MINGGU KE 4,5&6 Diskripsi singkat : Materi perkuliahan minggu 4,5 &6 minggu ini membicarakan tentang peralatan ukur tanah dari yang sederhana hingga elektronis, dan syarat-syarat penggunaannya masing-masing. Manfaat : Dengan memahami materi kuliah ini, maka mahasiswa akan dapat melakukan pengukuran dengan baik dan benar sehingga data ukuran diharapkan diharapkan juga baik dan benar. Relevansi : Tanpa dukungan materi ini maka tujuan pokok mata kuliah ini tidak mungkin akan dapat diwujudkan Learning Outcome : Mahasiswa memahami macam-macam peralatan dalam ukur tanah dan syarat-syarat penggunaannya.
BAB III PERALATAN UKUR TANAH DAN SYARAT PENGGUNAANNYA Peralatan ukur tanah meliputi alat-alat pengukur jarak, arah atau azimut, sudut, dan beda tinggi. Masing-masing alat tersebut banyak macam-macam dan jenisnya serta Merk dan pabrik pembuatnya. Demikian pula masing-masing jenis alat memerlukan alat-alat bantu sebagai kelengkapannya.
III.1. Metode-Metode Pengukuran Jarak. Jarak antara dua buah titik di permukaan bumi dalam ilmu ukur tanah adalah jarak dalam bidang horisontal, yang merupakan jarak terpendek antara dua buah titik tersebut. Sistem stadia
Langsung Pengukuran jarak
Sistem tangensial Tak langsung
Optis Elektro optis Elektronis
Sistem substenbar Sistem bayangan rangkap
Gambar III.1.Bagan pengukuran jarak
1
Jarak dapat diukur atau ditentukan dengan berbagai alat dan cara atau metode, yang pemilihannya tergantung dari alat yang tersedia dan tujuan pengukuran serta tingkat ketelitian yang disyaratkan. Adapun metode pengukuran jarak dapat diuraikan seperti bagan tersebut di atasi. Untuk pengukuran jarak tidak langsung cara elektronis dan elektrooptis tidak dibicarakan dalam Ilmu Ukur Tanah I, namun akan diungkap dalam semester selanjutnya.
III.2. Peralatan dan Pengukuran Jarak Langsung Pengukuran jarak cara langsung menggunakan peralatan utama antara lain berupa : a. pita ukur
: yang terbuat dari baja, fiberglass, plastik, kain atau campuran dari padanya.
b. pegas uku
: yang terbuat dari pelat/pita baja dan dilengkapi dengan pegas pengukur
ketegangan. c. rantai ukur : terbuat dari kawat baja. d.kayu ukur dll.
Panjang alat-alat ukur jarak tersebut berkisar antara 20 sampai 50 m (kecuali kayu ukur hanya 3-5 m) dan lebar antara 1 sampai 2 cm dan tebal antara 0,1 sampai 0,2 mm, walaupun ada pula yang panjangnya 100 m. Satuan pembagian pada alat-alat ukur jarak tersebut, umumnya ada dua macam, dalam meter dengan pembagian terkecil 0,5 cm sampai 1 mm
dan disebaliknya dalam feet dengan pembagian
terkecil 0,125 inchi sampai 0,1 inchi. Pita ukur umumnya digulung dalam piranti penggulung khusus, ada yang terbuka dan ada yang tertutup (dalam selongsong).
Sedangkan alat-alat bantu antara lain : a. Yalon atau anjir, yaitu tongkat kayu, alminium atau besi berdiameter antara 1,5 sampai 3 cm
panjang antara 1,5 sampai 3 m yang runcing di bagian bawah dan
dicat merah-putih atau hitam-putih setiap 20 sampai 30 cm, digunakan untuk pelurusan. Tongkat ini dapat berupa satu batang penuh atau berupa dua batang sambungan yang dapat dilepas, fungsinya untuk pelurusan.. b. Pen ukur yang terbuat dari kawat baja. 2
c. Benang dan unting-unting. d. Klinometer atau helling meter atau Abney level. e. Jepitan penarik. f. Pegas pengukur ketegangan. g. Cermin atau prisma sudut (untuk penyiku) dll.
