JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 9 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA (GONO GINI) DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA KELAS I A SAMARINDA Muhammad Agus Rudianto
[email protected] Abstrak M. Agus Rudianto, Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama (Gono-Gini) di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, dibawah bimbingan Ibu Emilda Kuspraningrum, S.H.,K.N.,M.H selaku Pembimbing Utama dan Bapak Nur Arifuddin, S.H.,M.H selaku Pembimbing Pendamping. Pembagian harta bersama merupakan sebuah dampak dari terjadinya perceraian atau putusnya sebuah ikatan perkawinan. Walaupun senantiasa sebuah perkawinan diharapkan berlangsung dengan bahagia dan kekal namun dalam kondisi dan keadaan tertentu perceraian merupakan hal yang tidak dapat dihindari sebagai suatu kenyataan.Perceraian adalah peristiwa hukum yang akan membawa berbagai akibat hukum, salah satunya adalah berkaitan dengan harta bersama dalam sebuah perkawinan. Tingginya jumlah Perceraian yang mencapai 1500 gugatan per tahun ini tidak sebanding dengan gugatan pembagian harta yang terjadi di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda yang hanya 4 sampai 13 gugatan per tahun, hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana pelaksanaan dan alur pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda. Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : bagaimana pelaksanaan pembagian harta bersama atau gono-gini dalam prakteknya di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda Propinsi Kalimantan Timur dan hambatan-hambatan pelaksanaan pembagian harta bersama atau gono-gini. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pembagian harta bersama (gono gini) di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda sudah dilaksanakan dengan baik dan benar berdasarakan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, maka harta kekayaan baik dari pihak suami atau istri menjadi hak bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan dan jika perkawinan putus, masing-masing berhak ½ (seperdua) dari harta tersebut, karena selama perkawinan terdapat adanya harta bersama. Kendala-kendala yang sering muncul dalam pembagian harta bersama adalah masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan dan alur pembagian harta bersama. Kata Kunci : Perceraian, Harta Bersama, Gono-Gini
THE IMPLEMENTATION OF DIVISION OF COMMUNITY PROPERTY (GONO GINI) IN JUSTICE OF RELIGION CLASS A SAMARINDA Muhammad Agus Rudianto
[email protected] Abstract M. Agus Rudianto, The Implementation of Division of Community Property (Gono Gini) in Justice of Religion Class A Samarinda, with guidance by Ms. Emilda Kuspraningrum, S.H.,K.N.,M.H as first advisor and Mr. Nur Arifuddin, S.H.,M.H as second advisor. Division of community property is an impact from separation or break off a marriage. Although ever a marriage expected with happily and everlasting but in a condition and certain situation of separation represent matter which cannot avoid as a reality. Separation is event of law which can bring various legal consequences, one of them is related to community property in a marriage. Height of amount separation which reach until 1500 claims per years this is not comparable with claims of division of estae that happened in justice of Religion Class 1 A Samarinda which only reach 4 until 13 claims per year, this matter is caused by still its minim knowledge of society about how to implementation and execution of division of community property in Justice of Relegion Class 1 A Samarinda. According that thing, so the problems which want to observe in how to the implementation of division of community property in Justice of Religion Class 1 A Samarinda Province of Kalimantan East and the barriers the implementation of division of community property. Approach method used was the approach of empirical normative. The type of research used is approach of empirical normative, data obtained, passing research of bibliography and field research. Next data analysis was analyzed by descriptive to result of the research can be concluded that Division of community property. According the Justice of Religion Class 1 A Samarinda have been good executed and the according to law Number 1 Year 1974 about marriage and the compilation of moeslem law. So properties estae either from husband or wife become rights as long as other in not defined in agreement of marriage and if broken marriage, each is entitled to ½ (half) of estae, because during marriage were existence of community property. The barriers which often emerge in division of community property is still its minim knowledge of society about path and implementation of division of community property. Keyword : Divorce, Community Property, Gono-gini
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
Pendahuluan Suatu perceraian
akan membawa berbagai akibat hukum, salah satunya adalah berkaitan
dengan harta bersama dalam perkawinan. Harta bersama ada pada saat perkawinan berlangsung sedangkan harta bawaan diperoleh sebelum berlangsungnya perkawinan, namun kenyataannya dalam keluarga-keluarga di Indonesia banyak yang tidak mencatat tentang harta bersama yang mereka miliki. Pada perkawinan yang masih baru pemisahan harta bawaan dan harta bersama itu masih nampak, akan tetapi pada usia perkawinan yang sudah tua, harta bawaan maupun harta bersama itu sudah sulit untuk dijelaskan secara terperinci satu persatu. Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di Indonesia juga berlaku Kompilasi Hukum Islam, yang berkaitan dengan pembagian harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam tersebut, yang menyebutkan bahwa pembagian harta bersama baik cerai hidup maupun cerai mati ini, masing-masing mendapat setengah dari harta bersama tersebut. Perkara yang menyangkut perceraian dan kemudian berlanjut dengan pembagian harta bersama ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Propinsi Kalimantan Timur terutama di kota Samarinda, berdasarkan informasi dari media cetak seperti koran tribun news dan media elektronik seperti www.beritahukum.com yang penulis baca sangat menarik bagi penulis untuk mengangkat judul dari skripsi ini dimana tingkat perceraian di kota Samarinda yang sangat tinggi. Menurut M.Mukhlis, “Angka perceraian diwilayah hukum Pengadilan Agama (PA) Kelas 1 A Samarinda rata-rata setiap bulannya dapat mencapai 200 orang, dari total perkara yang masuk dari bulan Januari hingga Agustus pada tahun 2012 saja sebanyak 1294 perkara permohonan perceraian, sehingga setiap harinya hakim menyidang sebanyak 35 - 45 orang perhari. Mukhlis yang didampingi bagian hukum M. Hamdi juga menambahkan, “Dari Perkara yang masuk dari bulan januari hingga Agustus 2012, Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda telah memutuskan sebanyak 196 orang dibulan Januari, 218 orang di bulan Februari, 205 orang di bulan Maret, 75 orang di bulan April, 17 orang di bulan Mei, 138 orang di bulan juni, 161 orang di bulan Juli dan 100 orang di bulan Agustus, sehingga di perkirakan sampai akhir Desember 2012 bisa mencapai 2000 orang atau lebih”. Dari banyaknya kasus perceraian dan pembagian harta yang masuk ke Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda masih terdapat beberapa permasalahan yang di lakukan Pengadilan Agama seperti masih kurangnya jumlah tenaga hakim yang hanya berjumlah 6 (enam) orang di tambah 1 (satu) Hakim ketua
2
Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama(Muhammad Agus) dan 1 (satu) wakil, serta 4 (empat) orang Panitera, sehingga para Hakim harus melakukan sistem rolling di dalam proses persidangan, atau dengan kata lain satu orang hakim harus melakukan 2 (dua) persidangan diwaktu yang bersamaan hanya berbeda ruangan saja, sehingga proses persidangan menjadi kurang efektif, tidak hanya itu tetapi masih terdapat permasalahan lain seperti kekeliruan para hakim di dalam penerapan hukum di dalam memutuskan suatu perkara dan kurangnya penguasaan hukum serta undang-undang terbaru oleh hakim Pengadilan Agama merupakan titik lemah dari Pengadilan Agama di Samarinda. Sehingga membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh yakni dengan melakukan penelitian tentang “Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama atau Gono-gini Dalam Prakteknya di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda Propinsi Kalimantan Timur”. Berdasarkan uraian yang termuat dalam latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya mengenai pelaksanaan pembagian harta bersama atau gono-gini
di
Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda dan hambatan-hambatan pelaksanaan pembagian harta bersama atau gono-gini di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarnda.
Pembahasan A. Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda Berdasarkan penelitian penulis di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda,
faktor utama
terjadinya Pembagian Harta Bersama (Gono Gini) adalah perceraian, dan juga faktor lain seperti di tinggal pergi atau kematian, Perceraian sendiripun dibagi menjadi dua : 1. Cerai talak atau cerai yang dilakukan pihak suami kepada istrinya, dalam hal ini suami berkedudukan hukum sebagai pemohon, sedangkan istri berkedudukan hukum sebagai termohon. 2. Cerai Gugat atau cerai yang diajukan seorang istri kepada suaminya, dalam hal ini istrilah yang berkedudukan hukum sebagai pemohon dan suami yang berkedudukan sebagai termohon. Berdasarkan survey yang dilakukan penulis mengenai jumlah perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda dalam empat tahun terakhir maka di dapatkan data sebagai berikut :
Perkara Masuk / Tahun 2009 2010
Cerai Talak 504 442
Putus 347 332
Cerai Gugat 1.336 1.157
Putus 1.036 857
3
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
2011 431 340 1.098 2012 532 1.378 Tabel.1 Jumlah Perkara Cerai yang di terima Pengadilan Agama Kelas 1
942 -
Samarinda dalam 4 Tahun terakhir.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jumlah perkara yang masuk sangat lah besar terutama perkara Cerai Gugat, tingginya tingkat perkara cerai gugat yang masuk di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda menunjukkan bahwa lebih banyak pihak wanita/istri yang mengajukan gugatan cerai dibandingkan pihak suami dapat dilihat dari trend 4 (empat) tahun terakhir dimana rata-rata perkara cerai gugat mencapai 1.000 perkara masuk pertahunnya atau dalam hal ini pihak wanita lebih banyak merasa dirugikan sehingga lebih banyak hak-hak istri yang dirugikan sehingga banyak pihak istri yang mengajukan gugatan cerai. Banyak faktor yang melatarbelakangi seorang istri mengajukan gugatan perceraian, jika di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda sendiri ada 4 (empat) faktor yang mengakibatkan seorang istri mengajukan gugatan perceraian berdasarkan hasil dengan wawancara Bapak Hamdi selaku Panitera Muda (PANMUD) di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda yang menangani masalah perceraian dan pembagian harta : 1. Terjadinya pertengkaran terus menerus antara suami / istri; 2. Adanya gangguan pihak ketiga; 3. Faktor ekonomi; 4. Tidak ada tanggung jawab, seperti istri yang di tinggal bertahun-tahun tanpa ada kejelasan dari si suami.1 Selain 4 (empat) faktor di atas, juga ada faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya sebuah perceraian, seperti faktor lingkungan, faktor sosial, faktor umur, bahkan faktor pekerjaan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda kita dapat melihat jumlah perkara cerai yang masuk ke Pengadilan Agama berdasarkan rekap wilayah seperti yang tertera pada tabel di bawah : No. 1. 2. 1
Wilayah Samarinda Utara Samarinda Ulu
2009 124 88
2010 512 344
2011 231 338
2012 250 417
Hasil wawancara dengan bapak Muhammad Hamdi, selaku Panitera Muda Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, tanggal 11 April 2013.
