BAB III PROSES DAN METODOLOGI 3.1
Persiapan Pelaksanaan KLHS
Persiapan pelaksanaan KLHS, dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang dihadiri beberapa SKPD terkait, perwakilan masyarakat dan pihak lain yang mendukung kegiatan penyusunan KLHS. Pertemuan ini dilakukan pada tanggal 14 Januari 2013. Pertemuan tanggal 14 Januari 2013 ini membicarakan beberapa hal yang penting, yaitu: 1.
Status persetujuan substansi RTRW Kabupaten Aceh Selatan sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya.
2.
Diskusi terkait pemangku lintas kepentingan (multi-stakeholder forum) yang selama ini menjadi mitra Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan.
3.
Pembahasan rencana kerja, peran dan tanggung jawab para pihak yang akan berpartisipasi di dalam proses KLHS dan proses pelaksanaan KLHS yang didukung oleh kajian Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER); analisis KLHS ini disertai dengan penilaian analisis untuk menyusun kajian SPER. Hal ini ditujukan untuk memasukan pertimbangan perubahan iklim dalam penyusunan KLHS.
4.
Rencana pendokumentasian rangkaian kegiatan KLHS dan SPER, serta akses publik dalam proses KLHS.
5.
Pengumpulan data dan informasi awal yang diperkirakan dibutuhkan pada saat menyusun KLHS, diantaranya Draft Ranqanun RTRW, Materi Teknis RTRW, Aceh Selatan Dalam Angka, dan lain sebagainya.
3.2
Identifikasi dan Pelibatan Pemangku Kepentingan
Salah satu prinsip KLHS adalah “partisipatif”, dimana proses penyusunan KLHS dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP). Identifikasi dan Pelibatan pemangku kepentingan pada proses penyusunan KLHS, diawali dengan pembentukan Tim KLHS Kabupaten yang juga melibatkan perwakilan masyarakat, kemudian pada setiap
28
lokakarya yang diadakan selama proses penyusunan KLHS dilibatkan perwakilan masyarakat. Pemilihan peserta lokakarya merupakan peran dari Bappeda Kabupaten Aceh Selatan selaku penanggung jawab kegiatan. Sementara itu masukan untuk pemilihan peserta diberikan oleh para pihak yang mendukung kegiatan ini.
3.3
Identifikasi dan Pelingkupan Isu Strategis KLHS
Identifikasi dan Pelingkupan Isu Strategis dilakukan dalam sebuah lokakarya yang melibatkan pemangku kepentingan. Tim Kerja KLHS mempelajari materi teknis RTRW Kabupaten Aceh Selatan (Matek RTRW) serta berbagai data dan informasi terkait kondisi fisik, lingkungan, kependudukan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya untuk keperluan penyusunan pra pelingkupan. Diskusi dengan metode brainstorming dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil prapelingkupan dan menggali isu-isu lain yang belum tercantum pada hasil prapelingkupan tersebut. Aplikasi kartu metaplan menjadi alat bantu dalam proses diskusi ini. Hasil diskusi identifikasi isu strategis ini kemudian menjadi bahan bagi proses pelingkupan. Hasil pra pelingkupan (disajikan pada Lampiran 3) digunakan oleh Tim Kerja KLHS dan Pemangku Lintas Kepentingan sebagai bahan diskusi lebih lanjut. Hasil pelingkupan isu-isu strategis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Alih fungsi lahan hutan 2. Frekuensi banjir yang masih sering terjadi 3. Pertambangan yang tidak ramah lingkungan 4. Perubahan penggunaan lahan pertanian 5. Hama dan Penyakit tanaman Pala 6. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan 7. Persediaan kayu olahan terbatas 8. Kearifan lokal memudar 9. Pendidikan lingkungan 10. Penegakan hukum lingkungan yang lemah 11. Konflik penggunaan lahan. Setelah proses pra-pelingkungan dilakukan, tahap berikutnya adalah proses pelingkungan terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan. Pada tahap ini dilakukan seleksi atau pemilihan terhadap isu strategis yang paling prioritas/signifikan. Proses pelingkungan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
29
Memeriksa duplikasi terhadap berbagai isu strategis yang diidentifikasi pada tahap pra-pelingkupan. Hal ini dilakukan sebagai satu langkah awal sebelum memeriksa isu-isu ini menggunakan kriteria strategis. Memilih isu strategis yang paling signifikan berdasarkan kriteria strategis yang ditetapkan, yaitu: (1) bersifat lintas sektor; (2) bersifat lintas wilayah; (3) potensi dampak kumulatif & efek ganda; serta (4) berdampak negatif jangka panjang jika tidak diselesaikan. Setiap isu strategis yang diidentifikasi diberi nilai berdasarkan keempat kriteria yang ditetapkan tersebut. Memilih isu yang memiliki dimensi keruangan untuk dianalisis lebih jauh. Setelah melalui proses kajian dan penilaian berdasarkan keempat kriteria yang ditetapkan di atas, Tim Kerja KLHS menetapkan isu strategis pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Selatan. Konsultasi publik dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan masukan dari publik yang lebih luas terkait dengan isu-isu strategis ini. Konsultasi public dilakukan pada tanggal 16 November 2013 dan menghasilkan 4 (empat) isu strategis pembangunan berkelanjutan, yaitu: 1. Frekuensi banjir yang masih sering terjadi 2. Pertambangan yang tidak ramah lingkungan 3. Alih fungsi lahan sawah untuk perkebunan 4. Sebaran Hama dan Penyakit tanaman Pala yang Makin Meluas
3.4
Analisis Data Dasar (Baseline Analysis)
Setelah tahap pelingkungan isu strategis pembangunan berkelanjutan, tahap berikutnya yang dilakukan adalah melakukan kajian Analisis Data Dasar (baseline analysis). Analisis data dasar ini diperlukan untuk mendukung identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan yang telah dilakukan. Dalam proses ini dibutuhkan data dan informasi yang mendukung setiap isu strategis pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan. Hal ini diperlukan untuk proses verifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan hasil proses pelingkupan sebelumnya. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai SKPD terkait, data primer yang dikumpulkan oleh SKPD terkait, catatan masyarakat, data empiris stakeholders secara kualitatif, dan lain sebagainya.