Pelaksanaan pengukuran jarak dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu : a. Pelurusan arah antara dua titik yang akan diukur b. Pelaksanaan pengukuran jaraknya sendiri..
Gambar III.2. Macam-macam pita ukur
pita ukur
1. Pegas pengukur ketegangan
2.Klem eksentrik
3
Gambar III.3 Rantai ukur, pegas ukur dan pegas pengukur ketegangan
Gambar III.4. Klinometer dan Abney level.
Gambar III.5. Alat-alat bantu pengukuran jarak langsung ( pen ukur, unting-unting, anjir/jalon )
4
III.2.1. Pelurusan Pelurusan ini dilakukan apabila jarak yang akan diukur tidak dapat dilakukan dengan sekali membentangkan pita ukur dan atau permukaan tanahnya tidak mendatar, sehingga jarak tersebut perlu dipenggal-penggal agar setiap penggal dapat dilakukan pengukuran jarak dengan sekali bentangan pita ukur dan pita ukur dapat ditarik hingga mendatar. Apabila jarak yang akan diukur dari titik A ke B, seperti gambar III.6, maka di titik A dan B ditancapkan anjir vertikal. Orang pertama melihat dari belakang anjir di A sedemikian hingga anjir di A dan B kelihatan menjadi satu. Orang kedua membawa anjir j1 dan dengan aba-aba dari orang pertama untuk bergeser ke kanan atau kiri sedemikian hingga orang pertama melihat anjir j1 kelihatan menjadi satu dengan anjir di A dan B, ini berarti bahwa anjir j1 telah segaris dengan A dan B, kemudian baru anjir j1 tersebut di tancapkan vertikal.
A
J1
B
J2 J3
Gambar III.6. Pelurusan. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap j2, j3 dan seterusnya. Jumlah anjir yang harus ditancapkan di antara A dan B tergantung dari jarak yang akan diukur serta kemiringan medannya. Untuk jarak yang jauh menjadi semakin banyak, demikian pula untuk medan yang kemiringannya besar.
III.2.2. Pelaksanaan pengukuran Pengukuran jarak langsung minimal dilakukan oleh dua orang, orang pertama memegangi bagian awal pita ukur, dan orang ke dua menarik pita ukur diujung yang lain.Ujung awal (skala 0) pita ukur ditepatkan di A oleh orang pertama, kemudian pita ukur dibentangkan dan ditarik hingga lurus dan mendatar hingga menyinggung anjir j1,
5
B
Gambar III.7. Pengukuran jarak langsung pada medan yang datar.
kemudian di ujung pita ukur misal a1 tancapkan pen ukur dan angka panjang pita ukur dibaca oleh orang ke dua, data pembacaan dicatat. Kemudian pengukuran dimulai lagi dari a1 sampai a2 seperti prosedur di atas, dengan angka nol pita ukur di impitkan pada pen ukur a2 pita ukur ditarik lurus dan mendatar menyinggung anjir j2, pada ujung pita ukur tancapkan lagi pen ukur a3 dan baca lagi angka panjangan pita ukurnya serta catat dalam formulir.
Demikian
seterusnya hingga sampai di B. Pengukuran dari A ke B dinamakan pengukuran pergi. Kemudian dengan cara yang sama diukur pulang dari B ke A. Biasanya hasil ukuran jarak antara pergi dan pulang tidak sama dan hasilnya dirata-rata. Rasio ketelitian pengukuran jarak yang dilakukan adalah selisih pergi dan pulang dibagi dengan jarak rata-rata. Ketelitian yang dapat dicapai dengan pengukuran jarak langsung berkisar dari 1:500 sampai 1:3000.
P
Q
Gambar III.8. Pengukuran jarak langsung pada medan yang miring.
6
Pada medan yang miring antara P dan Q, juga dilakukan pelurusan dan pembuatan penggalpenggal
lebih
dahulu.
