebuah ancaman bagi kemerdekaan bangsa Arab dan muslim di seluruh dunia48. Negara Barat khusunya Amerika Serikat dalam sudut pandang Qadhafi merupakan hambatan terbesar dalam mencapai tujuan dan ideologi politiknya. Ia mendeskripsikan Amerika sebagai negara “yang misinya adalah untuk menguasai dunia”. Ketika diwawancara oleh televisi Vienna tahun 1984, Qadhafi dengan tegas mengatakan bahwa Amerika berada dalam pengaruh zionisme. Zionisme mencoba untuk memimpin Amerika hingga terjadinya bencana, karena kebijakan 48
Endang Mintarja, op. cit, halaman 128 dikutip dari Mahmoud Ayyoub.
100
Amerika di bawah pemerintahan Reagan akan menghadapi bentrokan dengan Uni Soviet secara langsung di Timur Tengah. Qadhafi sering kali menyatakan bahwa ia ingin membangun hubungan baik dengan Amerika, tetapi pihak Amerika menolak hubungan ini. Menurutnya, Amerika ingin ikut menyertakan Libya di bawah pengaruhnya. Akan tetapi,
Libya di bawah rezim Qadhafi lebih
menginginkan kebebasan49. Intensitas penolakan masuknya paham Barat oleh Qadhafi di Libya membuat hubungan kedua negara memburuk. Tahun 1981 Ronald Reagen menarik perwakilan diplomatiknya dari Tripoli. Semenjak itulah Amerika menuduh Qadhafi sebagai dalang terorisme yang kerap terjadi di Eropa50. Tanggal 3 November 1985, The Washington Post, dalam head line-nya mengungkapkan bahwa CIA anti-Qadhafi, dan menyokong penuh rencana pemerintahan Reagen untuk melakukan serangkaian operasi militer meruntuhkan rezim Libya. Tuduhan ini kemudian dipropagandakan ke negara-negara di Afrika Utara, Aljazair, Mesir dan menyerukan kepada negara-negara tersebut untuk meruntuhkan rezim Qadhafi51 Qadhafi pada awalnya menyangkal bahwa ia terlibat dalam aksi terorisme internasional. Setahun setelah revolusi, ia mulai memperkuat kekuatan negara dengan melatih pasukan militer, meningkatkan keuangan negara, dan memberikan keamanan kepada rakyatnya agar siap melawan kekuatan asing dalam bentuk apa pun. Ia juga memperluas dukungan melalui kelompok-kelompok di Eropa hingga Amerika Latin dengan tujuan mendapatkan koalisi kekuatan melawan negara 49
Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 99. Agung D H, op. cit, halaman 33. 51 Endang Mintarja, op. cit, halaman 129. 50
101
adidaya Amerika. Contohnya adalah dukungan Qadhafi terhadap kelompok pembela Palestina yang dikomandoi Abu Nidal dan Abu Musa, Pasukan Merah Jepang, Moro National Liberation Front di Filipina, dan beberapa kelompok hitam di tubuh Amerika sebagai stimulasi menggoyahkan kekuasan pemerintahan Amerika dari dalam52. Dukungan Qadhafi dalam terorisme internasional dibagi menjadi dua bentuk, yaitu melalui dukungan kepada kelompok non-Libya dan kelompok yang terdiri dari orang Libya sendiri. Kedua kelompok ini didukung Qadhafi sebagai usaha mengeliminasi lawan politiknya. Ia cenderung tidak senang apabila ada yang menolak ideologinya dalam membentuk persatuan Arab dan masuknya paham Barat di tanah Arab. Oleh sebab itu, dengan cara apa pun ia akan berusaha menyingkirkan lawan-lawannya ini, meskipun harus melalui jalur dukungan terorisme. Misalnya apa yang terjadi dalam usaha pembunuhan terhadap para pemimpin Arab seperti King Hussein dari Jordan, Presiden Numeri dari Sudan, atau pejabat pemerintahan Saudi, Mesir dan Iraq yang dianggapnya tidak sejalan53. Hal ini pernah diungkapkannya dalam pidato pada Maret 1985. Ia mencaci orang-orang Arab yang menyerahkan dirinya sendiri kepada kekuasaan Gedung Putih, Amerika. Saat itu tujuan persatuan Arabnya mulai bergeser ke arah “penghancuran” terhadap mereka yang tunduk kepada Amerika. Qadhafi mengklaim bahwa meskipun Libya di satu sisi mendpat kecaman eksternal,
52 53
Lillian Craig Harris, halaman 89-90. Ibid.