30
Metode yang digunakan pada proses analisis data dasar adalah analisis kecenderungan terhadap parameter dan indikator yang terkait dengan tiap isu strategis. Analisis data dasar untuk setiap isu strategis memuat deskripsi sebagai berikut: 1) Gambaran Isu Strategis, dimaksudkan untuk menjelaskan kondisi/fakta dan masalah isu dimaksud; lokasi isu strategis, faktor penyebab isu yang terkait dan implikasi masalah dimaksud. 2) Analisis Kecenderungan, dimaksudkan untuk menjelaskan proses yang muncul dan berkembangnya masalah yang dimaksud semenjak 5 tahun yang lalu di masing-masing lokasi, kelompok masyarakat yang mengalami kerugian akibat masalah dimaksud; apakah masalah dimaksud sudah mencapai titik kritis; mengapa masalah ini cenderung meningkat, apakah karena pembiaran? 3) Perkiraan kecenderungan pada masa yang akan datang, dimaksudkan untuk menjelaskan prakiraan 5 tahun yang akan datang apabila masalah tersebut tidak ditangani; bagaimana akumulasi kerugian (finansial dan lingkungan hidup), kelompok masyarakat yang mengalami kerugian; apakah memang masalah dimaksud tidak dapat dicegah dan/atau ditanggulangi dan/atau dipulihkan?. 4) Rangkuman atau kesimpulan hasil analisis kecenderungan 5) Analisis kecenderungan didukung dengan data tabuler, grafik, peta, grafik, dan lain sebagainya. 3.4.1 Isu Strategis : Frekuensi banjir yang masih sering terjadi Dengan kondisi topografi, geologi, dan curah hujan, wilayah Kabupaten Aceh Selatan relatif rawan terhadap ancaman bencana alam terutama banjir di daerah dataran banjir. Sebagai daerah yang memiliki DAS cukup banyak, Kabupaten Aceh Selatan juga rawan terhadap bahaya banjir, terutama banjir sungai. Sebagian besar banjir terjadi di kawasan paparan banjir, yaitu yang berada di sepanjang sisi sungai-sungai yang mengalir di Kabupaten Aceh Selatan. Kawasan dataran rendah di bagian Selatan Kabupaten Aceh Selatan juga dikenal sebagai daerah rawa yang memang merupakan kawasan paparan banjir. Selain itu, curah hujan di kawasan Selatan relatif cukup tinggi. Data klimatologi menunjukkan curah hujan di wilayah Selatan ini juga didominasi dengan curah hujan yang cukup tinggi, yaitu 3500 – 3750 mm/tahun.