Baru
kemudian
dilakukan pengukuran jarak untuk setiap penggalnya. Di sini pita ukur ditarik sehingga mendatar (bisa dengan alat khusus dan pengukur ketegangan) dan batas penggal jarak yang diukur di tanah diperoleh dengan bantuan Gambar III..9.Bacaan jarak datar dengan bantuan benang unting-unting
unting-unting yang digantung dengan benang dari pita ukur yang direntangkan dan pada ujung unting-unting di atas tanah ditancapkan pen ukur.
Angka bacaan jarak dibaca pada angka yang berimpit dengan benang unting-unting. Selain dengan cara tersebut, pengukuran dapat pula dilakukan pada permukaan tanah yang miring, kemudian besarnya kemiringan medannya ( ) diukur dengan alat klinometer atau Abney level sehingga jarak datar = jarak miring cos
III.2.3. Cara pencatatan data ukuran jarak langsung. Agar data ukuran-ukuran jarak yang banyak tidak membingungkan dan menjadi lebih sistematik dan mudah dipahami orang lain, maka data tersebut dicatat dalam formulir ukur atau buku ukur dan disertakan sket pengukuran, arah pengukuran dan cara
38.425 m
penulisan data dengan aturan yang baku atau seragam.
A
B
45.265 m
71.485 m
88.270 m
A
20.570 m
a. sekali bentangan
J1
J2
J3
B
b. beberapa kali bentangan Gambar III.10. Cara penulisan data jarak. 7
Contoh 1. Misal jarak AB yang akan diukur cukup dengan satu kali bentangan pita ukur, hasil ukuran misalnya =38,425 m, maka pada sket di titik B ditulis angka 38,425 m dengan dua garis bawah, dan angka jarak tegaklurus garis AB. Contoh 2. Pengukuran jarak AB dilakukan dengan 4 kali bentangan pita ukur. Bentangan pertama dari A ke J1 jaraknya 20,570 m, bentangan ke dua dari J1 ke J2 jaraknya 24,635 m, sehingga jarak A ke J2 = 20,570 m + 24,635 m = 45,265m. Maka didalam sket pada titik J2 dituliskan 45,265m. Demikian pula pada bentangan ke tiga pada pengukuran jarak dari J2 ke J3 yang jarak ukurannnya misalnya = 26,220 m, di J3 ditulis 71,485 m. Di titik B yang merupakan jarak dari A ke B, misal karena jarak ukuran dari J 3 ke B = 16,785 m, maka ditulis : 88,270 m dengan dua garis bawah, yang menunjukkan pengukuran dari A ke B berakhir di titik B dengan jarak AB = 88,270 m.
Contoh 3. Pada pengukuran jarak yang mempunyai terminasi, misal jarak yang akan diukur dari A ke B, namun diantara A dan B ada titik F misalnya, dan diperlukan juga informasi jarak AF dan BF, maka pencatatan data dan sketnya sebagai berikut:
F
43.005 m
J1
26.220 m
A
45.265 m
20.570 m
21.416 m
J2
B
Gambar III.11. Pencatatan data ukuran jarak dengan terminasi.
Dari gambar di atas berarti ukuran jarak dari A ke J1 = 20,570 m, dan dari J1 ke F = 24,635 m, dan di F ditulis angka 45,265 m dengan dua garis bawah.Pengukuran jarak dilakukan lagi mulai dari F ke J2, data ukuran 26,220 m, dan dari J2 ke B data ukuran = 16,785 m, dan di titik B ditulis angka 43,005 m dengan dua garis bawah. Sehingga apabila dibutuhkan jarak dari A ke B = jarak AF + FB = 45,265 m + 43,005 m = 88,270 m. Apabila dalam sket hanya akan dituliskan jarak total suatu garis, maka ditulis kira-kira ditengah antara dua titik yang diukur jaraknya dengan diberi tanda kurung 8
x
atau
x
A
< 88,275>
B
Gambar III.12. Penulisan data jarak penuh.
