BAB III PEMIKIRAN YUSUF AL-QARDHAWI TENTANG ZAKAT HASIL TANAH PERTANIAN YANG DISEWAKAN
A. Biografi Yusuf Qardhawi Yusuf Qardhawi lahir di sebuah desa bernama Safat Turab, Mesir pada tanggal 9 September 1926 M.1 Nama lengkapnya Muhammad Yusuf AlQardhawi. Ia berasal dari keluarga yang taat menjalankan ajaran agama Islam, ketika berusia 2 tahun, ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak yatim, ia diasuh oleh pamannya. Ia mendapat perhatian cukup besar dari pamannya sehingga
ia
menganggapnya
sebagai
orang
tua
sendiri.
Keluarga
pamannyapun taat menjalankan agama Islam. Tidak heran kalau Yusuf alQardhawi menjadi seorang yang kuat beragama.2 Dalam masalah pendidikan, pamannya mendidik menghafal al-Qur'an secara intensif ketika usianya baru 5 tahun dan pada usia 10 tahun ia sudah menghafal al-Qur'an dengan fasih sehingga ia sering diminta menjadi imam karena kefasihan dan kemerduan suaranya terutama paad shalat-shalat yang mengeraskan bacaan seperti maghrib, isya' dan subuh.
3
Beliau mengawali
sekolahnya di sekolah dasar dan menengah di lembaga pendidikan sekolah cabang Al-Azhar dan selalu menempati rengking pertama yang kemudian
1
Abdul Aziz Dahlan, et. al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, Van Hoeve, Cet. I, 1997, hlm. 1448. 2 3
Ibid. Ibid.
29
30
salah satu guru memberi gelar Allamah.4 Di sekolah menengah umum dia meraih rengking kedua untuk tingkat nasional, Mesir. Setelah itu dia masuk Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar dan lulus pada tahun 1952. sebagai Sarjana S1 dan menduduki rengking pertama dari 180 mahasiswa. Kemudian ia memperoleh ijazah setingkat S2 dan memperoleh rekomendasi untuk mengajar dari fakultas bahasa dan sastra pada tahun 1954.5 Pada tahun 1958 dia memperoleh ijazah Diploma dari Ma'had Dirasat al-Arabiyah alAliyah dalam bidang bahasa dan sastra.
Kemudian pada tahun 1960 dia
mendapat ijazah setingkat Master di Jurusan Ilmu-Ilmu al-Qur'an dan Sunnah di Fakultas Ushuluddin. Beliau berhasil meperoleh gelar Doktor dengan peringkat "summa comlaude" pada tahun 1973 dengan Disertasi yang berjudul "Fiqh Az-Zakah".6 Beliau terlambat meraih gelar Doctor karena situasi poitik Mesir yang tidak menentu, selain itu dia ditahan oleh penguasa militer Mesir atas tuduhan mendukung gerakan ihwanul muslimin. Setelah keluar dari tahanan dia hijrah ke Daha Qatar dan mendirikan Madrasah ad-Din atau Institute Agama bersama teman-teman seangkatannya. Masrasah inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Fakultas Syari'ah Qatar yang kemudian menjadi Universitas Qatar dengan beberapa Fakultas. Al-Qardhawi sendiri duduk sebagai Dekan Fakultas Syari'ah pada Universitas tersebut.7 Jabatan struktural yang sudah lama dipegangnya adalah ketua Jurusan Studi Islam pada Fakultas Syari'ah Universitas Qatar. Sebelumnya dia adalah 4
Ishom Talimah, Al-Qardhawi wa Fiqiha, Terj. Samson Rahman "Manhaj Fiqih Yusuf Qardhawi", Jaktim: Pustaka Al-Kautsar, Cet. ke-1, 2001, hlm. 4. 5 Ibid. 6 Ibid. 7 Abdul Aziz Dahlan, et al, Ensiklopedi Hokum Islam, op. cit., hlm. 1448.