4
Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama(Muhammad Agus) 3. Sungai Kunjang 83 327 4. Samarinda Ilir 74 320 5. Samarinda Sebrang 56 233 6. Palaran 29 100 7. Anggana 2 2 8. Loa Janan Ilir 1 1 9. Loa Janan Ulu 1 1 10. Sambutan 15 Tabel.2 Rekap wilayah gugatan percerain di Pengadilan Agama
319 338 211 231 203 204 108 136 1 115 2 1 2 81 16 Kelas 1 A Samarinda
Berdasarkan rekap wilayah pengajuan gugatan perceraian, ada 5 (lima) wilayah di Samarinda yang mendominasi angka pengajuan gugatan cerai yakni Samarinda Utara, Samarinda Ulu, Sungai Kunjang, Samarinda Ilir, dan samarinda Sebrang. Kelima wilayah tersebut merupakan wilayah terbesar di Samarinda dan merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang tergolong padat. Kepadatan penduduk sendiri sangat berpengaruh terhadap faktor lingkungan dan sosial di masyarakat, karena semakin padat suatu wilayah maka taraf hidup masyarakat pun akan semakin meningkat terutama bidang ekonomi seperti meningkatnya harga sandang dan pangan serta kebutuhan pokok lainnya yang mana jika kebutuhan tersebut tidak sebanding dengan pendapatan per-kapita, maka dimungkinkan akan dapat menimbulkan kesenjangan di dalam suatu hubungan rumah tangga. Oleh sebab itu pekerjaan menjadi peran yang sangat penting di dalam suatu rumah tangga baik pekerjaan si suami ataupun pekerjaan istri sangat berperan penting di dalam memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. Tidak jarang juga pekerjaan dapat menjadi suatu alasan terjadinya suatu perceraian, seperti contoh seorang suami yang bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji yang sangat mapan, dengan mudah dapat melakukan perbuatan selingkuh atau poligami tetapi istri yang hanya berprofesi sebagai seorang ibu rumah tangga tidak dapat berbuat banyak, saat terjadi percerain maka hal ini sangat merugikan bagi pihak istri selain tidak memiliki pekerjaan, harta juga dominan dimiliki oleh si suami sehingga istri tidak mendapatkan hak atau bagian nya secara adil pada saat perceraian terjadi. Hal ini sering terjadi terutama di Samarinda, untuk mencegah hal tersebut terjadi dan meneliti seberapa jauh peranan sebuah pekerjaan pada kasus perceraian yang terjadi di kota Samarinda maka penulis melakukan penelitian untuk melihat tingkat perceraian dari sudut pandang pekerjaan, berdasarkan survey yang di lakukan penulis maka didapatkan hasil sebagai berikut, hal ini dilihat berdasarkan survey perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda dalam empat tahun terakhir :
5
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Pekerjaan
2009 Tidak Ada 101 Karyawan/Karyawati 96 Mengurus Rumah Tangga 51 Ibu Rumah Tangga 6 Berjualan 56 Swasta 18 Wiraswasta 10 PNS 15 Honorer 16 Staf Honorer UNMUL 3 POLRI 1 TNI – ad Satpam 2 Petani Serabutan 4 D1 S1 SLTA SD Anggota DPRD Samarinda Supir 2 Pensiunan PNS SPG Mahasiswi Petani Nelayan Tambang Batu Bara 8 Serabutan 4 ABK Kapal 2 Counter Hp 2 Dokter Praktek 2 Kredit Barang 2 Sopir Truk 2 Baby Sister 1 Rumah makan / Catering 1 Kuli Bangunan Mekanik / Bengkel Kontraktor 1 Cady Vila Tamara Teknisi alat elektronik Tabel.3 Rekap Pekerjaan Gugatan Percerain
Jumlah 2010 2011 2012 297 47 13 373 392 507 267 354 55 188 370 59 73 69 47 88 66 32 34 35 70 56 76 12 22 23 8 5 6 2 8 27 4 11 4 5 46 2 1 3 1 5 1 6 1 2 2 64 61 67 206 17 15 9 18 2 232 2 6 1 1 46 2 1 2 70 1 27 67 1 59 11 17 39 7 4 1 6 2 6 di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda
Dari tabel di atas dapat dilihat ternyata tingkat perceraian di Kota Samarinda hampir menjalar ke segala pihak dan berbagai macam aspek pekerjaan, bisa dilihat dari yang tidak memiliki pekerjaan sampai Anggota DPRD Samarinda semua pernah melakukan perceraian, tetapi yang perlu diperhatikan disini adalah tingginya tingkat perceraian di kalangan ibu rumah tangga dan yang mengurus rumah tangga, rata-rata tingkat perceraian yang terjadinya berkisar 50 sampai 300 perkara per-tahunnya dan
