BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan membahas temuan hasil penelitian tentang peran perempuan single parent terhadap anak. Sebelumnya penulis menguraikan terlebih dahulu gambaran umum tingkat perceraian di kota Ambon, serta lokasi penelitian GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania. 3.1 Gambaran Umum Tingkat Perceraian Di Kota Ambon Secara umum penulis menemukan tingkat perceraian di kota Ambon semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam hasil penelitian penulis menemukan bahwa pada lima tahun terakhir jumlah perkara gugatan cerai di Pengadilan Negeri Ambon adalah sebagai berikut :1 Tahun 2011 :119 perkara Tahun 2012 : 123 perkara tahun 2013 : 116 perkara Tahun 2014 : 156 perkara Tahun 2015 (01 januari-29 mei) : 40 perkara Berdasarkan data tersebut maka menurut penulis realita fenomena single parent merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari dari dalam masyarakat.
1
Data Pengadilan Negeri Ambon 29 Mei 2015
3.2 Lokasi Penelitian Dan Identitas Responden Penelitian ini dilakukan di GPM Jemaat Rehoboth Sektor bethania yang berada pada kecamatan nusaniwe. Secara geografis, wilayah pelayanan GPM jemaat Rehoboth terbentang dari pesisir tanah lapang kecil menuju daerah perbukitan gunung nona dengan luas lebih kurang 1,45km2, dan terbagi dalam 18 sektor dengan membawahi 66 unit pelayanan. Masyarakat yang berdiam di wilayah GPM Jemaat Rehoboth terdiri dari berbagai suku-suku yang ada di Maluku maupun luar Maluku. Jumlah anggota jemaat tercatat sebanyak 9.059 jiwa, dengan mata pencaharian yang bervariatif yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS/Guru/Dosen/Dokter dan lain-lain) yakni sebesar 9,68 %, selanjutnya profesi sebagai pengusaha 5,66 %, karyawan perusahaan 4,41% , pension 3,23%, buruh 2,43%, TNI/Polri 1,20%. tingkat pendidikan juga bervariasi yakni S3 sebanyak 15 orang, S2 sebanyak 78 orang, S1 sebanyak 1,033 orang, diploma sebanyak 521 orang, SMU/SMK sebanyak 4,298 orang, SLTP sebanyak 1,301 orang, dan SD sederajat sebanyak 1,056 orang. Sektor Bethania Merupakan salah satu wilayah pelayanan GPM Jemaat Rehoboth yang terdiri dari 3 unit pelayanan dengan jumlah kepala keluarga 144. Dengan jumlah single parent perempuan 15kk dan single parent laki-laki sebanyak 7kk. Fenomena single parent merupakan salah satu permasalahan utama dalam sektor ini. Sampling yang relevan dengan penelitian ini hanya terdiri atas empat keluarga yang berstatus single parent. Berikut ini profil dari kempat responden dalam status single parent.
Tabel 1. Profil Responden 2 Profil
Responden I
Responden II
Responden III
Responden IV
Nama (disamarkan) Lulusan Terakhir Umur Jumlah anak Pekerjaan
Ane SMP 37 1 laki” Penjaga toko dan Penjual bensin 14 tahun
Ani SD 48 2 laki” Pembantu rumah tangga
Nyora
Ati SD 40 1 perempuan Penjual nasi kuning
17 tahun
15
Lama status SP
39 1 laki” Bidan
14
3.3 Deskripsi Hasil Penelitian Sebagaimana yang ditemukan dalam hasil wawancara mendalam (in-depth interview), maka penulis memaparkan empat cara responden memahami diri pada tataran idel dalam menjalankan peran sebagai sebagai single parent. Pertama adalah peran single parent sebagai pencari nafkah. Hal ini merupakan salah satu peran seorang perempuan yang kemudian bergumul dalam kehidupannya sebagai seorang yang memainkan peran sebagai sumber finasial (financial resource) demi penghidupan (livelihood) keluarga. Kedua, peran single parent sebagai seorang mentor melalui wadah pendidikan informal dalam lingkup keluarga. Ketiga, single parent memainkan peran seorang advocator sebagai seorang yang melakukan advokasi dalam kehidupan anak. Keempat, tiga peran diatas hendak mengarahakan seorang single
2
Bagian ini menguraikan data yang diperoleh penulis melalui hasil RENSTRA 2015. Diperoleh lewat Majelis Jemaat, pada tanggal 30 mei 2015
