BAB III RELAI JARAK
3.1.
UMUM
Tenaga listrik merupakan suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga listrik yang sangat tinggi dapat dipenuhi dengan suatu sistem interkoneksi jaringan daya secara berkesinambungan seperti sistem interkoneksi Jawa- Bali. Hal ini berdampak pada sistem interkoneksi yang semakin rumit, sehinggga diperlukan suatu sistem proteksi yang dapat diandalkan untuk mendukung kestabilan sistem tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, peralatan proteksi harus beroperasi dengan kecepatan yang tinggi dan dapat menyeleksi gangguan yang terjadi. Pada suatu sistem transmisi proteksi yang umumnya digunakan adalah relai jarak. Gambar 3.1 merupakan relai jarak type AREVA MICOM P543, dan indikasi relai dapai dilihat pada table 3.1
19
20
Gambar 3.1 Relai jarak AREVA MICOM P543
Tabel 3.1 Indikasi relai jarak no
Indikasi
Arti Indikasi
Keterangan
1 2 3
TRIP ALARM OUT OF SERVICE HEALTY Phase A Phase B Phase C Aided Trip Zone 1 Zone 2 Zone 3
Trip Alarm Tidak aktif
Relai member printah trip Terjadi gangguan pada relai Relai dalam kondisi tidak siap operasi Relai dalam keadaan normal Terjadi gangguan pada fasa A Terjadi gangguan pada fasa B Terjadi gangguan pada fasa C Terima signal dari GI lawan Gangguan terjadi pada Zone 1 Gangguan terjadi pada Zone 2 Gangguan terjadi pada Zone 3
4 5 6 7 8 9 10 11
3.2
Sehat Trip A Trip B Trip C Terima Signal Zone-1 Zone-2 Zone-3
Prinsip Pengukuran Jarak
Relai jarak digunakan sebagai pengaman utama ( main Protection ) pada SUTT / SUTET dan sebagai backup untuk seksi didepan. Relai jarak bekerja dengan mengukur besaran impedansi (Z). Transmisi dibagi menjadi beberapa daerah cakupan
21
yaitu Zone-1, Zone-2, Zone- 3 seperti terlihat pada gambar 3.1 , serta dilengkapi juga dengan teleproteksi ( TP ) sebagai upaya agar proteksi bekerja selalu cepat dan selektif di dalam pengamanannya.
Gambar 3.2 Daerah Pengamanan Relai Jarak
Relai jarak mengukur tegangan pada titik relai dan arus gangguan yang terlihat dari relai, dengan membagi besaran tegangan dan arus, maka impedansi sampai titik terjadinya gangguan dapat di tentukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.3.
22
Gambar 3.3 Gangguan didalam dan luar Daerah Pengamanan
Untuk gangguan di B ( batas pengamanan ), tegangan yang diukur di A ialah : =
…………………………………………………………(3.1)
.
Perbandingan antara tegangan dan arus gangguan di A : ………………………………………………………....(3.2)
=
Untuk gangguan di F1 ( di dalam pengamanan ) , tegangan yang diukur di A ialah : =
.
…………………………………………………………(3.3)
Perbandingan antara tegangan dan arus gangguan di A : =
…………………………………………………………(3.4)
23
Karena
<
dan
Untuk gangguan di =
.
>
, maka
< Z relai akan bekerja
( diluar pengamanan ) , tegangan yang diukur di A ialah : ………………………………………………..………..(3.5)
Perbandingan antar tegangan dan arus gangguan di A : …………………………………………………………(3.6)
= Karena
>
dan
< , maka
> Z relai tidak akan bekerja. Untuk gangguan
didaerah pengamanan relai akan bekerja sedangkan untuk gangguan diluar daerah pengamanannya relai tidak akan bekerja.