6
Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama(Muhammad Agus) hal ini terus meningkat setiap tahunnya, ini jelas membuktikan bahwa terjadi nya ketidak harmonisan rumah tangga yang berdasarkan penelitian penulis di sebabkan oleh tiga faktor utama : 1. Pertengkaran yang terjadi terus menerus; 2. Perselingkuhan / adanya pihak ketiga; 3. Tidak ada tanggung Jawab suami. Tidak hanya pada kalangan ibu rumah tangga, tingginya tingkat perceraian juga banyak terjadi di kalangan Karyawan dan Karyawati di Kota Samarinda, bahkan dalam empat tahun terakhir selalu medominasi dan terus meningkat. Berdasarkan hasil penelitian penulis, tingkat perceraian di kalangan Karyawan dan Karyawati di Kota samarinda meningkat 500 % (lima ratus persen) dari tahun 2009 perkara perceraian yang masuk tercatat ada 96 (Sembilan puluh enam) perkara, kemudian meningkat drastis di tahun 2012 atau empat tahun kemudian perkara cerai yang terdaftar mencapai 507 (lima ratus tujuh) perkara bahkan menjadi kasus perceraian tertinggi pada tahun 2012. Tingkat perceraian di kalangan Karyawan dan Karyawati di Kota Samarinda juga dimungkinkan akan terus meningkat di tahun-tahun selanjutnya, melihat bahwa Kota samarinda merupakan Kota Bisnis terbesar di Propinsi Kalimantan Timur, dengan kemajuan yang sangat pesat mulai dari pasar tradisional hingga industri pertokoan dan mall yang semakin berkembang, sehingga meningkatkan gaya hidup dan juga biaya hidup yang semakin tinggi, yang disebabkan semakin meningkatnya harga pasar disamarinda yang dilihat dari harga kebutuhan pokok yang meningkat, harga inflasi barang yang meningkat, dan UMK (Upah Minimum Kota) yang direkomendasikan walikota ke Gubernur pada tahun 2013 ini senilai Rp.1.752.500.2 Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat perceraian di kalangan Karyawan dan Karyawati kebanyakan disebabkan
oleh faktor
ekonomi,
karena
desakan ekonomi
yang
tinggi
sering
mengakibatkan pertengkaran yang terus menerus hingga berujung kepada perceraian.
2
Dikutip dari http//kaltim.tribunnews.com/mobile/index.php//2013/01/21/umk-samarinda-direkomedasikan-rp-1.752.500 diakses tanggal.24-mei-2013 jam.13.58
7
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
Tidak hanya dari segi pekerjaan tapi penulis juga melakukan penelitian dari segi umur/usia, sehingga bisa didapatkan hasil rata-rata usia pemohon yang mengajukan gugatan cerai talak, cerai gugat, dan pembagian harta sehingga bisa di tarik kesimpulan rata-rata usia yang melakukan perceraian dan pembagian harta di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, berdasarkan penelitian tingkat usia yang dilakukan penulis yang dilihat berdasarkan jumlah perkara yang masuk Ke Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda maka di dapatkan hasil sebagai berikut : Tabel.4 Rekap Usia Gugatan di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda. Dari tabel diatas maka dapat dilihat usia para pihak yang banyak melakukan Pembagian Harta di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, jika dilihat pada tahun 2009 pembagian harta banyak
Tahun 2009 No.
Jenis Perkara
S/d 20 th
1. Cerai Talak 2. Cerai Gugat 3. Harta Bersama Tahun 2010
2 22 -
No.
Jenis Perkara
S/d 20 th
1. 2. 3.
Cerai Talak Cerai Gugat Harta Bersama
4 70 6
21 s/d 30 th 35 137 -
31 s/d 40 th 43 94 2
41 s/d 60 th 36 43 2
Lebih 60 th 4 -
Jumlah
21 s/d 30 th 144 554 1
31 s/d 40 th 182 325 1
41 s/d 60 th 106 146 5
Lebih 60 th 3 -
Jumlah
120 296 4
439 1095 13
terjadi pada usia 31 sampai usia 60 tahun, sedangkan pada tahun 2010 pembagian harta lebih banyak Tahun 2011 No.