31
direktur lembaga agama tingkat sekolah lanjutan atas di Qatar. Al-Qardhawi juga pernah bekerja sebagai penceramah atau khutbah mengajar diberbagai masjid. Kemudian menjadi pengawas pada Akademik Para Imam, lembaga yang berada di bawah kementerian wakaf Mesir. Selain itu ia juga sangat berjasa dalam usaha mencerdaskan bangsanya melalui aktivitas di bidang pendidikan baik formal maupun non formal. Dalam bidang dakwah ia aktif menyampaikan pesan-pesan keagamaan melalui program khusus di radio dan televisi Qatar sebagai acara mingguan yang diisi dengan Tanya jawab tentang keagamaan. Dan dia juga melakukan kunjungan ke berbagai negara Islam dan non Islam untuk misi keagamaan, di antaranya Indonesia dating pada tahun 1989.8 Pemikiran Yusuf Qardhawi dalam bidang keagamaan dan politik banyak diwarnai oleh pemikiran Syekh Hasan al-Banna. Ia sangat mengagumi Syekh Hasan al-Banna dan menyerap banyak pemikirannya. Baginya Syekh al-Banna merupakan ulama yang konsisten mempertahankan kemurnian nilainilai agama Islam, tanpa terpengaruh oleh paham nasionalisme dan sekulerisme yang diimpor dari Barat atau dibawa oleh kaum penjajah ke Mesir dan dunia Islam. Mengenai wawasan ilmiahnya, Al-Qardhawi banyak dipengaruhi oleh pemikiran ulama-ulama al-Azhar. Walaupun sangat mengagumi tokoh-tokoh dari kalangan Ikhwanul Muslimin dan al-Azhar, ia tidak pernah bertaklid begitu saja. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tulisannya mengenai masalah hukum Islam, misalnya mengenai kewajiban
8
Ibid.
32
mengeluarkan zakat penghasilan profesi yang tidak dijumpai dalam kitabkitab fikih klasik dan pemikiran ulama lainnya.9 Al-Qardhawi mempunyai keluarga yang tenang yang Allah karuniakan sejak bulan Desember 1958. Istrinya seorang wanita yang shalihah dari keluarga Hasyimiyah Husainiyah. Istrinya sangat sabar dalam menghadapi semua tantangan dakwah, dimana sering kali suaminya banyak mengutamakan umat dari pada keluarganya sendiri. Allah mengkaruniakan kepada Syekh anak perempuan dan laki-laki yang cerdas dan selalu menduduki peringkat nomor satu di kelasnya. Anak-anak Al-Qardhawi terdiri dari 4 orang putri dan 3 orang putra, dimana anak-anak putrinya lahir lebih dulu dari pada anak laki-lakinya. Putri sulungnya, Ilham keluar dengan nilai tertinggi di Universitas Qatar dan meraih gelar Doktor dalam bidang Fisika jurusan Nuklir dari Universitas London. Putri keduanya, Siham, alumnus Universitas Qatar dengan nilai tertinggi pada jurusan Kimia, dan memperoleh gelar Doktor dari satu Universitas di Inggris dalam bidang Biologi jurusan Organ Tubuh. Putri ketiganya, ‘Ala, memperoleh nilai tertinggi dari Fakultas Biologi jurusan Hewan dan memperoleh gelar Master dari Universitas Texas di Amerika dalam bidang Rekayasa Genetik. Putri keempatnya, Asma’, memperoleh gelar Master dari Universitas Khalif Bahrain dan sedang mengambil program Doktor di Universitas Nottingham Inggris bersama suaminya. Sedangkan anak laki-lakinya yang pertama, Muhammad, alumnus Fakultas Teknik jurusan
9
Ibid.., hlm. 1449
33
Mesin dari Universitas Qatar dan mengambil program Doktor di Amerika. Anak laki-lakinya yang kedua, Abdur Rahman, menempuh jalur yang berbeda dengan kakak-kakaknya, dia masuk pada sebuah Akademi Keagamaan di Qatar. Anak laki-lakinya yang bungsu, Usamah, alumni Fakultas Teknik jurusan Elektro.10 B. Karya-karya Yusuf Qardhawi Sebagai seorang ilmuwan dan da’i al-Qardhawi juga aktif menulis berbagai artikel keagamaan di berbagai media cetak. Dia juga aktif melakukan penelitian tentang Islam. Dalam kapasitasnya sebagai seorang ulama kontemporer, ia banyak menulis buku dalam berbagai masalah pengetahuan Islam. adapun karya-karyanya adalah : 1. Al-Halal wal Haram fil Islam Salah satu buku d alam bidang Fiqih dan Ushul Fiqh yang membahas dan mengupas tentang masalah halal dan haram dalam islam seperti maslah makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, hubungan suami dan istri, hubungan antara anak dan orang tua, kepercayaan dan tradisi, mu'amalah atau hubungan kerja, masalah hiburan dan lain-lain.11 2. Fiqhuz Zakah Merupakan Disertasi Yusuf Qardhawi dalam rangka untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Doktor yang selesai selama 2 tahun. Karya inimerupakan pembaharuan dalam hukum zakat, karena