31
Data Bappeda Kabupaten Aceh Selatan 2010 menunjukkan daerah-daerah yang rawan terhadap banjir tersebar di Kecamatan Samadua, Sawang, Kluet Selatan, Kluet Utara, Trumon, Trumon Timur, Tapaktuan, dan Meukeuk. Beberapa lokasi rawan banjir juga merupakan daerah rawan erosi dan longsor. Diduga kondisi topografi dan geologi di kawasan Aceh Selatan mempengaruhi kejadian longsor dan erosi yang berakibat pada banjir bandang. Data Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka 2010 menunjukkan tahun 2009 tercatat kejadian banjir sebanyak 29 kali dan tersebar di 11 kecamatan. Frekuensi kejadian banjir terbanyak terjadi di Kecamatan Bakongan, Kota Bahagian, Trumon dan Trumon Timur. Kejadian banjir tahun 2008 tercatat sebanyak 35 kali, sedang tahun 2007 tercatat sebanyak 16 kali. Jumlah korban akibat kejadian bencana alam, terutama banjir terbanyak terjadi pada tahun 2008 dibanding tahun 2009 dan 2007. Pada tahun 2009, data Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka 2010 mencatat jumlah korban yang terkena dampak sebanyak 64.658 jiwa, sedang pada tahun 2009 mencatat jumlah korban yang terkena dampak banjir 10.462 jiwa. Sedangkan jika ditinjau dari kelas lerengnya, meskipun 46% wilayah Kabupaten Aceh Selatan merupakan dataran rendah dengan kemiringan di bawah 25%, namun sebagian besar merupakan kawasan rawa dengan tingkat curah hujan yang tinggi sehingga rawan terjadi banjir (Gambar 6). Kawasan di bagian paling selatan Kabupaten Aceh Selatan merupakan SM Rawa Singkil, sehingga kawasan Trumon dan sekitarnya juga merupakan kawasan rawa. Sementara kawasan Kluet dan sekitarnya yang merupakan kawasan dataran rendah diindikasikan merupakan daerah rawa. Tabel 5 menggambarkan banjir yang terjadi setiap tahunnya berdasarkan catatan beberapa media.
32
Gambar 6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Aceh Selatan Tabel 5 : Catatan Media Bencana Banjir di Aceh Selatan Kejadian Banjir 10 Mei 2013
2 Desember 2012
Lokasi dan Deskripsi Kecamatan Sawang, Kluet Tengah, Kluet Utara, Kota Bahagia, Bakongan, dan Kluet Selatan. Ribuan rumah terendam banjir hingga ketinggian 2,5 meter.
Trumon - ketinggian air mencapai 1 hingga 2 meter, evakuasi korban dilakukan dari tiga wilayah dalam kecamatan Trumon, yakni wilayah Cot Bayu, wilayah Ie Jerneh, dan Padang Harapan.
Sumber Merdeka.com 11 Mei 2013 http://www.merdeka.co m/peristiwa/ribuanrumah-terendam-banjirdi-aceh-seorang-bocahtewas.html Badan SAR Nasional http://www.basarnas.go. id/index.php/baca/berita /1729/banjir-kembalidatang-di-trumon-acehselatan
33
Kejadian Banjir 1 Desember 2011
3 Oktober 2010
1 Desember 2010
Lokasi dan Deskripsi
Sumber
Kota Bahagia dan Bakongan - delapan desa di Kecamatan Kota Bahagia dan dua desa di Kecamatan Bakongan dilanda banjir besar. Kecamatan Kota Bahagia meliputi Desa Butong, Ujung Gunong Rayeuk, Ujong Gunong Cut, Ujong Tanoh, Jambo Kepok, Alur Dua Mas, Rambong dan Desa Buket Gadeng. Sedangkan di Kecamatan Bakongan meliputi Desa Ujung Padang dan Gampong Drien. Banjir akibat meluapnya Krueng Bakongan ini juga telah mengakibatkan lima desa di wilayah itu terisolir, yakni Desa Beutong, Ujong Tanoh dan Ujong Pulo Cut, Alur Dua Mas dan Jambo Kepok. Ketinggian air 1 – 2 meter. Banjir di 5 kecamatan yaitu Kec. Kluet Tengah, Kec. Kluet Utara, Kec. Kluet Timur, Kec. Kluet Selatan dan Kec. Bakongan.
Serambi Indonesia, 2 Desember 2011 http://aceh.tribunnews.c om/2011/12/02/banjirlanda-kota-bahagia-danbakongan
Kecamatan Trumon dan Trumon Timur. Banjir akibat luapan sungai Singkil karena curah hujan tinggi. Desa yang terpapar banjir: Desa Lhok Raya, Cot Bayu, Desa Seuneubok Jaya, Ujong Tanoh, dan Padang Harapan. Kecamatan Trumon dan Trumon Timur
Pertengahan November – awal Desember 2008 Sumber: Disarikan oleh Tim KLHS dari Berbagai Media
Berita Kementerian Kesehatan, Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, 4 Oktober 2010 http://penanggulangankr isis.depkes.go.id/article/ view/6/958/Banjir-diKabupaten-AcehSelatan.htm Surya Online, 2 Desember 2010 http://surabaya.tribunne ws.com/2010/12/02/ba njir-aceh-selatan-kianparah Jejak dari http://hutantersisa.blogspot.com/200 9/04/refleksi-daribanjir-aceh.html
Kawasan Rawan Banjir di Kabupaten Aceh Selatan tersebar hampir setiap kecamatan dengan tingkat potensi banjir sangat ringan seluas 18.477,19 ha (4,41%) dan potensi banjir ringan seluas 16.584,12 ha (3,96%) yang berada di Kecamatan Bakongan, Trumon, dan Trumon Timur.