102
namun di sisi lain mulai tumbuh dukungan dari negara-negara “revolusioner” yang menghendaki persatuan internasional untuk melawan Amerika Serikat. Memasuki tahun 1986, ketegangan Libya dan Amerika mulai meningkat tajam. Pihak Washington menuduh Libya terlibat dalam peristiwa serangan teroris di Eropa dan akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Libya. Amerika sebagai negara superpower menunjukkan kekuatannya di Wilayah Informasi Penerbangan Tripoli. Qadhafi merespon tindakan ini dengan menikmati perhatian internasional agar mendapatkan opini publik dalam mendukung perlawanan negara superpower. Reagen memilih bertindak tegas dengan memberangkatkan pasukan militer ke Libya. Tanggal 14 April 1986, Amerika dengan kekuatan 45 kapal Angkatan Laut (AL) dan 200 pesawat tempur sudah bersiap di Teluk Sidra. Keesokan harinya, 30 pesawat bom Angkatan Udara (AU) Amerika menyerang Tripoli dan Benghazi. Serangan militer ini menewaskan 40 warga termasuk anak perempuan angkatnya yang masih berusia 15 bulan. Lebih dari 226 orang terluka karena serangan tersebut54. Berada di bawah tekanan Amerika Serikat, Qadhafi memutuskan untuk membela diri melalui satu-satunya senjata yang paling efektif menurutnya, yakni terorisme. Mengikuti serangan Amerika pada bulan April tersebut, ia berjanji untuk memperluas pengaruh tindakan revolusioner. Tindakan balas dendam melawan Amerika dan sekutunya Inggris dimulai dengan menculik tiga orang Inggris yang langsung dieksekusi di Beirut dan menembak orang Amerika yang bekerja di Kedutaan Besar di Khartoum.
54
Agung D H, op. cit, halaman 34.
103
Selain dengan konfrontasi kekuatan militer, sejak pertengahan tahun 1970 Amerika telah mencoba menjegal kekuatan Libya di bawah rezim Qadhafi melalui sanksi ekonomi. Tahun 1978 ekspor berbagai macam barang termasuk pesawat dan peralatan militer serta nuklir ke pasar Libya telah dilarang. Sanksi paling besar yang dihadapi Libya adalah embargo terhadap eskpor minyak Libya ke Amerika pada tahun 1982. Embargo minyak Libya ini merupakan kebijakan yang diprakarsai Amerika dan disahkan oleh Dewan PBB. Masa-masa ini kemudian menjadikan industri minyak Libya kritis dalam menghadapi masa depan yang tidak pasti55. Tidak berhenti sampai di situ, ketakutan negara-negara Barat terhadap pemikiran nasionalisme Arab yang dibawa Qadhafi memaksa mereka untuk melancarkan propaganda. Dikutip oleh Mahmoud Ayooub dari Muhammad ibn abd al-Karim al-Jaziri, para ulama pemerintah digiring untuk memberikan fatwa bahwa Qadhafi adalah orang yang sesat dan menyesatkan. Ia juga dituduh sebagai ahli bid’ah karena menerapkan sistem politik dan paham keagamaan yang merusak kemapanan paham tradisional seperti: penolakan terhadap hadis, menawarkan konsep zakat sebagai jaminan sosial, perubahan awal penanggalan qamariah sebagai tahun Islam, penolakan terhadap poligami dan pembelaannya terhadap emansipasi wanita.56 Qadahafi juga dituding atheis dan pro terhadap Uni Soviet dengan mendukung pendudukan Rusia atas Afghanistan, padahal tidak ada kaitan sama sekali antara gerakan dan ide Qadhafi dengan Soviet. Ia bahkan membantu
55 56
Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 117. Endang Mintarja, loc. cit.
