BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR
3.1
Skematik Chassis Engine Test Bed Chassis Engine Test Bed digunakan untuk menguji performa sepeda motor.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1, skema pengujian didasarkan pada performa mesin dan sistem transmisi sepeda motor.
Gambar 3.1 Skema pengujian performa mesin dengan chassis engine test bed
Motor bensin 4 langkah dengan spesifikasi yang diambil dari buku spesifikasi Honda Supra 100 cc sebagai berikut: Merk motor
Honda Supra
Tahun pembuatan
1999
Tipe mesin
4 langkah, SOHC, pendingin udara
Pencampuran bahan bakar
Karburator
Jumlah silinder
1 silinder
Volume langkah total
97,1 cc
Diameter silinder
50 mm
Panjang langkah
49,5 mm
17
18 Perbandingan kompresi
9,0:1
Daya maksimum
7,3 PS (Pferderstaerke) pada 8000 rpm = 5,7 kW pada 8000 rpm
Torsi maksimum
0,74 kgf.m pada 6000 rpm
Kapasitas minyak pelumas
0,70 liter pada penggantian periodik
Kopling otomatis
Ganda, otomatis, sentrifugal, tipe basah
Gigi transmsi
4 kecepatan, bertautan tetap
Pola pengoperan gigi
N-1-2-3-4-N (rotari)
Starter
Pedal dan elektrik
Aki
12 V; 3,5 Ah
Busi
ND U20FS, U22FS-U ; NGK C6HSA,
mesin
C7HSA Sistem pengapian
AC-CDI, Magneto
Berikut spesifikasi dari dinamo 10 kW sebagai alat konversi energi gerak menjadi energi listrik. Spesifikasi ini didapatkan dari label yang tertera pada dinamo Daya dinamo
10 kW
Voltage
220 V
Kecepatan putar
1500 rpm
Diameter poros
35 mm
3.2
Laju Aliran Daya Aliran daya dari sepeda motor mengalir dari piston berturut-turut melalui
crankshaft, kopling, poros input transmisi, gearbox transmisi, poros output transmisi, sproket depan yang mengalirkan daya pada sproket belakang dengan penggerak ranta, hingga mencapai roda belakang. Roda belakang meneruskan daya pada roller yang akan meneruskan daya pada dinamometer dengan penggerak sabuk. Gambar 3.2 menunjukkan komponen-komponen mesin sepeda motor dan chassis engine test bed yang berperan mengalirkan daya.
19
Gambar 3.2 Komponen aliran daya dari mesin sepeda motor sampai dinamometer
3.3
Perhitungan Kecepatan Maksimal Sepeda Motor Gambar 3.3 menunjukkan hubungan antara piston, crankshaft, gear penggerak
utama, dan gear input transmisi. Kecepatan putar mesin maksimal sepeda motor honda supra 100 cc Nc mencapai 8000 rpm. Dikarenakan crankshaft menghubungkan lengan piston dan gear penggerak utama, maka kecepatan putar gigi penggerak utama Np adalah 𝑁𝑝 = 𝑁𝑐 = 8000 𝑟𝑝𝑚
Gambar 3.3 Piston, crankshaft, gear penggerak utama, gear input transmisi
