BAB III PERSEPSI ORANG JAWA TENTANG NIKAH DI BULAN MUHARRAM MENURUT ADAT JAWA
A. Sekilas Desa Bambangkerep Di bawah ini akan diungkapkan gambaran umum tentang keadaan wilayah desa Bambangkerep Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang di mana penulis mengadakan penelitian tentang : 1. Kondisi Geografis Bambangkerep merupakan salah satu wilayah Kota Semarang yang mana Kota tersebut seluruhnya dibagi menjadi beberapa wilayah kecamatan. Adapaun desa Bambangkerep ini mempunyai garis batas wilayah yaitu : a. Sebelah Utara
: Kelurahan Purwoyoso
b. Sebelah Selatan
: Kelurahan Kedungpane
c. Sebelah Barat
: Kelurahan Ngaliyan
d. Sebelah Timur
: Kelurahan Kelipancur
Luas wilayah desa Bambangkerep adalah 322 Ha. Yang mana daerah yang seluas itu terdiri dari beberapa bagian. Untuk lebih terperincinya di sini penulis akan uraikan yaitu terdiri dari tanah pertanian yang meliputi : a. Padi dan palawija
: 2 ha. Ton
b. Sayur-mayur
: 3 ha. ton
c. Buah-buahan
: 5 ha. ton
Mengenai iklim desa Bambangkerep terdiri dari iklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau seperti daerahdaerah di Indonesia pada umumnya. Dengan suhu udara rata-rata + 30 o C sedangkan banyaknya curah hujan antara 2-413 mm/th, ketinggian tanah dari permukaan laut 30 m dan sedangkan topografi (dataran rendah) : dataran tinggi. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan) a. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan
: 3 km
b. Jarak dari pusat pemerintahan Administratif
:-
c. Jarak dari Ibu Kota Kotamdya Daerah Tingkat II : 8 Km d. Jarak dari Ibu Kota Propinsi Daerah Tingkat I
: 10 Km
e. Jarak dari Ibu Kota Negara
: 528 Km.1
2. Kondisi Demografi a. Jumlah Penduduk Menurut data laporan monografi tahun 2003, bahwa penduduk di desa Bambangkerep terdiri dari : a. Jenis Kelamin 1. Laki-laki
: 888 orang
2. Perempuan
: 1. 870 orang
b. Kepala keluarga
: 863 KK
c. Kewarganegaraan
:
1. WNI 1
: 3. 758 orang
Data diperoleh dari pemerintahan desa Bambangkerep Kecamatan Ngaliyan Kodya Semarang pada tanggal 22 Desember 2003
2. WNA
: - orang
3. Jumah Penduduk menurut Agama a. Islam
: 3. 279 orang
b. Kristen
:
738 orang
c. Katolik
:
400 orang
d. Hindu
:
1 orang
e. Budha
:
- orang
Mengenai sarana peribadatan (tempat ibadah) dapat dilihat di bawah ini : a. Jumlah masjid
: 3 buah
b. Jumlah Mushalla
: 6 buah
c. Jumlah Gereja
: 1 buah
d. Jumlah Pura
: - buah
e. Jumlah Wihara
: - buah
Apabila kita lihat data di atas
maka dapat diketahui bahwa
penduduk desa Bambangkerep Kecamtan Ngaliyan Kota Semarang adalah agamanya mayoritas Islam. Masjid sebagai sarana peribadatan bagi umat Islam di samping untuk menjalankan ibadah shalat biasanya juga dipergunakan sebagai tampat pendidikan atau pengajian-pengajian baik itu pengajian anak, remaja maupun orang tua. 4. Menurut Pendidikan Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan umur lima tahun ke atas sebagai berikut : 1. 04 – 06 tahun
: 267 orang
2. 07 – 12 tahun
: 278 orang
3. 13 – 15 tahun
: 294 orang
4. 16 – 19 tahun
: 335 orang
di samping itu ada juga masyarakat di desa Bambangkerep yang menuntut ilmu di lembaga-lembaga
pendidikan non-formal seperti pesantren-
pesantren, baik di daerah sendiri maupun di luar daerahnya. Ada juga yang menuntut ilmu di madrasah-madrasah diniyah. Adapun jumlah penduduk tingkat pendidikan : a. Lulusan Pendidikan Umum : 394 b. Lulusan pendidikan Khusus : 148 5. Menurut Mata Pencaharian Sebagaimana pada daerah-daerah lainya penduduk di desa Bambangkerep mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mengingat desa Bambangkerep sebagian besar merupakan lahan pertanian yang digunaka untuk bercocok tanam penduduk. Baik berupa sawah atau perkebunan maka tidak mustahil apabila sebagian besar pendapatan ekonomi penduduk berasal dari hasil pertanian, seperti padi, jagung, kedelai dan sebagainya terutama sekali bagi mereka yang berada di daerah-daerah yang tanahnya subur. Jika ada yang mempunyai pekerjaan lain sebagai mata pencaharian pokonya inipun masih bertani, hal itu sebagai usaha cadangan bila terjadi kepailitan. Di samping itu ada peternak sapi, kerbau, kambing, ayam, atau yang lainnya selain itu ada juga yang bermata pencaharian dari sektor buruh bangunan, industri, pedagang,