104
pejuang mujahidin Afghanistan dalam membebaskan tanah air mereka. Tuduhan Barat tidak hanya sampai di situ, Qadhafi dipandang sebagai rezim otoriter dan kejam dengan menangkap para ulama yang paham keagamaan dan visi politiknya berbeda dengan dirinya. Faktanya, jangankan ulama yang nyata-nyata seagama, dalam pemerintahan Qadhafi orang-orang non-muslim pun dapat hidup dengan bebas dan dapat menyalurkan aspirasinya langsung dalam mu’tamar sya’b al’asâsi. Pola pikir Qadhafi yang dianggap menyesatkan ini mengakibatkan banyak pihak menyarankan agar ia dikeluarkan dari semua kerja sama dalam bidang Islam internasional. Qadhafi dituduh menyebarkan keraguan di kalangan umat Islam dalam persoalan sunah nabi, yakni berupa penentangannya terhadap poligami yang dianggap tidak beriman atau kurf, dan juga penentangannya terhadap pemakaian kerudung yang dianggap sebagai fitnah melawan ketentuan al-Qur’an. Pernyataan Jurnal Liga Dunia Islam, menyatakan bahwa Qadhafi tidak beriman tersebut didasarkan atas delapan tuduhan spesifik, yaitu: 1.
Penolakannya terhadap otoritas sunah nabi.
2.
Keraguannya terhadap ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an.
3.
Pernyataan yang meragukan otoritas kenabian.
4.
Penolakannya terhadap keputusan al-Qur’an dalam persoalan poligami.
5.
Penolakanya terhadap ajaran al-Qur’an mengenai kewajiban mengenakan kerudung untuk wanita.
6.
Penghapusan sistem penanggalan hijriah.
7.
Seruan untuk menghapus ibadah haji.
105
8.
Dukungan terhadap penaklukan Afghanistan oleh Uni Soviet57.
Menurut Mahmoud Ayyoub, Qadhafi sebenarnya tidak pernah meragukan ajaran-ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an atau juga mempertanyakan keaslian serta kebenarannya. Begitu pula terhadap sunah nabi, keraguannya akan hadis tertentu sebenarnya merupakan sikap yang juga terjadi di kalangan pemuka hadis sepanjang sejarah peradaban Islam. Ia tidak memberikan penolakan terhadap keberadaan hadis dalam prinsipnya. Penolakannya terhadap poligami sebagai upaya kaum laki-laki untuk pemuasan nafsu juga merupakan pandangan yang terdapat pada banyak pemikir Islam lainnya. Mengenai tuduhan terhadap penghapusan ibadah haji, sejatinya, ia tidak pernah menyerukan terhadap hal tersebut, tetapi menyerukan kepada pemurnian serta pembaharuan makna dan signifikansinya untuk masyarakat muslim58. Sebagian pemimpin Arab dan segelintir ulama memaknai propaganda dengan sikap apriori dan provokatif. Ini disebabkan karena kesalahpahaman mereka terhadap sumber-sumber media yang dilancarkan oleh Barat. Tujuannya adalah untuk terus melanggengkan dan mengamankan kepentingan mereka di negara-negara muslim dengan sumber daya alam yang melimpah, terutama minyak. Akan tetapi, di mata Barat sosok Qadhafi merupakan orang yang akan merusak kepentingan mereka di negara-negara muslim. Maka dari itu, Barat terus menekan Qadhafi melalui propaganda, bahkan agen-agen CIA dan PBB. Begitu kerasnya tekanan yang diberikan Barat kepada Qadhafi tidak lain karena kekhawatiran mereka atas sikap dan ideologi yang dibawanya. 57
Lihat Mahmoud Ayyoub yang diterjemahkan Wahdad Qurdi halaman 232 sebagaimana dikutip dalam skripsi Melia Rahmawati. 58 Ibid.