20
Gambar 3.4 Gear input transmisi, gear reduksi transmisi Jumlah gigi pada gear penggerak utama Tp adalah 17, sedangkan jumlah gigi pada gear input transmisi Ti adalah 69 maka kecepatan putar gear input transmisi Ni adalah 𝑁𝐼 𝑇𝑝 = 𝑁𝑝 𝑇𝐼 𝑁𝐼 =
𝑇𝑝 17 × 𝑁𝑝 = × 8000 = 1971 𝑟𝑝𝑚 𝑇𝐼 69
Gambar 3.4 menunjukkan hubungan antara gear input transmisi, gear reduksi transmisi Sebuah poros menghubungkan gear input transmisi dan gear transmisi awal. Kecepatan putar gear transmisi awal Nt1 adalah 𝑁𝑡1 = 𝑁𝐼 = 1971 𝑟𝑝𝑚 Gearbox menerapkan transmisi no. 4 dimana jumlah gigi pada gear transmisi awal Tt1 sejumlah 23 dan dimana jumlah gigi pada gear transmisi akhir Tt2 sejumlah 24, maka kecepatan putar pada gear transmisi akhir adalah 𝑁𝑡2 𝑇𝑡1 = 𝑁𝑡1 𝑇𝑡2 𝑁𝑡2 =
𝑇𝑡1 23 × 𝑁𝑡1 = × 1971 = 1889 𝑟𝑝𝑚 𝑇𝑡2 24
21
Gambar 3.5 Gear reduksi transmisi akhir, sproket depan, penggerak rantai, dan sproket belakang
Gambar 3.5 menunjukkan hubungan antara gear reduksi transmisi akhir, sproket depan, penggerak rantai, dan sproket belakang. Poros output transmisi menghubungkan gear reduksi transmisi akhir dan sproket depan, maka kecepatan putar sproket depan Nsd adalah 𝑁𝑠𝑑 = 𝑁𝑡2 = 1889 𝑟𝑝𝑚 Jumlah gigi sproket depan Tsd adalah 15, sedangkan jumlah gigi pada sproket belakang Tsb adalah 40. Kecepatan putar pada sproket belakang adalah 𝑁𝑠𝑏 𝑇𝑠𝑑 = 𝑁𝑠𝑑 𝑇𝑠𝑏 𝑁𝑠𝑏 =
𝑇𝑠𝑑 15 × 𝑁𝑠𝑑 = × 1889 = 708 𝑟𝑝𝑚 𝑇𝑠𝑏 40
Baut menghubungkan sproket belakang dengan roda, maka kecepatan putar roda belakang adalah 𝑁𝑤 = 𝑁𝑠𝑏 = 708 𝑟𝑝𝑚 Diameter roda belakang berdasarkan kode yang tertera pada ban 𝐷𝑊 = 17 + 2,75 = 19,75 𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖 = 502 𝑚𝑚 Kecepatan putar roller Nr adalah 𝑁𝑟 𝐷𝑤 = 𝑁𝑤 𝐷𝑟 𝑁𝑟 =
𝐷𝑤 502 × 𝑁𝑤 = × 708 = 1124 𝑟𝑝𝑚 𝐷𝑟 300
22 as
Gambar 3.6 Laju aliran daya dari sproket belakang hingga poros dinamometer
3.4
Perhitungan Transmisi Chassis Engine Test Bed Pada Gambar 3.6 Laju aliran dari roda belakang dipindahkan ke roller. Poros
roller dihubungkan dengan poros dinamometer dengan puli dan penggerak sabuk. Besar rasio transmisi ditentukan oleh besar diameter puli. Diameter puli dinamometer Dpd yang diperlukan untuk mencapai kecepatan putar maksimum dinamometer Npd sebesar 1500 rpm apabila diameter puli roller adalah 200 mm 𝑁𝑝𝑟 = 𝑁𝑟 = 1124 𝑟𝑝𝑚 𝑁𝑝𝑟 𝐷𝑝𝑑 = 𝑁𝑝𝑑 𝐷𝑝𝑟 𝐷𝑝𝑑 =
𝑁𝑝𝑟 1124 × 𝐷𝑝𝑟 = × 200 = 150 𝑚𝑚 𝑁𝑝𝑑 1500
Untuk penggerak sabuk terbuka 𝑠𝑖𝑛 𝑎 =
𝑑1 − 𝑑2 0,2 − 0,15 = = 0,0417 2𝑥 2 × 0,6
𝑎 = 2,39° Sudut lap pada puli terkecil 𝜃 = 180° − 2𝑎 = 180 − 2 × 2,39 = 175,22° = 3,06 𝑟𝑎𝑑 Kecepatan dari sabuk 𝑣=
