BAB III Perancangan Alat Ukur Prestasi Turbo Jet
Seperti telah dijelaskan pada bab 2, mengukur prestasi turbo jet bukanlah hal yang mudah dilakukan. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang valid diperlukan perancangan dan pembuatan alat ukur yang memenuhi ketentuan yang telah diuraikan pada bab 2. Pada tugas akhir ini, dilakukan perancangan, pembuatan dan kalibrasi alat ukur debit aliran udara masuk kompresor, gaya dorong turbo jet, dan debit aliran bahan bakar. Beberapa parameter lainnya seperti exhaust gas temperature (EGT) dan putaran shaft akan diukur melalui sensor bawaan turbo jet ”Olympus” ini. Parameter dan alat ukur yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Gaya dorong diukur menggunakan load cell, 2. Laju aliran udara diukur menggunakan tabung yang dilengkapi tabung pitot 3. Laju bahan bakar diukur menggunakan timbangan digital. 4. Putaran mesin dan temperatur keluar nozzle diukur menggunakan ECU (electronic control unit), sensor yang diberikan oleh AMT Netherland. Berikut akan dijelaskan sensor dan alat ukur yang digunakan pada pengujian turbo jet ini. 3.1 Test Bed Test bed yang digunakan dalam pengukuran ini adalah outdoor sea level thrust test bed seperti yang telah dijelaskan pada bab 2. Terdapat beberapa perbedaan antara test bed yang digunakan dengan test bed standar pada bab 2. Test bed yang digunakan untuk pengukuran kali ini diperlihatkan pada gambar 3.1.
27
Gambar 3. 1 Test bed yang digunakan untuk pengukuran
Pada test bed ini tidak terdapat intake screen yang digunakan untuk memberikan aliran udara yang seragam. Pada standar test bed, turbo jet digantung pada tiang penyangga yang telah dilengkapi load cell untuk menghitung gaya dorong turbo jet, namun pada pengujian ini, turbo jet diletakkan diatas load cell. 3.2 Load Cell Load cell digunakan sebagai alat uji gaya dorong yang dihasilkan oleh turbo jet. Load cell adalah sebuah sistem yang terdiri dari load fixture element dan strain gauge. Load fixture element akan menerima gaya dorong dari turbo jet. Perubahan gaya ini akan diindera oleh strain gauge dalam bentuk perubahan regangan, kemudian diindera oleh sinyal conditioner dalam bentuk perubahan tegangan listrik yang mengalir melalui strain gauge. Perancangan load fixture element didasarkan pada beberapa faktor antara lain: 1. Bentuk dan ukuran load fixture element yang efektif untuk mendapatkan hasil pengukuran dengan sensitivitas dan akurasi yang optimal 2. Karakteristik mekanik material harus sesuai dengan karakteristik mekanik yang diperlukan. Tegangan (σ) dan regangan (ε) yang terjadi pada load fixture element saat menerima beban gaya pada saat pengujian harus tetap berada pada daerah liniear.
28
3. Posisi konsentrasi tegangan (σ) dan regangan (ε) maksimum yang terjadi pada load fixture element saat menerima beban gaya harus diketahui. Pada tugas akhir ini, posisi tegangan (σ) dan regangan (ε) maksimum dicari dengan menggunakan perangkat lunak CATIA for WINDOWS 3.2.1 Perancangan Load fixture element Terdapat beberapa bentuk load fixture element yang biasa digunakan dalam pengukuran. Pada tabel 3.1 disajikan perbedaan load fixture element beserta rentang gaya yang diukurnya [9]: Tabel 3. 1 Perbandingan jenis load fixture element berdasarkan gaya yang diterima
No
Rentang kapasitas pengukuran
Jenis load fixture element
(untuk setiap load fixture element) 1
Rendah ( <500 kg)
Bending beam
2
Medium ( 500 kg – 20 ton)
Single Ended Shear beam Double Ended Shear beam Canister Bending Ring
Medium ( 20 ton – 50 ton)
Double Ended Shear beam Canister Bending Ring
3
Tinggi (20 – 50 ton)
Double Ended Shear beam Canister Bending Ring
4
> 100 ton
Canister
Dari tabel diatas, pada tugas akhir ini load fixture element yang sesuai adalah jenis bending beam. 3.2.1.1 Pemilihan Strain Gauge Bending beam strain gage adalah sebuah metode tepat untuk mengukur gaya yang terjadi pada sebuah benda. Pengukuran yang dihasilkan adalah pengukuran berskala. Alat ini dapat mengukur beban dengan ukuran gram hingga ton menggunakan metode yang 29
sederhana. Pendekatan yang digunakan pada alat ini memiliki kompensasi terhadap temperatur sehingga voltase hanya merupakan fungsi beban saja dan output yang dihasilkan akan cukup besar sehingga dapat dibaca dengan menggunakan alat-alat yang tersedia.
