BAB III PELAKSANAAN PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DAN PEMELIHARAAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA
A.Penyelesaian Perkara Perceraian Yang Dikomulasi Dengan Gugatan Harta Bersama Dan Pemeliharaan Anak A.1.Penyelesaian Perceraian di Pengadilan Agama Cilacap. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24 Ayat (2) menyatakan : Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.228 Pengadilan Agama Cilacap adalah salah satu dari dari empat badan peradilan di Indonesia yang mempunyai kekuasaan atau wilayah hukum di wilayah teritorial Kabupaten Cilacap.Sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 10 ayat ( 1 ) Undangundang Nomor 14 Tahun 1970 Jo. Undang-undang Nomor 04 Tahun 2004, bahwa kekuasaan kehakiman atau “judicial power” di Indonesia dilakukan dalam lingkungan: a Peradilan Umum b.Peradilan Agama c.Peradilan Militer dan d.Peradilan Tata Usaha Negara 228
Majlis Permusyawaratan Rakyat R I , Panduan Pemasyarakatan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretaris Jenderal, Jakarta,2006, hal..101.
172
173
Keempat badan peradilan tersebut, mempunyai kewenangan absolut dan kewenangan relatif masing-masing. Kewenangan absolut, menyangkut pembagian kekuasaan (wewenang) mengadili antar lingkungan peradilan, sedangkan kewenangan relatif, berkaitan dengan kewilayahan. Untuk mengetahui alur tugas pokok dan fungsi, terlebih dahulu harus diketahui dengan baik tentang struktur organisasi, karena Tupoksi disusun mengikuti alur garis koordinasi dan garis instruksi pada Struktur organisasi tersebut. Susunan organisasi Pengadilan Agama Cilacap , sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 1991,terdiri dari unsur pimpinan yaitu Ketua, Wakil Ketua, dan pejabat fungsional Hakim.Selain itu ada unsur Kepaniteraan serta Kesekretariatan yang dipimpin oleh Panitera/Sekretaris yang membawahi: bidang Kepaniteraan, terdiri dari Wakil Panitera, Panitera Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan, dan Panitera Muda Hukum, kelompok fungsional Panitera Pengganti, Jurusita dan Jurusita Pengganti; bidang Kesekretariatan, terdiri dari Wakil Sekretaris,Kasubbag Umum, Kasubbag Kepegawaian, dan Kasubbag Keuangan Adapun wilayah hukum Pengadilan Agama Cilacap menurut PP Nomor 45 Tahun 1975 Pasal 1 adalah sama dengan wilayah hukum Pengadilan Negeri. Ditegaskan juga dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 4, Bahwa Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadia/Kabupaten. Pengadilan Agama Cilacap, wilayah hukumnya meliputi .seluruh daerah Kabupaten Cilacap. Adapun wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama Cilacap yaitu daerah Kabupaten Cilacap, yang terdiri dari 24 wilayah kecamatan . Batas-batas wilayah
174
hukum Pengadilan Agama Cilacap sebagai berikut229 : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banyumas. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.
Gambar 3.1.Peta Kabupaten Cilacap Per Kecamatan Sedang kewenangan absolut peradilan agama yang semula hanya berkisar masalah hukum keluarga, namun seiring dengan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, agar masyarakat Indonesia dapat mejalankan seluruh aspek kehidupan secara Islami, maka pada tahun 2006 kewenangan tersebut dilengkapi, sehingga Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan P[asal
229
Bappeda dan Badan Pusat Statistik Kota Cilacap Dalam Angka 2012, hal. 3.
175
49 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, selengkapnya sebagai berikut : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infaq; h. Shadaqah; dan i. Ekonomi syari'ah.” Kewenangan Pengadilan Agama Cilacap yang begitu banyaknya, namun perkara perceraian ( baik yang berupa cerai talak maupun gugat cerai), menempati peringkat pertama dari seluruh kewenangan yang diberikan oleh Pasal 49 tersebut, hal ini dapat dilihat dari data keadaan perkara di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cilacap tahun 2011, 2012 dan 2013, sebagai berikut 230 : a. Keadaan Perkara : Tahun 2011 : 1. Sisa
230
akhir tahun 2010
: 930 perkara
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Cilacap Tahun 2011, 2012 dan Tahun 2013.
176
2. Perkara masuk 2011
: 4646. Perkara
3. Jumlah
: 5576 perkara
4. Perkara yang diputus
: 4572 perkara
5. Sisa perkara
: 1004 perkara
Tahun 2012 : 1. Sisa akhir tahun 2011
: 1004 perkara
2. Perkara masuk 2012
: 5070 perkara
3. Jumlah
: 6074 perkara
4. Perkara yang diputus
: 4975 perkara
5. Sisa perkara
: 1099 perkara
Tahun 2013 : 1. Sisa akhir tahun 2012
: 1099 perkara
2. Perkara masuk 2013
: 5436 perkara
3. Jumlah
: 6535 perkara
4. Perkara yang diputus
: 5343 perkara
5. Sisa perkara
: 1192 perkara
b. Perkara yang diterima Pengadilan Agama Cilacap tahun 2011, dan 2012 serta tahun 2013 adalah sebagai berikut : Tabel 3.1.Perkara yang diterima PA Cilacap tahun 2011.,2012 dan 2013 Tahun No
Jenis Perkara 2011
2012
2013
1
Perkara cerai gugat
3022
3158
3556
2
Perkara cerai talak
1528
1765
1709
177
3
Perkara harta bersama
7
3
7
4
Perkara waris
7
2
6
5
Izin polygami
14
12
3
6
Pembatalan perkawinan
3
2
7
7
Pengesahan anak
1
-
2
8
Perkara isbath nikah
5
3
3
9
Perwalian/ hadlonah
2
2
5
10
Perkara izin kawin
-
-
-
11
Perkara dispensasi kawin
36
88
101
12
Perkara Wali adlol
6
3
3
13
Asal Usul Anak
-
-
-
14
Pengangkatan anak
-
-
-
15
Ekonomi Syariah
-
2
2
16
P3 HP/Penetapan Ahli Waris
9
18
11
13
Lain-lain
6
12
21
4646
5070
5436
Jumlah
c.Dari sisa perkara ditambah perkara yang diterima tahun berikutnya jumlah yang telah diselesaikan adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 .Tabel perkara yang diselesaikan PA Cilacap tahun 2011,2012,2013.
178
Tahun No
Jenis Perkara 2011
2012
2013
1
Dicabut
191
239
243
2
Tidak dapat diterima
43
41
22
3
Gugur
47
61
38
4
Dicoret dari register
16
23
22
5
Ditolak
12
9
8
6
Dikabulkan
4263
4602
5010
4572
4975
5343
Jumlah
d.Dilihat dari jenisnya, perkara yang diputus / diselesaikan
tersebut
terdiri : Tabel 3.3.Perkara yang diputus sesuai jenisnya tahun 2011.2012 dan 2013. Tahun No
Jenis Perkara 2011
2012
2013
1
Perkara cerai gugat
2769
3050
3060
2
Perkara cerai talak
1429
1444
1797
3
Perkara harta bersama
1
2
8
4
Perkara waris
2
2
-
5
Izin polygami
10
4
13
6
Perkara pembatalan perkawinan
1
-
6
7
Perkara isbath nikah
4
1
2
8
Perkara dispensasi kawin
28
71
94
179
9
Perwalian/ hadlonah
2
1
1
10
Perkara wali adlol
4
1
3
11
Perkara pengangkatan anak
-
-
2
12
Penguasaan anak
-
-
3
13
Lain-lain/Permohonan perubahan
4
18
23
4572
4975
5343
Nama Jumlah
Jumlah penduduk Kabupaten Cilacap sebanyak 1.755.268 jiwa, 97,06 % nya diantaranya beragama Islam231 dan pada tahun 2011 yang melakukan perceraian, baik dengan cerai talak maupun cerai gugat sebanyak 4198 pasang suami istri (8396 orang) Sedangkan pada Tahun 2012, Penduduk Cilacap sebanyak 1.764.003 jiwa, yang melakukan perceraian sebanyak 4494 pasang suami istri (8988 orang). Nampak jelas bahwa ada peningkatan perceraian, meskipun jumlahnya sangat kecil, dan juga bila dibandingkan dari Penduduk Cilacap yang beragama Islam juga prosentase angka perceraian sangat kecil .Dan dibanding dengan Pengadilan Agama lain dalam wilayah Pengadilan Tinggi Agma Jawa Tengah , maka jumlah perkara pada Pengadilan Agama Cilacap adalah terbesar dan dari tahun ke tahun semakin meningkat. A.2.Komulasi Perkara Perceraian Dengan Perkara Gugatan Harta Bersama Dan Pemeliharaan Anak .
231
Disalin dari Buku Cilacap Dalam Angka 2012,BAPPEDA dan BPS Kabupaten Cilacap..
180
Dalam Pasal 49 Undang–undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, dijelaskan bahwa tugas Pengadilan Agama adalah menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama yang diajukan kepadanya. Proses pemeriksaan di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata. Dan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama telah diatur dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yaitu bahwa Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara husus. Dalam penggabungan gugatan atau komulasi, tidaklah diatur dalam hukum acara yang berlaku di Peradilan Umum, tetapi dalam prakteknya, karena kebutuhan hukum, maka komulasi gugatan tetap dilaksanakan. Berbeda dengan Hukum Acara yang khusus bagi lingkungan Peradilan Agama, yaitu secara husus telah diatur dalam Pasal 66 Ayat (5) dan Pasal 86 Ayat (1) Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang secara tegas membolehkan permohonan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri digabung dengan perkara perceraian, baik dengan bentuk komulasi maupun rekonpensi. Untuk memudahkan pembahasan ini, bahwa komulasi di sini mencakup juga rekonpensi, karena sama-sama penggabungan gugatan, hanya berbeda pihak yang
181
mengajukannya saja, sedangkan prinsipnya dan tujuannya adalah sama, yaitu tercapainya azas cepat, sederhana dan biaya ringan. Berikut ini akan dikaji dua model perkara , meliputi dua permasalahan, yaitu yang pertama adalah kasus tentang gugatan perceraian, baik yang gugat cerai maupun cerai talak, dan yang kedua adalah gugatan mengenai akibat hukum dari perceraian, yang meliputi nafkah masa iddah, uang mut’ah dan pembagian harta bersama yang didapat selama perkawinan serta pemeliharaan anak. 2.I.Tentang masalah
putusnya perkawinan karena perceraian, dapat
dipecahkan secara mulus oleh Pengadilan Agama yang ada di :.Putusan
Cilacap , di antara putusan
pengadilan agama tersebut, penulis mengambil
Nomor
:1189/Pdt.G/2013/PA.Clp.
dan
sampel yaitu
Putusan
Nomor
4900/Pdt.G/2013/PA.Clp., Kedua putusan yang penulis jadikan sampel tersebut karena kebanyakan perkara yang diajukan Pemohon ataupun Penggugat mempunyai alasan adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan tidak ada harapan untuk rukun kembali sebagai suami isteri. Dalam Putusan perkara Nomor 1189/Pdt.G/2013/PA.Clp.tentang duduk perkaranya bahwa Permohonan Cerai Talak ini yang diajukan Pemohon dengan alasan Termohon telah berselingkuh dengan pria lain sehingga menimbulkan perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon yang akhirnya Termohon dipulangkan oleh Pemohon kepada orang tua Termohon sehingga Pemohon dan Termohon berpisah tempat tinggal selama 2 tahun 7 bulan lebih, sedangkan anak-anak yaitu 2 orang anak berada dalam asuhan Termohon karena
182
Pemohon juga tidak mempermasalahkannya.
