BAB III TUGAS KHUSUS
3.1 Judul Tugas Khusus “Evaluasi Performance Hot gas Oil Heat Exchanger 6-2 Crude Distiller III Di Unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) Ru III Plaju” 3.2 Latar Belakang Heat Exchanger adalah alat penukar kalor yang berfungsi untuk mengubah temperatur dan fasa suatu jenis fluida. Proses tersebut terjadi dengan memanfaatkan proses perpindahan kalor dari fluida bersuhu tinggi menuju fluida bersuhu rendah. Di dalam dunia industri peran dari heat exchanger sangat penting. Misal dalam industri pembangkit tenaga listrik, heat exchanger berperan dalam peningkatan efisiensi sistem. Contohnya adalah ekonomizer, yaitu alat penukar kalor yang berfungsi memanaskan air umpan sebelum masuk ke boiler menggunakan panas dari exhaust gas (gas buang). Selain itu heat exchanger juga merupakan komponen utama dalam sistem mesin pendingin, yaitu berupa evaporator dan condenser. Dalam perkembangannya heat exchanger mengalami transformasi bentuk yang bertujuan meningkatkan efisiensi sesuai dengan fungsi kerjanya. Bentuk heat exchanger yang sering digunakan ialah shell and tube. Dengan berbagai pertimbangan bentuk ini dinilai memiliki banyak keuntungan baik dari segi fabrikasi, biaya hingga unjuk kerja. Heat exchanger merupakan media vital didalam dunia industri. Untuk itu dalam tugas kerja praktek ini dilakukan perhitungan mengenai efisiensi dari Heat Exchanger khususnya pada Heat Exchanger 6-2 yang ada di CDU III PT. Pertamina unit CD & GP.
3.3 Tujuan Praktek 1.
Dapat menggambarkan dengan nyata tentang wujud dan pengoperasian sistem pemroses pada HE.
2.
Dapat menganalisa fluida sebelum dan setelah melewati HE 6-2 di unit CDU III.
3.
Dapat mengetahui nilai efisiensi alat Heat Exchanger 6-2.
3.4 Manfaat Praktek Sebagai sarana latihan untuk mendesain dan membuat peralatan yang umum ditemukan di dunia industri dengan menggunakan standar yang berlaku. 3.5 Perumusan Masalah 1. Bagaimana proses desain sirkulasi aliran dan perlakuan fluida pada system shell and tube heat exchanger? 2. Bagaimana mekanisme kerja shell and tube heat exchanger? 3. Apa saja faktor yang mempengaruhi kinerja shell and tube heat exchanger? 4. Bagaimana unjuk kerja shell and tube heat exchanger?
3.6 Tinjauan Pustaka 3.6.1 Pengertian Perpindahan Panas Proses perpindahan panas yang terjadi pada suatu fluida proses merupakan bagian terpenting dalam proses industri kimia. Mekanisme perpindahan panas ini disebabkan beda temperature antara fluida yang satu dengan fluida yang lain, baik perpindahannya secara konduksi, konveksi maupun radiasi. Sifat perpindahan panas adalah bila dua buah benda mempunyai suhu yang berbeda mengalami kontak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah. Macam – macam proses perpindahan panas Proses perpindahan panas yang terjadi di dalam proses-proses kimia dapat berlangsung dengan tiga cara yaitu :
a. Perpindahan Panas Secara Konduksi Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas antara molekul-molekul yang saling berdekatan antara satu sama lain dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul-molekul secara fisis. Perpindahan secara konduksi ini dapat berlangsung pada benda padat. Contoh perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dalam zat padat yang tidak tembus cahaya, seperti dinding bata pada tungku atau dinding logam pada tabung. b. Perpindahan Panas secara Konveksi Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari suatu tempat ke tempat lain dengan gerakan partikel secara fisis. Perpindahan panas secara konveksi menurut terjadinya ada dua macam, yaitu:
Konveksi bebas (natural convection) Adalah proses perpindahan panas yang berlangsung secara alamiah, dimana perpindahan panas molekul-molekul dalam zat yang dipanaskan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tenaga dari luar.
