21
BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN III.1
Perencanaan Dimensi Penampang Benda Uji
Dalam pembuatan pelat komposit beton deck-metal ada persyaratan minimal untuk tebal beton dan dimensi penampang deck metal yang digunakan. Dalam hal ini peraturan yang digunakan sebagai acuan adalah peraturan baja Indonesia (SNI 03-1729-2002). Gambar III.1 adalah batas-batas dari pelat komposit sesuai peraturan baja.
Gambar III.1 Penampang Pelat Komposit
Peraturan baja Indonesia membuat persyaratan dari dimensi pelat komposit. Persyaratan tersebut adalah : 1.
Tebal minimum pelat beton di atas gelombang atas deck metal 50 mm.
2.
Tinggi gelombang tidak boleh lebih dari 75 mm.
3.
Lebar rata-rata dari gelombang tidak boleh kurang dari 50 mm.
Pelat komposit yang digunakan dalam pengujian adalah adalah : 1.
Tinggi deck metal adalah 50 mm, maka sudah kurang dari 75 mm.
2.
Lebar rata-rata gelombang atas dan bawah, masing – masing adalah 12 cm dan 21,5 cm. Sehingga melebihi 50 mm.
3.
Tebal pelat beton jika diukur dari dasar deck metal adalah 10 cm, sehingga tebal beton di atas gelombang atas deck metal adalah 5 cm.
22
III.2
Perencanaan Komposisi Campuran Beton Dengan Metoda British
Setelah diketahui sifat – sifat fisik dan kimia dari agregat, maka dapat dilakukan perencanaan campuran beton dalam volume 1 m3. Berikut ini adalah langkah – langkah perencanaan beton dengan metoda British : 1. Tetapkan mutu beton, dan dengan menggunakan grafik pada gambar 3.2 dapat diketahui ratio air dengan semen. Namun dapat pula ditetapkan ratio air dengan semen terlebih dahulu, dan kemudian dengan grafik tersebut dapat diketahui mutu beton.
Gambar III.2 Grafik Mutu Beton VS Ratio Air-Semen (sumber : Neville, 1987)
2. Dari data ukuran maksimum agregat kasar dan dengan menetapkan nilai slump, maka dapat diketahui jumlah volume air dalam 1 m3 beton dengan menggunakan tabel 3.1.
23
Tabel III.1 Aproksimasi Kadar Air yang Diperlukan Pada Variasi Tingkat Kelecakan (sumber : Neville, 1987) Agregat Max.size mm ( in )
10 ( 3/8 ) 20 ( 3/4 ) 40 ( 1,5 )
Water Content kg / m3, ( lb / yd3 ) for : Type
Slump mm ( in ) Vebe s
Uncrushed Crushed Uncrushed Crushed Uncrushed Crushed
0-10 ( 0 - 0,5 ) > 12 150 ( 225 ) 180 ( 305 ) 135 ( 230 ) 170 ( 285 ) 115 ( 195 ) 155 ( 260 )
10-30 ( 0,5 -1 ) 06-Des 180 ( 335 ) 205 ( 345 ) 160 ( 270 ) 190 ( 320 ) 140 ( 235 ) 175 (295)
30-60 (1-2,5 ) 03-Jun 205 ( 345 ) 230 ( 390 ) 180 ( 305 ) 210 ( 355 ) 160 ( 270 ) 190 ( 320 )
60-180 ( 2,5 - 7 ) 0-3 225 ( 380 ) 250 ( 420 ) 195 ( 330 ) 225 ( 380 ) 175 ( 295 ) 205 ( 345 )
3. Setelah mengetahui volume air yang diperlukan dalam 1 m3 beton, dapat diketahui volume semen dalam 1 m3 yaitu jumlah air dibagi dengan nilai ratio air-semen. 4. Dari data hasil uji agregat diketahui bulk specific agregat untuk kedua agregat. Pada gambar 3.3 adalah grafik untuk mengestimasi berat volume beton segar. Untuk mengestimasi nilai berat volume beton segar adalah dengan menarik garis vertical dari sumbu x (volume air) sampai pada kurva bulk specific gravity, dimana bulk specific gravity pada kurva ini adalah bulk specific gravity agregat kasar kondisi SSD. Dan dilanjutkan dengan menarik secara horizontal sampai menyentuh sumbu y (berat volume beton segar).
24
Gambar III.3 Kurva Berat Volume Beton Segar VS Volume Air (sumber : Neville, 1987)
5. Grafik pada gambar III.4 adalah kurva persentase kadar agregat halus vs nilai ratio air semen. Untuk mengetahui nilai persentase kadar agregat halus, menarik garis lurus vertical dari nilai ratio air-semen (sumbu x) sampai menyentuh kurva persentase agregat halus yang lolos saringan 600 μm. Kemudian menarik garis horizontal ke kiri sampai menyentuh sumbu y.
Gambar III.4 Kurva Persentase Agregat Halus VS Nilai Ratio Air-Semen (sumber : Neville, 1987)
25
6. Volume total agregat dalam 1 m3 beton adalah berat volume beton per m3 dikurangi jumlah air dan jumlah semen. Dari volume total agregat, dikalikan persentase agregat halus yang diperoleh dari langkah 5 maka diketahui volume agregat halus. Volume total agregat dikurangi volume agregat halus adalah volume agregat kasar. 7. Setelah perhitungan pada langkah 6 selesai, maka telah didapat komposisi campuran untuk 1 m3 beton. 8. Dilakukan koreksi terhadap jumlah pasir, split, dan air jika pada saat pengecoran terdapat perbedaan kadar air agregat dengan kadar air agregat tersebut saat kondisi SSD. Perhitungan komposisi campuran beton terdapat pada lampiran.