34
Gambar 7. Kondisi Banjir di Kecamatan Trumon Tahun 2011 Tabel 6 : Sebaran dan Luas Kawasan Rawan Banjir di Aceh Selatan Luas No.
Kecamatan
Total (ha)
Luas Wilayah Potensi Banjir Tidak Berpotensi Banjir (ha)
Berpoensi Banjir Sangat Ringan (ha)
Berpotensi Banjir Ringan (ha)
1.
Trumon
47.253
45.995,08
-
1.257,92
2.
Trumon Timur
42.285
28.349,77
-
13.935,23
3.
Bakongan
16.100
14.272,02
437,01
1.390,97
4.
Bakongan Timur
12.809
12.809
-
-
5.
Kluet Selatan
15.211
8.366,05
6.844,95
-
6.
Kluet Timur
26.327
24.406,9
1.920,10
-
7.
Kluet Utara
14.656
12.184,16
2.471,84
-
8.
Pasieraja
56.729
54.896,56
1.832,44
-
9.
Kluet Tengah
28.472
28.309,64
162,36
-
10.
Tapaktuan
9.268
8.742,18
525,82
-
11.
Samadua
9.670
8.968.78
701,22
-
12.
Sawang
18.267
17.396,23
870,77
-
13.
Meukek
40.830
38.598,64
2.231,36
-
14.
Labuhanhaji
4.374
4.192,01
181,99
-
15.
Labuhanhaji Timur
8.538
8.016,10
521,90
-
16.
Labuhanhaji Barat
8.025
6.524,47
1.500,53
-
17.
Kota Bahagia
11.300
-
-
-
18.
Trumon Tengah
30.400
-
-
-
Aceh Selatan
400.510
322.024,59
20.202,27
16.584,12
Sumber: SLHD Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2011
Potensi Banjir ini terjadi pada musim penghujan, yaitu Bulan Nopember sampai Bulan Maret. Ketinggian air bisa mencapai satu meter pada kawasan 35
dengan potensi banjir ringan.Potensi banjir di Kecamatan Bakongan, Trumon, dan Trumon Timur sebagian besar disebabkan oleh perubahan penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan dan sebagian juga terjadi alih fungsi dari hutan menjadi perkebunan sawit. Kecenderungan banjir akan semakin tinggi di masa akan datang, mengingat pembangunan yang akan semakin berkembang di daerah ini. 3.4.2 Isu strategis : Pertambangan yang tidak ramah lingkungan Potensi pertambangan di Aceh Selatan meliputi pertambangan mineral dan batuan (galian C). Pertambangan mineral diantaranya adalah emas, besi, timah, tembaga, airraksa, dsb); sedang potensi pertambangan batuan diantaranya sirtu dan tanah urug. Salah satu kegiatan pertambangan yang telah beroperasi di Kabupaten Aceh Selatan adalah perusahaan PT. Pinang Sejati Utama, tepatnya di Kawasan Gunung Desa Simpang Dua, Menggamat Kecamatan Kluet Tengah. Saat ini aksi penambangan illegal marak terjadi di Aceh Selatan, akibatnya, pemerintah mengalami kerugian yang besar serta mengancam keselamatan warga di sekitar penambangan tersebut. Kegiatan pertambangan, terutama pertambangan ilegal cenderung dilakukan dengan cara yang tidak ramah lingkungan, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Laporan SLHD menggambarkan sejumlah dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegitan pertambangan. Tabel 7 menunjukkan lokasi dan dampak lingkungan akibat kegiatan penambangan batuan; sedang Tabel 8 menunjukkan dampak dari kegiatan penambangan mineral. Berbeda dengan kegiatan penambangan batuan, kegiatan penambangan bahan mienral mengakibatkan dampak yang lebih luas, meliputi kegiatan penggalian, pencucian, pengangkutan, dan pengolahan. Tabel 7 : Lokasi dan Dampak Penambangan Batuan Bahan Tambang 1. Sirtu
Lokasi
Dampak
Desa Seneubok Keranji Kecamatan Bakongan + 1.782.274.000,0 m3; Desa Pinto Rimba Kecamatan Trumon dengan Deposit + 302.920,000,0 m3, Desa Tepi Gunung Kecamatan Kluet Utara + 45.675.000,0
Dampak dari kegiatan penambangan Pasir/tanah urug: Penurunan permukaan air sungai yang mengakibatkan banyak saluran irigasi tidak teraliri sehingga menyebabkan keringnya lahan pertanian di beberapa tempat ; Rusaknya beberapa bangunan sungai yang sangat vital, seperti rusaknya Dam yang disebabkan oleh penambangan pasir yang terlalu dekat, rusaknya pondasi Jembatan Krueng Baroe Kecamatan Labuhanhaji
36
Bahan Tambang
2.