Konveksi paksa (forced convection) Adalah proses perpindahan panas yang terjadi karena adanya tenaga dari luar, misalnya pengadukan. Jika dalam suatu alat dikehendaki pertukaran panas, maka perpindahan panas terjadi secara konveksi paksa karena laju panas yang dipindahkan naik dengan adanya aliran atau pengadukan.
c. Perpindahan Panas secara Radiasi Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perpindahan energi panas melalui ruang oleh gelombang elektromagnetik. Perambatan gelombang elektromagnetik dapat berlangsung baik dalam suatu medium maupun dalam ruang hampa (vacuum).
Jika radiasi berlangsung melalui ruang hampa, maka partikel – partikel tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk lain dari energi, dan tidak pula terbelok dari lintasannya. Tetapi sebaliknya, apabila terdapat zat pada lintasannya, maka radiasi akan terjadi transmisi, refleksi, dan absorpsi. 3.6.2 Pengertian Heat Exchanger Heat Exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang dipindahkan lainnya melalui proses yang disebut proses perpindahan panas. Dalam suatu shell and tube heat exchanger, fluida yang satu mengalir dalam pipa-pipa kecil (tube) dan fluida yang lain mengalir melalui selongsong (shell). Perpindahan panas dapat terjadi di antara kedua fluida, dimana panas akan mengalir dari fluida bersuhu lebih tinggi ke fluida bersuhu lebih rendah. Umumnya, aliran fluida dalam shell and tube heat exchanger adalah paralel atau berlawanan. Untuk membuat aliran fluida dalam shell and tube heat exchanger menjadi cross flow biasanya ditambahkan penyekat atau baffle. Aliran cross flow yang didapat dengan menambahkan baffle akan membuat luas kontak fluida dalam shell dengan dinding tube makin besar, sehingga perpindahan panas di antara kedua fluida meningkat. Selain untuk mengarahkan aliran agar menjadi cross flow, baffle juga berguna untuk menjaga supaya tube tidak melengkung (berfungsi sebagai penyangga) dan mengurangi kemungkinan adanya vibrasi atau getaran oleh aliran fluida. 3.6.3
Klasifikasi Heat Exchanger Berdasarkan Bentuk a) Double Pipe Exchanger Heat Exchanger ini adalah jenis yang paling sederhana yang hanya terdiri atas pipa besar dan kecil yang disusun secara konsentris. Jenis ini biasanya digunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses.
b) Shell and Tube Exchanger Merupakan Heat Exchanger yang terdiri dari suatu pipa besar yang berisi sejumlah tube yang lebih kecil. Jenis ini dapat dugunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses. c) Plate and Frame Exchanger Merupakan Heat Exchanger yang terdiri atas plate-plate yang dipasang sebagai penyekat antara fluida dingin dan fluida panas. d) Air Cooled Exchanger Alat ini digunakan untuk mendinginkan suatu cairan dengan udara sebagai fluida pendinginnya. Cairan disalurkan kedalam pipa dan udara dialirkan kebagian luar pipa tersebut. e) Box Cooler Merupakan alat pendingin yang terdiri dari suatu coil pipa yang direndam dalam sebuah tangki terbuka (segi empat). 3.6.4
Komponen-komponen Utama Shell and Tube Heat Exchanger
1. Shell Komponen alat yang merupakan cangkang atau pembungkus berkas pembuluh, dimana salah satu fluida mengalir masuk dan keluar. 2. Tube Komponen alat yang dialiri fluida lainnya, yang dindingnya merupakan lintas pertukaran panas. Semua data mengenai tube, dirangkum oleh ”tube sheet”, dan tersusun dalam pola segitiga (triangular), pola bunjur sungkar (square) atau pola diagonal (diagonal square). 3. Baffle Komponen ini merupakan lempengan logam yang dipasang tegak lurus poros “shell” dan berfungsi mengatur pola aliran fluida dalam shell ,dengan tujuan untuk memperbaiki kontak antara fluida dalam shell dengan tubenya, sehingga pertukaran panas dapat berlangsung lebih sempurna. Selain
itu, baffle juga berfungsi menunjang tube supaya tidak melengkung, menahan getaran karena aliran fluida dan menjaga jarak diantara tube. 4. Channel Komponen alat ini berfungsi untuk membalikan arah aliran fluida dalam tube pada jenis fixed tube exchanger. Pada konstruksi lain disebut juga channel cover, shell cover dan head cover. 5. Nozzle Komponen alat ini merupakan saluran masuk dan keluar fluida kedalam shell dan kedalam tube.