10
Ishom Talimah, op. cit., hlm. 20-21. Yusuf Qardhawi, al-Halal wa al-haram fi al-Islam, Trj. Mu'amal Hamidi "Halah dan Haram dalam Islam", Jakarta: PT. Bina Ilmu, 1980, hlm. 1. 11
34
selama ini banyak dijumpai hukum zakat yang pelaksanaannya dirasakan kurang sesuai dengan perkembangan keadaan dewasa ini, baik ditinjau dari segi barang yang dikenakan zakat maupun bentuk pengumpulan serta pendayagunaannya. Pada awal tegaknya Islam, zakat hanya meliputi zakat pertanian, peternakan, perdagangan, emas dan perak serta rikas. Seiring dengan perkembangan zakan dan ekonomi, sumber zakatpun mengalami perkembangan, misalnya zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga dan zakat sektor modern lainnya.12 3. Musykilah al-Faqr wa Kaifa 'Aalajaha al-Islam Kemiskinan sebagai salah satu kondisi serba kurang dalam pemenuhan kebutuhan ekonomis, yang berimplikasi jamak kepada kehidupan seseorang atau masyarakat. Buku ini merupakan himpunan permasalahan tentang bagaimana mengentaskan kemiskinan dalam Islam. Dalam buku ini dijelaskan secara rinci memaparkan berabgai persepsi yang berkembang dalam sejarah kehidupan manusia tentang kemiskinan khususnya dari perspektif Islam. Secara luas disajikan berbagai kiat Islam dalam mengentaskan kemiskinan. 4. As-Sunnah Mashdaran li al-Ma'rifah wa al-Hadharah Buku ini mengkaji tentang sunnah yang dijadikan sebagai sumber IPTEK dan peradaban yang meliputi pertama, mengenai aspek yuridis atau tasyri' pada sunnah. Yang membahas tentang sunnah sebagai tasyri' 12
Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, Terj. Salman Harun, et al., "Hukum Zakat", Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996, hlm. 1.
35
dan bukan tasyri', sunnah sebagai tasyri' umum dan khusus dan sunnah sebagai ketetapan tasyri' yang abadi dan insidentil. Kedua, sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan yang membahas tentang masalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dan yang ketiga, sunnah sebagai sumber peradaban yang mencakup sunnah dan fiqih peradaban serta sunnah dan etika beradab.13 5. Al-Ibadah fi al-Islam Membahas tentang hukum-hukum fiqih mengenai ibadah. Ibadah merupakan kepentingan manusia. Dengan ibadah menusia akan sadar bahwa Allahlah yangpaling berkuasa atas segala-galanya. Manusia hanyalah makhluk yang lemah dan sudah sepantasnya manusia harus berbakti kepada Tuhannya dengan cara ibadah, tentunya dengan cara-cara yang telah ditetapkan oleh syari'at dan hukum Islam. 6. Al-Ijtihad fis Syari'ah al-Islamiyah ma'a Nadharatin fil Ijtihad al-Ma'ashir Ijtihad merupakan kelapangan yang diberikan Allah kepada hambanya untuk berijtihad dalam masalah-masalah yang belum ditetapkan dalam nash. Karena sesungguhnya dengan ijtihad syari'at Islam menjadi kaya dan subur selagi tidak melebihi batas-batas hukum-Nya ataupun mengabaikan hak-hak manusia.14
13
Yusuf Qardhawi, as-Sunnah Mashdaran Li al-Ma'rifah wa al-Hadharah, Terj. Setiawan Budi Utama "as-Sunnah Sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban", Jakarta: Pustaka alKautsar, 1998, hlm. 3. 14 Yusuf Qardhawi, al-Ijtihad fis Syari'ah al-Islamiyah m'a Nadharatin fil Ijtihad alMa'ashir, Terj. Ahmad Syatori "Ijtihad dalam Syari'at Islam; beberapa pandangan analisis tentang ijtihad kontemporer", Jakarta: Bulan Bintang, 1987, hlm. 7.