jasa dan lain-lain. Berikut ini akan penulis lampirkan data-data perincian mata pencaharian desa Bambangkerep segagai berikut: Jumlah penduduk menurut mata pencaharian: a. Karyawan
: 65 orang
b. Wiraswasta
: 169 orang
c. Petani
: 817 orang
d. Pertukangan
: 293 orang
e. Buruh
: 811 orang
f. Pensiunan
: 23 orang
g. Nelayan
: - orang
h. Pemulung
: - orang
i. Jasa
: 21 orang
B. Sekilas Penanggalan Adat Jawa Sebelum penulis memberi batasan pengertian tentang ‘neptu’, maka ada baiknya jika diketahui sejak kapan sebenarnya masalah neptu ini dipakai di kalangan masyarakat suku Jawa. Kalau oang Yunai ataupun Romawi kuno pandai meramal dengan menggunakan pedoman planet-planet, maka sejak dahulu bangsa Jawa-pun telah pandai meramal dengan berpedoman pada neptu hari dan neptu pasaran, neptu bulan serta neptu tahun. Maka ramalan itu wajar bila ada yang benar dan ada yang salah. Hanya karena mereka tekun dalam penelitian dan mencatat peristiwa-peristiwa yang dianggap perlu, maka penelitian itu kemudian
dijadikannya patokan. Lalu patokan-patokan ini dihubungkan dengan penanggalan-penanggalan adat Jawa.2 Kepandaian orang Jawa dalam “hal neptu hari, pasaran, bulan, dan petung tahun” sudah dikenal sejak lama. Menurut catatannya, bermula dari tahun 1387 dari tahun Jawa. Ada pula yang mengatakan bahwa bermula dari kerajaan Majapahit, sejak Hayam Wuruk menjadi Raja.3 Di sini ada beberapa buku yang akan kami ketengahkan sehubungan dengan masalah penanggalan-penanggalan atau neptu-neptu tersebut. Bukubuku itu di antaranya adalah : 1. Primbon Betal Jemur Adammakna Primbon ini disusun oleh R. Soemodidjojo dari Tjakraningrat, KPH. Adapun mengenai isi dari primbon ini : Pertama memuat rumusan neptu hari, pasaran bulan dan tahun, dikaitkan dengan perhitungan perkawinan (petung poso tohan salakirabi = Jawa) Kedua, dalam buku ini membahas masalah slametan-slametan di antaranya slametan ijab qabul, slametan orang mengandung, mulai dari mengandung umur satu bulan sampai dengan melahirkan bayi, puput pusar, pemberian nama hingga bayi tersebut “disapih” (tidak disusui lagi) oleh ibunya. Kelompok ketiga dari buku ini berisi sesuatu yang berkiatan dengan masalah obat-obatan tradisional untuk orang laki-laki, untuk orang perempuan dan 2 3
L.Canifah AG, Primer dan Horoskop, CV. Bintang Pelajar, t. th., hlm. 7 Ibid
untuk anak-anak dan memuat pula tentang ilmu jiwa (yaitu penilaian terhadap watak seseorang sesuai dengan hari serta pasaran dari kelahiran mereka) dan lain-lainnya yang tak perlu kami sebutkan, sebab kurang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini. 2. Primbon Lukmanakim Adammakna Primbon ini merupakan lanjutan dari primbon Betal Jemur Adammakna, dihimpun oleh Ny. Siti Woeryan Soemodiyah Noeradya. Primbon ini juga diterbitkan oleh penerbit “Soemadidjojo Mahadewa”. Adapun isi dari primbon ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa sub kelompok yaitu : a. Memuat masalah “kaweruh umur panjang ( yuswo widodo)”. b. Sastro Gending pasa tohan. Dalam sastra gending inilah akan banyak kita jumpai penggunaan neptu. c. Perhitungan perkawinan (poso tohan sala kirabi) dan jalannya raga hari. d. Perhitungan-perhitungan lain yang ada kaitannya dengan aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya mendirikan rumah dan lain-lain. 3. Primbon dan Horoscop Primbon ini disusun oleh L. Chanifah AG. Diterbitkan oleh CV. Bintang Pelajar, tanpa tahun. Adapun mengenai isinya dapat dikelompokkan dalam beberapa sub kolompok seperti berikut : a. Pengetahuan masalah masalah neptu serta segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah perkawinan.