3.6.5
Kategori Penukar Panas Berdasarkan Penggunaannya Berdasarkan jenis penggunaannya alat penukar panas dapat dikategorikan
sebagai berikut : 1. Preheater Alat ini digunakan untuk mentransfer panas dari fluida yang masih bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu rendah yang bertujuan untuk dimanfaatkan oleh fluida yangbersuhu rendah sebelum masuk ke furnace, yang mana bertujuan agar kerja furnace lebih ringan. 2. Condensor Alat ini digunakan untuk menurunkan suhu dari uap atau vapour sampai mencapai titik pengembunan atau kondensasi ke suhu cair dengan mentransfer panasnya ke fluida lain, biasanya air, dapat air tawar ataupun air laut. 3. Reboiler Alat ini digunakan untuk memproduksi uap dari liquid, dimana liquid tersebut dipanaskan dengan melewatkan uap air yang ada pada tube bundle, yang mana media pemanas biasa digunakan adalah steam. Perpidahan panas yang terjadi juga disertai perubahan fase, tetapi dari bentuk liquid menjadi vapour dengan sumber panas dari fluida proses maupun sistem.
4. Cooler Alat ini digunakan untuk mendinginkan liquid yang panas sampai mencapai suhu tertentu yang dikehendaki. Peristiwa perpindahan panas yang terjadi tanpa perubahan fase. 5. Chiller Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu yang lebih rendah. Dimana media pendingin biasanya dapat digunakan berupa air, propane, freon, ataupun ammonia. 6. Evaporator Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan suatu media pemanas (steam) atau media pemanas lainnya. 7. Cooling tower Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida dengan menggunakan hembusan udara. 8. Furnace Alat ini digunakan bertujuan untuk menaikan suhu feed sampai temperatur tertentu sebelum diproses dikolom CDU, HVU, dan RFFU. 3.6.6
Tipe Penukar Panas A. Direct Pada peralatan tipe direct, kedua fluida yang akan dipertukarkan panasnya bercampur menjadi satu. B. Indirect Pada peralatan tipe indirect, kedua fluida yang akan dipertukarkan panasnya tidak bersentuhan langsung sehingga perpindahan panasnya terjadi melalui dinding pemisah.
Jenis-jenis Aliran Berdasarkan konfigurasi arah aliran, maka alat penukar panas dapat dikategorikan pada tiga jenis konfigurasi aliran yaitu : A. Aliran Sejajar (Co – current flow) Kedua jenis fluida masuk dari satu sisi secara bersamaan, mengalir pada
Temperatur
arah yang sama dan keluar dari sisi lainnya yang sama.
Jarak Sepanjang HE Gambar 9. Co Current flow B. Aliran berlawanan arah (Counter – current flow) Dua jenis fluida masuk dari arah yang berlawanan dan keluar dari sisi yang berlawanan pula.
Temperatur Temperatur Temperatur
3.6.7
Jarak sepanjang HE Gambar 10. Counter current flow C. Aliran kombinasi (gabungan) Satu fluida masuk dari satu sisi kemudian berbagi arah ke arah sisi masuk, sedangkan fluida lainnya masuk dan keluar dari sisi yang berlainan.