3.3
Cara Pengukuran Jarak
Relai jarak secara keseluruhan harus dapat mendeteksi semua jenis gangguan, baik gangguan antar fasa maupun gangguan satu fasa ketanah, dengan batas daerah pengamanan yang benar. Pada dasarnya cara pengukuran impedansi sampai ketitik gangguan oleh relai jarak adalah dengan cara mengukur tegangan dan arus yang terganggu, maka tegangan dan arus dari fasa yang terganggu yang masuk ke relai lah yang digunakan untuk mengukur impedansi sampai ke titik gangguan tersebut. Bila ditinjau dari macamnya, gangguan hubung singkat dapat dibedakan menjadi : -
Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa ( L-L-L )
Gambar 3.4. Gangguan hubung singkat tiga fasa
24
Untuk gangguan tiga fasa seperti terlihat pada gambar 3.4, didapat bahwa untuk pengukuran jarak sampai ketitik gangguan adalah dengan mengukur tegangan fasa dan arus fasa yang masuk ke relai. Impedansi yang diukur relai jarak pada saat terjadi gangguan hubung singkat tiga fasa adalah sebagau berikut : Vrelai = VR Irelai = IR ZR Dimana,
= VR/IR ……………………………………………...………(3.7) ZR = Impedansi terbaca oleh relai VR = Tegangan fasa ke netral IR = Arus fasa
-
Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ( L – L )
Gambar 3.5. Gangguan hubung singkat dua fasa
Untuk gangguan dua fasa seperti terlihat pada gambar 3.5, didapat bahwa untuk pengukuran jarak sampai ke titik gangguan adalah dengan mengukur tegangan antar fasa yang tergangu, dan selisih arus – arus yang terganggu yang masuk ke
25
relai. Maka pengukuran impedansi untuk hubung singkat antara fasa S dan T adalah sebagai berikut : V relai
= VS – VT
I relai
= IS – IT
Sehingga , = ( VS – VT ) / ( IS – IT )
ZR Dimana,
…………………………(3.8)
ZR = Impedansi terbaca oleh relai
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 3.2
Tabel 3.2 Tegangan dan arus masukan relai untuk gangguan hubung singkat dua fasa Fasa yang terganggu
Tegangan
Arus
R–S
VR – VS
IR - IS
S–T
VS – VT
IS – IT
T–R
VT – VR
Ir – it
-
Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah ( L – G )
Gambar 3.6. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah
26
Untuk mengukur impedansi pada hubung singkat satu fasa ke tanah terlihat pada gambar 3.6, tegangan yang dimasukan ke relai adalah tegangan yang terganggu, sedangkan arus fasa yang terganggu di tambah arus sisa dikali factor kompensasi. Misalnya terjadi gangguan hubung singkat satu fasa R ke tanah, maka pengukuran impedansi dilakukan dengan cara sebagai berikut : Tegangan pada relai
:
V relai = VR
Arus pada relai
:
I relai = IR + K0.In
Arus netral
:
In = IR+IS+IT
Kompensasi urutan nol
:
K0 = 1/3 ( Z0-Z1/Z1)
ZR = VR/(IR+K0.In) ………………………………………………..(3.9) Dimana,
3.4
ZR = Impedansi terbaca oleh relai
Karakteristik Relai Jarak
karakteristik relai jarak merupakan penerapan langsung dari prinsip dasar relai jarak. Berikut ini adalah beberapa karakteristik relai jarak : a. Karakteristik impedansi Ciri – cirinya :
Merupakan lingkaran dengan titik pusatnya ditengah – tengah , sehingga mempunyai sifat non directional. Untuk diaplikasikan sebagai pengaman SUTT perlu ditambahkan relai directional.
Mempunyai keterbatasan mengantisipasi gangguan tanah high resistence.
27
Gambar 3.7 Karakteristik Impedansi
b. Karakteristik Mho Ciri – cirinya :
Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional
Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah high resistance
Gambar 3.8 Karakteristik Mho
28
c. Karakteristik Reaktance Ciri – cirinya :
Karakteristik reaktance mempunyai sifat non directional. Untuk aplikasi di SUTT perlu ditambah relai directional.
Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka relai reactance dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.
Gambar 3.9 Karakteristik Reaktance
d. Karakteristik Quadrilateral
Karakteristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 macam komponen yaitu : reactance, berarah , resistif
Dengan seting jangkauan resistif cukup besar , maka karakteristik relai quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.