b. Ilmu jiwa wanita (penilaian pribadi wanita berdasarkan hari kelahiran, postur tubuh atau yang lainnya) dan juga ilmu jiwa utuk pria. c. Jimat-jimat dan mantera-mantera d. Horoskop pria dan wanita 4. Primbon Sodo Guru Primbon ini dihimpun oleh SPH Handanamangkara, diterbitkan oleh penerbit CV “ Indah Jaya” Sala. Isi primbon Sodo Guru ini dapat digolongkan ke dalam beberapa sub kelompok sebagai berikut : a. Ilmu Jiwa ( Penilaian pribadi seseorang berdasarkan hari kelahirannya) b. Pedoman awal hari dan pasaran, sasi dan tahun. c. Perhitungan perkawinan, rejeki dan jalannya naga hari dan tahun, dan hari anggara kasih. d. Perhitungan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan misalnya “nglamar, temu manten”, dan sebagainya. 5. Primbon Jawi Lengkap Primbon ini dihimpun oleh Ki Buro, diterbitkan oleh Penerbit UD. Mayasari, Solo. Isi buku primbon Jawi ini dapat digolongkan ke dalam beberapa sub kelompok sebagai berikut : a. Neptu hari, pasaran, bulan Jawa dan tahun Jawa serta masa tutup tahun Jawa yang ditaburkan untuk melaksanakan hajat perkawinan. b. Bulan yang dianggap baik dan cukup untuk melaksanakan hajat perkawinan serta hidup matinya bulan jawa.
c. Perhitungan jumlah neptu pengantin pria dan wanita, perhitungan hari dan weton pengantin pria dan wanita dan perhitungan menurut jumlah weton pengantin pria dan wanita. d. Tanggal naas dan tanggal Jawa yang sangar, tidak diperbolehkan untuk melaksanakan hajat perkawinan dan sebagainya. 6. Adat dan upacara perkawinan daerah Jawa Tengah, buku monografi daerah Jawa Tengah. Kedua buku yang terakhir ini sengaja tidak kami kemukakan mengenai keseluruhan isi dari buku tersebut. Buku ini adalah sebagai pelengkap dalam penyusunan skripsi ini. Adapun kedua buku ini disusun oleh Tim Peneliti Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Kebudayaan Daerah, Dekdikbud. Dalam buku adat dan upacara perkawinan daerah Jawa Tengah dicantumkan masalah neptu ini pada halaman tiga puluh delapan. Sedangkan dalam buku monografi daerah Jawa Tengan, masalah neptu ini tercantum pada halaman tujuh puluh tiga. Itulah buku-buku yang kami ketengahkan, yang di dalamnya mengungkap masalah penanggalan (neptu), guna kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Untuk selanjutnya pembahasan ini akan penulis ketengahkan masalah kegunaan neptu dalam adat istiadat Jawa. Dalam adat istiadat Jawa, neptu merupakan salah satu faktor amat penting, hal ini karena erat hubungannya dengan aktivitas kehidupan sehari-
hari. Di ataranya adalah untuk memperhitungkan atau menentukan pelaksanaan di hari pernikahannya. Adapun perhitungan (petung Jawa) neptu hari, pasaran, sasi dan tahun yang menurut perhitungan pujangga Jawa adalah sebagai berikut : Neptu hari : (Neptu dina : Jawa) Akad
neptune
:5
Senen
neptune
:4
Selasa
neptune
:3
Rabu
neptune
:7
Kamis
neptune
:8
Jum’at
neptune
:6
Setu
neptune
: 9. 4
Kliwon
neptune
:8
Legi
neptune
:5
Pahing
neptune
:9