Temperatur
Jarak sepanjang HE Gambar 11. Aliran kombinasi D. Aliran silang (Crossflow) Dua fluida yang mengalir di heat exchanger tipe ini memiliki arah yang saling tegak lurus atau bersilangan. Secara termodinamik tipe ini memiliki efisiensi perpindahan panas yang lebih rendah daripada tipe counterflow tetapi lebih tinggi daripada tipe parallel flow.
Gambar 12. Aliran Crossflow (a) Heat exchanger tipe plat, (b) Heat exchanger tipe single tube
Shell dan Tube Exchanger sejauh ini paling umum digunakan untuk proses perpindahan panas di industri kimia. Keuntungan yang diperoleh dari heat exchanger jenis ini adalah :
a) Konfigurasinya memberikan luas permukaan yang besar dengan volume yang kecil b) Secara mekanis, bentuknya cocok untuk proses bertekanan c) Teknik pembuatannya lebih mudah d) Lebih mudah dibersihkan e) Prosedur perancangannya mudah f) Dapat digunakan untuk berbagai jenis bahan proses g) Dapat dibuat dari berbagai jenis bahan 3.7 Pemecahan Masalah 3.7.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Kerja Praktek ini dilaksanakan di PT PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju selama satu setengah bulan terhitung dari tanggal 16 Juli 2013 – 23 Agustus 2013. Serta tempat pelaksanaan kerja praktek ini adalah di Crude Distilling III Unit CD & GP. 3.7.2 Tahapan Pemecahan Masalah Heat Exchanger 6-2 di unit CD III merupakan suatu alat penukar panas yang digunakan untuk memanaskan fluida berupa Crude Oil yang dialirkan melalui tube dengan media pemanas LCT yang dialirkan melalui shell. Untuk menghitung nilai fouling factor, pressure drop dan effisiensi HE 6-2 dilakukan dengan beberapa tahap penyelesaian. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengambil data-data fluida sebagai berikut; a. Temperatur masuk fluida panas (T1) dan fluida dingin (t1) b. Temperatur keluar fluida panas (T2) dan fluida dingin (t2) c. Laju alir fluida panas (W) dan fluida dingin (w) d. Spesifik gravity fluida panas dan fluida dingin 2. Mengerjakan perhitungan dengan Metode Kern panas 3. Menghitung Efisiensi He dengan metode energi balance
3.7.3 Metode Perhitungan a. Perhitungan Neraca Panas (Heat Ballance) Q
= W x Cp x (T1 – t2) = w x cp x (t2 – t1)
..... (5)
Dimana : Q
= Kalor jenis (Btu/hr)
W
= laju alir fluida panas (lb/hr)
w
= laju alir fluida dingin (lb/hr)
Cp
= Kapasitas panas fluida panas (Btu/lb 0F)
cp
= Kapasitas panas fluida dingin (Btu/lb 0F)
T1
= Temperatur fluida panas masuk (0F)
T2
= Temperatur fluida panas keluar (0F)
t1
= Temperatur fluida dingin masuk (0F)
t2
= Temperatur fluida dingin keluar (0F)
b. Perhitungan Log Mean Temperature Different, LMTD Untuk alat penukar panas aliran counterflow, beda temperatur rata-rata dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik LMTD =
T1 t2 T2 t1 T t ln 1 2 T2 t1
..... (6)
c. Perhitungan Temperatur Kalorik (Tc dan tc) Temperature caloric ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang terlibat dalam pertukaran panas. Tc = T2 + Fc (T1 – T2)
..... (7)
tc = T1 + Fc (t2 t1)
.... (8)
Dari Gambar 15, lampiran B didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan
tc T2 t1 Tc T1 t2
.... (9)
d. Perhitungan Flow Area Flow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran Shell Side as
= ID x C” x B / (144 x PT)
.....(10)
Dimana : ID
= Inside Diameter (in)
C’’
= Jarak antara tube (in)
B
= Jarak Baffle (in)
PT
= Tube pitch (in)
Tube side at
= NT x a’t / (144 x n)
.....(11)
Dimana : NT
= Jumlah tube
a’t
= Internal area (Tabel 26, Lampiran B)
n
= Jumlah tube passes
e. Perhitungan Mass Velocity Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area.