Tanah urug
Lokasi
Dampak
m 3; Desa Pulo Ie II Kecamatan Kluet Utara + 31.298.750,0 m3 dan Desa Ladang Rimba Kecamatan Trumon dengan Deposit + 19.918.000,0 m3. Gunung Kemenyan Kecamatan Kluet Selatan + 2.002.781.000,0 m3) Desa Paya Ateuk Kecamatan Pasieraja + 96.861.900,0 m3 Kampung Pisang Kecamatan Labuhanhaji + 53.676.000,0 m3 Desa Ie Mirah Kecamatan Kluet Utara + 25.015.200,0 m3 di Desa Pulo Ie II Kecamatan Kluet Utara dengan deposit + 19.574.900,0 m3
kemungkinan disebabkan kegiatan penambangan di sekitar tiang-tiang penyangga jembatan. Penurunan permukaan sungai mempengaruhi penurunan permukaan air sumur penduduk; Hilangnya gundukan pasir di pantai yang berguna sebagai benteng alam yang efektif terhadap ancaman terjadinya abrasi atau gelombang pasang. Penambangan Pasir pada Lahan Sawah atau Pekarangan, bila penambangan pasir di sawah dekat dengan irigasi teknis akan memberikan dampak, diantaranya adalah hilangnya top soil tanah sehingga lahan menjadi tidak subur dan rusaknya jaringan irigasi teknis yang dapat mempengaruhi aliran air ke lahan-lahan yang lain. Sedangkan penambangan pasir di pekarangan akan berdampak pada hilangnya kesuburan tanah sehingga terjadi peningkatan luas lahan kritis. Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan batu: meningkatnya kerawanan terhadap bahaya longsor, hilangnya keseimbangan ekosistem lokal; kemungkinan adanya kepunahan organisme endemik ekosistem perbukitan batu kapur ; munculnya konflik dengan masyarakat sekitar lokasi penambangan yang disebabkan oleh: peningkatan kerawanan terhadap bahaya longsor yang dapat mengancam permukiman mereka, peningkatan kebisingan, getaran dan konsentrasi partikel debu yang disebabkan oleh kegiatan penambangan yang dapat menurunkan kualitas udara sekitar, lalu lintas kendaraan berat yang dapat menimbulkan kerawanan gangguan lalu lintas, peningkatan konsentrasi partikel debu, kebisingan dan getaran serta kerusakan sarana dan prasarana jalan
Sumber: SLHD Kabupaten Aceh Selatan 2011
Tabel 8 : Lokasi dan Dampak Penambangan Mineral Bahan Galian B Tembaga
Lokasi (a). 4 km Barat Laut Tapaktuan; (b). 16 km Barat Laut Panton Luas; (c). 15 km Barat laut Tapaktuan bagian
Dampak Dampak-dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan sebagai berikut : 1). Kerusakan habitat dan biodiversity
37
Bahan Galian B
Emas Besi
Timah Air Raksa
Lokasi utara; (d). 1 km Tenggara Tapaktuan; (e). 12 km Timur Laut Tapaktuan bagian Timur; (f). 15 km timur laut Tapaktuan bagian timur; (g). 15 km Tenggara Air Pinang. Labuhanhaji a). Desa Panton Luas Tapaktuan, dan (b). 15 km Tenggara Desa Air Pinang. Lokasi Deposit pasir besi terdapat di Kecamatan Samadua Desa Panton Luas, Barat Laut Kecamatan Tapaktuan. Krueng Simpali Kecamatan Tapaktuan dan Batu Bara sebelah Timur Kota Tapaktuan.
Dampak pada lokasi pertambangan. 2). Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan. 3). Perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan. 4). Stabilitas site dan rehabilitasi. 5). Limbah tambang dan pembuangan tailing. 6). Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing. 7). Peralatan yang digunakan, limbah padat, limbah rumah tangga. 8). Emisi udara. 9). Debu. 10). Perubahan iklim. 11). Konsumsi energi. 12). Pelumpuran dan perubahan aliran sungai. 13). Buangan air limbah dan air asam tambang. 14). Limbah B3 dan bahan kimia. 15). Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja. 16). Kebisingan. 17). Radiasi. 18). Keselamatan dan Kesehatan kerja. 19). Toksisitas logam berat. 20). Peninggalan budaya dan situs arkeologi 21). Kesehatan masyarakat dan pemukiman di sekitar tambang.