Gambar 3. 2 Bending Beam strain gauge
Alumunium adalah material yang banyak digunakan sebagai bending beam. Material tersebut tersedia pada berbagai ukuran. Material lain seperti titanium, plastik dan kuningan juga dapat digunakan, dengan pertimbangan khusus ketika akan menggunakannya. Material-material tersebut bisa tidak memiliki karakteristik regangan yang linear atau membutuhkan kompensasi tambahan untuk temperatur. Umumnya, semakin besar gaya yang diberikan, maka akan semakin tinggi voltase keluaran. Namun, semua material memiliki batas elastisitas. Jika material tersebut diberi gaya terlalu besar, material tersebut tidak akan kembali ke bentuk asalnya. Asumsi yang diambil dalam perancangan bending beam ini adalah setengah dari harga elastisitas maksimum masih aman dan memberikan lengkungan yang cukup untuk dilakukan pengukuran. Perhatikan bahwa desain tidak boleh melewati harga tersebut atau gage akan patah.
30
Gambar 3. 3 Kurva engineering stress-strain
Dari persamaan tegangan, dapat ditentukan sebuah bending bar yang akan sesuai dengan pengukuran gaya yang dilakukan. Regangan perlu diketahui untuk memilih strain gage. Strain gage adalah sebuah kabel penahan yang diletakkan di bagian atas dan bawah dari batang uji (bending bar). Ketika batang melengkung, bagian atas dari kabel penahan tertarik dan bagian bawahnya tertekan. Besarnya tahanan bervariasi pada kedua bagian tersebut akibat dari peristiwa fisik ini. Hal inilah yang diukur secara elektrik. Strain gage yang tersedia secara komersial sesungguhnya adalah sekumpulan dari kabel penahan yang ditarik atau ditekan. Ini akan memperbesar efek dari regangan. Dua buah gage digunakan untuk menghilangkan efek panas dan melipatgandakan efek regangan. Ketika digunakan sebagai bagian atas dan bawah dari lengan Wheatstone bridge, peningkatan tahanan di satu lengan, dan pengurangan tahanan di lengan yang lain, akan membuat sirkuit dua kali lipat lebih sensitif dibandingkan dengan sirkuit dengan satu gage. Kemudian, jika hanya satu gage yang digunakan, harga tahanan akan bertambah dan berkurang sebanding dengan penambahan dan pengurangan harga temperatur pada batang logam dan akan terbaca sebagai beban gaya yang ditambahkan atau dihilangkan dari load cell. Ketika dua gage digunakan pada bagian atas dan bawah lengan dari sirkuit, efek tersebut akan hilang, karena rasio tahanannya akan tetap sama. Ketika harga temperatur naik, kedua buah gage akan tertarik, harga tahanan keduanya akan meningkat, dan ketika harga temperatur turun, harga tahanan keduanya akan
31
menurun. Harga rasio dari dua buah gage akan tetap sama dan tidak akan berpengaruh pada hasil keluarannya.
Gambar 3. 4 Wheatstone bridge dengan 2 lengan aktif ( 2 buah strain gauge ) [11]
Pada tugas akhir ini, strain gauge yang digunakan adalah Student gages type EA13-120LZ-120 produksi Measurement Group, Inc. Strain gauge ini memiliki karakteristik sebagai berikut: Tipe strain gauge
: EA-13-120LZ-120
Hambatan
: 120 ± 0.3%
Gauge Factor
: 2.095 ± 0.5%
3.2.1.2 Pemilihan signal conditioner dan signal amplifier Sinyal keluaran elektrik dari sebuah strain gage sangatlah kecil, dengan skala milivolts. Ini tidaklah mudah untuk diukur. Kebanyakan strain gage memiliki sebuah instrumen amplifier yang dipasang pada keluaran dari gage untuk menghasilkan tegangan listrik yang lebih berguna. Instrumen amplifier tersebut adalah sebuah amplifier yang kebal terhadap gangguan dan efek eksternal yang tidak diinginkan sementara secara akurat mereproduksi sinyal masukan. Efek eksternal dan gangguan yang umum pada aplikasi ini adalah tumpukan temperatur dan penyimpangan arus bolak balik, seperti gangguan sebesar 60 Hz dari sistem sumber daya. Pada tugas akhir ini, signal conditioner yang digunakan adalah signal conditioner buatan Kyowa jenis CDV-700A. Pihak manufactur juga telah menyediakan sekaligus Bridge Box, yaitu instrumen yang didalamnya telah terinstalasi Wheatstone Bride.