Shell side Gs = W / as
.....(12)
Dimana : Gs = Mass Velocity fluida pada shell side W = Laju alir
Tube side Gt = w / at
.....(13)
Dimana : Gt
= Mass Velocity fluida pada tube side
w
= Laju alir fluida dingin (lb/hr)
f. Perhitungan Reynold Number Reynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa Shell side Res = De x Gs/
.....(14)
Dimana : De
= Equivalent diameter (ft) (Gambar 16, Lampiran B)
Gs
= Mass Velocity (lb/hr.ft2)
µ
= Viskositas fluida pada suhu tc
Tube side Ret
= D x Gt / µ
Dimana : D
= Inside diameter (ft) (Tabel 26, Lampiran B)
Gt
= Mass velocity (lb/hr ft2)
µ
= Viskositas fluida pada suhu tc
.....(15)
g. Perhitungan Heat Transfer Factor (JH) Shell side Nilai JH untuk sisi shell dapat diketahui dari Gambar 16, Lampiran B Tube side Nilai JH untuk sisi tube dapat diketahui dari Gambar 17, Lampiran B h. Menentukan Thermal Function Pada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk shell dan tc (cold fluid) untuk tube diperoleh masing-masing nilai c (Gambar 13, Lampiran B), µ (viskositas) dan k (konduktivitas thermal) (Gambar 18, Lampiran B) (c x µ / k)1/3 Dimana :
..... (16)
c = panas spesifik (Btu/lb oF) K = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft.oF)
i. Menentukan nilai Outside film Coefficient (ho) dan Inside Film Coefficient (hi) Shell side k c De k
1/ 3
ho
= jH
Фs
.....(17)
Tube side hi
hio t
k = jH D
c k
hi ID x t OD
1/ 3
Фt
.....(18)
.....(19)
Dimana : ho
= Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)
hio
= Inside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)
j. Menentukan Tube wall Temperature (tw) Temperatur dinding rata-rata tube dapat dihitung dengan temperatur kalorik, jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas fluida shell dan tube pada kondisi operasi sedang berlangsung. ho / s x Tc tc hio / t ho / s
tw = tc +
.....(20)
Dimana : tw = temperatur dinding tube (0F) k. Perhitungan Corrected coeffient ho dan hio pada tw s Shell side Φs
= w
0 ,14
.....(21)
ho x Φs s
ho
=
Φt
= w
.....(22)
Tube side
hio
=
hio
t
0 ,14
x Φt
.....(23) .....(24)
l. Perhitungan Clean Overall Coefficient, Uc Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi fouling/kerak.
UC
=
hio x ho hio ho
.....(25)
Dimana : UC = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF) m. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, UD UD merupakan overall heat transfer coefficient jika terjadi fouling/kerak. A
= NT x a” x L
.....(26)
Dimana : A
= Heat transfer surface (ft2)
NT
= Jumlah tube
a”
= luas area (ft2/lin ft), (Tabel 26, Lampiran B)
L
= Panjang tube
Maka : UD
=
Q A x t
.....(27)
Dimana : UD = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF) n. Perhitungan Dirt Factor, Rd Rd
=
UC U D UC x U D
Dimana : Rd
= Fouling Factor (hr.ft2.oF/ Btu)
.....(28)
o. Perhitungan Pressure Drop Shell side f x Gs x Ds x N 1 = 5,22 x1010 De x s x s 2
ΔPs
.....(29)
Dimana : ΔPs = Total Pressure drop pada shell (psi) f
= Friction factor shell (ft2/in2) (Gambar 20, Lampiran B)
Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2) s
= Spec.Gravity
N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle Tube side 2
ΔPt
=
f x Gt x L x n 5,22 x 1010 xD x s x t
.....(30)
Dimana : ΔPt
= Pressure drop pada tube (psi)
f
= Friction factor tube (ft2/in2) (Gambar 19, Lampiran B)
Gt
= Mass velocity (lb/hr.ft2)
s
= Spec.Gravity
D
= Inside diameter (ft)
n
= jumlah pass tube ΔPr
=
4 x n V2 x s 2g
.....(31)
Dimana : ΔPr
= Return Pressure drop pada tube (psi)
V2 2g
= Velocity head (psi)
s
= Spec.Gravity
.....(32)
Maka : ΔPT = ΔPt + ΔPr
.....(33)
Dimana : ΔPT = Total Pressure Drop pada tube (psi) 4. Menghitung Efisiensi Heat Exchanger Untuk fluida dingin : Cc = ms x cpair
.....(34)
Untuk fluida panas : Ch = mt x cpgas
.....(35)
Jika fluida dingin sebagai fluida minimum, maka efisiensi alat penukar kalor dapat diperoleh dari persamaan : .