Sumber : SLHD Kabupaten Aceh Selatan 2011
Kegiatan pertambangan umum, misalnya pertambangan emas di beberapa tempat di Kabupaten Aceh Selatan, telah menghasilkan sejumlah limbah padat dan cair yang berupa tailling dari hasil pengolahan bahan tambang. Kebiasaan ini berdampak terhadap perubahan pola hidrologi sekitar kegiatan, perubahan peruntukan lahan dan sungai, penurunan kualitas air sungai dan air tanah, serta penurunan keanekaragaman hayati. Pemerintah harus bersikap bijak untuk menanggapi kemungkinan akan timbulnya pencemaran sungai akibat penambangan emas rakyat. Salah satu obyek yang berpotensi terjadi pencemaran merkuri adalah Sungai Krueng Kluet dan Krueng Sawang karena di hulu Sungai tersebut terdapat penambangan emas rakyat menggunakan merkuri. Jika jatuh ke air akan memunculkan reaksi lanjutan (residu) yang jika diuraikan bakteri akan
38
menjadi senyawa beracun bernama metil mercury (CH3 Hg). Apabila merkuri yang jatuh ke air melalui sisa-sisa ikatan tambang emas sampai ke dasar sungai, sifatnya sudah beracun (toksin). Pada manusia, dampaknya bisa mengenai kinerja saraf tubuh sebagaimana terjadi di tragedi Minamata Jepang. Karenanya badan sungai yang diduga menjadi aliran pergerakan merkuri perlu diantisipasi sedini mungkin. Pada saat proses pengolahan ternyata juga cukup rawan bagi kesehatan manusia. Mereka yang membakar emas yang menggunakan mercury, terancam gangguan saluran pernafasan karena udara yang dihirup masuk hingga menuju paru-paru. Kecenderungan masa depan untuk kegiatan penambangan ini diperkirakan akan semakin tinggi, hal ini dilihat dari potensi kandungan bahan galian yang masih dinilai cukup banyak dan diminati masyarakat. 3.4.3 Isu strategis : Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Perkebunan Lahan pertanian di Kabupaten Aceh Selatan meliputi lahan untuk budidaya padi (padi sawah dan padi ladang), sayur-sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan, dan areal yang dikembangkan untuk budidaya perairan (kolam ikan dan tambak). Lahan pertanian di Kabupaten Aceh Selatan umumnya berada di wilayah dataran rendah pada jalur yang sempit di sepanjang pantai dan sebagian kecil bukit-bukit yang berbatasan dengan daerah pesisir. Lahan pada jalur yang sempit tersebut sekitar 15% dari total areal kabupaten. Sisanya 85% dari areal kabupaten merupakan perbukitan dan pegunungan yang sebagian besar merupakan bagian dari kawasan hutan. Komoditi kelapa sawit saat ini menjadi potensi untuk pengembangan perkebunan di Kabupaten Aceh Selatan. Kelapa sawit mulai menjadi primadona setelah komoditi lada sejak dicanangkannya penggalakan kebun kelapa sawit oleh Pemerintah Provinsi Aceh untuk pengurangan kemiskinan pada sekitar tahun 2008. Pada saat itu Pemerintah Provinsi Aceh mendorong kegiatan perkebunan kelapa sawit dengan membagikan benih kelapa sawit kepada masyarakat. Perkebunan kelapa sawit umumnya berada di bagian Selatan Kabupaten Aceh Selatan, yaitu di Kecamatan Bakongan, Kota Bahagia, Trumon, Trumon Timur, Trumon Tengah, Kluet Timur, Kluet Selatan, dan Kluet Tengah. Perkebunan kelapa sawit yang kelola oleh masyarakat banyak ditanam di lereng gunung dan berbatasan dengan TNGL (Gampong Pucuk Lembang). Data terkait dengan kondisi perkebunan kelapa sawit di Aceh Selatan masih terbatas. Berikut ini tabel data produksi dan luasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Selatan.
39
Tabel 9 : Jumlah Produksi dan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Kelapa Sawit
2006
2008
2009
2010
2011
Produksi (Ton)
1.640
8.294
2.456
14.797
21.010
Luas Lahan Rakyat (Ha) Luas Lahan Sawit (Ha) Sumber: BKPM Nasional dan SLHD Aceh Selatan
2012
7.299
17.150
5.848
Dari tabel di atas terlihat bahwa produksi kelapa sawit di Aceh Selatan meningkat tajam pada tahun 2010 dan 2011, dan diperkirakan jumlah produksi tersebut akan terus meningkat di masa akan datang. Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola masyarakat berjumlah sekitar 30% dari luas lahan perkebunan kelapa sawit sedangkan sebagian besar lainnya dikelola perusahaan perkebunan.