parent sebagai tokoh inspirasional bagi kehidupan anak atau dengan kata lain sebagai seorang teladan bagi anak.3 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terdapat kesenjangan antara pandangan ideal yang dimiliki single parent dengan realita yang terjadi dalam kehidupan mereka. Pasalnya, peran ini berupa gagasan yang diharapkan namun secara realisasi tidak terjadi dalam hidup dan kehidupan sebenarnya. Permasalahan ekonomi kerap melalaikan utilitas seorang ibu dalam mendidik dan mengasuh anak, karena perekonomian merupakan sebuah sentrum yang memainkan peran signifikan dalam keluarga. Hal ini acap kali menjadikan kesenjangan moral anak karena perekonomian menjadi sesuatu yang paradoksal dengan kesatuan makna keluarga single parent. Di satu sisi, single parent adalah seorang perempuan yang berperan dalam hal sumber daya finansial, namun di sisi lain pendidikan informal anak harus teroptimalisasikan. Berdasarkan interpretasi responden diatas terkait perannya sebagai perempuan single parent sesuai hasil wawancara mendalam dan observasi, maka Secara teoritis penulis hanya menemukan ada tiga ranah masalah yang dikemukakan oleh Mary Astuti, tetapi hasil penelitian ada lima ranah masalah yang akan dideskripsikan sebagai berikut : 3.2.1 Permasalahan Produktif Dalam penelitian masalah produktif single parent, penulis lakukan pada tiga responden. diketahui ketiga responden tidak memiliki pekerjaan tetap. Berikut ini data 3
Wawancara dengan keempat responden
reponden yang penulis dapati ialah. Ibu Ane (37), adalah single parent yang memiliki satu anak tanpa status pernikahan. Responden merantau ke kota
dan menetap
walaupun tidak memiliki rumah dan hanya menyewa rumah. Permasalahan ekonomi membuatnya harus keberja ekstra untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan anaknya. Responden memiliki dua pekerjaan yakni pada pagi sampai sore ia bekerja sebagai penjaga toko, dan malam hari ia bekerja sebagai penjual bensin eceran dipinggir jalan.4 Ibu Ani (48), adalah single parent yang ditinggal pergi oleh suaminya. Dulu kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh suaminya namun setelah suaminya pergi meninggalkannya bersama kedua anaknya ia terpaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dan anak pertamanya diberhentikan sekolahnya untuk membantunya bekerja, demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.5 Ibu Ati (40) adalah single parent ditinggal mati suaminya, akibat over dosis obat-obatan terlarang (narkoba). Ia bekerja sebagai penjual nasi kuning dimalam hari untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Berdasarkan hasil wawancara ketiga responden diatas tidak memiliki tempat tinggal. Mereka diketahui hanya tinggal di kos-kosan, rumah kontrakan, dan menempati rumah-rumah bekas kerusuhan yang tidak ditinggal
oleh pemiliknya.
Lulusan terakhir yang penulis dapati dari hasil wawancara dengan ketiga responden Ibu Ani dan Ati lulusan SD, sedangkan Ibu Ane lulusan SMP. 3.2.2
4 5
Permasalahan Reproduktif
wawancara dengan Ibu Ane, 19 mei 2015 wawancara dengan Ibu ani, 20 mei 2015
Permasalahan reproduktif memang dirasakan oleh ke empat responden yang memilih untuk tidak mau menikah lagi. Namun, permasalahan ini lebih menonjol dirasakan oleh responden ibu Nyora. Perempuan ini memiliki pekerjaan sebagai Bidan di salah satu rumah sakit di kota ambon. Perempuan ini dipandang cukup baik dalam masyarakat karena ia juga membantu persalinan bukan saja di rumah sakit tempatnya bekerja, namun di seputar daerah tempat tinggalnya (persalinan di rumah). Responden mengakui bahwa sering didesak orang tuanya untuk menikah lagi, sebab menurut mereka perempuan tidak baik hidup sendiri, dan perempuan membutuhkan suami (laki-laki) untuk melengkapi hidupnya. Namun, responden sering menolak sebab ia takut jika suaminya yang baru nanti tidak akan menerima statusnya sebagai single parent beranak satu, dan ketakutannya akan kebahagiaan anaknya kelak nanti tidak didapatkan jika ia menikah lagi. Hal ini yang menekan single parent dan membuat single parent merasa bahwa ia mampu menjalankan perannya sebagai single parent tanpa bantuan patner (suami).6 3.2.3