Bahwa Termohon di dalam
jawabannya mengakui seluruh dalil-dalil permohonan Pemohon . Pemohon sanggup memberi nafkah anak dan nafkah madliyah serta mut’ah kepada Termohon. Adapun pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara ini bahwa ditemukan fakta antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan Termohon telah berselingkuh dengan laki-laki lain dan hal ini diakui oleh Termohon dalam jawabannya , dan di dalam pembuktian ternyata Pemohon dapat membuktikan semua dalil permohonannya sehingga telah terbukti bahwa alasan yang diajukan oleh Pemohon telah sesuai dengan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 . Dalam kaiitannya dengan kewajiban Pemohon selaku suami yang menceraikan Termohon , maka sesuai dengan kemampuan Pemohon serta atas kesanggupan Pemohon dan berdasarkan Pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 1974 maka Pemohon dihukum untuk memberi nafkah anak,nafkah madliyah dan mut’ah kepada Termohon . Sedang putusan perara tersebut adalah : M E N G A D I L I 1. Mengabulkan permohonan Pemohon;------------------------------------------------2. Memberi izin kepada Pemohon ( W bin D) untuk menjatuhkan talak satu roj’i tehadap Termohon ( EL binti AF ) di hadapan sidang Pengadilan Agama Cilacap; 3. Menghukum Pemohon untuk membayar kepada Termohon berupa : - Nafkah madliyah sebesar Rp.7.500.000,- ( tujuh juta lima ratus ribu rupiah);
183
- Mut’ah berupa uang tunai sebesar Rp. 2.500.000,- ( dua juta lima ratus ribu rupiah); -Nafkah 2 orang anak yang bernama : 1. ZH bin W 2. QA binti W Setiap bulan minimal Rp.1.500.000,- ( satu juta lima ratus ribu rupiah) sampai anak tersebut berusia dewasa atau mandiri; 4. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.341.000,- ( tiga ratus empat puluh satu ribu rupiah); ----------------------------------Dari putusan tersebut bila ditelaah dari jawaban Termohonnya, di mana mereka sudah tidak mau bersatu lagi dalam ikatan perkawinan dan sama-sama berkehendak ingin mengakhiri perkawinannya dengan perceraian. Atau majelis Hakim berpendapat bahwa perkawinan telah “ pecah”. Namun adanya kehendak bersama atau kesepakatan bercerai tidaklah dapat dijadikan alasan perceraian. Kecuali secara normatif duduk permasalahan yang terjadi antara suami istri tersebut, haruslah berdasarkan pada pasal-pasal yang mengatur alasan perceraian yang disampaikan Pemohon/Penggugat ( suami atau istri ), yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Dalam perkara yang sedang penulis bahas di sini, dari fakta fakta di persidangan, Majelis hakim telah dapat menarik persangkaan bahwa keserasian dan kedamaian dalam rumah tangga suami istri tersebut sudah tidak mungkin dapat terwujud, dengan demikian perkawinan tersebut telah “pecah“ dan sudah tidak mungkin dapat dipertahankan lagi. Di sinilah sebenarnya bahwa fakta atau
184
peristiwa yang dialami kedua belah pihak tersebut, sebenarnya sudah beralasan seseuai dengan Pasal 19 huruf “f” Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan sesuai pula dengan salah satu alasan-alasan perceraian yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu Pasal 116 huruf “f”.yaitu antara suami isteri telah terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan tidak ada harapan untuk rukun kembali. Dalam Putusan perkara Nomor 4900/Pdt.G/2013/PA.Clp. tersebut di atas Majelis Hakim telah mempertimbangkan tentang fakta-fakta yang ditemukan di persidangan setelah melalui pembuktian, dan dari hasil pembuktian telah terbukti kedua belah pihak sudah sulit untuk dirukunkan kembali dalam sebuah rumah tangga dikarenakan Tergugat telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga serta Tergugat telah menyalahgunakan uang hasil kiriman Penggugat dari Luar Negeri .Tergugat pernah hadir dan dimediasi oleh Mediator , namun kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan sehingga mediasi dilaporkan tidak berhasil. Majelis Hakim juga telah secara maksimal untuk mendamaikan mereka akan tetapi tidak berhasil.Pada pokoknya Tergugat membenarkan gugatan Penggugat dan karena Penggugat telah dapat membuktikan gugatannya dengan menyampaikan bukti tertulis dan dua orang Saksi yang telah didengar keterangannya di depan persidangan, maka setelah bermusyawarah lalu Majelis Hakim menjatuhkan putusan dengan mengabulkan gugatan Penggugat, sedangkan tuntutan yang diajukan Tergugat pada saat pembuktian , maka tuntutan balik Tergugat tersebut tidak dapat dipertimbangkan. Karena tuntutan balik seharusnya diajukan di saat jawab jinawab sebelum memasuki pemeriksaan pembuktian.
185
Dari Putusan Perkara Nomor 1189/Pdt.G/2013/PA.Clp.yang tentang duduk perkaranya adalah Pemohon (W bin M ) mengajukan permohonan cerai talak terhadap Termohon ( TN ) disebabkan antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan terus menerus karena masalah Termohon selalu merasa kurang dan menuntut nafkah lebih di luar kemampuan Pemohon yang bekerja sebagai buruh ,padahal rata-rata setiap bulan Pemohon memberikan uang kepada Termohon sebesar Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah) dan puncaknya pada Maret 2011 yang akgirnya Pemohon pulang ke rumah orang tuanya dan sejak itu pisah tempat tinggal dengan Termohon selama 2 tahun. Majelis Hakim maupun Mediator yang ditunjuk telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak namun tidak berhasil. Di dalam jawaban Termohon disebutkan sebagian membenarkan dan sebagaian menyanggah dalail-dalil permohonan Pemohon dan Termohon bersedia bercerai asal diberi nafkah iddah dan mut’ah serta Pemohon diharuskan mengembalikan emas sebesar 6 gram yang dibawa Pemohon saat Pemohon pulang ke rumah orang tuanya serta nafkah anak yang berada dalam asuha Termohon. Adapun pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tersebut adalah setelah menemukan fakta-fakta yang diperoleh dari pembuktian serta keterangan kedua belah pihak maka Majelis menyimpulkan bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah pecah, kedua belah pihak sudah sulit untuk disatukan kembali dalam sebuah rumah tangga dan apabila tetap dipertahankan justeru akan menambah kesengsaraan bagi kedua belah pihak sehingga perceraian merupakan jalan yang terbaik bagi keduanya. Majelis juga dengan hak ex officionya
186
menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemohon sebagai akibat perceraian yang diajukan oleh Pemohon , yaitu dengan mewajibkan Pemohon untuk membayar kepada Termohon berupa naflkah iddah dan mut’ah sesuai dengan kemampuan Pemohon. Dan sesuai dengn kesanggupan Pemohon maka Pemohon diwajibkan menyerahkan emas seberat 6 gram serta Pemohon dibebani untuk membayar nafkah anak yang disesuaikan dengan penghasilan Pemohon. Pemeriksaan perkara tersebut dimulai dengan adanya upaya damai yang dilakukan oleh Majelis Hakim dan Mediator namun tidak berhasil sehingga pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan pembacaan permohonan cerai talak . Atas permohonan Pemohon tersebut Termohon telah membenarkan sebagian dan menyanggah sebagian yang tertuang dalam jawabannya sekalian menuntut hakhaknya setelah perceraian .Kemudian masing-masing membuktikan dalil-dalilnya, lalu Majelis Hakim mempertimbangkannya dengan melihat nilai-nilai keadilan yang berkaitan dengan perkara ini. Dan akhirnya menjatuhkan putusan sebagai penyelesaian perkara ini. 2.2. Tentang Perceraian yang dikomulasikan, meliputi : 2.2.1.Tentang masalah perceraian yang dikomulasikan dengan gugatan mengenai akibat hukum dari perceraian, yang meliputi nafkah masa iddah, uang mut’ah dan pemeliharaan anak’ Dalam hal ini penulis mengambil sampel Putusan
dari
Pengadilan Agama Cilacap yaitu Putusan Nomor 2719/Pdt.G/2012/PA.Clp. dan Putusan
Nomor 2001/Pdt.G/2012/PA.Clp. Penulis mengambil sampel dua
perkara ini karena kedua perkara tersebut memiliki kesamaan dimana perkara tersebut perkara cerai talak dan Termohonnya menuntut yaitu adanya Rekonpensi
187
tentang pemeliharaan anak dan nafkah anak di samping mut’ah serta nafkah iddah. Putusan Perkara Nomor 2719/Pdt.G/2012/PA.Clp. tentang duduk perkaranya bahwa Pemohon mengajukan permohonan cerai talak dengan alasan antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang disebabkan masalah ekonomi yang akhirnya Pemohon dan Termohon telah berpisah sejak tahun 2007 hingga jatuhnya putusan. Alasan Pemohon telah dibantah oleh Termohon di dalam jawabannya yang intinya Termohon menyatakan penyebab perselisihan karena Pemohon mempunyai wanita idaman lain dan Termohon tidak mengusir Pemohon namun Pemohon pergi sendiri. Dan bila harus berceraui Termohon menuntut hak asuh anak Pemohon dan Termohon diserahkan kepada Termohon dan Pemohon harus menanggung biaya hidup anakanak serta memberikan nafkah iddah .Sedang dalam replik nya Pemohon tetap pada dalil permohonan cerainya sedang Termohon di dalam dupliknya tetap seperti pada dalil jawabannya. Tentang konsideran atau pertimbangan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim Dalam Konpensi Majelis telah menemukan fakta bahwa antara Pemohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus sehingga berpisah rumah selama 5 bulan yang disebabkan masalah ekonomi yang kurang tercukupi akhirnya Pemohon pulang ke rumah orang tuanya.Dan dari pembuktian ternyata dalil-dalil Pemohon telah terbukti sehingga sesuai dengan alasan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.. Oleh karenanya permohonan Pemohon dikabulkan oleh Majelis.