32
Gambar 3. 5 Bridge box
Kyowa CDV-700A merupakan signal conditioner satu saluran serba guna yang telah dilengkapi DC Bridge excitation. Dengan menggunakan strain gauge, instrumen ini dapat mengukur beban, tekanan, percepatan, perpindahan dan variabel fisik lainnya. DC ampilifier
yang
digunakan
mencapai
nilai
maksimum
10000
kali
sehingga
memungkinkan melakukan pengukuran dengan voltase minimum. Kyowa CDV-700A juga telah dilengkapi dengan koreksi terhadap hambatan kabel antara strain gauge ke bridge box serta noise, sehingga pengukuran akan lebih akurat.
33
Gambar 3. 6 Kyowa CDV-700A
3.2.1.3 Pemilihan material load fixture element Material yang digunakan pada pembuatan load fixture element ini adalah Alumunium 2024 T3 atau dengan nama pasar duralium. Dasar pertimbangan pemilihan material ini adalah sebagai berikut: 1. Alumunium 2024 T3 memiliki karakteristik mekanik yang diperlukan, 2. Tidak mudah berkarat, 3. Mudah dalam proses permesinan, terutama untuk mencapai kehalusan yang diperlukan. Kehalusan permukaan ini diperlukan terutama pada permukaan yang akan dipasangi strain gauge. Spesifikasi dari alumunium 2024 T3 adalah sebagai berikut: ¾ Batas elastik
- tarik : 275,6 MPa - tekan : 275,6 MPa - geser : 179,14 MPa
¾ Kekuatan tertinggi
- tarik : 310,05 MPa - tekan : 310,05 MPa - geser : 206,70 MPa
¾ Modulus elastisitas
: 70 GPa
34
¾ Koefisien ekspansi panas
: 23,4 x 10-6 /oC
Bentuk load fixture element yang digunakan adalah :
Gambar 3. 7 Bentuk load fixture element yang dirancang
3.2.1.4 Simulasi load fixture element menggunakan perangkat lunak Msc. NASTRAN 4.5 Sebelum load fixture element ini dibuat, perlu dilakukan simulasi komputer untuk mengetahui besar tegangan yang terjadi pada load fixture element, serta menentukan tempat ditempelkannya strain gauge. Strain gauge diletakkan di tempat yang memiliki tegangan paling besar. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak Msc. NASTRAN 4.5. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan 2 buah load fixture element. Beban massa turbo jet dimodelkan dengan pelat alumunium dengan berat sesuai dengan massa turbo jet.
35
Gambar 3. 8 Pemodelan pada perangkat lunak Msc. NASTRAN 4.5
Dari hasil simulasi didapatkan hasil tegangan maksimum sebesar 17,44 MPa. Tegangan ini jauh dibawah tegangan maksimum material dan batas elastik material. Strain gauge dipasang pada daerah yang memiliki tegangan paling besar, yaitu di derah pangkal. Defleksi yang terjadi akibat pemberian beban serta besar tegangan yang terjadi pada load cell ditunjukkan pada gambar 3.9, 3.10, 3.11.
Gambar 3. 9 Hasil simulasi load fixture element
36
Gambar 3. 10 Hasil simulasi load fixture element (tampak samping)
Gambar 3. 11 Hasil simulasi load fixture element (tampak depan)
3.3 Pipa Aliran Masuk Kompresor Pipa aliran masuk ini digunakan untuk mendapatkan parameter debit aliran masuk udara ke kompresor. Pipa ini dilengkapi dengan tabung pitot yang merupakan sensor untuk mengukur tekanan dinamik aliran. Dari parameter tekanan dinamik ini akan
37
didapatkan kecepatan udara dalam pipa yang akan masuk kompresor. Dari kecepatan ini akan didapatkan debit aliran udara masuk kompresor. 3.3.1 Perancangan Pipa Aliran masuk kompresor Sebelum pipa aliran ini dibuat, terlebih dahulu dilakukan proses perancangan untuk menentukan panjang pipa dan titik peletakan tabung pitot sehingga tidak mengganggu aliran udara masuk ke kompresor. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak Ansys ICEM, sebagai penghasil grid, dan perangkat lunak Ansys CFX sebagai solver. Tujuan dari simulasi ini adalah untuk mengetahui posisi paling tepat dimana tabung pitot akan dipasang untuk memperoleh debit masuk aliran udara. Posisi tabung pitot sedapat mungkin tidak mengganggu aliran masuk. Dengan simulasi dapat juga dibuat kurva hubungan kecepatan pada satu titik di dalam tabung terhadap laju aliran massa sehingga hanya diperlukan pengukuran kecepatan pada satu titik untuk mendapat laju aliran massa. Simulasi dilakukan dengan membuat dua 2 silinder tabung sebagai domain aliran. Tabung luar dibuat dengan diameter 3 kali diameter tabung dalam dengan panjang tabung 6 kali panjang tabung dalam. Tabung luar dibuat sebagai simulasi udara luar. Diamater tabung dalam adalah 107 mm dengan panjang tabung 30 cm (gambar 3.12). Jumlah grid yang digunakan adalah 570.000 grid dengan model turbulensi Shear – stress model.