...(36)
.
....(37)
3.7.4 Hasil Perhitungan Heat Exchanger 6-2 Tabel 25. Data hasil perhitungan Heat Exchanger 6-2 Uraian Neraca Panas (Q)
Satuan Btu/hr
LMTD
o
Temperatur Kalorik
Ft
Flow Area
o
Kecepatan Massa
F
F
lb/hr.ft2
Bilangan Reynold Temperatur Dinding Koeff. Perpindahan Panas (h) Coeffisient Overall clean (Uc) Coeffisient Overall Design (Ud) Dirt Factor (Rd) Pressure Drop Efisiensi
0
F
Btu/hr.ft2.F
1 7064135,347 4996246,657 301,969 455,900 120,740 1,315 0,192 23051,138 1705959,263 1047,338 20834,9478 272,122 31,133 47,903
Nilai Satuan pada Hari ke2 3 4 5467230,1248 4063854,039 6488818,8750 3719611,1925 3572210,801 4089611,2950 234,627 234,954 265,431 355,287 374,320 402,368 122,248 140,954 122,122 1,315 1,315 1,315 0,192 0,192 0,192 29288,916 19300,089 19209,2821 1853681,9925 1615896,050 1624950,0243 1178,0966 876,907 872,7817 22639,0914 19735,002 19845,5788 224,9821 243,832 244,507 29,9003 29,900 29,4023 48,0673 48,067 48,0673
Keterangan
5 4243762,211 3427820,896 227,871 364,487 138,221 1,315 0,192 20766,980 1592069,803 943,556 19444,011 238,743 29,900 47,404
Shell Tube Shell and Tube Shell Tube Shell Tube Shell Tube Shell Tube Shell and Tube Shell Tube
Btu/hr.ft2.F
18,869
18,4336
18,433
18,2431
18,335
Shell and Tube
Btu/hr.ft2.F
17,546
16,8127
16,124
16,3399
15,953
Shell and Tube
0,004 0,080 8,295 70,7269
0,0052 0,1020 8,4862 68,7896
0,0078 0,056 8,186 87,9010
0,0064 0,0560 8,1972 63,0255
0,0081 0,0654 8,158 80,7732
Shell and Tube Shell Tube Shell and Tube
2
hr.ft .F/Btu kg/cm2 %
Grafik Hubungan antara nilai Fouling factor terhadap Efisiensi Heat
Efisiensi (%)
Exchanger 6-2
90 85 80 75 70 65 60 0.004
0.0052
0.0078
0.0064
0.0081
Fouling Factor ( Btu/oC.ft2)
3.8
Pembahasan Heat exchanger 6-2 difungsikan sebagai alat penukar panas fluida berupa
Crude Oil sebagai fluida dingin yang dialirkan melalui tube, pada unit CD III digunakan LCT sebagai fluida panas dimana fluida ini dialirkan melalui shell. HE 6-2 bertindak sebagai preheater yang digunakan untuk mengurangi pemakaian fuel pada HE selanjutnya dan dalam hal ini adalah furnace untuk proses pembakaran. Untuk mengetahui seberapa besar kinerja dari Heat Exchanger 6-2 maka
dilakukan
perhitungan
terhadap
beberapa
parameter
diantaranya
menghitung dirty overal heat coefficient, fouling factor, pressure drop, dan efisiensi. Perhitungan efisiensi HE dapat dilakukan dengan cara melakukan perbandingan jumlah kalor yang dipindahkan (Q) terhadap jumlah kalor yang mungkin untuk dapat dipindahkan (Qmax)
dan tujuan dari mengetahui nilai
fouling factor atau tahanan pengotoran (Rd) untuk diketahui performance atau kinerja HE hingga diketahui apakah perlu dilakukan Cleaning atau pembersihan akibat nilai Rd yang melebihi nilai Rd yang diizinkan.