Permasalahan Sosial Masalah yang menonjol pada single parent dalam kehidupan sosial adalah
pada aspek kemampuan berkomunikasi, bertingkah-laku dan berhubungan dengan orang lain. Masalah yang muncul pada aspek ini adalah tidak ingin mengikuti kegiatan sosial bersama ibu-ibu di lingkungan. Seperti yang dirasakan oleh responden Ibu Ani :7
6 7
Wawancara dengan Ibu Nyora 22 mei 2015 Wawancara dengan Ibu ani 26 mei 2015
“saya sering digosipkan memiliki hubungan dengan suami dari majikan saya tempat saya bekerja, karena status saya sebagai janda ,sampai-sampai jika saya pulang larut malam dari rumah majikan saya, saya sering digosipkan dan jika suami istri yang adalah majikan saya bertengkar masyarakat sering mengkaitkan dengan saya”
Hal tersebut membuat responden tidak mau terlibat dalam kegiatan sosial dalam masyarakat karena ia merasa bahwa masyarakat memandangnya rendah karena statusnya sebagai single parent yang ditinggal pergi oleh suaminya. Ibu Ani adalah perempuan single parent yang ditinggal pergi suaminya dengan alasan untuk bekerja namun bertahun tahun tidak kembali. Akibatnya ia menjalani hidupnya sendiri untuk membiayai kedua anaknya. Ibu Ani jarang terlibat dalam kegiatan sosial dalam masyarakat karena ia mengaku sulit dalam membagi waktu dalam menjalankan perannya sebagai orang tua tunggal. Di samping itu ia juga merasa malu karena status yang disandangnnya”perempuan yang ditinggal pergi suaminya” . Aspek sosial secara eksternal berlaku pada masyarakat dalam lingkungan sekitar yang menggunakan single parent sebagai bahan intimidasi. Ironisnya, masyarakat tidak memikirkan bahwa masalah psikologi anak kerap diterpa oleh kabar yang tidak tahu dari mana asal-usulnya (hoax). Eksistensi single parent seakan menjadi kutukan bagi masyarakat dalam suatu domain tertentu karena oleh logika dominasi single parent identik dengan wanita rendahan. Bukan dari dalam masyarakat saja, Aspek sosial-internal oleh penulis di temukan dalam hasil penelitian yakni faktor dari dalam keluarga single parent itu
sendiri, bukan dalam artian keluarga single parent beserta anak tetapi lebih kepada mata rumah (keluarga besar). Pengakuan keluarga merupakan kerinduan single parent sebagai salah satu bagian mata rumah. Hal ini dirasakan oleh ketiga responden yang hidup dikota dan tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga untuk membantunya dalam menjalannkan peran. Responden Ibu Ani yang dari awal merantau di kota karena mengikuti suaminya. Pernikahannya di tentang oleh orang tuanya akhirnya orang tuanya tidak mau mengakuinya sebagai anak. Hingga saat ia ditinggal suaminya. Ia enggan menghubungi keluarganya sebab ia malu dengan kondisi yang dihadapi. Akhirnya ia tinggal sendirimembesarkan anaknya tanpa ada bantuan atau dukungan dari keluarganya. 3.2.4
Permasalahan Psikologis Perempuan Idealnya seorang anak memiliki sosok ayah dan ibu, namun karena menjadi
single parent perannya menjadi ganda yakni seorang ibu yang juga berperan sebagai sosok ayah dalam mendidik dan mengasuh anaknya. Dari hasil wawancara keempat responden mengakui stress dan cemas yang dialami karena beban kerja dalam menjalankan peran ganda dalam keluarga. Stress dan kecemasan yang dialami dari beberapa aspek yakni : 8 1.
Diri Sendiri Stress dan kecemasan yang timbul dari dalam diri single parent disebabkan karena bukan karena mereka merasa tidak mampu menjalankan peran mereka, namun berasal karena kemampuan yang berlebihan, yang dirasakan oleh single
8
Wawancara dengan keempat responden
parent sehingga berdampak pada cara mereka mendidik anak. single parent cenderung melampiaskan emosi terhadap anak jika mengalami stress ditempat kerja (Keempat Responden). 2.