Pon
neptune
:7
Wage
neptune
: 4. 5
neptune
:7
Neptu pasaran :
Neptu Bulan (Neptu sasi : Jawa) Sura 4
Tjakraningrat, KPH, Primbon Betal Jemur Adammakna, (dihimpun oleh R. Soemodidjoj), Soemadidjoyo maka dewa, Yogyakarta, hlm. 7 5 Ibid
Sapar
neptune
:2
Rabiul Awal
neptune
:3
Rabiul Akhir
neptune
:5
Jumadil Awal
neptune
:6
Jumadil Akhir
neptune
:1
Rejeb
neptune
:2
Ruwah
neptune
:4
Poso
neptune
:5
Sawal
neptune
:7
Dulkaidah
neptune
:1
Besar
neptune
: 3.6
Alip
neptu
:1
Ehe’
neptu
:5
Jimawal
neptu
:3
Je’
neptu
:7
Dal
neptu
:4
Be’
neptu
:2
Wawu
neptu
:6
Jimakir
neptu
: 3. 7
Neptu tahun (Neptu Windu : Jawa)
6 7
Ibid. Ibid., s
Bila mana neptu hari, neptu pasaran, neptu bulan dan neptu tahun seseorang telah dapat diketahui, maka tinggallah memperhitungkan pengaruh
apakah yang timbul dari neptu itu terhadap diri seseorang
berkaiatan dengan hari kelahirannya. Orang
Jawa
telah
membuat
catatan-catatan
perhitungan
perkawinan melalui dari hari kelahiran seseorang (Jawa : weton) dengan mempertemukan neptunya. Dari hasil perhitungan inilah dibuat catatan ketentuan-ketantuan yang bersifat ketelitian (Jawa : Titen) terutama rizki, sakit, atau nasib dan sebagainya. Berikut
keterangan contoh-contoh
perhitungan perkwinan yang dapat penulis kutib dari beberapa buku primbon. Petung Pasatohan Salakirabi : Wetone penganten lanang wadon, neptune dino lan pasaran digungung , banjur kabage 9, lanang turah pira, wadon turah pira, yen turah: 1 lan 1 becik kinasihan 1 lan 2 becik 1 lan 3 kuat, adoh rejekine 1 lan 4 akeh bilahine 1 lan 5 pegat 1 lan 6 adoh sandang pangane 1 lan 7 sugih satra 1 lan 8 kasurang-surang 1 lan 9 dadi pangauban
2 lan 2 slamet akeh rejekine 2 lan 3 gelis mati siji 2 lan 4 akeh godane 2 lan 5 akeh bilahine 2 lan 6 adoh sandang pangane 2 lan 7 anake akeh mati 2 lan 8 cepak rejekine 2 lan 9 sugih rejekine 3 lan 3 mlarat 3 lan 4 akeh godane 3 lan 5 gelis pegat 3 lan 6 oleh nugraha 3 lan 7 akeh bilaine 3 lan 8 gelis mati siji 3 lan 9 kalah siji 4 lan 4 kerep lara 4 lan 5 akeh rencanane 4 lan 6 sugih rejekine 4 lan 7 mlarat 4 lan 8 akeh pangkalane 4 lan 9 kalah siji 5 lan 5 tulus begjane 5 lan 6 cepak rejekine
5 lan 7 tulus sandang pengane 5 lan 8 akeh sembekalane 5 lan 9 kalah siji 6 lan 6 cepak rejekine 6 lan 7 rukun 6 lan 8 sugih satra 6 lan 9 kasurang-surang 7 lan 7 ingikum maring rabine 7 lan 8 nemu bilai saka awake dewe 7 lan 9 tulus polo kramane 8 lan 8 kinasihan deng wong 8 lan 9 akeh bilaine 9 lan 9 giras rejekine.8 keterangan : saupama wetone penganten lanang jumlah kliwon, neptune jumuah = 6, kliwon = 8, 6 + 4 = 14 . penganten wadon jumuah pahing, neptune jumuah = 6, paing = 9, 6 + 9 = 15, kabage 9, turah 5 lan 6. dadi 5 lan 6 tibo cepak rejekine, iku becik.9 Petung Salakirabi Wetone penganten lanang wadon, neptune dino lan pasaran di gunggung, banjur kabage 4, turah piro. Yen turah : 1. 8 9
Gentho, larang anak Tjakraningrat KPH, Primbon Betal Jemur…………., op. cit., hlm. 12 Ibid.