188
Dari hasil wawancara yang Penulis lakukan dengan salah satu Hakim yang menjadi anggota Majelis Hakim yang bernama Drs.H.SYUKUR, MH., yang menangani perkara tersebut diungkapkan bahwa kemelut rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah sangat memuncak dan sulit untuk didamaikan lagi, sehingga bila dipertahankan justeru akan membawa madharat bagi kedua belah pihak yang juga akan berimbas terhadap anak-anaknya terutama psikhologisnya.232 Pertimbangan Hukum dalam Rekonpensi telah diambil oleh Majelis dengan membebankan kewajiban kepada Tergugat Rekonpensi yaitu untuk memberikan nafkah anak , mut’ah dan nafkah iddah sesuai dengan kemampuan Tergugat rekonpensi dan dengan mempertimbangan kelayakan kebutuhan hidup yang ada di masyarakat Kabupaten Cilacap dan
menetapkan hadhanah anak kepada
Penggugat rekonpensi mengingat anak Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi masih berusia 7 tahun , sehingga Majelis mengabulkan sebagian gugatan Penggugat rekonpensi untuk sebagian dan menolak untuk selebihnya sesuai dengan Pasal 41 huruf(b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 156 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam serta Pasal 105 huruf (a) Kompilasi
Hukum Islam . Dan dalam Konpensi dan Rekonpensi Majelsi membbeankan biaya perkara kepada Pemohon Konpensi/Tergugat rekonpensi; Adapun Putusan yang dijatuhkan terhadap perkara tersebut adalah : MENGADILI : DALAM KONPENSI : 1.Mengabulkan permohonan Pemohon; 232
Wawancara dengan Drs.H.Syukur,MH.,Hakim Pengadilan Agama Cilacap,pada tanggal 7 April 2014.
189
2.Memberi izin kepada Pemohon (S A S Bin S) untuk menjatuhkan talak satu roj’i terhadap Termohon (W Binti K) di depan sidang Pengadilan Agama Cilacap; DALAM REKONPENSI : 1.Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi untuk sebagian; 2.Menghukum kepada Tergugat Rekonpensi untuk : - Memberi mut’ah kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp 1.000.000,(satu juta rupiah) ; -Membayar nafkah iddah kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp 1.000.000, ,00 ( satu juta rupiah); -Membayar nafkah lampau selama 16 bulan sebesar Rp 4.800.000,00 ( empat juta delapan ratus ribu rupiah); 3.Menetapkan hak hadhanah terhadap anak bernama EWY ada pada Penggugat Rekonpensi; 4.Menghukum
Tergugat
kepada Penggugat
Rekonpensi
untuk
Rekonpensi setiap bulan
membayar
nafkah
anak
sebesar Rp 300.000,- ( tiga
ratus ribu rupiah) hingga anak tersebut dewasa atau mandiri dengan ketentuan setiap tahunnya naik 10 % ; 5.Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi untuk selain dan selebihnya ; DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :
190
- Membebankan kepada Pemohon Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar
biaya perkara sebsar Rp 541.000,- ( lima ratus empat
puluh satu ribu rupiah) Putusan perkara Nomor 2001/Pdt.G/2012/PA.Clp.. tentang duduk perkaranya yaitu Pemohon (R.NP bin R.S) mengajukan permohonan cerai talak terhadap Termohon (SF binti H.IF) yang disebabkan Termohon merasa tidak cukup atas nafkh yang diberikan oleh Pemohon yang bekerja sebagai buruh di toko dan puncaknya ketika Termohon meminta uang Rp 10.000.000,00 ( sepuluh juta rupiah) untuk membayar hutang namun ketika ditanya hutangnya Termohon marah sehingga bertengkar dengan Pemohon serta ketika Pemohon mengajak Termohon bersilaturahmi ke orang tua Pemohon , maka Termohon menolak, akhirnya Pemohon pulang ke rumah orang tua Pemohon sendiri sehingga sejak itu pisah tempat tinggal selama 5 bulan . Dalam jawaban Termohon mengakui sebagian dan membantah sebagian dalil-dalil Pemohon namun Termohon menuntut agar hak hadhanah anak jatuh kepada Termohon dan Pemohon diwajibkan memberi nafkah anak, nafkah iddah, mut’ah serta membayar biaya transport selama sidang .Setelah masing-masing pihak membuktikan dalil-dalilnya , maka Majelis mengambil putusan dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang didapat dalam persidangan. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim memandang bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak harmonis lagi sehingga perceraian merupakan jalan terbaik untuk mereka.Dan berdasarkan pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 alasan perceraian telah terpenuhi. Kemudian
191
dalam pertimbangan mengenai hadhanah anak maka mengingat anak Pemohon dan Termohon masih berusia balita sehingga beradasarkan Pasal 105 huruf (a) hak hadhanah anak tersebut diberikan kepada Termohon selaku ibunya. Hal ini mengingat anak tersebut masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu dan masih membutuhkan ASI , sehingga dengan demikian untuk kepentingan anak sudah patut kiranya tuntutan Termohon atas hak hadhanah terhadap anak patut untuk dikabulkan. ,
2.2.2. Tentang perceraian yang dikomulasikan dengan pembebanan nafkah
iddah,mut’ah dan nafkah anak serta pembagian harta bersama .Dalam hal ini penulis mengambil sampel perkara Nomor 2105/Pdt.G/2012/PA.Clp. terdaftar di register pada tanggal 30 Mei 2012 putusan Pengadilan Agama Cilacap tanggal 25 Maret 2013 dan Putusan perkara Nomor :1140/Pdt.G/2013/PA.Clp. yang terdaftar di register pada tanggal 11 Maret 2013 dan putus tanggal 8 Januari 2014 kemudian Pemohon mengajukan banding tanggal 20 Januari 2014 dan diputus oleh Majelis Hakim PTA Semarang tanggal 11 Juni 2014. . Dalam perkara Nomor 2105/Pdt.G/2012/PA.Clp.. kasus posisinya adalah sebagai berikut :bahwa Pemohon mengajukan permohonan cerai talak dengan alsan antara Pemohon dan Termohon sering terjadi perselisihan karena Termohon cemburu berlebih terhadap Pemohon dan tidak menghargai Pemohon, Puncak perselisihan terjadi pada Maret 2012 yang akhirnya Pemohon dan Termohon pisah rumah karena Termohon pulang ke rumah orang tuanya.
Bahwa di dalam
jawabannya Termohon membenarkan sebagian dan menolak sebagian dalil-dalil permohonan cerai Pemohon dan Termohon juga menuntut nafkah iddah, mut’ah
192
dan nafkah anak serta menuntut pembagian atas harta bersama yang telah diperoleh Pemohon dan Termohon selama dalam perkawinan. Bahwa di dalam amar putusannya Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon untuk menceraikan Termohon dengan pertimbangan bahwa antara kedua belah pihak sudah sulit untuk bersatu lagi dalam sebuah rumah tangga karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan sudah didamaikan baik oleh Mediator maupun Majelis Hakim serta keluarga namun tidak berhasil sehingga telah terpenuhi alasan perceraian sebagaimana disebut dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.. Dalam hal tuntutan Termohon Majelis Hakim telah mengabulkan sebagian dan menolak sebagian. Majelis Hakim mengabulkan permintaan nafkah iddah dan mut’ah serta nafkah anak . Sedang mengenai harta bersama Majelis menetapkan harta bersama yang duperoleh Pemohon dan Termohon selama perkawinan dibagi dua masing-masing separo untuk Pemohon dan Termohon. Adapun mengenai tuntutan sepertiga gaji Pemohon untuk Termohon, dalam hal ini Majelis menolaknya
karena
merupakan
disiplin
kepegawaian
bukan
wewenang
Pengadilan Agama. Kemelut rumah tangga tersebut juga diperparah dengan kondisi anak-anak mereka yang masih kecil-kecil sehingga menambah parahnya kemelut rumah tangga itu dan akhirnya berujung kepada perceraian dengan segala implikasinya. Sebagai implikasi atau akibat perceraian di sini adalah masalah pemeliharaan dan biaya hidup anak-anak mereka. Secara otomatis antara perceraian dengan
193
pemeliharaan anak memang terdapat hubungan koneksitas, yang menjadi salah satu syarat diperbolehkannya gugat komulasi.Terlepas bahwa secara faktual keempat anak berada dalam asuhan Termohon, sehingga permohonan komulasi pemeliharaan anak tersebut hanyalah untuk menguatkan status mereka yang selama ini telah berada di bawah asuhan ibunya. Memang benar kedua anak yang telah bersama ibunya tersebut yang satu sudah mumayis dan yang satu lagi belum mumayyiz dan oleh karena antara Pemohon/suami dan Termohon/isteri tidak mempermasalahkan hak hadhonahnya , sebagaimana ketentuan Pasal 156 huruf a Kompilasi Hukum Islam maka hak hadhanah atau hak asuh ke dua anak tersebut dibagi dua yaitu anak pertama ikut ayahnya sedang anak kedua ikut ibunya. .Oleh karenanya di samping secara psikhologis anak yang ke dua tersebut dekat dengan ibunya , di samping juga harus di penuhinya syarat-syarat pemegang hadlonah secara umum yaitu di antaranya mampu mendidik dan amanah.Tentunya penentuan hadhanah , perlu dipertimbangkan juga lingkungan dan pengawasan terhadap anak serta pendidikannya, mengingat pemeliharaan anak, intinya untuk kemaslahatan anak tersebut, bukan kepuasan orang tua semata. Di dalam sebuah hadits Rasulullah yang diriwayatkan Al Hakim disebutkan : حق الولد على والده أن يحسه اسمه وأدبه وأن يعلمه الكتا بة وا لسبا حة وان ال يرزقه اال 233
233
) طيبا وأن يسوجه اذا أدرك ( رواه الحا كم
Ahmad Alhasyimiy, Mukhtar al Ahadits al Nabawiyah, Dar al Ilmi, Surabaya,tt.