106
Banyak akademisi, jurnalis, dan pengamat Barat khususnya Amerika yang menaruh perhatian serius dalam perkembangan yang terjadi di Libya semasa pemerintahan Qadhafi. Salah satunya Cooley. Ia merupakan seorang wartawan Amerika Serikat yang terkenal memaparkan bahwa ide-ide Qadhafi dalam The Green Book sebenarnya hanyalah sekedar terjemahan Arab yang isinya campuran konsep filsafat, sosiologi, dan sejarah. Cooley menegaskan bahwa salah satu sumber Barat yang mendasari ide-ide Qadhafi adalah “teori fasis seperti yang diterapkan Musolini di Italia dan De Oliveire Salazar dari Portugal”. Menurut Cooley, unsur fasis dalam pemikiran Qadhafi terletak pada penekanannya mengenai hubungan darah sebagai faktor utama pembentukan suku yang kemudian membentuk sebuah bangsa. Hal ini dilatarbelakangi oleh kehidupan padang pasir dan sifat kesukuan Qadhafi. Beberapa peneliti Barat telah menolak Teori Dunia Ketiga. Mereka menganggap teori tersebut sebagai sebuah hal yang tidak benar. Namun, para peneliti yang menolak paham ini seharusnya tidak menganggap remeh keefektifan politiknya. Teori Universal Dunia Ketiga sebagai sebuah legitimasi merupakan sebuah hal penting karena menekankan pada pemikiran murni yang bersifat absolut. Rezim Muammar Qadhafi di Libya menggambarkan dirinya sebagai sebuah kekuatan yang lebih Islamis, lebih nasionalis Arab, dan lebih demokratis daripada rezim-rezim lainnya. Jika hal ini dipahami oleh bangsa Arab secara luas, maka ideologi Qadhafi –yang mengkombinasikan antara ideologi suci dan progresif- telah memberikan keuntungan yang rasional dan efektif. Selain itu,
107
implikasi dari ideologi Qadhafi menunjukkan bagaimana ia konsisten dengan tujuan yang telah diungkapkannya, yaitu kebebasan dan persatuan Arab 59. Namun demikian, usaha Amerika untuk menekan Libya dan negara-negara Timur Tengah lainnya tidak pernah berhenti, meskipun telah berganti-ganti rezim. Mereka bahkan memperalat PBB sebagai media penekan dengan menjatuhkan berbagai sanksi termasuk embargo minyak terhadap Libya. Hal ini membuktikan bahwa Amerika adalah agen zionis –bahkan zionis itu sendiri- untuk menjajah negara-negara Islam dan Arab60. Sebenarnya Qadhafi telah berkali-kali mencoba melakukan dialog dengan Amerika dan sekutu-sekutunya di Eropa. Akan tetapi, hingga rezim George Bush yang menggantikan Reagen, usaha tersebut tidak ditanggapi bahkan ditolak mentah-mentah. Akibat dari keras kepala dan keangkuhan pemerintah Amerika inilah yang membuat Qadhafi harus tetap mewaspadai setiap gerakan negara adidaya itu beserta antek-anteknya. Setelah berhasil menjatuhkan rezim Iraq, semangat Amerika untuk melumpuhkan Libya bangkit kembali, dan tampaknya sedang dalam perencanaan dengan menghembuskan isu terorisme internasional.
59 60
Michael C Hudson, op. cit, halaman 321. Endang Mintarja, op. cit, halaman 131.