Gambar 3. 12 Domain aliran simulasi
38
Simulasi dilakukan dengan mengabaikan pengaruh pitot pada karakteristik aliran. Simulasi ini dilakukan untuk melihat pola kecepatan serta turbulensi dalam tabung, sehingga pitot dapat diletakkan pada posisi dimana aliran masih seragam. Pada simulasi ini, kecepatan masukan maksimum dipilih sedemikian rupa sehingga outflow yang dihasilkan sama dengan outflow maksimum mesin. Pada laju aliran massa yang lebih rendah, kecepatan masukan dikurangi.
Gambar 3. 13 Hasil Distribusi kecepatan dalam tabung
Gambar 3.14 Hasil Distribusi vektor kecepatan dalam tabung
39
Dari simulasi pertama, didapat kesimpulan bahwa pitot akan diletakkan pada posisi 10 cm dari inlet tabung kecil. Pada posisi ini, aliran udara masih seragam serta daerah turbulensi masih belum begitu besar (gambar 3.13). Simulasi selanjutnya dilakukan dengan memvariasikan kecepatan inlet serta melihat debit aliran udara dalam tabung yang dihasilkan, dari simulasi tersebut dapat dilihat hubungan kecepatan terhadap debit aliran udara dalam aliran tersebut (gambar 3.14). Hasil simulasi kecepatan terhadap debit aliran udara disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3. 2 Tabel hasil simulasi kecepatan terhadap debit aliran udara Grid 570.000, model turbulensi Shear stress model
No
V (m/s)
Mdot (kg/s)
1
47.91
0.4376
2
39.0892
0.3569
3
34.1899
0.312
4
29.2906
0.267
5
24.3918
0.2223
6
19.4945
0.1776
7
14.5997
0.1328
8
9.70359
0.08808
9
4.80516
0.0437
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, jumlah grid pada simulasi ditambah serta digunakan model turbulensi yang berbeda. Grid ditambah menjadi sebanyak 780.000 serta digunakan model turbulensi K-ε. Dengan melihat kecenderungan dari hasil simulasi sebelumnya, dimana grafik antara kecepatan di titik peletakan pitot terhadap debit aliran udara adalah liniear, serta untuk menghemat waktu simulasi, maka simulasi berikutnya hanya dicari menggunakan dua kondisi kecepatan.
