16
BAB III TEORI DASAR
3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan gelombang elastik yang dipancarkan oleh suatu sumber getar yang biasanya berupa ledakan dinamit (pada umumnya digunakan di darat, sedangkan di laut menggunakan sumber getar (pada media air menggunakan sumber getar berupa air gun, boomer atau sparker). Gelombang bunyi yang dihasilkan dari ledakan tersebut menembus sekelompok batuan di bawah permukaan yang nantinya akan dipantulkan kembali ke atas permukaan melalui bidang reflektor yang berupa batas lapisan batuan. Gelombang yang dipantulkan ke permukaan ini diterima dan direkam oleh alat perekam yang disebut geophone (di darat) atau Hydrophone (di laut), (Badley, 1985, dalam Sukmono, 1999). Komponen gelombang seismik yang direkam oleh alat perekam berupa waktu datang gelombang seismik. Dari waktu datang tersebut dapat didapatkan waktu tempuh gelombang seismik yang berguna untuk memberi informasi mengenai kecepatan gelombang seismik dalam suatu lapisan. Gelombang seismik merambat dari source ke receiver melalui lapisan bumi dan mentransfer energi, sehingga dapat menggerakkan partikel batuan. Kemampuan
15
partikel batuan untuk bergerak jika dilewati gelombang seismik menentukan kecepatan gelombang seismik pada lapisan batuan tersebut
Gambar 3.1 Prinsip kerja seismik refleksi
3.2 3.2.1
Prinsip Dasar dalam Metode Seismik Hukum Snellius
Gambar 3.2 Hukum Snellius
16
“Gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas antara dua medium”. Menurut persamaan: =
=
=
=
(3.1)
Ketika gelombang seismik melalui lapisan batuan dengan impedansi akustik yang berbeda dari lapisan batuan yang dilalui sebelumnya, maka gelombang akan terbagi. Gelombang tersebut sebagian terefleksikan kembali ke permukaan dan sebagian diteruskan merambat di bawah permukaan. Penjalaran gelombang seismik mengikuti Hukum Snellius yang dikembangkan dari Prinsip Huygens, menyatakan bahwa sudut pantul dan sudut bias merupakan fungsi dari sudut datang dan kecepatan gelombang. Gelombang P yang datang akan mengenai permukaan bidang batas antara dua medium berbeda akan menimbulkan gelombang refraksi dan refleksi (Hutabarat, 2009).
3.2.2
Prinsip Huygens
Gambar 3.3 Prinsip Huygens
17
“Setiap titik pada muka gelombang merupakan sumber bagi gelombang baru”. Prinsip Huygens mengungkapkan sebuah mekanisme dimana sebuah pulsa seismik akan kehilangan energi dengan bertambahnya kedalaman (Asparini, 2011).
3.2.3
Asas Fermat
“Gelombang menjalar dari satu titik ke titik lain melalui jalan tersingkat waktu penjalarannya”. Dengan demikian jika gelombang melewati sebuah medium yang memilikivariasi kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah (Jamady, 2011).
3.3
Trace Seismik
Setiap trace merupakan hasil konvolusi sederhana dari reflektivitas bumi dengan fungsi sumber seismik ditambah dengan noise (Russel, 1996). =
*
Dengan dan
3.4
+
= trace seismik,
(3.2)
= wavelet seismik,
= reflektivitas bumi,
= noise.
Koefisien Refleksi (RC) dan Acoustic Impedance (AI)
Koefisien Refleksi merupakan gambaran dari bidang batas media yang memiliki perbedaan harga Acoustic Impedance (AI). Untuk koefisien refleksi pada sudut datang nol derajat, dapat diketahui menggunakan rumus sebagai berikut:
18
(3.3) Dengan RC = koefisien refleksi,
= nilai AI pada lapisan 1, dan
= nilai
AI pada lapisan 2.
Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Acoustic Impedance (AI), perbedaan harga Acoustic Impedance (AI) yang kita dapatkan karena adanya perpaduan kontras densitas dan kecepatan gelombang seismik. Namun karakterisasi reservoar berdasarkan Acoustic Impedance (AI) saja memiliki keterbatasan dalam membedakan antara efek litologi dan fluida. Nilai Acoustic Impedance (AI) rendah akibat kehadiran fluida hidrokarbon terkadang dianggap sebagai Acoustic Impedance (AI) rendah akibat efek litologi.
3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Gelombang Seismik Sifat fisis batuan akan mempengaruhi perilaku penjalaran suatu gelombang di dalam batuan.
3.5.1
Litologi
Perbedaan litologi akan mempengaruhi nilai dari kecepatan gelombang sesimik. Secara umum litologi dengan nilai kecepatan gelombang seismik dari yang paling rendah ke yang paling tinggi berturut-turut adalah: batubara, lempung, batupasir, gamping, dan dolomit.