Luas areal irigasi (ha)
Berdasarkan keterangan stakeholder pada lokakarya telaah dampak muatan RTRW, diketahui bahwa sebagian masyarakat mengalihkan lahan sawahnya menjadi perkebunan kelapa sawit atau mengalihkan lahan kebunnya yang sebelumnya ditanami tanaman kebun lainnya menjadi kelapa sawit. Data yang mendukung hal ini adalah data penurunan lahan sawah, walaupun tidak seluruhnya berubah menjadi kelapa sawit, namun setidaknya dikatakan sebagian berubah menjadi kebun kelapa sawit. 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Teknis Semi teknis Sederhana Total
2007
2009
2010
2011
Gambar 8. Penurunan Luas Sawah di Aceh Selatan Tahun 2007 – 2011
40
Kondisi yang demikian menjadikan kekhawatiran, bila berlanjut terus, utamanya dampak yang terkait dengan produksi padi dan tanaman pangan lainnya, selain juga kerusakan lingkungan yang diperkirakan disebabkan oleh kebun kelapa sawit. 3.4.4 Isu strategis : Sebaran hama dan penyakit tanaman pala yang semakin meluas Salah satu produk unggulan Kabupaten Aceh Selatan adalah Pala. Tanaman Pala di Aceh Selatan merupakan tanaman kebun yang paling banyak ditanam oleh masyarakat. Dari total luas tanaman pala di Provinsi Aceh, sebanyak lebih kurang 87 persen berasal dari Aceh Selatan. Pada masa lalu perawatan tanaman yang minim namun nilai buah yang tinggi menjadikan tanaman Pala menjadi sumber penghasilan utama bagi sebagian besar petani di Aceh Selatan. Jumlah produksi pala Aceh Selatan mengalami fluktuasi dalam sepuluh tahun tahun terakhir, seperti terlihat pada bagan berikut ini : 5000
4650
4500
4096
4000 3500 3000
3389
3168 3131 2836
3643 3714
3909 3909
4168
2654
2500 2000 1500 1000 500 0
Gambar 9. Produksi Tanaman Pala tahun 2000 – 2011
Bagan di atas memperlihatkan kecenderungan produksi pala yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Bila diperhatikan terdapat kurun waktu dimana terjadi penurun yang signifikan, misalnya 2001 – 2003, dan tahun 2008 – 2009. Penyebab penurunan produksi tersebut, menurut stakeholder pada diskusi telaah dampak, salah satunya disebabkan hama dan penyakit tanaman pala. Lebih jelasnya dapat dilihat perkembangan luas lahan tanaman pala dalam sepuluh tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada bagan berikut:
41
Gambar 10. Luas Lahan Pala Aceh Selatan
Keterangan : TBM : Tanaman Belum Menghasilkan TM : Tanaman Menghasilkan TR : Tanaman Rusak Data tersebut di atas memperlihatkan bahwa luas lahan pala terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari jumlah TBM yang meningkat, bahkan meningkat signifikan pada tahun 2007. Data tersebut juga memperlihatkan jumlah tanaman rusak (TR) yang terus menurun. Apabila dihubungkan antara bagan 8 dan bagan 9 di atas, diperkirakan penyebab penurunan produksi ditahun 2001 – 2003 disebabkan banyaknya tanaman yang rusak. Jenis hama yang kerap mengganggu tanaman pala adalah hama penggerak batang (kumbang Batocera hercules) yang menyerang batang tanaman. Ulat ini sangat cepat berkembang biak dan menyerang batang tanaman segala usia. Hal ini diperkirakan karena mulai hilangnya burung murai batu, murai kampong, cempala, dan beberapa jenis burung lain pemakan hama ulat. Masalah lainnya adalah hadirnya penyakit akar yang menyerang akar tanaman pala, yaitu jamur akar putih (Rigidoporus microporus) dan jamur akar hitam (Rosselina pepo). Penyakit ini sangat mematikan, satu pohon pala yang terkena penyakit ini akan mati hanya dalam hitungan hari. Walaupun jumlah tanaman rusak terus menurun, namun hal ini tetap mengkhawatirkan dan merugikan sebagian masyarakat di Aceh Selatan, utamanya bagi masyarakat yang hanya menggantungkan mata pencahariannya pada tanaman pala.
42
3.5 Identifikasi Muatan RTRW terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Tim KLHS Aceh Selatan melakukan kegiatan identifikasi muatan RTRW yang memiliki potensi dampak negatif terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan pada kegiatan lokakarya yang diselenggarakan pada tanggal 22 – 24 Mei 2013 di Kota Tapaktuan, yaitu di ruang aula Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Aceh Selatan. Proses identifikasi muatan RTRW dimulai dengan mengidentifikasi program dalam materi teknis RTRW yang terkait dengan isu strategis. Keterkaitan dinilai berdasarkan dampak dari program tersebut terhadap setiap isu strategis. Selanjutnya telaah detail dilakukan terhadap program yang dinilai dapat memberikan dampak negative terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan. Secara umum muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang dikaji meliputi: 1) Rencana Struktur Ruang, yang terdiri atas:
Rencana pusat-pusat pelayanan/kegiatan yang berisi penetapan pusat-pusat kegiatan/pelayanan secara berhirarki;
Rencana sistem jaringan prasarana utama, yang berisi rencana sistem jaringan transportasi, meliputi sistem transportasi darat dan sistem transportasi udara;
Rencana sistem jaringan prasarana lainnya, yang berisi rencana sistem jaringan energi/kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem sumberdaya air, dan sistem prasarana lainnya;
2) Rencana Pola Ruang, yang merupakan alokasi distribusi ruang bagi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. 3) Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), yang berisi penetapan 7 (tujuh) KSK yang ditetapkan berdasarkan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Lingkup identifikasi muatan RTRW adalah untuk memahami keterkaitan rencana tata ruang (struktur dan pola ruang) dan program-program perwujudan ruang dengan isu strategis KLHS. Sebagai panduan diskusi pada lokakarya ini, digunakan beberapa pertanyaan uji berikut ini: 1) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan kejadian seperti banjir, longsor dan kekeringan ?