𝜋. 𝑑. 𝑁 𝜋. 0,2.1124 = = 11,77 𝑚/𝑠 60 60
Tegangan sentrifugal dari sabuk 𝑇𝑐 = 𝑚. 𝑣 2 = 0,1. 11,772 = 13,85 𝑁
23 dan tegangan maksimum pada sabuk 𝑇 = 𝜎 × 𝑎 = 3 × 106 × 86 × 10−6 = 258 𝑁 Tegangan pada sisi kencang sabuk 𝑇1 = 𝑇 − 𝑇𝑐 = 258 − 13,85 = 244,15 𝑁 Diketahui bahwa 𝑇1 2,3 log ( ) = 𝜇. 𝜃 csc 𝛽 = 0,30 × 3,06 csc 17 = 3,19 𝑇2 𝑇1 3,19 log ( ) = = 1,39 𝑇2 2,3 𝑇1 = 24,55 𝑇2 𝑇2 =
𝑇1 244,15 = = 9,95 𝑁 24,55 24,55
Jumlah sabuk yang diperlukan Daya yang ditranmisikan tiap sabuk = (𝑇1 − 𝑇2 )𝑣 = (244,15 − 9,95 )11,77 = 2856 𝑊 = 2,85 𝑘𝑊 Jumlah sabuk V 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 5,7 = =2 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑘 2,85 Dikarenakan sabuk V yang digunakan untuk 5,7 kW, maka menurut tabel 2.1 dapat digunakan sabuk tipe A. Panjang pitch sabuk yang digunakan (𝑟1 + 𝑟2 )2 𝜋 (𝑑1 − 𝑑2 )2 𝐿 = 𝜋(𝑟1 + 𝑟2 ) + 2𝑥 + = (𝑑1 + 𝑑2 ) + 2𝑥 + 𝑥 2 4𝑥 (200 − 150)2 𝜋 = (200 + 150) + 2 × 580 + = 1711 𝑚𝑚 2 4 × 580 Untuk sabuk tipe A dengan mengurangkan 36 mm, didapatkan panjang sabuk dalam = 1711 − 36 = 1675 𝑚𝑚 Berdasarkan IS 2494 – 1974 pada Tabel 2.3, standar panjang dalam sabuk V adalah 1687 mm. Panjang pitch sabuk adalah 𝐿1 = 1687 + 36 = 1723 𝑚𝑚 Panjang jarak antara sabuk diperbarui
24 (𝑑1 − 𝑑2 )2 𝜋 𝐿1 = (𝑑1 + 𝑑2 ) + 2𝑥1 + 2 4𝑥1 1723 =
(200 − 150)2 𝜋 2500 (200 + 150) + 2𝑥1 + = 550 + 2𝑥1 + 2 4𝑥1 4𝑥1
1723 × 4𝑥1 = 550 × 4𝑥1 + 2𝑥1 × 4𝑥1 + 2500 atau
861,5𝑥1 = 275𝑥1 + 𝑥1 + 312,5
atau
𝑥1 − 586,5𝑥1 + 312,5 = 0
586,5 ± √(586,5)2 − 4 × 312,5 586,5 ± 585,4 = = 590 𝑚𝑚 2 2 Maka jarak antara pusat puli menjadi 590 mm, seperti ditunjukkan pada Gambar 𝑥1 =
3.7.
Gambar 3.7 Dimensi akhir penggerak sabuk
Gambar 3.8 Dimensi puli alur V tipe A berjumlah 2
25
3.5
Desain Puli
Perhitungan transmisi Chassis Engine Test Bed digunakan untuk menentukan tipe dari sabuk V yaitu tipe A. Jumlah dari sabuk yang digunakan telah ditentukan pada persamaan di atas, yaitu n = 2. Sedangkan diameter bore menyesuaikan diameter poros roller maupun pada poros roller. Dimensi standar untuk puli alur V berdasarkan Tabel 2.2 dapat ditunjukkan pada gambar 3.8. Untuk puli pada roller R = 100 mm r = 20 mm Sedangkan puli pada dinamometer: R = 75 mm r = 17,5 mm
3.6
Pemilihan Bearing Roller harus mampu menahan beban dari kendaraan speda motor dan berputar,
maka bearing yang digunakan adalah radial ball bearing tipe bearing blok seperti Gambar 3.9. Diameter poros 40 mm menentukan kode bearing block yaitu 208.
Gambar 3.9 Bearing block