36
7. Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami Memaparkan tentang pentingnya norma dan etika dalam ekonomi, kedudukannya, dan pengaruhnya dalam lapangan ekonomi yang berbedabeda seperti soal produksi, konsumsi, distribusi dan timbal balik.15 8. Al-Fatwa Bainal Indhibat wat Tasayyub Dalam relitas kehidupan masyarakat muslim dewasa ini, terdapat suatu kecenderungan bahwa kalangan muslim tertentu menggampangkan diri dalam memebrikan status hukum suatu persoalan, padahal mereka tidak memiliki ilmu tentang Islam yang memadai. Kondisi seperti ini telah berimplikasi terhadap ikhtiar menunjang kebangkitan Islam.16 9. Taisirul Fiqhi lil Muslimil Mu'ashiri fi Dahu'il Qur'ani wa Sunnah Buku yang membahas tentang bagaimana kaum muslimin agar mau memahami fiqih Islam secara utuh yang mana manusai modern saat ini banyak disibikkan oleh urusan kehidupan dunia yang banyak menyita waktu sehingga mereka tidak sempat mempelaajri fiqih Islam. Dan untuk itu sudah saatnya fiqih Islam memebri kemudahan agar mudah diaplikasikan dengan menghindari sikap memberatkan dan mempersulit serta meringankan dan mempermudah.17 Dan masih banyak lagi karyakaryanya yang berupa buku-buku dan kaset-kaset.
15
Yusuf Qardhawi, Darul Qiyam wa Akhlaq fi Iqtishadil Islam, Dalam kata pengantar, Terj. Zainal Arifin, et al., "Norma dan Etika Ekonomi Islam", Cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1887, hlm. v. 16 Yusuf Qardhawi, al-Fatwa Bainal Indhibat wat Tasayyub, Terj. As'ad Yasin "Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, Cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hlm. 5. 17 Yusuf Qardhawi, Taisirul Fiqhi Lil Muslimil Mu'ashiri fil Dahu'il Qur'ani wa Sunnah, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, et. al., "Fiqih Praktis Bagi Kehidupan Modern", Cet. I, Jakarta: Gema Insni Press, 2002, hlm. 1.
37
C. Metode Istimbath Yusuf Qardhawi Yusuf Qardhawi adalah seorang cendekiawan muslim dan seorang mujtahid yang tidak mengikat diri pada salah satu madzhab tertentu, menurut al-Qardhawi pemecahan masalah fiqih yang terbaik ialah yang paling jelas nash landasannya, yang terbaik dasar pemikirannya, yang termudah pengalamannya, dan yang terdekat relevansinya dengan kondisi zaman.18 Sehingga ia mampu memadukan hukum-hukum syari’at Islam dan tuntutan zaman.19 Dalam menetapkan suatu fatwa al-Qardhawi berpegang pada jalan tengah, sehingga fatwanya dapat dipahami, dimengerti dan diterima oleh lapisan masyarakat Islam. Dalam hal ini al-Qardhawi selalu berpegang pada kemudahan dan meringankan dan harus mengalahkan kesulitan dan memberatkan. Setiap faqih selalu mempunyai karakteristik tersendiri, begitu pula dengan Yusuf Qardhawi, yang antara lain : 1.
Tidak Fanatik dan Tidak Taqlid Dalam fatwa-fatwa dan bahasan-bahasan Yusuf Qardhawi melepaskan diri dari sifat fanatik madzhab dan taqlid buta terhadap salah satu ulama, baik dari ulama terdahulu maupun belakangan.20 Tetapi beliau tetap menghormati sepenuhnya kepada para imam dan fuqoha.
18
Yusuf Qardhawi, Hadyatul Islam Fatawi Mu’asishirah. Terj. As’ad Yasin “FatwaFatwa Kontemporer”, hlm. Introduksi 19
Yusuf Qardhawi, Al-Islamu wa Fannu, Wahid Ahmadi dkk., Islam Berbicara Seni, Solo : Era Intermedia, 2002, hlm. 196. 20
Yusuf Qardhawi, Hadiyul Islam Fatawi Muashirah, op. cit., hlm. 21.