43
2) Apakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan ? 3) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan sulitnya dipenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya alam yang mendasar seperti bahan pangan dan air bersih? 4) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan gangguan terhadap ekosistem yang berfungsi lindung ? 5) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kehidupan makhluk hidup lain dan keseimbangannya dengan kehidupan manusia? Berdasarkan hasil diskusi pada lokakarya tersebut, terdapat 11 (sebelas) muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang diidentifikasikan memberikan dampak terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Selatan sebagaimana terangkum pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel10 : Rangkuman Identifikasi Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang Terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan No
Muatan RTRW Kab. Aceh Selatan
A.
Rencana Struktur Ruang
1.
Pengembangan Sistem Pusat Kegiatan
2.
Isu Strategis 1
a. Pengembangan PKL Tapaktuan
b. Pengembangan PKLp Bakongan
2
3
4
Pengembangan jaringan jalan baru pada 6 (enam) ruas, yaitu: a. ruas Despot Keude Trumon – Cut Bayu
b. ruas Buloh Seuma – Kuala Baru
c. ruas Alue Rumbia – Simpang Tiga
d. ruas Bukit Mas – Alue Saya
e. ruas Brahan – Seuneubok Keranji
f. ruas Seunebok Keranji – Laot Bangko
B.
Rencana Pola Ruang
1.
Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas 22.400 Ha yang dikembangkan pada kawasan APL
2.
Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas 15.600 Ha yang dikembangkan pada kawasan hutan yang diusulkan untuk perubahan status
3.
Kawasan peruntukan pertambangan, yang meliputi: Potensi pertambangan Emas di Lab. Haji Timur, Kluet
44
No
Muatan RTRW Kab. Aceh Selatan
Isu Strategis 1
2
Potensi pertambangan Tambang Bijih Besi di Trumon Tengah, Luet Tengah, Trumon Timur, Meukek, Sawang, Pasieraja
Potensi pertambangan Galena/Timah Hitam di lokasi: Bakongan, Kota Bahagia
Potensi pertambangan Batubara di lokasi: Pasieraja dan Tapaktuan
3
4
Tengah, Pasieraja, Sawang, Meukek, Samadua
Sumber: Hasil kajian Tim KLHS, 2013 Keterangan Isu Strategis: Isu 1 = Peningkatan frekuensi banjir Isu 2 = Penambangan yang tidak ramah lingkungan Isu 3 = Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Perkebunan Isu 4 = Hama/penyakit tanaman pala
3.6
Dokumentasi Dan Penjaminan Mutu
3.6.1 Dokumentasi Permen Lingkungan Hidup No. 09/2011 menyebutkan mengenai dokumentasi proses KLHS. Proses-proses KLHS perlu didokumentasikan, dengan tujuan membuka akses bagi publik untuk menilai dan menanggapi khususnya dari sisi substansi. Tim KLHS Kabupaten melakukan dokumentasi pada proses penyusunan KLHS, dokumentasi ini berupa berita acara dan catatan hasil lokakarya/konsultasi publik. Selanjutnya sebuah laporan KLHS sebagai hasil akhir dari proses penyusunan KLHS dipersiapkan. Karena keterbatasan sumberdaya, dokumentasi ini belum dipublikasikan secara luas. Bagi masyarakat yang memerlukan dokumentasi ini dapat menghubungi pihak Bappeda Kabupaten Aceh Selatan. 3.6.2 Penjaminan Mutu Penjaminan mutu KLHS sebagaimana dimuat dalam Permen LH No. 09/2011 adalah sebuah upaya untuk memastikan bahwa proses KLHS sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme atau tahapannya, termasuk substansi hasil KLHS telah direkomendasikan. Pelaksanaan penjaminan mutu menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program itu sendiri. Publik dan pihak lain yang berkepentingan dapat melakukan penilaian mutu KLHS. Dalam proses penyusunan KLHS ini, Tim KLHS menggunakan Permen LH 09/2011 sebagai panduan untuk memeriksa penjaminan mutu penyusunan
45
KLHS. Secara umum hal yang diperhatikan dalam memastikan mutu pelaksanaan KLHS antara lain: 1. kejelasan tujuan kebijakan, rencana dan/atau program; 2. kejelasan perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan; 3. keterkaitan antara kebijakan, rencana, dan/atau program dengan isu strategis; 4. kejelasan rumusan alternatif penyempurnaan dan rekomendasi; 5. kelengkapan dokumentasi; dan 6. terlaksananya seluruh proses KLHS.
46