Keluarga Stress juga dialami single parent dalam keluarga, salah satu responden yang diusir dari rumahnya karena hamil diluar nikah, yang merantau kekota membesarkan anak sendiri, dan harus menanggung segala beban hidup sendirian. (Ibu Ati)
3. Lingkungan Stress yang dialami single parent karena stereotype masyarakat yang memandang single parent sebagai status yang rendah, sehingga single parent menjadi bahan intimidasi dan diskriminasi masyarakat, hal ini membatasi ruang gerak single parent untuk menjalankan perannya tersebut. salah satu responden yang menjadi bahan perbincangan masyarakat dan sering dipandang sebagai perusak rumah tangga orang. (ibu ani) 3.2.5
Permasalahan Psikologis Anak Permasalahan psikologis anak berhubungan dengan pola pengasuhan yang
digunakan single parent dalam mendidik anak. Ditemukan ada bersifat permisif dan otoriter . Permisif single parent ditandai dengan cara perempuan dalam mendidik anak secara bebas. Kebebasan diberikan dengan batasan batasan yang sedikit. Dalam hal ini orang tua cenderung memanjakan anak, membenarkan setiap perbuatan anak, dan
jarang memberikan hukuman kepada anak. Kenyataan tersebut ditonjolkan dalam keluarga Ibu Nyora, anaknya diberikan kebebasan dalam menentukan apa yang dilakukannya, Kebebasan diberikan dengan batasan-batasan yang sangat sedikit. Dengan kata lain, kontrol orang tua terhadap perilaku anak sangat sedikit. Menurutnya:9 “saya bekerja untuk anak saya, untuk itu segala kebutuhan dan kemauan anak saya harus saya penuhi, saya tidak mau anak saya merasa kekurangan akibat tidak memiliki ayah”
Ibu nyora adalah single parent yang memiliki anak tanpa status pernikahan, ia bekerja sebagai Bidan disalah satu rumah sakit di Ambon. Ia mengaku sangat menyayangi anaknya sebab itu hasil buah cintanya bersama pria yang sangat ia cintai, yang sudah meninggal dua hari sebelum
pernikahan. Hal tersebut membuatnya
memberikan perhatian terhadap anaknya secara berlebihan, dalam hal memanjakan anak, memenuhi segala kemauan, dan membenarkan setiap perbuatan anaknya. Hal tersebut berdampak pada kepribadian anaknya, anak tumbuh menjadi anak yang susah diatur, dan sering terlibat tauran karena peran permisif yang diterapkan single parent terhadap anak. Otoriter single parent terhadap anak di tandai dengan aturan-aturan yang ketat, dan memaksakan kehendak agar anak mengikuti kemauan orang tua, kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi oleh single parent dan lebih banyak
9
Wawancara dengan Ibu Nyora
menggunakan hukuman jika anak berbuat salah. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Ati (40 tahun) : 10 “Dulu jika anak berbuat salah akan saya marahi, bahkan bila perlu akan saya jewer, dan jika saya rasa kenakalannya sudah keterlaluan saya tidak segansegan memukulnya. Pendidikan yang demikian membuat anak sangat takut kepada orang tuanya, jika tidak melaksanakan tugas yang diberikan atau melakukan kesalahan maka orang tuanya akan memarahi dan tidak segan-segan melakukan kekerasan fisik. Akibat peran otoriter yang diterapkan maka berdampak kepribadian anak. Sehingga mengakibatkan anak tumbuh menjadi anak berperilaku menyimpang. Seperti yang dikatakan Ibu Ati, bahwa akibat responden mengasuh anaknya dari kecil hingga remaja seperti itu, maka sekarang anaknya tumbuh menjadi anak yang suka membantah, jarang dirumah, terlibat tauran, dan suka berjudi dan mabuk-mabukkan. Ibu Ati adalah single parent yang memiliki dua anak, responden ditinggal mati suaminya akibat narkoba. Hal tersebut membuatnya keras dalam mendidik anak sebab ia takut anaknya berperilaku sama dengan suaminya dan terjerumus ke hal-hal yang negatif. Namun, saat anaknya tumbuh dewasa karena peran otoriter terhadap anak maka hal tersebut berdampak pada perilaku anaknya yang menyimpang. Anaknya yang perempuan cenderung pendiam dan jarang bergaul sedangkan anak laki-lakinya berperilaku menyimpang, yakni sering terlibat tauran, mabuk-mabukan serta suka berjudi. 10
wawancara dengan ibu ati 30 mei 2015