Umumnya kecepatan relai lebih lambat.
29
Gambar 3.10 Karakteristik quadrilateral
3.5
Syarat Utama Relai Jarak Relai jarak harus mempunyai sifat – sifat khusus sebagai berikut : a. Dapat menentukan letak arah gangguan Relai harus dapat menentukan letak gangguan yang terjadi, apakah didepan relai ( daerah yang diamankan ) atau dibelakang relai, dimana relai ini tidak dapat bekerja. b. Dapat mengukur arah letak gangguan Relai ini harus dapat mengukur daerah letak gangguan, apakah terletak di dalam atau diluar jangkauannya. c. Adanya beban maksimum tidak boleh masuk ke dalam daerah pengamanan.
30
3.6
Relai Jarak dengan Tiga Tingkat Pengamanan
Batas pengamanan dari relai jarak adalah daerah batas, tadi bukan merupakan titik tertentu. Panjang daerah batas ini dipengaruhi oleh adanya kesalahan – kesalahan trafo arus ( CT ), kesalahan trafo tegangan ( PT ), kesalahan relai itu sendiri dan kesalahan pada data panjang saluran transmisi. Untuk itu pada umumnya relai jarak settingnya menggunakan menjadi tiga tingkat ( zone ) pengamanan agar daerah pengamanannya dapat tetap mempunyai selektifitas yang baik, terlihat pada gambar 3.11. Daerah pengamanan pertama yang selanjutnya disebut zone I atau digunakan untuk mengamankan kurang dari panjang saluran yang diamankan, pengurangan ini disebabkan adanya daerah batas, dan diperhitungkan sedemikian rupa, sehingga kesalahan yang ada tidak menyebabkan timbulnya jangkauan lebih, jangkauan daerah pengamanan diharapkan dapat maksimal mencapai ujung saluran transmisi yang diamankan, tanpa menjadi tumpang tindih dengan zone 1. Daerah tingkat pengamanan kedua yang selanjutnya disebut zone II atau digunakan untuk mengamankan sisa saluran transmisi yang belum diamankan oleh zone I, sekaligus juga sebagai pengaman rel diujung saluran yang diamankan. Dengan perhubungan tersebut, maka penyetelan zone II harus dapat mencapai rel ujung saluran transmisi, karena pada zone II ini terjadi tumpang tindih dengan zone I pengamanan seksi berikutnya, maka waktu kerja relai harus diperlambat dengan niai waktu tertentu. Daerah tingkat pengamanan ketiga yang selanjutnya disebut zone III atau merupakan pengaman cadangan untuk relai seksi berikutnya sehingga daerah pengamanannya diusahakan sampai ke ujung seksi berikutnya.Karena zone III ini
31
juga tumpang tindih dengan zone II pengamanan seksi berikutnya, maka waktu kerja relai diperlambat lagi dengan nilai waktu tertentu pula. Dengan uraian – uraian kesalahan yang dapat mempengaruhi jangkauan relai , yaitu :
Kesalahan CT sebesar ± 5%
Kesalahan PT sebesar ± 5%
Kesalahan relai itu sendiri sebesar ± 5%
Factor keamanan sebesar ± 5%
Z3 Z2 A Z1
∆t
∆t
B
C
S
ZL1
ZL2
F21
Gambar 3.11Relai jarak dengan tiga tingkat pengamanan
3.6.1
Penyetelan Zone I
Daerah ini harus mencakup daerah sejauh mungkin dari saluran yang diamankan, tetapi tidak boleh melampaui saluran didepannya,terliha seperti pada gambar 3.12. Dengan mempertimbangkan adanya kesalahan – kesalahan dari data saluran, CT, PT, dan peralatan lainnya sebesar 20% , zone I mulai di set 80% dari panjang saluran yang diamankan.