38
2.
Memberikan Kemudahan Manifestasi rahmat Islam yang paling tampak jelas adalah dengan adanya ‘pemudahan’ (at-taysir) yang menjadi landasan syari’at dan hukum-hukumnya. Itulah yang terlihat kalau kita memperhatikan ayat-ayat al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw, karena Allah tidak pernah membebani para hamba-Nya begitu saja, atau mempersulit kehidupan mereka.21 Yusuf membutuhkan
Qardhawi apa
yang
berpendapat disebut
manusia
dengan
di
zaman
kemudahan,
ini
memberi
kemudahan dalam hal fiqih, menurutnya ada dua hal, yaitu : a. Mempermudah pemahaman fiqih agar mudah dipahami, yang dapat diwujudkan dengan beberapa hal :22 1) Memilih untuk memberikan kemudahan dan berrsikap moderat 2) Mendialogkan akal modern 3) Menggunakan pengetahuan-pengtahuan modern dan istilahistilahnya 4) Mengaitkan antara fiqih dan realitas 5) Menjelaskan hikmah syari’at 6) Mengaitkan satu hukum dengan yang lainnya 7) Mengurangi sikap memperbanyak tambahan
21
Yusuf Qardhawi, Ash-Sohwatul Islamiyyah, Terj. Abdullah Hakam Syah, Aunul Abied Syah, “Kebangkitan Gerakan Islam dari Masa Transisi Menuju Kematangan”, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2002, hlm. 158 22
Yusuf Qardhawi, Taisirul Fiqhi Lil Muslimil Muashiri fi Dahu ‘il Qur’ani was Sunnah, terj. Abdul Hayyle Al-Kattani, “Fiqh Praktis Bagi Kehidupan Modern”, Jakarta : Gema Insani Press, 2002, hlm. 11-18
39
8) Memanfaatkan tulisan-tulisan di era modern ini 9) Tingkatan-tingkatan kitab fiqih yang berbeda 10) Fungtuasi dan sarana-sarana penjelas b. Mempermudah hukum-hukum fiqih agar mudah dilaksanakan dan diaplikasikan, yang meliputi :23 1) Memperhatikan segi rukhshah 2) Memperhatikan urgensitas dan kondisi-kondisi yang meringankan hukum 3) Memilih yang termudah 4) Mempersempit dalam kewajiban dan pengharaman 5) Membebaskan diri dari fanatisme madzhab 6) Mempermudah dalam hal-hal yang terjadi secara umum 7) Memperhatikan tujuan dan perubahan fatwa 3.
Berbicara Kepada Manusia Dengan Bahasa Zamannya Yusuf Qardhawi dalam memberikan fatwa menggunakan bahasa yang mudah diterima oleh masyarakat penerima fatwa. Beliau juga berupaya menjauhi istilah-istilah yang sukar dimengerti dan sebaliknya mencari kata-kata yang lebih mudah dimengerti dan mudah dicerna.24
23
Ibid., hlm. 19-34
24
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, op. cit., hlm. 27
40
Jelasnya, ada beberapa hal yang perlu diketahui seorang mufti sehubungan dengan masalah penguasaan bahasa, antara lain :25 a. Berbicara secara rasional dan tidak berlebihan b. Tidak menggunakan istilah-istilah yang sulit dimengerti c. Mengemukakan hukum disertai hikmah dan illat (alasan hukum) yang sesuai dengan falsafah umum Dinul Islam 4.
Bersikap Pertengahan : antara memperoleh dan memperketat Yusuf Qardhawi tidak ingin seperti orang-orang yang hendak melepaskan ikatan-ikatan hukum yang telah tetap dengan alasan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan juga tidak ingin seperi orang-orang yang hendak membakukan dan membekukan fatwafatwa, perkataan-perkataan dan ungkapan-ungkapan terdahulu karena menganggap suci segala sesuatu yang terdahulu.26
5.