19
3.5.2
Densitas ( )
Densitas ( ) didefinisikan sebagai massa per volume (kg)/(
), densitas
merupakan salah satu parameter fisis yang berubah secara signifikan terhadap perubahan tipe batuan akibat mineral dan porositas yang dimilikinya. Densitas bulk (K) merupakan rata-rata densitas dari komponen densitas yang menyusun tubuh batuan tersebut. Di bawah ini adalah densitas bulk (K) berdasarkan persamaan Wylie: =
(1- ) +
Dengan air,
.
+
(1-
= densitas bulk batuan, = densitas hidrokarbon,
dan
= porositas.
3.5.3
Porositas
)
(3.4)
= densitas matrik batuan, = saturasi air, 1 -
= densitas
= saturasi hidrokarbon,
Porositas secara umum merupakan perbandingan antara volume pori batuan terhadap volume total batuan. (
)
(3.5)
Sedangkan porositas efektif adalah perbandingan
pori batuan yang saling
berhubungan terhadap volume total batuan. (
)
(3.6)
20
3.5.4
Faktor Tekanan dan Kedalaman
Tekanan di bawah permukaan berbanding lurus dengan perubahan kedalaman. Kedalaman memungkinkan terjadinya penekanan terhadap duang pori batuan, sehingga kecepatan akan secara relatif bertambah.
3.5.5
Faktor Fluida Pengisi
Perubahan kandungan fluida pengisi akan menyebabkan perubahan pada densitas bulk, sehinggaakan berpengaruh juga terhadap kecepatan gelombang yang melaluinya.
3.6
Hubungan Gelombang P (
dan Gelombang S
)
Gelombang P disebut dengan gelombang kompresi/gelombang longitudinal. Gelombang ini memiliki kecepatan rambat paling besar dibandingkan dengan gelombang seismik yang lain, dapat merambat melalui medium padat, cair dan gas. Gelombang S disebut juga gelombang shear atau gelombang transversal. Gelombang ini memiliki cepat rambat yang lebih lambat bila dibandingkan dengan gelombang P dan hanya dapat merambat pada medium padat saja. Bentuk sederhana dari persamaan kecepatan gelombang P dan gelombang S diturunkan untuk batuan non-porous dan isotropik. Persamaan kecepatan dengan menggunakan Lambda (koefisien Lame), modulus bulk (K), dan modulus shear dituliskan sebagai berikut: =√
=√
=√
(3.7)
(3.8)
21
Dengan K = modulus Bulk,
= modulus Shear,
= koefisien Lambda, dan
= densitas batuan. Kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S dan densitas sangat mempengaruhi amplitudo seismik terhadap offset (Anderson et. Al, 2000). Hal tersebut berkaitan dengan parameter fisika batuan seperti litologi, porositas, tekanan, temperatur, saturasi, jenis fluida, dll. Hubungan antara
dan
diperoleh juga melalui hubungan empiris yang dinyatakan oleh Castagna (1985) dan Krief (Wang, 2001). Persamaan Castagna
: Vp = 1,16Vs + 1360 m/s
(3.9)
Persamaan Krief
: Vp2 = aVs2 + b
(3.10)
(a dan b merupakan konstanta)
Gambar 3.4 Mudrockline hubungan
dan
(Castagna et.al., 1985).
22
Hubungan Antara Vp dengan
diperoleh juga melalui hubungan empiris yang
dinyatakan oleh Gardner (1974) dan Lindseth (1979). Persamaan Gardner
: ρ = 0.23Vp0.25
(3.11)
Persamaan Lindseth
: V = a (ρV) + b
(3.12)
(dimana a = 0,308 dan b = 3400 ft/detik)
Perbandingan kecepatan antara gelombang P dan gelombang S juga sering dikenal sebagai poisson’s ratio. = Dan
(3.13) =( )
(3.14)
3.7 Parameter Lambda-Mu-Rho Parameter Lame, yaitu Lambda-Rho dan Mu-Rho merupakan parameter fisika yang dapat digunakan untuk memperrtajam indikasi reservoar minyak dan gas (Goodway, et al. 1997). Lambda-Rho ( bulk atau inkompresibilitas (
) adalah hasil perkalian antara modulus
dan densitas
perkalian antara modulus geser atau rigiditas (
. Sedangkan Mu-Rho adalah hasil dan densitas ( ).
Lambda-Rho (Inkompresibilitas) merupakan kemampuan batuan untuk menahan atau menolak suatu tekanan dan merupakan parameter yang baik dalam memperlihatkan keberadaan fluida migas, sedangkan Mu-Rho (Rigiditas) adalah kekakuan batuan untuk digeser dan merupakan parameter yang dapat memperlihatkan perbedaan litologi reservoar.