Jenis Perkara
S/d 20 th
1. Cerai Talak 2. Cerai Gugat 3. Harta Bersama Tahun 2012
11 89 4
No.
Jenis Perkara
S/d 20 th
1. 2. 3.
Cerai Talak Cerai Gugat Harta Bersama
5 85 1
21 s/d 30 th 142 551 2
31 s/d 40 th 169 399 9
41 s/d 60 th 103 148 -
Lebih 60 th 13 1 -
Jumlah
21 s/d 30 th 166 643 3
31 s/d 40 th 213 459 1
41 s/d 60 th 135 182 8
Lebih 60 th 10 2 -
Jumlah
438 1148 15
529 1371 13
terjadi pada usia di bawah 20 tahun yaitu ada 6 perkara pembagian harta, pada tahun 2011 lebih di dominasi pada usia 31 sampai 40 tahun berjumlah 9 perkara pembagian harta, dan pada tahun 2012 usia 41 sampai 60 tahun mendominasi dengan 8 perkara pembagian harta. Dari data tersebut kita dapat melihat usia 31 sampai 40 tahun adalah usia yang paling rentan terjadinya konflik atau masalah perceraian baik berupa cerai talak atau juga cerai gugat, pada usia ini 8
Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama(Muhammad Agus) juga lebih banyak terjadi pembagian harta, dikarenakan pada usia ini biasanya para pasangan sudah lebih mapan dalam hal finansial sehingga lebih banyak harta yang terkumpul dari dua belah pihak dan ingin mengambil hak mereka masing-masing ketika terjadi perceraian, sedangkan pada usia di atas 60 sangat jarang terjadi karena pada usia ini para pihak sudah tidak lagi terlalu memikirkan harta mereka tetapi lebih kepada anak-anak atau keluarga mereka. Berbeda dengan pernikahan dibawah usia 20 tahun walaupun tingkat perceraian tidak sebanyak pada usia 30 tahun keatas, tetapi pada usia ini perkara pembagian harta lebih banyak terjadi dikarenakan masih tinggi nya ego di antara kedua belah pihak atau masih mementingkan kebutuhan materi mereka.
Dari beberapa jumlah perkara permohonan pembagian harta yang masuk ke Pengadilan Agama Kelas 1 A samarinda tidak semua perkara dapat di putus dan di selesaikan oleh hakim, masih terdapat beberapa kendala-kendala seperti masih kurangnya para hakim yang menangani kasus pembagian harta, masih kurangnya alat bukti dari si penggugat atau tergugat serta hambatan-hambatan lainnya. Berdasarkan jumlah perkara pembagian harta bersama yang masuk dan diputus dari tahun 2009 hingga 2012 maka dapat di simpulkan seperti tabel di bawah ini. Perkara yang masuk dan diputus dalam tahun 2009 – 2012 sebagai berikut : TAHUN
Jumlah Perkara Yang Diterima
Jumlah Perkara Yang Di Putus
2009
4 (empat) Perkara Pembagian 3 (tiga) Perkara Yang di Putus Harta Bersama 2010 13 (tiga belas) Perkara Pembagian 5 (lima) Perkara Yang di Putus Harta Bersama 2011 15 (lima belas) Perkara 8 (Delapan) Perkara Yang di Putus Pembagian Harta Bersama 2012 13 (tiga belas) Perkara Pembagian 10 (Sepuluh) Perkara Yang di Putus Harta Bersama Tabel 5. Perkara pembagian harta bersama yang masuk dan diputus selama tahun 2009 – 2012. Tidak setiap putusan perceraian diikuti pembagian harta bersama berdasarkan beberapa hal -
Mereka tidak bersengketa atau tidak mempermasalahkan harta bersamanya, Dalam hal ini biasanya kedua belah pihak bersepakat atau untuk membagi harta bersama secara kekeluargaan di luar siding, cara ini sebetulnya yang paling baik karena ringan biaya singkat waktu dan tidak ada permusuhan.
-
Ada pula kedua belah pihak bersepakat agar harta bersama itu tidak dibagi kepada suami istri yang bercerai tetapi dengan persetujuan bersama diberikan kepada anak-anaknya.
9
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
-
Ada pula di antara pihak itu yang tidak mempermasalahkan harta bersama yang penting cerai.3 Sedangkan faktor-faktor yang melatar belakangi diajukannya permohonan gugatan pembagian
harta bersama adalah : -
Kedua belah pihak atau salah satunya membutuhkan harta bersama tersebut.