2.
Gembili, sugih anak
3.
Sri, sugih rejekine
4.
Punggel, mati siji.10
Petung Salakirabi Weton penganten lanang wadon, neptune dino lan pasaran kagunggung diwuwuhi neptune sasi, tahun lan tanggale. Gunggunge kabage 9, turah piro, yen turah : 1- 4 –7 tiba wali, ala. Turah 2 – 5- 8 tiba pengulu, sedheng. Pangetunge mengkene : Penganten lanang
: dino
Rebo
neptu 7
Pasaran
Kliwon
neptu 8
Sasi
Suro
neptu 7
Tanggal Tahun Penganten Wadon
: Dino Pasaran Sasi
neptu 20 Alip
neptu 1
Jumuah
neptu 6
Pon
neptu 7
sapar
neptu 2
Tanggal Tahun Wawu Gunggung
14 neptu 6 + 78
Jumlahe kebage 9, turah 6, tiba pengaten. Iku becik.11 Ada cara lain, perhitunga perjodohan yang menggunakan cara yang lebih sederhana dan mudah untuk diingat yang kebanyakan digunakan 10
Ibid. Tjakroningrat, KPH, Primbon Lukmanakim Adam Makna, (dihimpun oleh: Ny. Siti Woeryan Soemodiyah Noerodyo) Soemodidjojo Mahadewi, Yogyakarta, 1994, hlm. 37 11
oleh masyarakat. Adapun caranya hanya dengan jalan mempertemukan hari kelahiran dan pasangan kedua pengantin. Hal ini dalam adat istiadat Jawa biasa dikenal dengan “Pasatohan salakirabi”. Rumusannya seperti di bawah ini : Pasatohan Salakirabi: Wetone peganten lanang wadon neptune kagunggung, yen ketemu : 36
: Becik guyup rukun
35
: Sedheng, ora tukar padu
34
: Ala, kerep kesusahan lan kangelan
33
: Becik, apa kang sinedya keturunan
32
: Ala, nemu susah lan kengelan
31
: Becik banget, samubarang gawe kedaden
30
: Ala benget, enggal, salah siji
29
: Becik rejekine
28
: Ala, nemu kemlaratan
27
: Sedheng, luminthu rejekine
26
: Ala, tansah kengelan
25
: Sedheng, luminthu rejekine
24
: Ala, nemu bilahi lan kerep kemalingan
23
: Sedheng, luminthu rejekine nanging rada kekurangan margo sugih dayoh
22
: Ala, nemu loro lan banjur mati
21
: Becik, sugih anak lan slamet
20
: Ala, mati salah siji
19
: Becik, sugih anak lan slamet, becik turune
18
: Ala, nemu lara banget
17
: Becik, sugih anak lan slamet
16
: Ala, nemu lara lan banjur mati
15
: Sedheng, ketemu cukup sekabehe
14
: Ala, kerep suloyo, enggal pegatan.12 Dari keterangan tersebut dapat diambil suatu pemahaman bahwa
yang dimaksud dengan : “Neptu hari” ialah suatu perhitungan, dalam adat istiadat jawa, yang berdasarkan atas ketentuan nilai hari, yaitu minggu, senin, selasa, rabu kamis, jumuat dan sabtu. “Neptu pasaran” ialah suatu perhitungan, dalam adat istiadat Jawa berdasarkan ketentuan nilai pasaran, yaitu : pahing, pon, wage, kliwon dan legi. “Neptu bulan” ialah suatu perhitungan, dalam adat istiadat Jawa, berdasarkan ketantuan nilai, bulan, yaitu: Suro, Sapar, Mulud, Bakdha Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Syawal, Dulkaidah, Besar. Dan “neptu tahun” ialah suatu perhitungan, dalam adat istiadat jawa, berdasarkan ketentuan nilai tahun, yaitu: Alip, Ehe’, Jimawal, Je’, Dal, Be’ Wawu, Jimakir.13
12
Tjakraningrat, KPH, Primbon Lukma hakim …………….., Op. Cit., hlm. 52 Kisuro, Primbon Jawi Lengkap, edisi bahasa Indonesia, Cet. Pertama, UD Mayasari, Solo, 1995, hlm. 3. 13