194
ِ Artinya : “ Hak seorang anak atas orang tuanya adalah memberinya nama yang bagus, mengajarinya tata krama, menulis, berenang, memanah dan tidak memberinya rezeki kecuali rezeki yang baik. ( Riwayat Al Hakim )” Begitu jelasnya garis hukum yang dapat diambil dari hadis tersebut, yang mencakup seluruh aspek kehidupan anak, jasmani rohani, intelektualitas anak bahkan kehidupan akhirat anak, menjadi hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh oranng tua.Sehingga kalau tujuan hadlonah itu untuk kepentingan dan kemaslahatan anak, maka ada kewenangan Hakim untuk menolak pilihan anak manakala pilihan anak itu akan merugikan masa depan anak. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah dalam kasus Rafik bin Sinan yang masuk Islam sementara istrinya tetap dalam kemusyrikannya, sedangkan anaknya yang sudah mumayyiz memilih bersama ibunya, lalu Rasulullah SAW., berdoa kepada Allah SWT., agar anak tersebut memilih ayahnya. Ini artinya bahwa jika pilihan anak dinilai tidak menguntungkannya, maka hakim boleh menetapkan lain dari itu.234 Dalam kasus yang kita bahas ini, majlis hakim hanya secara normatif memberikan hak pilih kepada anak yang pertama, dengan mendengarkan keterangan
pihak-pihak
yang
terkait,
tentang
pilihan
anak
tersebut
menguntungkan anak dari segi pendidikan sekolah dan pendidikan agamanya atau tidak, karena mereka jauh dari kedua orang tuanya. Dalam ilmu ushul fiqh, dikenal ijtihad tathbiqi, yaitu penerapan sebuah dalil atau ayat atau pasal, kedalam suatu peristiwa, diperlukan sebuah ketelitian dan kecermatan dari seorang hakim
234
Satria Efendi, op.cit., hal. 198.
195
untuk mengetahui maksud dan tujuan dari ayat tersebut, ( Maqosid Al Syariah ), sehingga penerapannya tepat. Bisa jadi sepintas bertentangan dengan tekstualnya yang menyebutkan bahwa maksud dari Pasal tersebut akan terwujud suatu kemaslahatan dengan penerapan atau tathbiqi ini, yang merupakan tujuan hukum Islam235 . In cassu dalam perkara hadlonah ini kepentingan dan kemaslahatan anak menjadi tujuan utamanya. Dalam perkara tersebut di atas yaitu Perkara Nomor 1140/Pdt.G/2013/PA.Clp. yaitu perkara cerai talak yang diajukan oleh Pemohon dengan dalil antara Pemohon dan Termohon telah berpisah hampir 7 tahun karena Termohon bekerja ke luar negeri tanpa izin Pemohon, sehingga akhirnya Pemohon menikah dengan wanita lain tanpa sepengetahuan Termohon. Lalu ketika Termohon pulang ke tanah air akhirnya melaporkan Pemohon kepada yang berwajib dan Pemohon pun dijatuhi hukuman 5 bulan penjara. Atas perbuatan Termohon melaporkannya kepada yang berwajib sehingga Pemohon tidak berkenan, sehingga Pemohon mengajukan permohonan cerai talak. Di dalam jawabannya Termohon membenarkan sebagian dan menolak sebagian dalil-dalil Pemohon dan Termohon menuntut agar harta bersama yang diperoleh selama perkawinan Pemohon dan Termohon dibagi sesuai dengan pembagian yang adil. Di sini majelis hakim memeriksa lebih dahulu perkara pokoknya, yaitu perkara perceraian, baru kemudian memeriksa perkara assesornya, yaitu harta bersama. Manakala putusan gugatan pokoknya itu dikabulkan, maka barulah gugatan assesoirnya bisa diperiksa. 235
Achmad Chotib, Pemikiran Filsafati Dalam Hukum Islam, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1990,hal. 11.
196
Majelis Hakim telah mempertimbangkan fakta-fakta yang diperoleh selama persidangan dan akhirnya mengabulkan permohonan Pemohon dan mengabulkan sebagian rekonpensi Termohon. Dalam hal harta bersama Majelis Hakim telah membagi dengan bagian sepertiga untuk Penggugat Rekonpensi/Termohon dan dua pertiga untuk Tergugat Rekonpensi/Pemohon, dengan pertimbangan bahwa selama saat Penggugat Rekonpensi/Termohon pergi meninggalkan Tergugat Rekonpensi/Pemohon bangunan rumah yang ada di atas tanah orang tua Pemohon belum jadi karena baru sebagian yang terbangun. Begitu
pula,
dalam
perkara
nomor
1140/Pdt,G/2012/PA.Clp.
pihak
Pemohon/suami tidak puas atas putusan Majelis Hakim tingkat pertama, dengan melakukan upaya banding, , dengan alasan bahwa fakta di persidangan menunjukkan bahwa bangunan rumah di atas tanah milik orang tua Pemohon /Pembanding adalah milik orang tua Pemohon/Pembanding karena saat pulang dari Blitar Pemohon/Tergugat Rekonpensi tidak membawa apa-apa , sedang kayu dibeli dari uang Pemohon/Pembanding dan Pemohon/Pembanding juga keberatan karena judex factie tidak mempertimbangkan kiriman uang dari Pembanding kepada rekening Terbanding dan pemanfaatan uang Rp 80.000.000,00 ( delapan puluh juta rupiah) oleh Terbanding. Majelis Hakim PTA Semarang menjatuhkan putusan menerima permohonan banding, menguatkan putusan konpensi PA Cilacap dan membatalkan putusan rekonpensi PA Cilacap dengan mengadili sendiri mengabulakan sebagian gugatan Penggugat rekonpensi/Terbanding untuk sebagian , menghukum Tergugat rekonpensi/Pembanding untuk membayar uang nafkah iddah kepada Penggugat
197
Rekonpensi/Terbanding, menetapkan seperlima dari nilai bangunan rumah permanen 2 lantai yang berdiri di atas tanah milik orang tua Pembanding atau senilai Rp 80.000.000,00 adalah harta bersama Pembanding dan Terbanding, menyatakan Pembanding dan Terbanding masing-masing berhak separuh dari harta bersama sengan nilai uang sebsar Rp 40.000.000,00 serta menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi/Terbanding mengenai pembuatan rumah untuk saudara-daudara Tergugat Rekonpensi/Pembanding dan tentang 3 buah dum truk tidak dapat diterima serta menolak gugatan Penggugat Rekonpensi/Terbanding selain dan selebihnya,dan dalam konpensi rekonpensi membebankan biaya perkara kepada Pembanding. Dalam masalah perceraian yang dikomulasikan yaitu mengenai hak Tergugat atau hak Termohon, sebagai akibat dari terjadinya perceraian, dan beberapa hal yang kita soroti berikutnya terutama masalah pembagian harta bersama. Di dalam masalah gugat cerai, tidak ada masalah hukum bila keduanya puas dan menerima putusan Pengadilan Agama, karena dalam Paragraf 3 Tentang cerai gugat, Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, ditentukan suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan Agama memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Di dalam cerai gugat dalam kacamata fiqh, putusnya perkawinan itu akibatnya merupakan putusnya perkawinan dengan putus bain sughra. Dan bila kedua belah pihak mau menjalin ikatan perkawinan lagi, harus dengan akad nikah baru, sehingga harta bersama yang menjadi akibat hukum dari putusnya perkawinan,
198
dapat segera dibagi.Tetapi dalam masalah harta bersama yang menjadi akibat hukum dari putusnya perkawinan karena cerai talak, agak sedikit berbeda dengan harta bersama yang menjadi akibat hukum dari cerai gugat, dimana dalam Pasal 71 Ayat (3) Undang –undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama diatur, bahwa setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak. Secara normatif putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
putusan itu dapat dilaksanakan secara suka rela, tetapi bila tidak mau melaksanakan secara suka rela, pihak yang merasa punya hak dari atau atas putusan Pengadilan Agama, dapat memohon eksekusi ke Pengadilan Agama tersebut, termasuk juga dalam hal ini pembagian harta bersama sebagai akibat dari pengucapan ikrar talak dari suami, yang merupakan pelaksanaan dari putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.Disinilah letak permasalahannya bila kita komperasikan dengan hukum Islam dalam masalah cerai talak ini yang mengenal lembaga iddah, sebagaimana diakui juga dalam hukum yang hidup di masyarakat muslim, termasuk Indonesia, dengan Kompilasi Hukum Islamnya Pasal 149 sampai dengan Pasal 155. Dalam perspektif fiqh maupun hukum positif yang berlaku di Indonesia dikenal adanya talak raj’i dan talak bain. Talak bain itu sendiri, ada dua macam, yaitu talak bain sughra dan talak bain kubra, yang tentunya inplikasinya berbeda, di mana talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua dan suami berhak rujuk selama istri masih dalam masa iddah, sedang dalam talak bain sughra tidak boleh rujuk, tetapi boleh dengan akad nikah baru dan Talak bain kubra adalah talak yang
199
ketiga kalinya, istri tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali mantan istrinya telah menikah dengan orang lain dan ba’daddukhul lalu dicerai dan telah habis masa iddahnya. Hal ini tercermin dari ketentuan Pasal 118, 119 dan 120 Kompilasi Hukum Islam. Peranan talak dalam hukum fiqh berbeda menurut macamnya. Didalam talak bain, ikatan perkawinan berahir sama sekali. Oleh sebab itu, pada talak bain sughra bila mantan suami hendak kembali kepada mantan istrinya, tidak cukup dengan pernyataan rujuk saja meskipun masih dalam masa iddah, tetapi harus dengan akad nikah baru dengan segala syarat dan rukunnya. Dan bahkan pada talak bain kubra, mantan suami tidak boleh lagi rujuk dan tidak pula dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan tersebut setelah mantan istrinya itu menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al-ddukhul dan habis masa iddahnya . Ketentuan-ketentuan
ketat
di
atas
mengisyaratkan
bahwa
hubungan
pernikahan sudah berahir sama sekali dengan terjadinya talak bain. Oleh sebab itu istri yang telah ditalak bain, statusnya telah berubah menjadi wanita lain dengan segala ketentuannya. Bilamana terjadi hubungan seksual antara mantan suami istri itu, berarti telah terjadi perbuatan zina. Dalam hal ini adanya iddah bukan dimaksudkan sebagai peluang untuk rujuk kembali, tetapi ada maksud lain selain dari pada itu. Berbeda dengan talak bain, maka dengan talak raj’i, bukan berarti hubungan pernikahan putus sama sekali. Dalam talak raj’i, sifatnya mendekati sifat suatu peringatan pertama atau peringatan kedua bagi hubungan suami istri. Dalam
200
jangka waktu tertentu kedua belah pihak diberi kesempatan untuk berfikir secara matang dan mendalam. Masing-masing hendaklah merenungi dirinya secara baik dan kritis, sambil mengoreksi diri dan mengingat kebaikan atau segi positif teman hidupnya itu. Jadi masa iddah pada talak raj’i berbeda fungsinya dengan masa iddah dalam talak bain. Pada talak raj’i, di samping tujuan lainnya, dimaksudkan untuk memberi kesempatan
suami istri untuk berfikir lebih dalam dan bertanya pada hati
nuraninya masing-masing, apakah benar-benar sudah tidak lagi butuh untuk bersatu kembali, atau sebenarnya hati kecilnya masih mencintainya, sedangkan perceraian ini hanya gejolak emosi sementara belaka. Renungan seperti ini dilakukan ketika gejolak emosi telah tenang dan reda sehingga masing-masing mampu menemukan kata hatinya yang asli dan jernih. Demikian idealnya adanya iddah pada talak raj’i. untuk mendukung upaya bersatunya kembali dalam ikatan suami istri , dalam hukum fikih dirumuskan ketentuan yang bisa menciptakan suasana yang mungkin memperlunak dan mendinginkan suhu emosi. Imam Al Nawawi dalam kitabnya Al Majmu’ syarah Al Muhadzab dan juga Abdul Majid Mahmud Mathlub, dalam bukunya Panduan Hukum Keluarga Sakinah, menjelaskan kewajiban istrinya yang masih menjalani masa iddah dan juga menjelaskan bahwa perempuan yang ditalak raj’i , masih terbilang sebagai istri, yang masih saling mewarisi dan bertempat tinggal yang layak yang dikehendaki oleh suaminya serta tidak boleh keluar tanpa ada ijin dari suaminya. Sebab talak raj’i, tidak menghilangkan kepemilikan, sementara iddah adalah dampak dari berbagai dampak kepemilikan tersebut 236. 236
Abdul Majid Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, (Penerjemah Harits Fadly, Ahmad Khotib ) Surakarta , Intermaa, 2005,hal. 505.