Realistis Fikih al-Qardhawi semuanya bertumpu kepada fikih realitas, yaitu fikih yang didasarkan pada pertimbangan antara masalah dan mafsadat, sesuai dengan realitas yang sedang dihadapi manusia masa kini dengan tetap berpedoman pada dalil syar’i. Metode istimbath yang digunakan Yusuf Qardhawi dalam masalah ini adalah :
25
Ibid., hlm. 28-29
26
Ibid., hlm. 36
41
1. Al-Qur'an Al-Qur'an
sebagai
sumber
pertama
hukum
Islam
mengandung pengertian yang mendalam bahwa al-Qur'an itu menjadi sumber dari segala sumber hukum. Al-Qur'an adalah dalil pertama yang merupakan kalam dari Allah dalam lafal maupun makna mahfudz (terjaga), sehingga al-Qur'an dijadikan hujjah, sandaran dan pegangan dalam akidah, syar’ah, akhlak, dan adab, mereka semua merujuk kepadanya, berpegang kepada ajarannya dan mencari petunjuk dengan cahayanya. Menurut Yusuf Qardhawi al-Qur'an adalah kitab yang sesuai dengan perjalanan waktu, tidak dapat diasumsikan hanya mewakili satu peradaban satu budaya bangsa dalam satu masa atau hanya mewakili pemikiran generasi tertentu, al-Qur'an tetap eksis dan kekal seperti halnya yang diturunkan Allah sejak pertama kali. Al-Qur'an adalah ruh Rabbani, yang dengannya akal dan hati menjadi hidup. Ia juga dustur Illahi yang mengatur kehidupan individu, bangsa-bangsa. Allah menurunkannya secara berangsurangsur, sesuai dengan kejadian-kejadian yang berlangsung, sehingga menurut al-Qardhawi, ia menjadi lebih melekat dalam hati, lebih dipahami oleh akal manusia dan menuntaskan masalah-masalah dengan ayat-ayat Allah. 27
27
Yusuf Qardhawi, Kaifa Nata’amalu Ma’a al-Qur'an al-Adhim, Terj. Abdul Hayyle AlKattani, “Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur'an”, Jakarta : Gema Insani Press, 1999, hlm. 26
42
Adapun ayat yang digunakan Yusuf Qardhawi dalam masalah zakat hasil tanah pertanian yang disewakan adalah surat alBaqarah ayat 267:
☺
(267 :)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ Artinya: "Hai orang-orang yang beriman belanjakanlah sebagian yang baik dari harta yang kamu usahakan dan dari yang kami keluarkan untuk kamu dari bumi". (al-Baqarah: 267)28 Dan surat at-Taubah ayat 103:
⌦
:)ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ
☺
(103 Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu memberiman dan mengsucikan mereka dan mendoakan untuk mereka sesungguhnya doa kamu menjadi ketentraman bagi jiwa mereka dan Allah maha mengetahui lagi maha mendengar". (al-at-Taubah: 103)29
28
Departetmen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV al-Wa'ah, 1995,
29
Ibid., hlm. 297-298.
hlm. 67.
43
Dari surat al-Baqarah ayat 267 menerangkan bahwa segala macam usaha yang dikeluarkan dari bumi dalam hal ini pertanian, wajib dikeluarkan zakarnya pada saat menuai panen. Sedangkan pada surat at-Taubah ayat 103 menjelaskan bahwa kata "amwal" mencakup semua jenis harta yang dimiliki dan diahsilkan dari usaha yang halal yang salah satunya adalah sewa. 2. Ijtihad Intiqa'i Ijtihad sebagai aktivitas nalar manusia yang dikerahkan secara maksimal untuk menghasilkan hukum syara' memiliki lapangan yang luas. Karena sesungguhnya dengan Ijtihad syari'at Islam menjadi subur dan kaya serta mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi dan situasi zaman. Hal ini dapat direalisasikan jika ijtihad dilakukan dengan benar dan memenuhi kriteria yang ditentukan oleh para ahli dan tepat pada tempatnya.30 Ijtihad intiqa'i adalah memilih salah satu pendapat dari beberapa pendapat terkuat yang terdapat dalam warisan fiqih Islam, yang penuh dengan fatwa dan keputusan hukum.31 Dalam hal ini Yusuf Qardhawi memperkuat pendapat Imam Syafi'i dan Ibnu Rusyd.
30
Yusuf Qardhawi, al-Ijtihad al-Mu'ashir Baina al-Indhibat wal Infirath, Terj. Abu Barzani "Ijtihat Kontemporer Kode etik dan Berbagai Penyimpangan", Surabaya: Risalah Gusti, 2000, hlm. 7. 31 Ibid., hlm. 24.