3.8.1 Dirty overal heat coefficient (Ud) Nilai dirty overal heat coefficient (UD) merupakan suatu konstanta yang berfungsi sebagai parameter yang menunjukkan jumlah panas/kalor yang ditransfer oleh fluida panas ke fluida dingin per oF per satuan waktu .ft2. Pada heat exchanger 6-2 unit CD III, koefisien perpindahan panas berasal dari hasil gabungan dari proses konduksi dan konveksi. Dimana perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan panas jika panas mengalir dari tempat yang suhunya lebih rendah, dengan media penghantar panas tetap, dan perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang mengalir disekitarnya, dengan menggunakan media penghantar berupa fluida (cair/gas). Dari hasil pengolahan data yang didapat pada perhitungan selama 5 hari terlihat penurunan setiap harinya, nilai ini mempengaruhi nilai Fouling Factor karena semakin banyak kotoran yang menempel pada tube menandakan bahwa nilai Dirty Overall Heat Coefficient kecil. Penyebabnya yakni dikarenakan faktor kekotoran dipengaruhi oleh suhu dan laju alir. Dimana semakin tinggi suhu maka semakin besar pula faktor kekotorannya karena suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerak pada dinding–dinding pipa. Dan juga semakin besar laju alir maka nilai faktor kekotoran (Rd) cenderung turun hal ini dikarenakan semakin besar laju alir aliran maka akan memperbesar pula nilai Ud dan Uc dan memperkecil tebal cake pada dinding pipa sehingga hal ini yang menyebabkan nilai Rd turun. 3.8.2 Fouling factor Dari hasil perhitungan dapat terlihat bahwa nilai Fouling Factor pada HE 6-2 yaitu bila dirata-ratakan dari perhitungan data perhari maka nilainya lebih dari 0,003 Btu/hr.ft2.F, sedangkan nilai yang diizinkan seperti yang terlihat dari Tabel 27 (Lampiran B) seharusnya tidak lebih dari 0,003 Btu/hr.Ft2.F pada suhu rata-rata kurang dari 250oF dan laju alir rata-rata kurang dari 2 ft/sec. Besarnya nilai Fouling Factor ini menunjukkan banyaknya kotoran yang terakumulasi didalam Heat Exchanger 6-2. Kotoran ini berasal dari fluida yang mengalir
didalam Heat Exchanger. Fouling Factor ini mempengaruhi efisiensi dari Heat Exchanger khususnya pada HE 6-2 karena proses pertukaran panas yang terjadi akan mengalami gangguan. Kotoran yang terbawa dari fluida tersebut akan menumpuk dan melapisi dinding dalam dan luar tube, sehingga panas yang terserap akan terhalang oleh adanya kotoran yang menempel. Maka dari keadaan ini heat exchanger 6-2 perlu dilakukan cleaning. 3.8.3 Pressure drop Penurunan
tekanan
merupakan
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan penurunan tekanan dari satu titik dalam pipa (tube) dan shell ke hilir titik. Penurunan tekanan adalah hasil gaya gesek pada fluida ketika mengalir melalui tabung. Gaya gesek disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Yang akan mempengaruhi penurunan tekana yaitu tingkat kekasaran permukaan dan sifat fisik lainnya. Tinggi kecepatan aliran dan viskositas tinggi cairan dalam hasil penurunan tekanan yang lebih besar diseluruh bagian pipa atau katup atau siku juga mempengaruhi adanya penurunan tekanan, sedangkan kecepatan rendah akan mengakibatkan penurunan tekanan yang lebih rendah. Harga Pressure Drop yang diperoleh baik di shell maupun di tube hasil perhitungan jauh berada