C. Pendapat Orang-Orang Jawa Tentang Nikah Di Bulan Muharram Sebelum penulis mengemukakan pendapat orang-orang Jawa tentang nikah di bulan Muharram, maka ada baiknya bila kita mengetahui dengan jelas makna dan apa yang terkait di dalam bulan Muharram pada masyarakat suku Jawa. Muharram adalah nama bulan Arab yang terdiri dari dua belas bulan dalam setahun. Nama bulan tersebut diketahui dan ditetapkan oleh bangsa Arab sebelum lahirnya agama Islam pada abad ke-7 masehi, tegasnya sebelum lahir Nabi Muhammad Rasulullah Saw. pada tahun 570 Masehi. Setelah agama Islam lahir di tanah Arab (Makkah), maka dalam ajaran agama Islam itu banyak hukum-hukumnya yang sangat erat hukumannya dengan bulan-bulan Arab tersebut. Karena itu, seluruh kaum muslimin yang mukmin perlu dan harus mengetahui peredaran bulan-bulan tersebut setiap tahun, agar amal ibadahnya dapat dikerjakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan jadwal waktunya tersebut. Agama Islam yang dibawa Muhammad Rasulullah SAW. itu adalah salah satu agama yang mementingkan dan menghargai waktu. Waktu untuk ibadah yang ditentukan secara tahunan, atau secara bulan dan secara harian dan jam, seperti waktu shalat subuh (pagi), dzuhur (lohor, tengah hari), ashar (petang hari), maghrib (ketika terbenam matahari), dan isya’ (malam hari). Semua memerlukan pengetahuan untuk mengerjakan tepat pada jadwalnya.14
14
hlm.41
Amir Taat Nasution, Muharram dan Hijriyyah, Cet I, Surabaya: Bina Ilmu, 1982,
Selain waktu shalat yang begitu rapi dan teratur yang telah ditetapkan oleh hukum syari’at Islam (hukum fiqih), maka umat Islam harus mengetahui: 1. Waktu shalat Idul Fitri, pada setiap tanggal 1 syawal, 2. Waktu shalat Idul Adha, (hari raya haji) pada setiap tanggal 10 bulan Dzulhijjah. Adapun nama bulan-bulan Arab tersebut, sebagai berikut : 15 No
Nama Bulan Arab
Bulan Jawa
Jumlah hari
1.
Muharram
Suro
30 hari
2
Shafar
Sapar
29 hari
3.
Rabiul awal
Mulud
30 hari
4.
Rabiul akhir (tsani)
Silih mulud (bakda mulud)
29 hari
5.
Jumadil awal
Jumadil awal
30 hari
6.
Jumadil akhir (tsani)
Jumadil akhir
29 hari
7.
Rajab
Rejeb
30 hari
8.
Sya’ban
Ruwah
29 hari
9.
Ramadhan
Poso atau Siyam
30 hari
10.
Syawal (‘idul fitri)
Sawal lebaran
29 hari
11.
Zulqa’idah
Bulan apit
30 hari
12.
Zulhijjah
Bulan besar (Haji)
29 hari
Muharram atau Asyura adalah hari kesepuluh Muharram bulan pertama Hijriah. Hari tersebut menjadi menonjol dalam kalender Islam bukan
15
Ibid., hlm.42
saja karena hubungannya dengan diundangnya, untuk pertama kali, sebagai hari berpuasa dalam Islam tetapi juga dengan simbol keagamaan penting terutama bagi kelompok Syi’ah.16 Mulai pada hari itu pada tahun 680 (61 H), Hussein bin Ali mati terbunuh secara mengenaskan oleh pasukan Yazid, Khalifah Umayyah kedua,di bawah komando Ubaidullah bin Ziyad. Dan kejadian tersebut mendapatkan simpati dari hampir seluruh umat, ia berkembang secara unik di kalangan Syi’ah, sehingga kematian yang mengerikan itu menunjukkan jiwa pengorbanan yang tak ternilai. Akibatnya timbullah semacam rasa bersalah dan semangat penebusan yang menggelora di antara orang-orang Syi’ah demi menjunjung tinggi dan mengekspresikan kepatuhan kepada imam Hussein dan keluarga Nabi secara umum.17 Untuk selanjutnya pembahasan ini akan penulis ketengahkan pendapat orang-orang Jawa tentang nikah di bulan Muharram. Pada dasarnya masyarakat di desa Bambangkerep, sangat memperhatikan peredaran pergantian penanggalan (neptu) hari, bulan, dan tahun guna untuk melaksanakan hajat-hajat tertetu seperti halnya nikah. Pada umumnya di Desa Bambangkerep penanggalan (neptu) merupakan salah satu faktor amat peninting hal ini karena erat hubungannya dengan aktifitas kehidupan seharihari. Diantaranya adalah untuk memperhituangkan atau menentukan pelaksanaan jodoh.