III.2.4. Pengukuran jarak langsung dalam rintangan Di lapangan kadang-kadang antara dua titik yang akan diukur jaraknya tidak langsung dapat saling terlihat karena adanya halangan misalnya : gedung atau rumah, semak-semak, rumpun bambu, bukit, tanggul sungai atau bahkan harus menyeberang sungai yang cukup lebar dan lain-lain. Untuk itu biasanya digunakan alat bantu seperti cermin sudut atau prisma sudut, cross staff dan lain-lain untuk membuat garis tegak lurus garis lain, sehingga dengan bantuan geometrik yang kita buat pengukuran jarak yang dimaksud bisa didapat walaupun pengukurannya tidak langsung pada garis yang dimaksud. Apabila antara A dan B yang akan diukur jaraknya tidak dapat saling terlihat karena terhalang bukit seperti gambar III.14.a. di bawah ini misalnya, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : Tancapkan anjir di A dan B, orang pertama membawa anjir menempat di C1 dan melihat ke B. Beri aba-aba agar orang kedua mendirikan anjir di D1 segaris dengan C1B..
Gambar III.13. Cermin/prisma penyiku optis .
9
B
C
A
D
b Gambar III.14. Pelurusan yang terhalang bukit kecil dan pengukuran jarak langsung menyeberang sungai. Kemudian orang kedua di D1 melihat ke A, beri aba-aba agar orang pertama mendirikan rambu di C2 segaris dengan D1A. demikian berganti-ganti sehingga orang pertama melihat ke orang kedua segaris dengan CB, demikian pula orang kedua melihat ke orang pertama kelihatan segaris dengan DA. Pada kasus pengukuran jarak langsung dari A ke C yang menyeberang sungai seperti gambar III.14.b. misalnya, maka dilakukan pertolongan dengan membuat garis AB tegaklurus AC dengan prisma sudut, kemudian dengan cara yang sama membuat garis tegak lurus BC di titik B hingga memotong perpanjangan garis CA di titik D. Jarak-jarak AD = b, AB = d, dapat diukur langsung, sehingga dapat dihitung jarak BD = a. Dengan rumus Pitagoras maka dapat ditentukan panjang AC yaitu : AC2=BC2– AB2 …………………………………………(.III..1) BC2 = CD2 – BD2 = (AC + AD)2 – BD2 = AC2 + 2.AC.AD + AD2 – BD2 ………………… . . (III.2) Substitusi dari persamaan (4.2) ke (4.1) : AC2 = AC2 + 2.AC..AD + AD2 – BD2 – AB2 Sehingga :
AC 2
BD2 - AD 2 AB 2 ………………………………………...(III.3) 2 . AD
Karena AD dan AB diukur, maka AC dapat dihitung.
10
Pengukuran sejenis dengan cara lain dapat dikerjakan sebagaimana gambar III.15 di bawah ini.
E
A
F
E
C
D
G
H
B
A
D
B
C
Gambar III.15. Pengukuran menyeberang sungai dan terhalang vegetasi.
III.2.5. Membuat arah obyek tegaklurus sebuah garis. Apabila di lapangan akan dibuat sebuah garis melalui suatu obyek dan garis tersebut tegaklurus garis lain dengan peralatan yang sederhana, dapat dikerjakan dengan beberapa macam cara antara lain : a. Dengan perbandingan sisi segitiga siku-siku. b. Dengan mengukur titik tengah talibusur. c. Dengan bantuan cermin penyiku atau prisma penyiku. Cara mana yang akan digunakan tergantung dari permasalahan yang ada serta peralatan yang tersedia.
A. Dengan perbandingan panjang sisi segitiga siku-siku. Misal pada titik C yang terletak di garis AB akan dibuat garis CD tegaklurus AB. Menurut dalil Pitagoras, dalam segitiga siku-siku kuadrat sisi miring = jumlah kuadrat sisi siku-sikunya. Berarti apabila perbandingan ke tiga sisi segitiga = 3:4:5 maka segitiga tersebut adalah segitiga siku-siku. Adapun caranya sebagai berikut : a. Ukurkan panjangan 3 bagian (misal 6 m) dari titik C pada garis AB, tandai dengan titik E. b. Rentangkan dua buah pita ukur dari titik C dan E masing-masing sepanjang 4 bagian (8 m) dan 5 bagian (10 m), keduanya ditarik lurus mendatar dan kedua ujungnya dipertemukan. 11
c. Titik temu kedua ujung pita ukur adalah titik D yang dimaksud (CD AB) D
A
C
C
E
B B
A E
a. metode perbandingan sisi
D
F
b. metode titik tengah tali busur
Gambar III.16. Membuat arah CD
AB.
