BAB III OBJEK KAJIAN A. KONDISI DEMOGRAFI KABUPATEN JEPARA 1. Sejarah Singkat Kabupaten Jepara Nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada Tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama Yitsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa, dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Sima atau Ratu Shima yang dikenal sangat tegas dan keras dalam memimpin rakyatnya. Namun menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagang-an yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah Pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi daerah/ kota niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai
103
perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Falatehan yang berkuasa (1521- 1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada menantunya yaitu Pangeran Hadirin suami dari Ratu Retno Kencono, namun pada tahun 1549 Pangeran Hadirin dibunuh oleh Aryo Penangsang akibat perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak setelah wafatnya Sultan Trenggono Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar “NIMAS RATU KALINYAMAT”. Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi bandar niaga utama di pulau Jawa dan menjadi pangkalan Angkatan Laut. Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan, hal ini dibuktikan dengan pengiriman kapal perangnya ke Malaka untuk menggempur Portugis pada Tahun 1551 dan 1574. Dan oleh orang Portugis dijuluki “RAINHA DE JEPARA” atau “SENORA DE RICA” yang artinya Raja Jepara seorang yang sangat berkuasa dan kaya raya. Selain itu Ratu Kalinyamat juga berjasa dalam membudayakan Seni Ukir yang sekarang jadi andalan utama ekonomi Jepara, yaitu perpaduan Seni Ukir Majapahit dengan
Seni Ukir Patih Bandar duwung yang
104
berasal dari Negeri Cina Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi Negeri yang makmur, kuat dan mashur, maka penetapan Hari Jadi Jepara mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara, yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal Tahun 956 H atau 10 April 1549, ini telah ditandai dengan Candra Sengkala “TRUS KARYA TATANING BUMI” atau Terus Bekerja Keras Membangun Daerah. Dan pada tahun 2012-2017 Pemerintah Kabupaten Jepara dipimpin oleh Ahmad Marzuki.1
2. Kondisi Geografis Jepara sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak pada 5°43`20,67” sampai 6°47` 25,83” Lintang Selatan dan 110°9`48,02” sampai 110°58` 37,40” Bujur Timur. Sebelah Barat dan Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Pati dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Demak. Jarak terdekat dari Ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan yaitu 7 km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km. Dipandang dari ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut, wilayah Kabupaten Jepara terletak mulai dari 0 m sampai dengan 1.301 m.2
3. Luas Pegunungan Lahan
1 2
Jepara Dalam Angka 2013 Jepara Dalam Angka 2013, Hlm 3
105
Luas wilayah kabupaten Jepara tercatat 100.413,189 ha. Kecamatan yang
terluas adalah Keling yaitu 12.311,588 ha, dan kecamatan yang
terkecil
adalah Kalinyamatan 2.370,001 ha. Sedangkan menurut
penggunaannya: tanah sawah 26.581,636 ha dan tanah kering 73.831,553 ha. 4. Letak Geografis Kabupaten Jepara Kabupaten Jepara terletak pada posisi: 110° 9' 48,02 Sampai 110° 58' 37,40" Bujur Timur/5° 43' 20,67
Sampai 6°
47'
25,83"
Lintang Selatan. Dengan batas-batas Sebelah Barat : Laut Jawa, Sebelah Utara: Laut, Sebelah Timur: Kab. Kudus dan Pati, Sebelah Selatan: Kabupaten Demak. Dengan Jarak masing-masing kudus 35 Km, Pati 59 Km, Rembang 95 Km, Blora 131 Km, Demak 45 Km.3
5. Angka Penduduk Kabupaten Jepara Jumlah penduduk Kabupaten Jepara akhir tahun 2012 (angka sementara) berdasarkan hasil proyeksi adalah sebanyak 1.144.916 jiwa yang terdiri dari 570.684 laki-laki (49,85 persen) dan 574.232 perempuan (50,15 persen), dimana sebaran penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Tahunan (107.444 jiwa atau 9,38 persen) dan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan Karimunjawa (9.018 jiwa atau 0,79 persen). Jika dilihat berdasarkan kepadatan penduduk, pada tahun 2012, kepadatan penduduk Kabupaten Jepara mencapai 1.140 jiwa
3
Jepara Dalam Angka, Hlm. 3-4
106
per km2. Penduduk terpadat berada di Kecamatan Jepara (3.390 jiwa per km2), sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Karimunjawa (127 jiwa per km2). Menurut kelompok umur, sebagian besar penduduk Kabupaten Jepara termasuk dalam usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 772.953 jiwa (67,51 persen) dan selebihnya