23
3.8 Teori Biot-Gassman Gassman (1951) dan Biot (1956) mengembangkan teori mengenai perambatan gelombang pada batuan yang tersaturasi fluida. Hubungan antara substitusi nilai bulk dan modulus shear yang tersaturasi dengan kecepatan gelombang P dan gelombang S adalah sebagai berikut: Vp = √
dan Vs = √
3.8.1
(3.15)
Persamaan Biot Gassman - Modulus Shear ( ):
=
=
dengan
Kdry >>> Kfluid
= modulus shear batuan yang tersaturasi
(3.16) dan
= modulus
shear batuan kering yang tidak tersaturasi.
3.8.2
Persamaan Biot Gassman - Modulus Bulk ( ):
Gassman (1951, op. cit. Wang, 2001) membuat persamaan untuk menghitung efek dari substitusi fluida. Ksat =
+
(3.17)
Dengan Ksat = modulus bulk batuan tersaturasi fluida, frame,
= ,
(
, dan
matriks, dan
-
),
= modulus bulk fluida,
= modulus bulk dari air, minyak, dan gas,
=porositas.
= modulus bulk =
+
+
= modulus bulk
24
3.9
Inversi Seismik
Inversi seismik didefinisikan sebagai suatu teknik pembuatan model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000). Definisi tersebut menjelaskan bahwa metode inversi merupakan kebalikan dari pemodelan ke depan (forward modelling) yang berhubungan dengan pembuatan seismogram sintetik berdasarkan model bumi. Russel (1998) membagi metode seismik inversi dalam dua kelompok, yaitu inversi pre-stack dan inversi post-stack.
Gambar 3.5 Konsep dasar inversi seismik (Sukmono, 2000)
3.9.1 Inversi semismik Rekursif/Bandlimited Inversi rekursif (bandlimited) adalah algoritma inversi yang mengabaikan efek wavelet seismik dan memperlakukan seolah-olah trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah difilter oleh wavelet fasa nol. Metode ini
25
paling awal digunakan untuk menginversi data seismik dengan persamaan dasar (Russel, 1988):
=
=
Dengan r = koefisien rfleksi,
(3.18) = densitas, V = kecepatan gelombang P, dan Z =
Impedansi Akustik. Dimulai dari lapisan pertama, impedansi lapisan berikutnya ditentukan secara rekursif dan tergantung nilai impedansi akustik lapisan di atasnya dengan persamaan sebagai berikut:
=
3.9.2
*
*
+
(3.19)
Inversi Model based
Prinsip metode ini adalah membuat model geologi dan membandingkannya dengan data riil seismik. Hasil perbandingan tersebut digunakan secara iteratif memperbaharui model untuk menyesuaikan dengan data seismik. Metode ini dikembangkan untuk mengatasi masalah
yang tidak dapat dipecahkan
menggunakan metode rekursif. Keuntungan penggunaan metode inversi berbasis model ini adalah metode ini tidak mengiversi langsung dari seismik melainkan menginversi model geologinya. Sedangkan permasalahan potensial menggunakan metode ini adalah sifat sensitif terhadap bentuk wavelet dan sifak ketida-unikan untuk wavelet tertentu.
3.9.3
Inversi Sparse Spike
Metode ini mengasumsikan bahwa reflektivitas yang sebenarnya dapat diasumsikan sebagai seri dari spike-spike besar yang bertumpukan dengan spike-
26
spike yang lebih kecil sebagai background, kemudian dilakukan estimasi wavelet berdasarkan asumsi model tersebut. Sparse Spike mengasumsikan bahwa hanya spike yang besar yang penting. Inversi ini mencari lokasi spike yang besar dari trace seismik. Spike-spike tersebut terus ditambahkan sampai trace dimodelkan secara cukup akurat. Amplitudo dari blok impedansi ditentukan dengan menggunakan algoritma inversi model based. Input parameter tambahan pada metode ini adalah menentukan jumlah maksimum spike yang akan dideteksi pada tiap trace seismik dan treshold pendeteksian seismik. Teknik-teknik dekonvolusi yang dikelompokkan dalam metode sparse spike adalah: 1. Inversi dan dekonvolusi maximum-likelihood 2. Inversi dan dekonvolusi norm-L1 3. Dekonvolusi entropi minimum (MED)
3.10
Amplitude Variation with Offset (AVO)
Metode
AVO
awalnya
dikembangkan
oleh
Ostrander
(1984),
yang