B. Dengan titik tengah talibusur. Misal ada titik C diluar garis AB, akan dibuat garis melalui C tegaklurus AB, dengan cara ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (gambar IV.16.b): a. Buat busur lingkaran dengan pita ukur atau tali dengan pusat di titik C, sedemikian hingga busur lingkaran tersebut memotong garis AB di dua tempat, yaitu E dan F. b. Tentukan tengah-tengah EF misal D. c. Hubungkan C ke D, maka CD tegaklurus AB.
C. Dengan cermin penyiku atau prisma penyiku optis. Cermin penyiku atau cermin sudut dan prisma penyiku, adalah piranti optis untuk membuat sebuah arah tegaklurus terhadap arah yang lain, besar atau ukuran alat ini sedikit lebih besar dari jam tangan, sehingga dapat dimasukkan dalam saku. Bentuknya segitiga pipih atau bulat pipih.dengan tiga buah celah (bila dibuat tertutup) pada posisi H,I,J (gambar III.17). Segaris dengan celah H-I ada sebuah kaca datar bb” yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian atas berupa cermin dan yang bawah berupa kaca bening menghadap celah H. Kaca dan cermin posisinya membentuk sudut terentu terhadap garis H-I. Disisi lain cermin D berseberangan dengan celah J dan membentuk sudut 45o terhadap cermin bb”. Dengan posisi yang demikian, maka sinar pantul D-J akan tegaklurus dengan sinar datang H-I dan keduanya berpotongan di E. 12
a.
b
Gambar III.17. Membuat sebuah arah
garis dengan cermin dan prisma
penyiku optis. Apabila kita akan membuat sebuah garis tegaklurus garis H-C di E, maka tancapkan anjir vertikal di C, alat kita pegang setinggi mata dan unting-unting yang digantung dari bawah alat tersebut berimpit dengan titik E di atas tanah. Orang yang lain memegang anjir F bergerak (geser-geser) sedemikian hingga kita melihat bayangan anjir di C dan F kelihatan menjadi satu. Gambar (III.17.b) menggambarkan pandangan pada cermin dan kaca bb” apabila bayangan anjir C dan F telah menjadi satu atau berimpit. Kemudian kita berikan aba-aba kepada si pemegang anjir F untuk berhenti bergerak dan menandai tempat tersebut di lapangan. Sedangkan prisma penyiku lebih sederhana dari penyiku cermin di atas, terbuat dari prisma gelas ABCDE (gambar III.17.b), posisi permukaan AB dan AE saling tegaklurus (90o) dan antara permukaan BC dan ED membentuk sudut 45o. Apabila kita akan membuat garis melalui titik R di lapangan tegaklurus garis PQ, maka kita pegang alat tersebut sedemikian hingga unting-unting yang menggantung padanya berada pada gari PQ. Tancapkan anjir di titik P dan R. Kita bidik titik P melewati lubang kecil yang berada pada prisma sambil kita bergerak maju atau mundur pada garis PQ sedemikian hingga bayangan anjir R dan P menjadi satu, kemudian kita berhenti dan ujung untingunting di atas tanah kita beri tanda (titik S). Maka titik S berada pada garis PQ dan SR tegaklurus PQ. Namun sebaliknya apabila titik S sudah tertentu pada garis PQ dan akan dibuat garis SR yang tegaklurus PQ, maka pemegang prisma berdiri di atas titik S dan membidik titk P, sedang si pemegang anjir R yang bergerak atau bergeser-geser ke arah 13
kiri atau kanan sehingga si pemegang prisma melihat bayangan anjir R berimpit dengan bayangan anjir P.