44
D. Pendapat Yusuf Qardhawi Tentang Zakat Hasil Tanah Pertanian yang Disewakan Hasil pertanian merupakan sumber pendapatan yang telah dikenal dari generasi terdahulu sampai generasi sekarang. Namun seiring berjalannya waktu dan berubahnya zaman bertani tidak hanya dapat dilakukan di tanah sendiri, akan tetapi dapat juga dilakukan di tanah milik orang lain dengan cara menyewa. Hasil pertanian sudah pasti harus dikeluarkan zakatnya pada saat panen, namun bagaimana dengan hasil sewa, apakah terbebas dari zakat. Pada dasarnya sewa merupakan salah satu usaha yang menghasilkan harta. Dengan demikian wajib diekluarkan zakatnya apabila telah mencapai nisabnya. Pada hakikatnya zakat adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang yang mempu untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka sesuai dengan ketentuan syara'.32 Menurut Yusuf Qardhawi, yang menetapkan antara pemilik dan penyewa wajib mengeluarkan zakat adalah pekerjaan apapun yang menghasilkan harta dan halal maka wajib dikeluarkan zakatnya. Seperti dalam masalah ini. Adapun alas an Yusuf Qardhawi yang menetapkan antara pemilik dan penyewa wajib zakat pertama, adanya perbedaan pendapat mengenai penetapan zakat hasil tanah pertanian yang disewakan yang terlalu mencolok sehingga beliau mengambil jalan tengahnya, selain itu juga belum ada dalil yang jelas dalam penetapan zakat hasil tanah pertanian yang disewakan.
32
Didin Hafi Didin, Makalah: Telaah Zakat Profesi.
45
Kedua, ketetapan antara pemilik dan penyewa untuk mengeluarkan zakat tidak bertentangan dengan nash yang jelas seperti al-Qur'an dan hadits. Ketiga, sebagai perimbangan kewajiban yang adil antara pemilik dan penyewa dan untuk menghindari ketumpangtindihan dan berulang-ulangnya sejumlah harta yang merupakan kewajiban pemilik tanah untuk menzakatkannya telah dikeluarkan dari kewajiban penyewa.33 Dalam menetapkan zakat hasil tanah pertanian yang disewakan alQardhawi mengambil jalan tengah dari pendapat Abu Hanifah dan jumhur. Dalam pendapatnya Abu Hanifah menjelaskan, zakat adalah kewajiban pemilik berdasarkan atas ketentuan tanahlah yang memproduksi bukan tanaman. Sedangkan menurut jumhur, zakat wajib atas orang yang menyewa karena zakat merupakan beban tanaman bukan beban tanah dan pemilik tidaklah menghasilkan bijian atau buahan sehingga tidak wajib mengeluarkan zakat.34 Karena tidak ada dalil yang jelas dalam menetapkan zakat hasil tanah pertanian yang disewakan, Yusuf Qardhawi berpendapat:
ﻓﻼ, ﻛﻞ ﻓﻴﻤﺎ ﺍﺳﺘﻔﺎ ﺩﻩ:ﺍﻥ ﺍﻟﻌﺪﻝ ﺃﻥ ﻳﺸﺘﺮﻙ ﺍﻟﻄﺮ ﻓﺎﻥ ﰲ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻳﻌﻔﻰ ﺍﳌﺴﺘﺄﺟﺮﺍﻋﻔﺎﺀ ﻛﻠﻴﺎ ﻣﻦ ﻭﺟﻮﺏ ﺯﻛﺎﺓ – ﻛﻤﺎ ﺫﻫﺐ ﺃﺑﻮ ﻭﻻ ﻳﻌﻔﻰ ﺍﳌﺎﻟﻚ ﺍﻋﻔﺎﺀ ﻛﻠﻴﺎ ﻭﳚﻌﻞ ﻋﺐﺀ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻛﻠﻬﺎ ﻋﻠﻰ,ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺍﳌﺴﺘﺄ ﺟﺮ – ﻛﻤﺎ ﺫﻫﺐ ﺍﳉﻤﻬﻮﺭ – ﻭﻟﻘﺪ ﺍﻧﺘﺒﻪ ﺍﺑﻦ ﺭﺷﺪ – ﺑﻌﻘﻠﻪ
33 34
Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakah, op. cit., hlm. 378-389. Ibid., hlm. 376.