201
Dengan demikian, dari beberapa hal yang kami sebutkan di atas, dapat dipahami bahwa wanita yang dalam iddah raj’i,menurut madzhab Syafi’i masih berstatus sebagai seorang istri dan dilarang menikah dengan lelaki lain 237. Oleh karenanya agar hubungan suami istri yang talak raj’i dan masih dalam masa iddah tidak bertambah jarak atau tambah renggang, maka permasalahan siapa yang lebih berhak terhadap pengasuhan anak-anak mereka belum layak untuk dibicarakan apalagi
diperkarakan. Karena adanya anak-anak sebagai cahaya mata akan
melunakkan hati dan menimbulkan perasaan untuk kembali hidup bersama. Demikian pula permasalahan yang berkaitan dengan harta bersama, kapan harta bersama tersebut harus dibagi secara riil. Dalam talak bain, ikatan suami istri telah lepas sama sekali, tidak ada hak rujuk lagi, sehingga harta bersama layak untuk segera dibagi sesaat setelah perceraian terjadi, atau setelah putusan Pengadilan Agama memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam talak raj’i, sesuai dengan hikmah adanya iddah dalam talak raj’i, maka harta bersama selayaknya baru dibagi perkawinan itu benar-benar putus, yaitu setelah habis masa iddah istri, bukan sesaat setelah pengucapan ikrar talak didepan sidang Pengadilan Agama. Meskipun perkara harta bersama itu dikomulasikan atau digugat balik dalam cerai talak dan putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ini untuk menghindari bertambah renggangnya hubungan suami istri dan menjauhkan keduanya untuk bersatu kembali dalam ikatan perkawinan, sebagaimana hikmah disyariatkannya iddah dalam Islam.
237
Abdul Majid Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, (Penerjemah Harits Fadly, Ahmad Khotib ) Surakarta , Intermaa, 2005,hal. 505. .
202
Uraian tersebut diatas adalah analisis dari sudut pandang fiqh Islam, dengan memperhatikan beberapa hikmah dari sebuah putusnya perkawinan dengan jalan cerai talak. Berbeda dengan cara pandang fiqh, adalah cara pandang yuridis normatif dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum positif yang berlaku. Memang sebenarnya secara normatif begitu putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, putusan itu harus dilaksanakan secara suka rela. Demikian juga putusan dalam cerai talak, setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, secara imperatif Majlis Hakim diharuskan oleh ketentuan Pasal 66 Undangundang Nomor 7 Tahun 1989, untuk menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, yang merupakan pelaksanaan isi putusan hakim. Oleh karenanya sudah sepantasnya pelaksanaan pembagian harta bersama juga dapat dilaksanakan sesaat setelah pelaksanaan ikrar talak, terlepas dari adanya salah satu hikmah iddah adalah perenungan kembali suami istri, untuk bisa rujuk kembali. Dan kalau toh kemudian terjadi rujuk kembali, justru akan menjadi lebih jelas status kepemilikan masing-masing suami istri. Salah satu fungsi Peradilan adalah memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat pencari keadilan dengan memperhatikan beberapa azas, yang antara lain adalah azas manfaat, azas kepastian hukum dan azas keadilan. Azas manfaat tidak akan segera dirasakan oleh istri, bila setelah pelaksanaan ikrar talak tidak segera diikuti dengan pelaksanaan pembagian harta bersama, yang merupakan konsekwensi logis dari adanya putusan Hakim ( Judgements ). Putusan Hakim merupakan hasil dari penemuan hukum oleh hakim, yang dianggap mempunyai wibawa. Karena dalam putusan Hakim tersebut memakai
203
atau mengatas namakan Tuhan, sebagaimana ketentuan Pasal
57 Ayat ( 2 )
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, yang kepala putusannya harus mencantumkan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA“ , bahkan khusus untuk putusan Hakim di lingkungan Peradilan Agama, sebelum kalimat tersebut harus didahului dengan kalimat “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM“. Berbeda dengan penemuan hukum yang dilakukan oleh para ilmuwan , yang dalam kasus yang kita bahas ini adalah oleh para ahli fiqh. Maka penemuan hukum di sini bukanlah hukum melainkan ilmu atau doktrin yang bisa menjadi sumber hukum, yang sekalipun seandainya penemuan hukum oleh ilmuwan itu diikuti dan diambil alih oleh hakim dalam putusannya menjadi hukum238.Bila azas manfaat itu terabaikan, maka tujuan hukum Islam yang merupakan kemaslahatan itu juga akan terabaikan, sehingga jiwa dari kepala putusan yang mencantumkan “Basmalah’ yang dimaksudkan bahwa putusan Pengadilan Agama itu harus mengandung unsur ketauhidan Islam239 juga hanya menjadi slogan belaka. Di sisi yang lain azas kepastian hukum juga akan terabaikan bila pelaksanaan pembagian harta bersama harus menunggu sampai habis masa iddah istri yang diceraikan padahal putusan tersebut juga sudah berkekuatan hukum tetap. Di samping akan membuka peluang terjadinya penyusutan nilai uang atau bahkan hilangnya harta bersama tersebut.
238
Sudigno Mertokusumo dan A.Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jogjakarta, Citra Aditya Bakti,1993, hal. 5. 239 Yahya Harahap, ., halaman 347.
204
Dengan penundaan pembagian harta bersama sampai dengan habis masa iddah istri, sementara ikrar talak telah dilaksanakan begitu putusan berkekuatan hukum tetap, padahal dalam putusan tersebut juga menyangkut status harta bersama yang juga sudah berkekuatan hukum tetap, adalah merupakan tindakan kesewenangwenangan dan ketidak adilan, dengan mengharapkan sesuatu keadaan ( rujuk ) yang belum pasti terjadi. Sedangkan pihak yang lain sudah tidak mengharapkan bersatunya kembali dalam rumah tangga. Dengan demikian azas keadilan juga menjadi terabaikan. Padahal seharusnya sebagaimana ditulis oleh Soedikno Mertokusumo dalam bukunya “Bab-bab Tentang Penemuan Hukum”, bahwa ketiga azas tersebut harus lilaksanakan secara kompromi, yaitu dengan cara menerapkan ketiga-tiganya secara berimbang atau proporsional240. Putusan Hakim sebagai produk hukum, mempunyai tujuan keadilan, perlindungan dan kesejahteraan yang harus ditegakkan oleh Pengadilan, agar Pengadilan tidak membeda-bedakan
orang .Tanpa penegakan hukum tujuan-
tujuan hukum tidak akan tercapai, dimana proses penegakan hukum itu selalu melibatkan para pembuat hukum ( dalam hal ini Hakim ) dan pelaksana hukum, yang dalam hal ini aparat peradilan lainnya serta masyarakat, yang dalam hal ini suami istri yang beperkara. Tentunya agar putusan tersebut dapat dilaksanakan dan dapat dipaksakan dengan cara eksekusi, putusan tersebut haruslah bersifat condemnatoir,241 yaitu
240
Sudigno Mertokusumo, op.cit, hal 2. Muhammad Yamin Awie, Permasalahan Sita dan Eksekusi, Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat, Bangka Belitung, 2006,hal. 17. 241
205
putusan yang berisi penghukuman, misalnya di mana pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan rumahnya. Putusan yang bersifat konstitutif, yaitu putusan yang menghentikan atau menimbulkan hukum baru dan juga putusan yang bersifat declaratoir, yaitu putusan Pengadilan yang menyatakan suatu keadaan, di mana keadaan tersebut sah menurut hukum, biasanya tidaklah diperlukan pelaksanaannya dengan pemaksaan / eksekusi. Dari perkara-perkara tersebut, baik dalam perkara perceraian yang di komulasikan atau gugat balik ( Rekonpensi ) dengan harta bersama maupun gugat rekonpensi dengan pemeliharaan dan nafkah anak, kalau ditinjau dari waktu penyelesaiannnya ternyata memakan waktu yang lebih cepat, bila dibandingkan perkara tersebut berdiri sendiri-sendiri. Sebagai contoh, Putusan perkara nomor 2105/Pdt.G/2012/PA.Clp. didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama pada tanggal 30 Mei 2012 dan diputus pada tanggal 25 Maret 2013, memakan waktu selama 10 bulan. Namun perlu diingat bahwa perkara tersebut andaikan mau diajukan satu persatu akan memakan waktu jauh lebih lama, karena dalam perkara tersebut terdapat 4 ( empat ) masalah, yaitu : a. Masalah perceraian. b. Masalah harta bawaan. c. Masalah harta bersama dan d. Masalah kewajiban Pemohon terhadap anak dan terhadap Termohon.