-
Salah satu pihak berniat tidak baik atau menguasai harta bersama atau tidak membagi kepada pasangannya yang dicerai. Pembagian harta bersama lewat Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda bisa diajukan
serempak dengan pengajuan gugatan perceraian (kumulatif) atau dapat pula digugat tersendiri setelah putus perceraian baik secara langsung oleh yang bersangkutan maupun memakai jasa pengacara. Pemeriksaan pembagian harta bersama dalam hal yang kumulatif dilakukan setelah pemeriksaan gugatan cerai. Apabila gugatan cerainya ditolak, maka pembagian harta bersamanya biasanya juga di tolak. Karena pembagian harta bersama tersebut menginduk pada gugatan cerai. Kecuali kalau minta pemisahan harta bersama, karena salah satu pihak dikuatirkan atau bahkan terbukti menghilangkan harta bersama dengan permohonan tersendiri.4
B. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama Di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda masih banyak ditemui kendala dan hambatan didalam pelaksanaan pembagian harta di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, seperti susahnya untuk melakukan mediasi para pihak di dalam pelaksanaan pembagian harta bersama, karena gugatan pembagian harta yang di lakukan setelah putusnya perkara cerai, atau ketika seorang suami istri sudah dinyatakan sah bercerai oleh pengadilan barulah proses pembagian harta boleh di lakukan. Karena secara emosional dan psikologis apabila seseorang yang telah bercerai itu akan sangat susah sekali dipertemukan dikarenakan masih adanya rasa dendam dan emosi dimasing-masing pihak yang akan sangat sulit dipertemukan sehingga proses mediasi untuk melakukan pembagian harta bersama akan sangat sulit sekali untuk dilakukan sehingga terkadang mengganggu proses mediasi yang dilakukan oleh pihak pengadilan atau dalam hal ini hakim.
3 Hasil wawancara dengan bapak Muhammad Hamdi, selaku Panitera Muda Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, tanggal 11 April 2013. 4 Hasil wawancara dengan bapak Muhammad Hamdi, selaku Panitera Muda Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, tanggal 11 April 2013.
10
Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama(Muhammad Agus) Hambatan lain yang sering terjadi di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda dalam hal pembagian harta bersama adalah, para pihak suami istri yang melakukan pembagian harta terkadang tidak mengetahui yang mana termasuk harta bersama dan mana yang bukan harta bersama, kurang nya pengetahuan dan pemahaman mengenai harta bersama menjadi kendala sehingga para pihak terkadang bingung untuk memisahkan harta bersama mereka dengan harta bawaan, menurut Agus Trisaka, walaupun warisan atau hibah merupakan harta bawaan/pribadi tetaplah diperlukan perjanjian perkawinan untuk lebih mempunyai pembuktian yang kuat.5 Harta penghasilan yang diperoleh selama perkawinan, menurut Elza syarief, akan menjadi harta bersama jika tidak ada perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta. Oleh karenanya untuk melindungi harta penghasilan suami istri sebaiknya dibuat dengan perjanjian perkawinan. Adapun alasan mengapa penghasilan suami istri perlu mendapat perlindungan hukum, yaitu : a. Penghasilan suami istri yang dibagi tidak adil. Apalagi sengketa yang dialami suami istri akan bertambah, jika satu di antara dua pihak tersebut tidak bekerja atau berpenghasilan; b. Tidak ada transparasi harta bersama, misalnya banyak suami yang pintar, penghasilannya tidak diketahui oleh istri dan istri tidak diberi data harta secara akurat; c.
Belum ada peraturan pelaksanaan tentang pembagian harta secara adil, sehingga banyak aspek yang disembunyikan, yang selama ini banyak dirugikan dalam kasus harta bersama perceraian adalah pihak istri.6 Tetapi karena Indonesia merupakan negara hukum, kita juga tidak bisa terlalu berpatokan
dengan satu sumber hukum saja, kita juga harus melihat sumber hukum lainnya seperti kompilasi hukum Islam, khususnya Pasal 86 sampai dengan 97, yang menegaskan adanya harta bersama dalam perkawinan. Menurut Pasal 1 huruf f kompilasi Hukum Islam, harta kekayaan dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh, baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
5 Agus Trisaka, “Akta Perjanjian Perkawinan sebagai Sarana Perlindungan Hukum Harta suami dan Istri selam Perkawinandan setelah Perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”, Tesis, Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang, 2009, hlm. 59. 6 Elza Syarief, “Harta dalam Perkawinan”, Majalah Pengantin Muslim Anggun, 2 Maret 2007, hlm.39.