III.2.6. Sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran jarak langsung Walaupun sebelum pengukuran telah dipersiapkan segala sesuatunya, namun karena sebab-sebab yang tidak terduga sebelumnya dan lain-lain hal, dalam pengukuran akan terjadi juga kesalahan-kesalahan. Adapun sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran jarak langsung antara lain karena : a. Pita ukur tidak betul-betul mendatar. b. Unting-unting tidak vertikal betul karena hembusan angin. c. Pelurusan yang tidak saksama. d. Panjang pita ukur tidak standar. e. Kesalahan menghitung jumlah bentangan. f. Kesalahan membaca angka pada pita ukur dan pencatatannya. g. Dan lain-lain.
III.2.7. Koreksi-koreksi hasil ukuran jarak langsung. Dalam
pengukuran
jarak
langsung
banyak
sekali
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil ukuran, atau dengan kata lain pengukuran jarak langsung banyak dipengaruhi oleh beberapa jenis kesalahan, terutama kesalahan sistematik dan kesalahahan acak. Agar hasil ukuran terbebas dari kesalahan, maka hasil ukuran diberikan koreksi-koreksi sesuai dengan macam kesalahan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pengukuran. Macam, jenis, dan cara pemberian koreksi dalam pengukuran jarak langsung akan dibicarakan dalam BAB ? berikutnya.
III.2.8. Ketelitian pengukuran jarak Ketelitian pengukuran jarak langsung umumnya dilakukan pergi-pulang. Selisih jarak pergi-pulang diberi kode ∆l, jarak rata-ratanya Lr. Ketelitian pengukuran jarak relatip adalah perbandingan anyara ∆l : Lr . Ketelitian pengukuran jarak langsung berkisar antara 1/3000 sampai 1/5000, karena memang banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Bagi surveyor yang telah berpengalaman dan dengan kerja secara hati-hati dengan pita ukur dari baja, dapat mencapai ketelitian 1/5000, namun bagi 14
surveyor pemula, kadang-kadang untuk mendapatkan ketelitian 1/3000 saja masih dirasa sulit. Dengan pita ukur baja untuk panjang 30 m, jenis kesalahan acak yang mungkin terjadi dalam pengukuran adalah sebagai berikut: 1. Pembentangan pita ukur tidak dilakukan segaris dengan titik A dan B. 2. Kesalahan dalam penggantungan unting-unting dan penandaannya di tanah. 3. Penarikan pita ukur yang tidak betul-betul mendatar. 4. Temperatur udara saat pengukuran yang tidak sama dengan temperatur standar
Aktivitas : Dosen
: menerangkan di kelas, membimbing diskusi, membuat tugas/latihan
mahasiswa, menilai aktivitas mahasiswa, memberi umpan balik ke mahasiswa. Mahasiswa : mengikuti kuliah, diskusi, praktimum, membuat laporan praktikum, mengerjakan tugas latihan dari dosen, response. .
Latihan : Pada materi mata kuliah ini tidak ada latihan, namun praktikum pengukuran jarak langsung di lapangan sangat menyita banyak waktu, karena meliputi kondisi lapangan yang datar, miring, dalam rintangan dll.
Tes Formatif 1. Jelaskan prosedur pengukuran jarak langsung pada medan yang datar dan miring ! 2. Sebutkan macam-macam alat ukur jarak langsung dan alat-alat bantunya! 3. Mengapa pengukuran jarak langsung dilakukan pergi-pulang ? 4. Sebutkan sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran jarak langsung. 5.Jelaskan bagaimana membuat arah tegaklurus dari suatu titik pada suatu garis lurus menggunakan alat pita ukur !