40
Hasil simulasi kecepatan terhadap debit aliran udara disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3. 3 Tabel hasil simulasi kecepatan terhadap debit aliran udara Grid 780.000, model turbulensi Shear stress model dan K-ε model
Mdot (kg/s) No
V (m/s)
K - epsilon model
Shear stress model
1
48.2956
0.453768
0.457832
2
4.98093
0.0466288
0.0456138
Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik hubungan antara kecepatan di titik peletakan tabung pitot terhadap debit aliran udara masuk kompresor:
Mdot masuk kompresor
Grafik mdot Vs Kecepatan di titik pitot 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
Shear Stress Model, Grid 570.000 K-Epsilon Model, Grid 780.000 Shear Stress Model, Grid 780.000
0
20
40
60
Kecepatan di titik peletakan pitot
Gambar 3. 15 Grafik kecepatan di titik peletakan tabung pitot terhadap debit aliran udara masuk kompresor
3.3.2 Sistem Akuisisi Data Sistem akusisi data yang diterapkan pada pengukuran debit aliran udara ini adalah sistem digital. Dalam sistem digital informasi nilai hasil pengukuran adalah dalam bentuk digital. Sistem akuisisi data digital yang dipakai pada pengukuran debit aliran udara masuk kompresor ini adalah sebagai berikut: 1. Pressure transducer, mengubah parameter fisik menjadi sinyal elektrik
41
Pressure transducer ini pada prinsipnya adalah mengukur perbedaan tekanan pada kedua membran. Transducer ini memiliki dua lubang tekanan masukan, yaitu lubang untuk tekanan lebih tinggi dan lubang untuk tekanan lebih rendah. Pada penggunaannya, lubang untuk tekanan lebih tinggi mendapat masukan tekanan dari lubang tekanan total dari tabung pitot sedangkan lubang untuk tekanan lebih rendah mendapat masukan tekanan dari lubang tekanan statik dari tabung pitot. Pada kondisi tersebut pressure transducer ini akan memberikan keluaran tekanan dinamik, dimana menurut persamaan Bernoulli: Pt – Ps = q
(3.1) 2
q = 0,5 ρ * v
(3.2)
Dari hasil pressure transducer ini, akan didapatkan kecepatan aliran pada titik penempatan pitot: v=
2* q
ρ
(3.3)
2. Signal conditioner, adalah rangkaian listrik yang digunakan untuk mengkondisikan sinyal analog agar terbaca oleh ADC card. Signal conditioner ini telah terintegrasi dalam ADC Converter yang digunakan. 3. Analog to Digital converter (ADC), mengubah tegangan analog ke tegangan digital yang ekuivalen. Dari ADC ini akan langsung dibaca melalui perangkat lunak di komputer. Perangkat lunak ini menampilkan grafik voltase keluaran ADC. 3.4 Electronic Control Unit AMT Netherland telah melengkapi Turbo jet ”Olympus” ini dengan sensor bawaan yang telah terpasang. Alat akuisisi data untuk sensor – sensor ini adalah Electronic Control Unit (ECU). ECU secara otomatis akan menyimpan data operasi mesin dalam 30 menit terakhir dalam memori chip internal ECU tersebut. Data tersebut dapat di akses dengan menggunakan telemetry software ataupun engine data terminal, sehingga dapat di download ke komputer untuk kepentingan referensi berikutnya, diagnosis kesalahan serta pengembangan. Untuk mendapatkan data tersebut, ECU
42
dihubungkan dengan komputer melalui kabel serial yang telah tersedia. Informasi yang dicatat pada saat turbo jet sedang beroperasi adalah: 1. RPM dari shaft 2. Exhaust Gas Temperature (EGT) 3. Posisi Throttle 4. Voltase ECU 5. Voltase pompa 6. Jumlah kegagalan saat turbin mati 7. Status ECU (started up, RPM maksimum, pesan error) 8. Alasan mesin berhenti 9. Waktu total Turbo jet beroperasi. Untuk mengambil data dari ECU ini, dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu dengan telemetry software ataupun dengan engine data terminal. 3.4.1 Telemetry software Program computer yang secara khusus dikembangkan ini membuat operator dapat secara visual mengawasi dan memonitor kinerja turbin dan data – data lainnya secara real – time pada layar komputer saat start up, running, dan shut down. Perangkat lunak ini membutuhkan minimum 286 PC atau laptop, komputer dengan Layar VGA. Data yang ditampilkan merupakan keluaran dari serial port ECU kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik termasuk : EGT dan RPM, posisi throttle dan switch channel, kode error, voltage pompa, serta voltage Ni-Cad. Selain itu, pada telemetry software, keadaan turbo jet dari ECU bisa didapatkan secara real time. Dari tampilan ”terminal”, status ECU, input kontrol, voltase pompa bahan bakar, dan kesalahan yang terjadi dapat dilihat saat turbo jet sedang dioperasikan.
43
Gambar 3. 16 Tampilan telemetry software
Gambar 3. 14 Tampilan ”terminal tab” telemetry software
3.4.2 Engine Data Terminal (EDT) Engine Data Terminal adalah modul tersendiri berukuran 125 x 70 x 30 mm, serta memiliki baterai Ni-Cad internal tersendiri. Engine data terminal ini memberikan metode 44
yang mudah dan efektif untuk memonitor semua fungsi dan parameter selama mesin berjalan, serta memudahkan operator untuk memastikan semuanya berfungsi dengan baik. EDT ini memiliki display yang sama dengan sistem telemetry pada modus real – time, dengan layar LCD 4 baris dan 20 karakter, namun tanpa penyimpan data. EDT ini dapat dihubungkan langsung dengan port electronic contol unit (ECU) melalui kabel data.
Gambar 3. 18 Engine Data Terminal
45