11
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
Jadi jelas jika melihat kompilasi hukum Islam Pasal 1 huruf f seperti yang biasa digunakan oleh hakim di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda telah dijelaskan bahwa selama adanya ikatan perkawinan maka selama itulah terjadinya harta bersama entah itu dihasilkan secara perorangan atau bersama-sama hal itu telah menjadi hak bagi suami maupun istri, hal inilah yang terkadang masih tidak di pahami oleh para suami istri yang melakukan pembagian harta bersama sehingga harta lebih sering dikuasai oleh pihak suami. Kurangnya peran Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, KUA, dan DEPAG dalam hal mensosialisasikan pearaturan maupun undang-undang yang berhubungan dengan pelaksanaan pembagian harta juga menjadi satu kendala dimasyarakat, seharusnya pemerintah dalam hal ini tidak memandang sebelah mata kasus pembagian harta yang terjadi di kalangan masyarakat. Sekalipun jumlah perkara pembagian harta memang tidak sebanyak dibanding jumlah perkara lain yang masuk ke Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda tetapi pembagian harta merupakan proses yang krusial dimana dalam hal ini menyangkut mengenai hak-hak perorangan yang harus dilindungi karena seringnya terjadi kecurangan maupun penipuan dalam proses pembagian harta tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda, kelemahan di dalam pembagian harta bersama juga di sebabkan oleh kebijakan pemerintah, dimana pemerintah di Indonesia dan para fakar pembuat peraturan di Indonesia yang menerapkan asas fiksi hukum di dalam penerbitan suatu undang-undang.
Penutup Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai pelaksanaan dan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Pada pelaksanaan pembagian harta bersama atau (gono-gini) di Pengadilan
Agama Kelas 1 A
Samarinda secara keseluruhan sudah berjalan dengan baik dan lancar, baik Hakim, Panitera, sampai Juru Sita sudah berjalan sesuai dengan tugasnya masing-masing. Walaupun terkadang hakim mendapat beberapa hambatan di dalam menangani pelaksanaan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama kelas 1 A Samarinda, seperti masalah mediasi para pihak dan landasan hukum yang digunakan seorang hakim, karena di dalam pelaksanaan pembagian harta seorang hakim tidak
12
Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama(Muhammad Agus) boleh berpatokan pada satu undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tetapi juga harus melihat dari undang-undang dan peraturan lainnya yang mendukung seperti Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan-Peraturan lain yang terkait. Tetapi hal itu sudah dapat di antisipasi oleh hakim di Pengadilan Agama Samarinda karena tidak hanya diwajibkan untuk menguasai Undang-Undang dan Peraturan yang berkaitan dengan Islam atau Syariah, hakim di Pengadilan Agama Kelas 1 A samarinda juga diwajibkan mengikuti BIMPTEK dan Pelatihan-pelatihan lain guna menunjang kemampuan hakim di dalam menangani kasus-kasus baik itu yang berkaitan dengan cerai maupun pelaksanaan pembagian harta bersama (gono-gini) sehingga sangat membantu di dalam proses pelaksanaan persidangan 2. Sedangkan Kendala-kendala yang terdapat pada pelaksanaan pembagian harta bersama yang di lakukan Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda adalah masih minimnya pengetahuan para pihak yang berperkara tentang bagaimana pelaksanaan dan alur pembagian harta bersama, sering sekali para pihak itu tidak memiliki bukti-bukti yang lengkap tentang harta kekayaan mereka sehingga pada saat pembuktian dalam pembagian harta bersama sulit sekali di lakukan pembuktian apakah harta tersebut termasuk kedalam harta bersama atau tidak, harta yang tidak lengkap, dan jika menyangkut masalah tanah kendalanya adalah tidak adanya sertipikat dan surat-surat tanah, dan juga berkaitan masalah ukuran luas yang tidak jelas dan batas-batas yang tidak jelas sehingga sulit dibuktikan pada saat pembagian harta bersama dilakukan. Kurangnya para hakim dan juga panitera di Pengadilan Agama Samarinda juga menghambat kelancaran persidangan pembagian harta sehingga memperlambat keluarnya putusan dari hakim karena beban kerja yang tidak sesuai, serta masih minimnya peran dari BANKUM di Pengadilan Agama Samarinda sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan bimbingan atau pengarahan tentang hukum dan peraturan yang berkaitan mengenai pembagian harta bersama (gono gini).