46
ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﻰ – ﺍﱃ ﺃﻥ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﰲ ﺍﻷﺭﺽ ﺍﳌﺰﺭﻭﻋﺔ ﻟﻴﺲ ﺣﻖ ﺍﻷﺭﺽ . ﻭﻟﻜﻨﻪ ﺣﻖ ﳎﻤﻮ ﻋﻬﺎ. ﻭﻻ ﺣﻖ ﺍﻟﺰﺭﻉ ﻓﻘﻂ,ﻭﺣﺪﻫﺎ ﺃﻥ ﻳﺸﺘﺮﻙ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺰﺭﻉ ﻓﻴﻤﺎ ﳚﺐ:ﻣﻌﲎ ﻫﺬﺍ . ﻭﻫﺬﺍ – ﻓﻴﻤﺎ ﺃﺭﻯ – ﻫﻮ ﺍﻟﺮﺍﺟﺢ.ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺃﻭ ﻧﺼﻔﻪ Artinya: “Yang adil adalah bahwa penyewa maupun pemilik harus secara bersama-sama menanggung zakat itu: masing-masing sesuai dengan perolehannya. Penyewa tidak bisa diberi keringanan sama sekali dari kewajiban membayar zakat, seperti pendapat Abu Hanifah, dan pemilik tidak bisa pula dikenakan harus membebankan semua zakat kepada penyewa, seperti pendapat jumhur. Ibnu Rasyid mengingatkan kita, dengan hasil pemikiran filsafatnya, bahwa kewajiban atas tanah yang olah tidaklah hanya menjadi beban tanah semata, tidak pula menjadi beban tanaman sendiri, tetapi beban keduanya. Hal itu berarti bahwa pemilik tanah dan pemilik hasil harus secara bersama menanggung zakat yang besarnya 10 % atau 5 % itu, dan itulah menurut saya yang lebih benar” .35
Mengenai zakat hasil pertanian zakatnya sebesar 5 % atau 10 % sesuai dengan sifat pengairannya. Sebelum mengeluarkan zakat, baik pemilik tanah maupun penyewa tanah harus mengeluarkan atau menghitung dulu beban-beban yang ditanggungnya baru setelah bersih dikeluarkan zakatnya bila mencapai nishab. Penyewa sebelumnya mengeluarkan zakat hasil dari panen harus dipotong dulu untuk membayar hutang-hutangnya. Yang dimaksud hutang di sini adalah biaya sewa, biaya pengurusan dan biaya beli bibit. Begitu pula dengan pemilik tanah, ia tidak dikenakan kewajiban membayar zaakt dari hasil tanaman dan buahan karena itu bukan miliknya,
35
Ibid.., hlm. 377.
47
tetapi ia hanya mengzakatkan penghasilannya yang berupa uang sewa. Sebelum pemilik mengeluarkan zakat ia juga harus mengeluarkan bebanbeban seperti membayar pajak tanah dan kebutuhannya seahri-hari, setelah hasil bersih baru dikeluarkan zakatnya. Dalam mengeluarkan zakatnya dapat digambarkan dalam bentuk perhitungan. Misalnya seseorang memiliki 10 hektar tanah yang disewakan untuk ditamami padi dengan sewa 1 hektar 20 pond. Tanah itu kemudain menghasilkan 100 irdab padi hektar 4 pond. Bagaimanakah cara mengeluarkan zakatnya. Dalam hal ini penyewa terlebih dahulu mengeluarkan dari produksi itu sewa tanah sebesar 50 irdab (50 x 4 = 200 pond, yaitu sewa 10 ha x 20 pond). Bila ia mengeluarkan biaya untuk bibit dan pupuk sebesar 40 pond (yang harganya sama dengan harga padi 10 irdab) maka hasilnya 40 irdab. Bila zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 %, maka ia harus mengeluarkan 2 irdab. Sedangkan pemilik tanah mengeluarkan zakat 200 pond sewa yang diterimanya. Bila misalnya ia harus mengeluarkan kharaj atau pajak sebesar 40 pond, maka hsil bersih yang diterima oleh pemilik adalah 160 sebesar 40 pond. Dengan demikian ia harus mengeluarkan zakat sebesar 5 % yaitu 8 pond.