16
Ibid., hlm. 43 Ensiklopedi Islam Indonesia Tim penulis IAIN Syarif :Djambatan, 1992, hlm. 132 17
Hidayatullah, Jakarta
Umpamanya
jika
seseorang
akan
melangsungkan
pernikahan/
perkawinan pada bulan Muharram, maka pertanda banyak terjadi perebutan. Jika melangsungkannya pada bulan safar, maka pertanda banyak hutangnya. Jika ingin melangsungkan pada bulan Rabi’ulawwal, pertanda akan mengalami mati salah satu di antaranya. Jika ingin melangsungkan pada bulan Rabi’ulakhir, maka pertanda akan terjadi pertengkaran dan berhasil nazarnya yang jelek. Jika ingin melangsungkan
pada bulan Jumadilawwal, maka
pertanda mengalami kerugian. Jika pada bulan Jumadilakhir, maka pertanda akan mendapatkan mas selaka dan rahayu. Jika pada bulan Rajab maka pertanda memperoleh anak banyak. Jika pada bulan Sya’ban, maka pertanda akan mendapatkan rahayu. Jika pada bulan Ramadhan, maka pertanda banyak bencinya. Jika ingin melangsungkannya pada bulan Syawal, maka pertanda akan banyak hutangnya. Jika pada bulan Dzulqa’dah, maka pertanda mendapatkan kegembiraan.18 Penanggalan atau neptu dilihat dari kedudukannya dalam perkawinan adat Jawa di desa Bambangkerep adalah sebagai sarana untuk menentukan pelaksanaan calon jodoh di jauhkan dari sesuatu marabahaya yang tidak diinginkan, karena di dalam
penanggalan (neptu) yang ditentukan
mengandung unsur-unsur syarat yang diyakininya membawa keselamatan dan keberkahan dalam suatu
perkawinan,
oleh
warga masyarakat
desa
Bambangkerep sejak kami belum ada, dan sudah berulang kali adat itu dilakukan sampai kini. Karen kepercayaan (keyakinan) yang sudah melekat itu 18
Wawancara dengan Bapak Khairuman di Desa Bambangkerep pada tanggal 15 Desember 2003.
tidak berani untuk meninggalkannya, karena khawatir akan terjadi bencana yang akan menimpanya bagidirinya sendiri yang melawannya. Menurut hukum adat yang berlaku, barang siapa yang hendak menikah hendaknya menghitung neptu hari kelahiran si suami dan si istri. Kemudian dicocokkan berapa jumlahnya kemudian dicocokkan dengan jadwal di bawah ini supaya diberi jodoh yang selama-lamanya agar tidak mudah bercerai, dan agar selamat selamanya tidak ada halangan apa-apa. Apabila jatuh pada hari yang kurang baik, hendaknya ditinggal. Jika baik maka harus dilaksanakan.19 Di bawah inilah jadwalnya dan penjelasannya:
1. Bila jatuh pada karsa: insya Allah akan banyak keinginannya. Jadi termasuk baik. 2. Bila jatuh pada banda: insya Allah banyak rizkinya. 3. Bila jatuh pada rusak: maka tiada ketentraman dalam berumah tangga, jangan diteruskan ini kurang baik. 4. Bila jatuh pada tunggal: maka menjadi rumah tangga yang kuat, meskipun sering bertengkar, namun tiada mudah untuk bercerai, maka sebaiknya diteruskan. 5. Bila jatuh pada mati: inysa Allah kurang baik, karena di antara salah satu suami/istri itu kadang-kadang sering sakit kadang-kadang sampai meninggal.