Kunci Jawaban Tes Formatif 1. a. Pada medan yang datar :
15
1. Pelurusan dan pembuatan penggal-penggal garis dari titik A ke B (misalnya), setiap penggal garis diperkirakan jaraknya tidak lebih dari panjang dari pita ukurnya menggunakan alat bantu anjir.(sbg mana gbr III.6) 2. Pengukuran jarak setiap penggal jarak dengan cara membentangkan pita ukur lurus dan datar, angka nol pita ukut titepatkan dengan tanda awal patok dan pada ujung lain tancapkan pen ukur, baca angka pita ukur yang menyinggung pen ukur dan catat hasil bacaannnya.(l1). 3. Tarik pita ukur maju ukur jarak penggal ke 2 dengan cara seperti langkah 1 di atas, dan seterusnya hingga semua penggal terukur, jumlahkan data setiap penggalngaris. 4. Pengukuran dilakukan kembali dari B ke A dengan cara yang sama dengan langkah ke 2 dan 3 di atas. 5. Jarak AB adalah rata-rata dari jumlah jarak ukuran AB (pergi) dan BA (pulang). 1.b. Pada medan yang miring 1. Langkah pertama sama dengan langkah 1.a di atas. 2. Lakukan pengukuran jarak penggal pertama dengan cara impitkan angka nol pada tanda titik A, pita ukur ditarik lurus dan mendatar menyinggung anjir tanda pelurusan, kemudian pada ujung yang lain gantungkan untingunting vertikal, benang unting-unting menyinggung pita ukur dan dibaca, sementara ujung unting-unting menyinggung permukaan tanah tancapkan pen ukur. 3. Lakukan pengukuran penggal ke dua dengan cara yang sama dengan langkah ke 2 di atas, demikian selanjutnya hingga sampai titik B.(Gbr III.8 dan III.9) 4. Langkah ke 4 dan ke 5 seperti halnya pada pengukuran medan mendatar di atas. 2. Alat-alat ukur jarak langsung : a. Alat utama : Pita ukur (dari baja, plastik, nilon, kain dll), pegas ukur, rantai ukur (dulu), kayu ukur/galah ukur) b. Alat-bantu : anjir, pen ukur, unting-unting, cermin/prisma sudut dll.
16
3. Pengukuran dilakukan pergi-pulang dengan maksud apa bila ada kesalahan kasar dapat segera diketahui, dan pengukuran kemudian diulangi kembali
4. Sumber-sumber kesalahan pengukuran jarak langsung antara lain : a. Pita ukur tidak betul-betul mendatar b. Pelurusan yang tidak saksama c. Panjang pita ukur tidak sstandar d. Kesalahan andongan e. Kesalahan menghitung jumlah bentangan f. Kesalahan membaca pita ukur dll. 5. Apa bila ada sebuah titik A pada garis lurus dan akan dibuat arah tegak lurus melalui titik tsb maka langkah-langkahnya sbb: a. ukur jarak yang sama dari titik tersebut kearah kiri dan kanan pada garis tersebut, misal k dan l. b. buat busur dari titik k dan l dengan jarak yang sama, dan tandai perpotongan busur tersebut misal s. c. hubungkan s ke A, maka garis tersebut akan tegak lurus dengan garis awal.
Penilaian Sesuai dengan Rubrik Assesment Mahasiswa
Rangkuman Bahwa pengukuran jarak langsung dengan menggunakan pita ukur di lapangan membutuhkan waktu yang relatip lama, karena memerlukan beberapa langkah yaitu pelurusan, pembagian penggal garis, baru pengukuran jarak penggal-penggal garis baik pergi maupun pulang dalam posisi pita ukur yang harus mendatar. Demikian pula adanya medan lapangan yang bervariasi ( datar, miring ataupun curam) akan memerlukan perhatian khusus dan waktu yang relatip lebih lama. Ketelitian pengukuran jarak langsung memang lebih baik dari cara optis, namun banyak terpengaruh cuaca, medan lapangan dan personil yang terlibad. Untuk menghindari kesahan kasar, pengukuran jarak langsung ini sebaiknya dilakukan pergi-pulang, terlebih-lebih bila jarak tersebut untuk kerangka dasar pemetaan. 17
Referensi : Daftar Pustaka
:
1. Basuki,S., 2006, Ilmu Ukur Tanah, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.. 2. Davis,R.E., 1981, Surveying Theory and Praktice, Mc.Graw-Hill, New York. . 5. Muller, I.I., Ramsayer, K.H.,1979, Intoduction to Surveying, Frederick Ungar, New York. 6. Oliver, J.G., Clendening, 1978, Principles of Surveying, Vol I, Aldard ans Son Ltd. 7. Sosrodarsono,S., 1983, Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
18