mengembangkan suatu teknik dengan melihat indikasi adanya perubahan Poisson’s ratio di sub-surface pada data seismik pada satu CDP gather. AVO (Amplitude Variation with Offset) adalah refleksi dan transmisi gelombang seismik yang dinyatakan oleh perumusan Zoeppritz. Analisis AVO berdasarkan pada perubahan amplitudo sinyal terefleksikan terhadap jarak dari sumber gelombang ke geophone penerima. Dalam hal ini semakin besar jarak sumber ke penerima (offset) semakin besar pula sudut datangnya. Adanya variasi perubahan koefisien refleksi dan transmisi terhadap sudut datang yang berkaitan dengan
27
hubungan jarak reflektivitas merupakan dasar berkembangnya teori AVO (Castagna,1997)
3.11
Persamaan Zoeppritz (1919) dan Pendekatan Aki-Richard
Pada prinsipnya bila penjalaran gelombang P mencapai suatu permukaan bidang batas (interface) antar dua medium yang memiliki perbedaan impedansi, maka energi gelombang mengalami terkonversi akan terdispersi sebagian sebagai gelombang refleksi (gelombang P dan gelombang S pantul) dan gelombang tranmisi (gelombang P dan gelombang S terbias). Persamaan dasar AVO pertama kali diperkenalkan oleh Zoeppritz (Hampson dan Russell, 2008). Hubungan Antara koefisien relfektivitas (rpp) dengan parameter elastik dari persamaan Knott-Zoeppritz adalah:
[ [
]
[
]
(3.20)
]
Dengan
= amplitudo gelombang P refleksi,
= amplitudo gelombang S
refleksi,
= amplitudo gelombang P transmisi,
= amplitudo gelombang S
transmisi,
= sudut datang gelombang P,
sudut pantul gelombang S,
= sudut bias gelombang P,
=
= sudut bias gelombang S.
Namun kita melihat bahwa perumusan itu cukup rumit dan kurang praktis, karena tidak menjelaskan pemahaman antara amplitudo dengan offset dan sifat
28
batuannya. Oleh karena itu Aki-Richard membuat persamaan yang memisahkan kecepatan dan densitas, kecepatan P dan kecepatan S nya.
=a
+b
+c
(3.21)
Dengan
a=
=
b = 0.5 - [ ( )
]
c = -4 ( )
,
=
-
=
,
=
=
,
=
=
Dari persamaan di atas, Wiggins (1983) memodifikasi persamaan (23) tersebut menjadi bentuk baru yang terdiri dari 3 bagian seperti persamaan berikut: R(
=A+B
+C
(3.22)
A= [
]
(3.23)
B=
–4[ ]
-2[ ]
C=
(3.24)
(3.25)
Persamaan (3.23) adalah untuk koefisien refleksi pada keadaan zero offset dan fungsi tersebut bergantung dengan densitas dan kecepatan gelombang P.
29
Persamaan (3.24) adalahh tingkat gradien yang dikalikan dengan
, dan
merupakan efek besar pada perubahan amplitudo sebagai fungsi offset. Persamaan ini bergantung pada perubahan kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, dan densitas. Persamaan (3.25) berupa kurva dan hanya bergantung pada perubahan kecepatan gelombang P. Persamaan ini dikalikan oleh
, namun berpengaruh
sangat kecil pada efek amplitudo sudut di bawah 30°. Fatti (1994) membuat persamaan untuk sudut
< 40° sebagai berikut: (3.26)
Dengan = 1+
,
[
= -8 ( ) ,
=4( )
],
*
+,
3.12 Klasifikasi dan Anomali AVO Koefisien refleksi memegang peran penting dalam analisis AVO,karena koefisien refleksi akan bervariasi terhadap perubahan offset. Amplitudo seismik juga merupakan representasi dari koefisien refleksi. Perubahan amplitudo selain dipengaruhi oleh offset, juga dapat dipengaruhi oleh perubahan kandungan fluida di dalam lapisan. Presentasi fluida dalam lapisan yang mengubah pola refleksi tersebut disebut sebagai anomali amplitudo. Secara teoritis, AVO ini dapat digunakan dengan baik untuk lapisan pasir.
30
3.12.1
Intercept
Intercept (A) merupakan nilai koefisien gelombang seismik pada zero offset atau sumbu sudut datang nol. Intercept merupakan suku pertama dari pendekatan Shuey terhadap persamaan Zoeppritz. R(
=
+*
Dengan A =
+ sin2
(3.27)
= koefisien Refleksi pada zero offset.
3.12.2 Gradient Gradient (B) merupakan kemiringan garis atau slope yang menggambarkan perubahan amplitudo relatif dengan sudut datang θ. Untuk mengetahui perubahan atau pengurangan amplitude terhadap offset, aribut ini harus digunakan dengan atribut intercept.
Gambar 3.6 Klasifikasi anomali AVO (Castagna,1998 )
31
Gambar 3.7 Kelas AVO dan AVO crossplot (Castagna, 1997)
Tabel 3.1 Klasifikasi anomali AVO (Castagna, 1997)