206
Dari empat masalah tersebut bila diajukan satu persatu masalah dalam perkara terpisah, andaikan masing-masing perkara tersebut memakan waktu penyelesaian selama 5 bulan, maka akan dibutuhkan waktu selama 20 bulan. Itupun kalau masing-masing pihak hadir dalam persidangan dan terus menerima putusan hakim serta tidak melakukan upaya hukum. Tetapi kalau salah satu pihak tidak puas atas putusan pengadilan dan melakukan upaya hukum, bisa jadi untuk perkara perceraian sampai tingkat kasasi butuh waktu 3 tahun atau 4 tahun, lantas penyelesaian harta bawaan, penyelesaian harta bersama, serta status nikah sirinya akan memakan waktu yang sama, maka akan dibutuhkan waktu 16 tahun baru ada putusan hukum. Apalagi bila tidak ada sita jaminan mengenai harta bawaan atau harta bersama, bisa jadi ketika putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, harta yang dipersengketakan mungkin sudah dihabiskan pihak lawan. Belum lagi dalam perkara ini Para pihak sudah berumur 43 tahun, maka kalau tidak diajukan dalam bentuk komulasi atau rekonvensi, perkara itu akan berahir setelah mereka berumur 61 tahun. Umur dan waktu yang cukup melelahkan dan menguras energi. Begitu juga dalam perkara nomor 2105/Pdt.G/2012/PA.Clp. yang berisi masalah perceraian, nafkah mut’ah, nafkah iddah, nafkah anak serta harta bersama, di mana Pemohonnya sudah berumur 43 tahun, andaikan perkara tersebut berdiri sendiri-sendiri dan masing-masing melakukan upaya hukum sampai tingkat kasasi, dengan prediksi penyelesaian perkara seluruhnya memakan waktu 16 atau 17 tahun, kalau toh Pemohon masih hidup, tentu Pemohon telah
207
berumur 60 tahun. Lantas kapankah para pihak akan menikmati hasil putusan tersebut dan hilanglah azas manfaat dari sebuah putusan Pengadilan. Begitu juga penyelesaian kedua perkara tersebut juga jauh lebih sederhana, tidak berbelit-belit, di mana tahapan-tahapan persidangan lebih sederhana, karena tahapan persidangan dua perkara menjadi satu, sehingga dengan cepat dan sederhananya penyelesaian tersebut juga akan berakibat biaya yang dikeluarkan oleh para pihak akan lebih ringan, baik itu biaya biaya kepaniteraan maupun biaya proses. Mengenai proses penyelesaian perkara komulasi maupun rekonpensi, sebenarnya sama dengan perkara biasa. Hanya saja yang harus dimengerti dalam hal ini terdapat dua perkara atau lebih yang bisa jadi masih satu rumpun ataupun dua rumpun, dalam arti masih dalam bidang orang atau perkawinan dan di sisi lain dalam bidang kebendaan. Dalam hal masih dalam satu bidang, proses hukum acaranya tidaklah menimbulkan masalah. Tetapi apabila berbeda bidangnya, dimana yang satu dalam bidang perkawinan dan yang lain dalam bidang kebendaan, tentu proses penyelesaiannya berbeda, karena yang satu pemeriksaannya dalam sidang tertutup untuk umum, dan yang lain dalam sidang terbuka untuk umum. Dalam hal kaitannya dengan perkara-perkara di atas, di mana komulasi atau rekonpensi masalah perceraian dengan masalah pemeliharaan anak, masih dalam satu bidang hukum, yaitu hukum perkawinan, sehingga pemeriksaannya bersifat tertutup, dan saksi-saksi yang diajukan dalam hal-hal tertentu seperti perkara syiqaq, bukan hanya orang lain yang bisa dijadikan saksi, tetapi justru diperlukan
208
keterangan kesaksian keluarga atau orang dekat suami istri, seperti ketentuan Pasal 76 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Berbeda dengan pemeriksaan yang bersifat kebendaan, di mana pemeriksaan saksi juga tidak bisa disamakan dengan pemeriksaan saksi dalam bidang perkawinan, meskipun kedua-duanya harus memenuhi syarat-syarat saksi, di mana kesaksian itu berpijak dari penglihatan, pendengaran dan atau tindakan saksi itu sendiri, sehingga kesaksiannya memenuhi nilai hukum dan dapat diterima Majlis Hakim. Dalam kasus yang berkaitan dengan harta bersama dan harta bawaan di atas, Majelis hakim telah mendengarkan saksi dari keluarga, meskipun keluarga tersebut juga orang yang melakukan tindakan yang dipersengketakan, namun sedikit banyak perlu diperhatikan kepentingan dari saksi itu sendiri dan dikhawatirkan atau diragukan netralitasnya. Padalah dalam ketentuan Pasal 145 Ayat (1) HIR, yang menentukan bahwa keterangan keluarga sedarah dan keluraga semenda dari salah satu fihak menurut keturunan yang lurus, tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi. Oleh karenanya haruslah dipisahkan pemeriksaan saksi dalam bidang perkawian dan saksi dalam bidang harta bersama. B. Akibat Perceraian Terhadap Gugatan Harta Bersama Dan Pemeliharaan Anak. B.1.Perkara Gugatan Harta Bersama Dan Pemeliharaan Anak Di Pengadilan Agama Cilacap
209
Lembaga Perceraian diakui keberadaannya menurut ajaran Islam setelah dilaluinya usaha atau tahapan-tahapan untuk mempertahankan ikatan perkawinan dan telah dipertimbangkan secara matang dan mendalam, serta dengan alasanalasan yang sangat mendesak atau sangat darurat. Peristiwa perceraian apapun alasannya, merupakan malapetaka bagi anak, karena sejak saat itulah tidak lagi dapat dirasakan nikmatnya kasih sayang sekaligus dari kedua orang tuanya. Kasih sayang yang diberikan oleh seorang ibu saja tanpa berbarengan dengan kasih sayang ayah, atau sebaliknya, akan berdampak psychologis terhadap anak. Dan bagi anak yang masih kecil atau belum mumayiz, timbul permasalahan siapakah dari kedua orang tuanya yang lebih berhak melakukan pemeliharaan atau hadlonah serta biaya hidupnya. Menurut Drs.H.Asep Saepudin, SH.M.SQ.,Ketua Pengadilan Agama Cilacap serta Dra.Hj.Siti Mardliyah, Hakim Senior Pengadilan Agama Cilacap ( ketika wawancara dengan penulis pada tanggal 24 Maret 2014 dan tanggal 28 Maret 2014 ), semuanya sepakat bahwa pada dasarnya pemeliharaan anak itu untuk kepentingan anak, baik untuk pertumbuhan jasmani, rohani, kecerdasan intelektual dan spiritualnya. Oleh karena itu, sesuai dengan sifat kelembutan seorang wanita pada umumnya dan sesuai dengan hukum yang hidup di lingkungan masyarakat Cilacap, Ibulah yang lebih layak memelihara anak yang belum memayyiz atau dibawah umur 12 tahun.kecuali ada hal-hal lain yang menyebabkan seorang ibu tidak patut memeliharanya242
242
Wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama Cilacap serta Hakim Pengadilan Agama Cilacap,Dra.Hj. Siti Mardliyah, pada tanggal 24 Maret 2014 dan tanggal 28 Maret 2014.
210
Sedangkan mengenai nafkah anak tersebut, pada dasarnya menjadi kewajiban ayahnya, oleh karenanya, meskipun ibunya tidak menuntut biaya pemeliharan anak, Hakim secara eks officio dapat membebankan biaya tersebut kepada ayahnya. Namun bila kenyataannya ayahnya tidak mampu, maka hakim dapat membebankan kewajiban tersebut kepada ibunya .243 Perkara perceraian di Pengadilan Agama dapat berdiri sendiri dan dapat pula digabungkan dengan gugatan pemeliharaan anak dengan segala aspeknya, baik dalam bentuk komulasi gugatan maupun gugat rekonpensi. Dan untuk itu, harus berpijak pada ketentuan-ketentuan hukum acara perdata umum, karena hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah Hukum Acara yang berlaku di peradilan Umum kecuali ada ketentuan khusus yang terdapat dalam UU Nomor 7 Tahun 1989 jo. UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam, secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:244 a). Rekonpensi ( Gugat Balik atau Gugat Balasan ) 1) Gugatan Rekonpensi menurut Pasal 132 a HIR dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali : a). Penggugat dalam gugatan asal menuntut mengenai sifat, sedangkan gugatan rekonpensi mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya.
243
. Wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama Cilacap serta Hakim Pengadilan Agama Cilacap,Dra.Hj. Siti Mardliyah, pada tanggal 24 Maret 2014 dan tanggal 28 Maret 2014. 244 Penulis meringkas dari Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Edisi Revisi, Bagian Kedua, Bidang Teknis Peradilan, Peradilan Agama, dan hasil diskusi para Hakim Pengadilan Agama Cilacap pada tanggal 24 Maret 2014 dan tanggal 28 Maret 2014.
211
b) Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa tuntutan balik
itu
berhubung
dengan
pokok
perselisihan
(Kompetensi Absolut ). c) Dalam perkara tentang menjalankan putusan hakim. 2) Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama ( Pasal 132 b HIR / Pasal 158 RBg.) 3) Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi , maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak dapat diajukan gugatan rekonpensi. 4) Gugatan dalam konpensi dan rekonpensi, diperiksa dan diputus dalam satu putusan, kecuali apabila hakim berpendapat bahwa salah satu dari gugatan tersebut dapat diputus terlebih dahulu. 5) Gugatan rekonpensi hanya boleh diterima apabila berhubungan dengan gugat konpensi. 6) Apabila gugat konpensi dicabut, maka gugat rekonpensi tidak dapat dilanjutkan. 7) Selama proses pemeriksaan cerai talak sebelum sidang pembuktian, isteri dapat mengajukan rekonpensi mengenai pengasuhan anak, nafkah anak, nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut’ah dan harta bersama. 8) Selama
proses
permohonannya
pemeriksaan dapat
cerai
mengajukan
talak,
suami
permohonan
dalam provisi,
demikian juga isteri dalam gugatan rekonpensinya dapat
212
mengajukan permohonan provisi tentang hal-hal yang diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu : a) Mengenai nafkah yang harus ditanggung suami. b) Mengenai jaminan pemeliharaan dan pendidikan anak. c) Mengenai jaminan terpeliharanya barang hak bersama, barang yang menjadi hak istri atau barang yang menjadi hak suami b) Kumulasi Gugatan . 1) Penggabungan dapat berupa komulasi subjektif atau komulasi objektif. 2) Penggabungan beberapa tuntutan dalam satu gugatan diperkenankan apabila penggabungan itu menguntungkan proses, yaitu apabila antara tuntutan yang digabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan serta akan dapat mencegah adanya putusan – putusan yang saling berbeda atau yang saling bertentangan. 3) Beberapa hubungan koneksitas tersebut harus dibuktikan berdasarkan fakta-faktanya. 4) Apabila dua perkara yang dikomulasi itu berbeda acaranya, yang satu menggunakan hukum acara khusus, yang lain hukum acara bisaa, maka kedua perkara tersebut tidak dapat dikomulasikan dalam satu gugatan.