19
2003
Wawancara dengan Bapak Ridwan di Desa Bambangkerep pada tanggal 14 Desember
Pada umumnya masyarakat Desa Bambangkerep apabila mau aqad nikah, menentukan penanggalan (neptu) hari kelahiran calon suami dan isteri beserta hari untuk nikahnya harus dijumlah. Umpama: pria = hari kamis pon, wanita = hari rebo pahing. Hari untuk aqad nikah: hari selasa wage. Jika kamis = delapan, pon = tujuh, jumlahnya adalah 15 (lima belas). Jika rebo = tujuh, pahing = sembilan, jumlahnya adalah 16 (enam belas). Jika selasa = tiga, wage = empat, jumlahnya adalah 7 (tujuh). Jadi jumlah seluruhnya adalah 15 + 16 + 7 = 38 Kemudian jumlah tersebut dikurangi tiga-tiga sampai habis. Umpama 38- (3 x 12) = 2 (dua). Menurut adat Jawa yang berlaku di Bambangkerep Insya Allah 2 (dua) itu adalah yang baik, jadi sisa 1 (satu) atau 3 (tiga) adalah kurang baik.20 Telah berlaku di kalangan masyarakat luas terutama bagi suku Jawa, setiap akan menjodohkan anaknya pasti menghitung-hitung neptu kelahiran anaknya dan calon isteri atau suaminya. Bilamana hitungan itu cocok dengan patokan yang telah ada, maka rencana perjodohan jadi dilaksanakan, tapi apabila terjadi sebaliknya walaupun calon pengantin sudah sama cocok dan saling mencintai biasanya orang tua terpaksa melarang anaknya melaksanakan perkawinan.21 Apa yang telah dilaksanakan orang-orang Jawa mengenai perjodohan ini, semata-mata hanya mengikuti orang-orang dahulu yang ahli dalam ilmu2003
20
Wawancara dengan Bapak Rokhani di desa Bambangkerep pada tanggal 14 Desember
21
L.Chanifah-A.G, Primbon dan Horposkop, op. cit., hlm. 15
ilmu perhitungan. Jadi bukan gugon yang tanpa dasar. Melainkan mengikuti jejak para leluhur, kita yang menemukan ilmu perhitungan.22 Pada dasarnya masyarakat di desa Bambangkerep tidak berani melaksanakan perkawinan di bulan-bulan tertentu semisal Suro, itu sangat ditakuti di kalangan masyarakat suku Jawa pada umumnya, di desa Bambangkerep tersebut. Karena menurut orang-orang Jawa di desa Bambangkerep yang meyakini pepitung Jawa, bahwa di bulan Suro itu sedang dibuat hajatan oleh Nyi Roro Kidul (duwe gawe) yaitu di antara tanggal satu sampai sepuluh, dan setelah itu diperbolehkan untuk melaksanakan hajat-hajat apapun semisal, perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan
lain
sebagainya, jadi tidak semua bulan Suro itu dina’askan (larangan) untuk menjalankan hajat-hajat perkawinan.23 Dan menurut Ki Dalang Hartono yang juga sebagai tokoh lembaga masyarakat berpendapat bahwa “ Di bulan Suro untuk melaksanakan hajat perkawinan itu diperbolehkan semenjak masuknya bulan Suro (Muharram, Hijriyyah) sampai tanggal duapuluh sembilan dan yang tidak boleh hanyalah akhir (silem) tanggalnya na’as yaitu tanggal tiga puluhnya yang diyakininya silem tanggalnya itu sebagai hari yang sial menurut adat Jawa (larangan na’as).24 Dalam pelaksanaan perkawinan di dalam masyarakat adat Jawa pada khususnya di Desa Bambangkerep Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang, masih berdasar dari kepercayaan dari leluhurnya atau dari nenek moyangnya, 22
Ibid. Wawancara dengan bapak Sutat, Warga masyarakat Purwosari RT/RW. IV/II Mijen Kota Semarang, 29 November 2003 24 Wawancara dengan bapak Hartono, Ki Dalang Kenthus Purwosari. Kec Mijen, Kota. Semarang, 12 Desember 2003 23
mereka melaksanakan perkawinan di bulan Suro sampai tidak berani itu di antaranya mulai tanggal satu, karena tanggal satu merupakan penghormatan semua umat Jawa (sejagad) dan melestarikan (nguri-uri) warisan adat zaman kuno, juga karena di saat itu tanggal satu hari rayanya umat Budha, hari Suronya diperbolehkan setelah tanggal satunya Suro dan jangan na’asnya kedua orang tua (meninggalnya kedua orang tua), dan jangan matine (silemnya) bulan Suro yaitu di akhirnya bulan Suro.25
25
Wawancara dengan bapak Karmin, di desa Pucung pada tanggal 30 November 2003.