Seharusnya Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda bisa menambah jumlah tenaga hakim di pengadilan agama samarinda dikarenakan ketidak seimbangan antara jumlah perkara dan jumlah hakim di pengadilan agama, serta memberikan pelatihan-pelatihan agar para hakim lebih siap di dalam memutus sebuah perkara. Meningkatkan peran aktif BANKUM karena sangat banyak masyarakat yang
13
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
memerlukan arahan serta konsultasi mengenai perkara yang mereka jalani terutama yang berkaitan mengenai pembagian harta bersama. Seharusnya negara berperan aktif di dalam melakukan sosialisasi tentang pembagian harta melalui instansi-instansi negara yang terkait seperti Pengadilan Agama, KUA, DEPAG dan instansiinstansi lain yang berkaitan seperti P2TP2 dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Anak mengenai pentingnya pembagian harta dan juga mengenai peraturan-peraturan yang terkait, agar masyarakat dapat lebih mengerti dan memahami tentang pentingnya pembagian harta bersama demi melindungi hak-hak mereka ketika sebuah perceraian terjadi. Pemerintah seharusnya memberikan perlindungan hukum di dalam proses pembagian harta bersama, karena selama ini masih belum ada aturan yang mengatur secara tegas mengenai perlindungan hukum di dalam pembagian harta bersama sehingga masih sering terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pihak suami yang dimana hal tersebut sangat merugikan bagi pihak perempuan/istri. Seharusnya pemerintah membuat sistem nikah gampang tetapi untuk melakukan sebuah proses perceraian itu haruslah dibuat menggunakan alur yang rumit atau malah di kenai sanksi atau denda ganti rugi kepada pihak istri yang tidak sedikit jumlahnya Seperti meningkatkan hak-hak suami untuk membiayai dan menafkahi istri maupun anak selama sepuluh tahun setelah percerian terjadi dan apabila suami tidak memenuhi nafkah tersebut akan dipidanakan karena telah dianggap melakukan penelantaran. Agar masyarakat lebih berfikir sehingga tidak mudah melakukan sebuah perceraian. Meningkatkan peran dan fungsi lembaga pihak ketiga didalam melakukan perdamaian apabila terjadi suatu masalah rumah tangga agar tidak berbuntut kepada perceraian, seperti meningkatkan fungsi P2TP2 Kota maupun Provinsi serta memperkenalkan lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak kepada masyarakat luas, sehingga jika terjadi suatu permasalahan di dalam hubungan rumah tangga bisa dilakukan mediasi untuk mencari jalan tengah nya sehingga tidak langsung mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Kelas 1 A Samarinda. Melakukan penyuluhan agama di masyarakat juga perlu ditingkatkan guna Meningkatkan iman dan taqwa dimasyarakat, karena cerai atau keserakahan di dalam pembagian harta bersama kembali kepada iman dan diri masing-masing setiap manusia, karena semakin tinggi iman seseorang maka akan semakin berat untuk melakukan sebuah percerian, meskipun didalam Agama Islam melakukan
14
Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama(Muhammad Agus) perceraian itu diperbolehkan oleh Allah SWT, tetapi hal itu merupakan dosa besar dan sangat di benci Allah SWT.
Daftar Pustaka A. Buku
Ashshofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum, Rieneka Cipta, Jakarta. Anshori, Abdul Ghofur. Hukum perkawinan Islam (Perspektif Fikih dan Positif). Yogyakarta: UII Press. 2011. Busthanul Arifin. 1994. Prospek Hukum Islam Dalam Kerangka Hukum Nasional di Indonesia, PP-IKAHA, Jakarta.
Hukum
Pembangunan
Ernaningsih, Wahyu dan Samawati, Putu. Hukum Perkawinan Indonesia. Palembang: PT. Rambang Palembang. Hadikusuma, Hilman. 1991. Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama Hindu Islam, PT Cipta Aditya Bakti, Bandung. ______. 1990. Hukum Perkawinan Adat, PT Citra aditya bakti, Bandung. _____. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju. Hamid, Zahri. 1978. Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan di Indonesia, Bina Cipta, Yogyakarta. Jahani, Libertus. 2008. Perkawinan Apa Resiko Hukumnya, Forum Sahabat, Jakarta. Jono. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.2008 Manan, Abdul dan fauzan, M. 2001. Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Muhammad, Abdul Kadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra aditya bakti, Bandung. Mulyadi. 2008. Hukum Perkawinan indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Pittlo, 1979, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta. 1990. Pluralisme Dalam Perkawinan Indonesia, airlangga University Press.
rawirohamidjojo,
R.
Soetojo.
Perundang-undangan
Ramulyo, M. Idris, 2000. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta. Rofiq, ahnad. 1995. Hukum Islam Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 15
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 9
Saleh, K. wantjik. 1980. Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Satrio, J. 2008. Hukum Harta Perkawinan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Sitompul, anwar. 1984. Dasar-dasar Praktis Pembagian Harta Peninggalan Menurut Hukum Waris Islam, armico, bandung. Soemitro, Ronny Hanitijo, 1999. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, jakarta. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta. Soermiyati, 1999, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Liberty, Yogyakarta. Subagyo, P. Joko. 1991. Metode Penelitian dlam Teori dan Praktek. PT. Rieneka Cipta, Jakarta. Sunggono, Bambang. 1997, Metodelogi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Susanto, happy. 2008. Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, Visimedia, Jakarta. Thalib, Sayuti. 1974. Hukum Kekeluargaan Indonesia, Yayasan Penerbit UI, Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perkawinan di Indonesia. Sumur Bandung. 1981
B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehakiman,
Kekuasaan
Undang-ndang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam, hukum Perkawinan, Hukum Pewarisan Hukum Perwakafan, Seri Pustaka, Yogyakarta 2005. Surat Edaran Mahkamah AgungNomor 10 Tahun 2010 Pedoman Pemberian Bantuan Hukum
16