213
5) Apabila dalam salah satu tuntutan hakim tidak berwenang memeriksa sedangkan tuntutan lainnya hakim berwenang, maka kedua tuntutan itu tidak boleh dikomulasikan dalam satu gugatan. 6) Gugatan penguasaan anak dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau cerai gugat. 7) Pengadilan Agama secara ex officio dapat menetapkan kewajiban
nafkah iddah atas suami untuk isterinya,
sepanjang isterinya tidak terbukti berbuat nusyuz, dan menetapkan kewajiban mut’ah ( ex pasal 41 huruf c Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 149 huruf a dan Pasal 151 Kompilasi Hukum Islam). Sebagai contoh perkara komulasi perceraian dengan pemeliharaan anak, dan hak-hak anak adalah perkara Nomor: 2001/Pdt.G/2012/PA.Clp.. terdaftar di register pada tanggal 20 Mei 2012 putusan Pengadilan Agama Cilacap tanggal 1 Oktober 2012. Sedangkan contoh perkara cerai talak yang kemudian ada gugat balik atau gugat rekonpensi mengenai mut’ah, nafkah iddah dan nafkah lampau serta hak hadhanah dan nafkah anak adalah perkara Nomor 2719/Pdt.G/2012/ PA.Clp.. yang telah diputus pada tanggal 8 April 2013. Adapun kasus posisinya adalah :
214
a.Bahwa Pemohon dan Termohon telah menikah secara sah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap pada tanggal 17 Mei 2003; b. Bahwa Pemohon dan Termohon telah dikaruniai seorang anak bernama EWY, umur 7 tahun; c.Pemohon dengan Termohon telah hidup bersama di rumah orang tua Termohon Pemohon di Kelurahan Gumilir Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap selama 6 bulan, lalu pindah di rumah orang tua Pemohon selama 2 tahun sampai akhirnya memutuskan untuk kembali tinggal di rumah orang tua Termohon sejak bulan Juni 2005 karena saat itu Termohon baru saja melahirkan anak pertamanya; d. Bahwa antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sejak kelahiran anak pertama karena pada saat itu Pemohon tidak memiliki pekerjaan tetap sementara kebutnhan anak harus tercukupi sampai pada akhirnya Termohon minta cerai dan dan menyuruh Pemohon pergi dari tempat kediaman bersama pada bulan September 2005 e.Bahwa sejak Pemohon diusir Termohon maka Pemohon pergi dan tinggal bersama orang tua Pemohon , terpisah dari Termohon dan anak dan keadaan tersebut berjalan terus hingga sampai pada tahun 2007 Pemohon mendapat pekerjaan di Pelindo dan kemudian hidup bersama dengan Termohon lagi, namun hanya bertahan sampai 4 bulan sampai akhirnya terjadi perselisihan dan pertengkaran lagi yang disebabkan ekonomi
215
kurang tercukupi karena penghasilan Pemohon tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga lalu akhirnya Pemohon pergi meninggalkan Termohon dan anknya dan tinggal di rumah orang tua Pemohon. Petitum yang dimintakan Pemohon adalah : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon ; 2. Mengijinkan Pemohon (SAS bin S ) untuk menjatuhkan ikrar talak terhadap Termohon ( W Binti K) di depan sidang Pengadilan Agama Cilacap. ; 3. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini sesuai dengan hukum yang berlaku; Atas permohonan cerai talak tersebut Termohon membantah sebagian dalil-dalil Pemohon dan mengajukan gugat balik : 1) Hak asuh atas anak yang bernama EWY umur 7 tahun jatuh kepada Termohon sebagai Ibu kandung; 2) Nafkah anak setiap bulan sebesar Rp 1.240.000,3) Uang imbalan selama 8 tahun Termohon melayani Pemohon besarnya sesuai kemampuan dan keikhlasan Pemohon;. 4) Nafkah lampau selama 16 bulan. 5) Nafkah iddah sebesar Rp 3.000.000,6) Uang transport selama sidang dengan sekali sidang sebesar Rp 100.000,Amar putusan Pengadilan Agama Cilacap berbunyi :
216
MENGADILI DALAM KONPENSI: 1) Mengabulkan permohonan Pemohon ; 2) Memberi ijin kepada Pemohon ( SAS bin SK ) untuk menjatuhkan talak satu roj’i terhadap Termohon ( W binti K ) di depan sidang Pengadilan Agama Cilacap ; DALAM REKONPENSI: 1) Mengabulkan gugatan Penggugat rekonpensi untuk sebagian ; 2) Menghukum kepada Tergugat rekonpensi untuk : a. Memberi
mut’ah
kepada
Pengugat
Rekonpensi
sebesar
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) ; b. Membayar nafkah iddah kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah); c. Membayar nafkah lampau selama 16 bulan sebesar Rp 4.800.000 ,( empat juta delapan ratus ribu rupiah); d. Nafkah selama iddah sebesar Rp.1.500.000,- ( Satu juta lima ratus lima ribu rupiah) ; 3) Menetapkan hak hadhonah terhadap anak bernama EWY ada pada Penggugat Rekonpensi;; 4) Menghukum Tegugat Rekonpensi untuk membayar nafkah anak kepada Penggugat Rekonpensi setiap bulan sebesar Rp 300.000,- ( tiga ratus ribu rupiah) hingga anak tersebut dewasa atau mandiri dengan ketentuan setiap tahunnya naik 10 %; 5) Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi untuk selain dan selebihnya;
217
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI: Membebankan kepada Pemohon Konpensi /Tergugat Rekonpensi untuk membayar semua biaya perkara sebesar Rp.541.000,- (lima ratus empat puluh satu ribu rupiah) ; Di samping masalah anak, di negara yang tidak mengenal pemisahan harta suami istri, seperti Indonesia, juga timbul masalah harta bersama yang diperoleh selama perkawinan, di mana bila terjadi komulasi gugat perceraian dengan harta bersama atau munculnya gugat rekonpensi harta bersama dalam gugat perceraian, sejak kapan harta itu harus dibagi secara riil dan bagaimana gugat harta bersama dalam kaitannya perkara cerai talak dan cerai gugat. Menurut Dra. Hj.Siti Mardliyah, Hakim Pengadilan Agama Cilacap,perkara gugat harta bersama merupakan gugat assesoir dari gugat perceraian. Tidak ada pembagian harta bersama sebelum adanya putusan perceraian. Maka apabila suatu putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap, secara normatif pembagian harta bersama tersebut dapat segera dilaksanakan. Apabila tidak dilaksanakan secara suka rela, maka dapat dimintakan pelaksanaannya dengan mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama.245 Prinsip-prisip gugatan perdata telah diatur dalam Pasal 118 HIR, bahwa siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang lain sehingga mendatangkan kerugian, dan ia tidak mampu menyelesaikan sendiri peroalan
245
Wawancara dengan Dra.Hj. Siti Mardliyah., Hakim Pengadilan Agama Cilacap, pada tanggal 21 April 2014.
218
tersebut, maka ia dapat meminta Pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai dengan hukum yang berlaku . Dalam bidang perkawinan, prinsip-prinsip perdata tersebut juga tetap berlaku, dalam arti inisiatif pengajuan gugatan itu dari suami atau istri yang merasa haknya dilanggar oleh pihak lain, atau telah terjadi suatu keadaan yang menyebabkan hilangnya tujuan perkawinan. Dalam hal ini
(Perkara perceraian) tidak bisa
diselesaikan sendiri di luar sidang Pengadilan, tetapi harus dilakukan di depan sidang Pengadilan, sebagaimana ketentuan Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam , yang menyatakan bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak. Menurut Drs.H. Syukur,S.H.,M.H. Hakim senior Pengadilan Agama Cilacap, rata-rata orang yang berperkara di Pengadilan Agama, berpendidikan rendah semisal
SD
atau
SMP,
sehingga
pihak
Tergugat
biasanya
jarang
mempermasalahkan harta bersama. Dan yang penting mereka bisa cepat bercerai. Hal ini bisa jadi karena memang harta bersamanya tidak ada, atau hartanya sedikit sehingga sudah dapat diselesaikan secara kekeluargaan / musyawarah di luar sidang. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Fakhrur, S.HI. Panitera pada Pengadilan Agama Cilacap, yang telah menjelaskan bahwa hampir 90 % perkara cerai gugat diputus dengan verstek.246
246
Wawancara dengan Drs.H.Syukur, MH. Hakim Pengadilan Agama Cilacap dan Fakhrur, S.HI. Panitera Pengadilan Agama Cilacap , tanggal 22 April 2014.