III.3
Pelaksanaan Pengujian
III.3.1 Uji Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton menggunakan mesin UTM (Universal Testing Machine). Gambar III.5 adalah pengujian kuat tekan beton dengan mesin UTM.
Gambar III.5 Gambar Sketsa Uji Kuat Tekan Beton Dengan Mesin UTM
26
III.3.2 Uji Kuat Tarik Belah Beton Silinder
Untuk uji kuat tarik beton silinder digunakan mesin UTM. Gambar III.6 adalah gambar sketsa uji kuat tarik beton silinder.
Gambar III.6 Gambar Sketsa Uji Belah Beton Dengan Mesin UTM
III.3.3 Uji Kuat Tarik Sampel Deck Metal
Untuk mengetahui hubungan kurva beban vs displacement suatu deck metal, maka diambil suatu sampel / potongan dari deck metal untuk dibuat benda uji berbentuk seperti pada gambar III.7. Dan gambar III.8 adalah lokasi diambilnya sampel Dimana untuk sampel benda uji diambil dari beberapa bagian pada deck metal.
25,4 cm
2,8 cm
27,3 cm
25 cm
2,8 cm
15,5 cm
Sampel 1
2,8 cm
15,3 cm
14,8 cm
Sampel 2
Sampel 3
Gambar III.7 Bentuk Sampel
Gambar III.8 Lokasi Sampel yang Diambil
27
Sedangkan sketsa pengujian kuat tarik sample metal deck, ditunjukkan pada gambar III.9.
Gambar III.9 Gambar Sketsa Uji Kuat Tekan Tarik Sampel Metal Deck
III.3.4 Pengujian Deck metal
Pengujian pembebanan statik dilakukan pada deck metal. Pengujian dilakukan dengan pembebanan garis (two lines load) yaitu mengikuti prosedur third point loading berdasarkan BSN (1993). Pada pengujian deck metal hanya digunakan LVDT di bawah pelat. Dua LVDT terletak di tengah bentang (LVDT nomor 3 dan 4), dan masing – masing dua buah LVDT di bawah beban garis (LVDT nomor 5 dan 6, kemudian LVDT nomor 7 dan 8) . Jumlah total LVDT yang digunakan ada enam LVDT. Gambar III.10 adalah nomor dan lokasi LVDT pada deck metal. Gambar III.11 adalah penampang deck metal.
Gambar III.10 Nomor LVDT pada Pengujian Deck Metal
28
Gambar III.11 Penampang Deck Metal
III.3.5 Pengujian Pelat Komposit Beton-Deck Metal
Pelat komposit beton-deck metal yang telah dibuat diletakan pada posisi horizontal dan ditumpu pada kedua sisi pendeknya. Pengujian yang dilakukan pengujian pembebanan statik dengan pembebanan garis (two lines load) yaitu mengikuti prosedur third point loading berdasarkan BSN (1993). Pengamatan (monitoring) dilakukan dengan menggunakan LVDT. Dua buah LVDT diletakan tepat di tengah bentang (LVDT nomor 1 dan 2), kemudian di bawah dua beban garis diletakan masing – masing dua buah LVDT (LVDT nomor 3 dan 4, LVDT nomor 5 dan 6). Untuk mengetahui regangan di bawah deck metal, sejajar dengan lokasi LVDT diletakan strain gage. Selanjutnya untuk mengetahui terjadinya slip, maka di samping pelat diletakan dua buah LVDT dengan arah tegak lurus penampang (LVDT nomor 7 dan 8). Actuator, LVDT, dan strain gage dihubungkan pada Data Logger yang berfungsi mencatat semua data yang didapat selama pengujian. Gambar III.12 adalah nomor LVDT dan strain gage pada benda uji, dimana kode s adalah strain gage. Dan gambar III.13 adalah penampang pelat beton komposit.
Gambar III.12 Nomor LVDT dan Strain Gage
29
Gambar III.13 Penampang Pelat Beton Komposit
III.3.6 Setup Pengujian Pelat
Gambar III.14 dan III.15 adalah setup pengujian pelat deck metal dan pelat komposit beton-deck metal.
30
Gambar III.14 Setup Pengujian Deck Metal
31
Gambar III.15 Setup Pengujian Pelat Komposit Beton-Deck Metal
32
III.3.7 Pembebanan Dalam Pengujian Pelat
Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah pelat beton komposit ataupun deck metal memiliki tahanan dan kekakuan yang cukup untuk memikul semua pembebanan yang ada selama pelaksanaan. Beban yang akan dipikul oleh pelat selama pelaksanaan terdiri dari berat sendiri ditambah balok baja yang dijadikan sebagai beban garis. Balok baja yang dijadikan beban garis adalah balok WF 100 x 100 yang memiliki panjang 121 cm, dan ditambah pelat pengaku. Untuk transfer beam digunakan balok WF 200 x 100 yang juga ditambah pelat pengaku.
Gambar III.16 Balok WF 200 x 100 Sebagai Transfer Beam
Gambar III.17 Balok WF 100 x 100 Sebagai Beban Garis
Akibat balok baja WF 100 x 100 pelat menerima beban 44,533 kg.