di bawah teorinya yakni 10 psi sedangkan untuk aktualnya pada tube 0,07188 Psi dan pada shell 8,26448 Psi. Hal ini menunjukkan bahwa hilang tekan pada saat proses berlangsung tidak begitu besar sehingga heat exchanger 6-2 dinyatakan masih layak dioperasikan. Heat Exchanger 6-2 dapat dikatakan masih layak digunakan karena terlihat dari data yang ada dan dilakukan perhitungan efisiensi alat memiliki angka rata-rata di atas 60 % dan apabila dirata-ratakan nilai efisiensi dari HE 6-2 sebesar 74,24%. Hal ini menunjukan bahwa kondisi HE 6-2 sangat baik. Nilai efisiensi HE yang diperbolehkan sebesar 65-70% . Dari ketiga parameter diatas maka dapat dianalisa bila dikaitkan dengan efisiensi, semakin besar nilai Ud maka dapat dinyatakan semakin besar pula faktor pengotornya (Rd). Bila faktor pengotor semakin besar maka aliran fluida yang
mengalir akan terhambat sehingga panas yang berpindah akan berkurang dan hilang tekan pada saat proses berlangsung semakin besar dari keadaan ini menyebabkan efisiensi bernilai kecil. Efisiensi HE adalah rasio perbandingan jumlah kalor yang dipindahkan (Q) terhadap jumlah kalor yang mungkin untuk dapat dipindahkan (Qmax). Efisiensi HE sangat tergantung pada konfigurasi dari sistem HE, karena hal ini akan mempengaruhi temperatur inlet dan outlet, baik untuk sisi panas maupun sisi dingin. Makin banyak bagian sistem HE yang memanfaatkan panas dari HE, semakin tinggi tingkat efisiensi HE yang digunakan. Tetapi keadaan ini belum bisa diakatakan bahwa HE 6-2 sangat efektif sehingga perlu dilakukan pembenahan atau cleaning pada alat. 3.9 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan perhitungan data aktual pada tanggal 29 juli sampai Agustus 2013 terhadap kinerja dari Heat Exchanger 6-2 di unit CD III, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. HE 6-2 bertindak sebagai preheater yang digunakan untuk mengurangi pemakaian fuel pada saat proses pembakaran. 2. Semakin besar suhu awal aliran air panas maka nilai Rd semakin turun sedangkan untuk laju alir yang besar maka nilai Rd juga akan semakin besar pula. 3. Harga Fouling Factor melebihi dari data yang diizinkan, hal ini menunjukkan bahwa preheater tersebut mengandung kotoran yang berhubungan langsung dengan perpindahan panas di dalam HE. 4. Nilai pressure drop yang didapatkan dari hasil perhitungan jauh dibawah data teorinya. 5. Harga efisiensi rata-rata dari HE 6-2 secara aktual diatas 60 %, nilai ini menunjukkan kinerja HE yang masih baik.
3.10 Saran
Setelah dianalisis dari hasil perhitungan dan permasalahan yang terjadi pada Heat Exchanger 6-2, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut untuk memperlancar proses produksi: a. Performance HE perlu dilakukan evaluasi untuk jangka waktu tertentu secara periodik sehingga dapat diketahui saat kapan alat tersebut harus dibersihkan atau diganti. b. Apabila Nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai fouling factor yang diizinkan maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan agar tidak menghambat jalannya suatu proses produksi. c. Perlu dilakukan pengaturan terhadap suhu dengan benar karena semakin tinggi kemampuan LCT menaikkan temperatur crude oil
maka akan
semakin baik karena menghemat pemakaian bahan bakar fuel gas/ fuel oil di HE lainnya.