32
= 0.8
…………………………………………………………….…….(3.10)
Gambar 3.12 Daerah penyetelan relai jarak tiga tingkat
3.6.2
Penyetelan Zone II
Dasar pemilihan zone II adalah berdasarkan pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut :
Daerah ini harus pasti dapat menjangkau sisa saluran yang diamankan zone I atau jangkauan zone II harus mengcover melebihi busbar di GI-B, maka zone II minimum adalah 120% dari
. Jangkauan zone II juga
harus mengcover penghantar didepannya dan berfungsi sebagai pengaman cadangan jauh distance relai di GI-B, maka zone II maksimum harus menjangkau 80% jaringan didepan yang paling pendek , (
+ 80%
maks = 80%
)
min = 1,2
………………………………………………(3.11)
33
mak = 0,8% (
) …………………..……………(3.12)
+ 0,8
Dimana : = Impedansi saluran yang diamankan = Impedansi saluran berikutnya yang terpendek ( dalam Ω )
3.6.3
Penyetelan Zone III
Dasar pemilihan zone III adalah berdasarkan pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut :
Daerah ini diusahakan dapat meliputi seluruh seksi berikutnya ( harus mencapai “ far dan bus “ terpanjang ) sehingga didapat penyetelan zone III min = 1,2
+
)
mak = 0,8 (
+ 0,8 (
……………………………………..…(3.13) + 0.8
)
…………………..……(3.14)
Dimana : = Impedansi saluran yang diamankan = Impedansi saluran berikutnya yang terpanjang
3.7
Menentukan Impedansi Sekunder
Data dari saluran transmisi merupakan data pada sisi primer, sedang relai pada sisi sekunder, dengan rangkaian relai jarak seperti pada gambar 3.13 : ZP = Impedansi sisi primer
CT
ZP
ZS = Impedansi sisi sekunder PT
CT = Trafo arus Relai
ZS
Gambar 3.13 Rangkaian relai jarak
PT = Trafo tegangan
34
Untuk dapat melakukan penyetelan relai, maka data impedansi pada sisi primer (ZP) dikonversikan ke sisi sekunder, yaitu menjadi impedansi sisi sekunder (ZS). =
3.8
.
…………………………………………………..……………(3.15)
Pola Proteksi
Agar gangguan sepanjang SUTT dapat ditripkan seketika pada kedua sisi ujung saluran, maka relai jarak perlu dilengkapi fasilitas teleproteksi. Berikut ini adalah beberapa macam teleproteksi : a) Pola Dasar ( Basic Scheme ) Ciri – ciri Pola dasar :
Tidak ada fasilitas PLC
Untuk lokasi gangguan 80 – 100 % relai akan bekerja zone II yang waktunya lebih lambat ( tertunda )
b) Pola PUUT ( Permissive Underreach Transfer Trip ) Prinsip kerja dari pola PUUT :
Pengiriman sinyal trip ( carrier send ) oleh relai jarak zone I
Trip seketika oleh teleproteksi akan terjadi bila relai jarak zone II bekerja disertai dengan menerima sinyal. ( carrier receipt )
Bila terjadi kegagalan sinyal PLC maka relai jarak kembali ke pola dasar.
c) Pola POTT ( Permissive Overreach Transfer Trip )
Pengiriman sinyal trip ( carrier send ) oleh relai jarak zone I
35
Trip seketika oleh teleproteksi akan terjadi bila relai jarak zone II bekerja disertai dengan menerima sinyal. ( carrier receipt )
3.9
Bila terjadi kegagalan sinyal PLC maka relai jarak kembali ke pola dasar.
Kinerja PMT Sewaktu Terjadi Gangguan
Karena relai yang bekerja akhirnya mengirim sinyal untuk mentrip PMT, maka kondisi PMT sangat menentukan keberhasilan sistem proteksi. Disamping itu kinerja PMT juga harus diperhatikan, berikut ini kinerja PMT yang perlu diamat iadalah : a) Kecepatan pembukaan kontak – kontak PMT b) Kondisi kontak – kontak PMT, apakah masih lancar atau tidak, karena hal ini dapat mempengaruhi proses pemutusan busur listrik pada PMT. c) Keserempakan pembukaan kontak – kontak PMT, hal ini berkaitan dengan mekanisme PMT dan kondisi setiap kontak.