219
Lain halnya bagi mereka yang berpendidikan, dan melek hukum, atau memang keadaan ekonomi mereka cukup kuat sehingga terkumpul sejumlah besar harta bersama selama perkawinan, maka bila terjadi perceraian salah satu suami istri tersebut akan menggugat harta bersama yang mereka anggap sebagai hak mereka, atau menuntut balik kepada pihak lawan. Dengan saling gugat menggugat dengan menyampaikan dasar hukum
untuk menyakinkan pihak yang terkait,
bahkan dengan mematahkan argument pernikahan yang pernah mereka laksanakan sendiri, demi untuk mempertahankan apa yang dia anggap sebagai haknya. B.2.Perkara
Gugatan Harta Bersama dan Pemeliharaan Anak
dengan
Putusan Contra Legem
Pengertian
Contra
legem
:adalah
putusan
Hakim
pengadilan
yang
mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang ada , sehingga Hakim tidak menggunakan sebagai dasar pertimbangan atau bahkan bertentangan dengan pasal Undang- Undang sepanjang pasal Undang-Undang tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan rasa keadilan masyarakat. Demi terciptanya suatu keadilan, maka hakim dapat bertindak Contra Legem , Hal tersebut diperbolehkan,sebagai pijakannya adalah: UU. N0. 4 tahun 2004 pasal 28 (1)yaitu : ”Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai -nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Sedang Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan ;”Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa .Demikian juga pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
220
tersebut sebagai UU yang baru dan merupakan perubahan UU sebelumnya, mengenai Kekuasaan Kehakiman, yang isinya tak jauh beda dengan maksud pasal 28(1) UU.No. 4 tahun 2004di atas, yang pokoknya Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai -nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Putusan Perkara
perceraian yang dikumulasikan dengan pembagian harta
bersama dan pemeliharaan anak ternyata ada yang menyimpang dari ketentuan yang ada dalam Pasal 97 dan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam . Hal ini penulis jumpai dalam kajian perpustakaan maupun yang termuat dalam Direktori Putusan dari Pengadilan Agama Magetan dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.. Di dalam Putusan dari Pengadilan Agama Magetan yang telah diangkat Bayu Imam Subarkah,247 penulis menemukan sebuah putusan yang menyimpang dari ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam dalam hal pembagian harta bersama dalam perkawinan yang terdapat dalam gugat balik (rekonpensi) yang terjadi dalam kasus perceraian tersebut. Putusan Perkara harta bersama yang diputus dengan putusan yang contra legem yang penulis teliti di antaranya : Kesatu : Putusan Perkara No: 266 K/AG/2010, dengan resume sebagai berikut: Dalam perkara ini MA memutuskan memberikan harta bersama yang lebih besar kepada Istri dimana Istri (Penggugat) mendapatkan bagian ¾ dari harta bersama
247
. Bayu Imam Subarkah, Analisis Normatif Putusan Perkara Nomor 254/Pdt.G/2007 /PA.Mgt. Universitas Brawijaya, Desember 2009.
221
ementara suami (Tergugat) mendapatkan ¼ dari harta bersama dengan pertimbangan bahwa selama perkawinan berlangsung Tergugat tidak taat beragama, telah membuat Penggugat mengalami stress, dan ternyata Tergugat selama perkawinan tidak pernah memberikan nafkah kepada Penggugat, seluruh harta bersama diperoleh oleh Penggugat dari hasil kerjanya. Demi rasa keadilan MA memandang pantaslah Penggugat memperolah harta bersama yang lebih besar dari Tergugat. Ringkasan Pertimbangan Bahwa menurut pendapat Mahkamah Agung amar putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta harus diperbaiki karena seharusnya Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta memperbaiki amar putusan Pengadilan Agama Bantul yang belum tepat dengan menambah pertimbangan sebagai berikut: 1. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah pecah, dengan fakta berbagai upaya telah dilakukan agar tidak terjadi perceraian, namun Penggugat tetap berkeinginan untuk cerai karena Tergugat tidak pernah memberikan nafkah dan Tergugat tidak taat beragama seperti shalat, puasa dan lain-lain, sehingga Penggugat mengalami stres dan memerlukan perawatan psikiater. Rumah tangga yang sudah pecah tersebut tidak efektif dipertahankan untuk mencapai tujuan dari perkawinan membentuk rumah tangga yang harmonis. 2. bahwa berdasarkan bukti dan fakta-fakta di persidangan ternyata suami tidak memberikan nafkah dari hasil kerjanya dan seluruh harta bersama diperoleh istri dari hasil kerjanya, maka demi rasa keadilan, pantaslah Penggugat memperoleh
222
harta bersama sebesar yang ditetapkan dalam amar putusan ini (yang lebih besar dari Tergugat). Amar Putusan - Menerima permohonan banding Pembanding; - Membatalkan putusan Pengadilan Agama Bantul Mengadili Sendiri - Mengabulkan Gugatan Penggugat sebagian - Menetapkan penggugat berhak memiliki ¾ (tiga perempat) bagian dari harta bersama sebagaimana tersebut dalam amar tersebut di atas dan Tergugat berhak memiliki ¼ (seperempat) bagian dari harta bersama sebagaimana tersebut pada amar tersebut di atas. Kedua :Putusan Perkara Nomor 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt.disebutkan bahwa kasus tersebut yaitu pihak isteri menggugat cerai suami karena merasa suami tidak berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, hanya pekerjaan sebagai buruh tani yang tidak tetap bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari serta mengasuh anak, sehingga isteri sebagai pihak yang bekerja sebagai TKW di luar negeri terlihat sebagai pihak tunggal penghasil kekayaan dalam perkawinan mereka dan suami sangat tergantung kepada hasil kiriman isteri dari hasil bekerja tersebut. Dan dalam putusannya Majelis Hakim menjatuhkan putusan pembagian dua pertiga untuk isteri dan sepertiga untuk suami.Dari putusan tersebut terlihat adanya pertimbangan yang mengedepankan keadilan dan kemaslahatan bagi kedua belah pihak yaitu suami isteri yang bercerai tersebut dengan mengenyampingkan ketentuan hukum dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam..
223
Ketiga : Perkara Nomor : 0742/Pdt.G/2008/PA-TA, Putusan PA Tulungagung itu dapat di resume yang pada pokoknya sebagai berikut: Dalam Konpensi Perkara ini pada asalnya Gugatan Cerai yang telah diajukan oleh seorang isteri dengan nama SW (Penggugat), kemudian sang Suami bernama S (Tergugat) mengajukan gugatan rekonpensi Harta Bersama. Bahwa rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat telah retak dan pecah, disebabkan karena timbulnya perselisihan dan pertengkaran akibat Tergugat kurang bertanggung jawab dan tidak dapat memenuhi biaya hidup rumah tangga secara layak. Hal tersebut telah berlangsung dalam kurun waktu yang relative lama dan sudah tidak mungkin lagi untuk tetap dipertahankan; Menimbang, bahwa hal-hal dan kejadian-kejadian tersebut di atas ternyata adalah merupakan alasan yang sah untuk melakukan perceraian seperti yang diatur pada pasal 19 huruf f PP.No. 9 tahun 1975 Jo. pasal 116 ( f ) Kompilasi Hukum Islam; Majelis Hakim mengabulkan gugatan Konpensi; Dalam Rekonpensi Bahwa S sebagai Penggugat Rekonpensi (PR.) menuntut Harta Bersama (HB) kepada SW sebagai Tergugat Rekonpensi (TR) hasil dari bekerja dari Taiwan yang berupa uang Rp 60.000.000 (Enam puluh juta rupiah) dan bangunan rumah di Kabupaten Tulungagung. Bahwa PR menuntut agar HB dibagi dua sama banyak;
224
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 1 (f) KHI Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti sebagaimana tersebut terurai di atas, maka majelis hakim menyimpulkan bahwa Harta Bersama yang berupa uang tersebut tidak terbukti, sehingga ditolak, namun uang yang dipakai untuk membangun runah tersebut adalah dari hasil kerja T.R. dari Taiwan, dengan demikian nilai bangunan rumah tersebut dinyatakan sebagai Harta Bersama antara PR. Dan TR., namun tanah dibawahnya adalah milik orang tua isterinya; Menimbang, bahwa menurut ketentuan pasal 97 KHI. Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari HB sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Menimbang, bahwa andil dari PR. (S) atas bangunan rumah tersebut adalah sedikit sekali atau hampir tidak kelihatan, sementara TR dengan susah payah membanting tulang di negeri orang, padahal semestinya beban dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga harus ditanggung oleh suami, maka menurut majlis hakim tidak adil jika HB tersebut harus di bagi dua dengan sama banyak. Dengan demikian Majelis Hakim dalam kasus ini melakukan contra legem terhadap pasal 97 KHI tersebut yaitu melakukan pembagian : 2/3 bagian untuk TR. Dan 1/3 bagian untuk PR. Amar Putusanya
225
Dalam Konpensi Mengabulkan gugatan Penggugat Konpensi; Menjatuhkan talak satu ba’in sughra Tergugat terhadap Penggugat; Dalam Rekonpensi Mengabulkan gugatan PR. Sebagian; Menyatakan bangunan rumah bertingkat yang terletak di atas tanah milik orang tua TR. Adalah HB. Antara PR dengan TR. Menetapkan bagian masing-masing dari HB. Tersebut PR 1/3 bagian dan TR. 2/3 bagian; Menghukum TR untuk membagi HB. tersebut sesuai dengan bagian masingmasing . Dan apa bila tidak dapat dibagi secara natura maka dapat dibagi dengan jalan lelang dan hasilnya diserahkan kepada Penggugat rekonpensi dan Tergugat rekonpensi sesuai dengan bagiannya masing – masing atau baik Pengugat rekonpensi maupun Tergugat rekonpensi dapat mengganti senilai bagian masing masing sesuai harga yang layak dan sesuai kesepakatan antara mereka ; Menolak selain dan selebihnya; (Vide Direktori Putusan MA.RI. putusan. mahkamah agung go.id. Putusan No. 0742/Pdt.G/2008/PA.TA) Setelah putusan itu Berkekuatan Hukum Tetap (BHT), para pihak diberi tahu, mereka boleh menerima putusan tersebut dan jika tidak puas boleh berupaya naik Banding, namun kedua belah ternyata tidak berupaya hukum Banding ataupun Kasasi, bahkan sama-sama menerimanya. Dan dalam masalah hadhanah penulis menemukan sebuah Yurisprudensi dari MA RI yang memutus perkara bahwa hak hadhanah anak jatuh kepada ayahnya
226
dengan perbagai pertimbangan. Nampaknya permasalahan pengasuhan anak seperti sangat sederhana dan akan cukup diselesaikan dengan Pasal 105 dan 156 KHI.
Bahkan
dengan
adanya
putusan
Mahkamah
Agung RI
Nomor
349K/AG/2006 tanggal 3 Januari 2007248 mengenai kasus perceraian antara Tamara Bleszyinski dengan Teuku Rafly Pasya di mana salah satu amar putusannya menetapkan pengasuhan anak bernama Rassya Isslamay Pasya berada dalam pengasuhan ayahnya, telah memberikan corak hukum tersendiri dalam memberikan pertimbangan hukum pengasuhan anak di luar dari yang telah ditetapkan pada Kompilasi Hukum Islam.
248
. Yurisprudensi MA RI ,tahun 2007.