303.235
jiwa
(26,49 persen)
berusia di bawah 15 tahun dan 68.728 jiwa (6,00 persen) berusia 65 tahun ke atas. Sedangkan besarnya angka ketergantungan (dependency ratio) Kabupaten Jepara adalah 481,23. Hal ini berarti bahwa setiap 1.000 orang berusia produktif menanggung sebanyak 481 orang penduduk usia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas.4 6. Kondisi Sosial Keagamaan Suasana
kerukunan
kehidupan beragama
dan
kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan dambaan masyarakat. Beragamnya tempat peribadatan merupakan salah satu bukti kerukunan antar umat beragama. Banyaknya tempat peribadatan di Kabupaten Jepara pada tahun 2012 mencapai 4.619 buah, terdiri atas : masjid, langgar dan musholla 96,77 persen; dan sisanya (3,23 persen) terdiri dari gereja protestan/ katolik, vihara dan pura. Selanjutnya banyaknya pondok pesantren tercatat 338 buah, sementara jumlah guru pesantren sebanyak 3.137
orang,
terdiri
dari 2.207
perempuan. 4
Jepara Dalam Angka, Hlm. 51-52
107
guru
laki-laki
dan
930
guru
Adapun jumlah santrinya sebanyak 23.815 santri terdiri dari 13.449 santri laki-laki dan 10.366 santri perempuan. Dilihat dari banyaknya pemeluk agama, penduduk Kabupaten Jepara, mayoritas beragama Islam yaitu mencapai 96,68% dari total jumlah penduduk, selebihnya pemeluk agama Kristen dan Katolik sebesar 2,46%; pemeluk agama Hindu 0,09% dan Budha sebesar 0,77%.5
7. Sektor Industri Industri
m e rupakan
tiang
penyangga
utama
daripada
perekonomian Kabupaten Jepara. Sektor ini dibedakan dalam kelompok industri besar, industri sedang dan industri kecil dan kerajinan rumahtangga. Menurut BPS, industri besar adalah perusahaan dengan karyawan / tenagakerja 100 orang ke atas. Industri sedang adalah perusahaan dengan tenagakerja antara 20 sampai 99 orang. Industri kecil adalah perusahaan dengan tenagakerja antara 5 sampai 19 orang dan industri rumahtangga punya tenaga kerja kurang dari 5 orang. Data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, tahun 2012 menyatakan ada 9.959 buah perusahaan industri/unit di Kabupaten Jepara. Angka tersebut mencakup seluruh perusahaan (unit usaha) industri kecil menengah (IKM). Bila dibandingkan tahun 2011, terjadi peningkatan jumlah unit usaha industri sebesar 10,39 persen. Sedangkan dilihat dari nilai produksi, tahun
5
Jepara Dalam Angka, Hlm. 96-97
108
2012
sebesar Rp 1.859.554.933,
dibanding
tahun
sebelumnya
terjadi
peningkatan,
sebesar
Rp
146.396.559, atau 8,54 persen.6
8. Ketenagakerjaan Menurut kantor Dinas Tenaga kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jepara, banyaknya pencari kerja yang terdapat sampai dengan
tahun
2011
sebanyak 28.284 orang, sebagian besar dari
pencari kerja tersebut berpendidikan Diploma ke atas (54,14 persen), setingkat SLTA (42,80 persen) selebihnya (3,06 persen) berpendidikan setingkat SD dan SLTP. Tahun 2012 terjadi penyusutan kontribusi sektor industri. Penduduk Kabupaten Jepara berdasarkan lapangan usaha (sektor) dari data hasil Sakernas 2012 sebagian besar berusaha / di sektor Industri (47,89 persen) dan Perdagangan (17,58 persen), selebihnya berusaha / bekerja
di
sektor
Pertanian,
Pertambangan,
Listrik,
Konstruksi,
Perdagangan, Keuangan dan Jasa-jasa.7 Dari data yang penulis paparkan diatas, Jepara adalah kota kecil yang sangat majemuk akan potensinya, hampir disemua bidang Jepara mempunyai keragaman ras, suku, budaya dan kepercayaan. Tingginya permintaan lapangan pekerjaan terkadang menjadi ancaman jika tidak terorganisir dengan baik, dunia industri dalam hal ini (amatan penulis) adalah salah satu wilayah yang sering terjdi pelanggaran hak-hak ekosobdud dimana pembatasan waktu,
6
Jepara Dalam Angka, Hlm. 283-284 Jepara Dalam Angka, Hlm. 53-54
7
109
ekploitasi yang terkadang tidak tampak namun jika dianalisis lebih dalam maka akan ditemukan adanya kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, utamanya memperkerjakan anak dibawah umur yang telah diatur dalam UU. No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan membolehkan usia 15 tahun dan UU. No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
B. PEMAHAMAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Hukum yang bagi kebanyakan orang semula dipandang tidak lebih daripada sekumpulan undang-undang atau hanya merupakan suatu bidang studi yang mempelajari tentang undang-undang atau peraturan-peraturan, kini telah berkembang menjadi suatu (disiplin) ilmu yang memiliki kelengkapan metode penelitian, penelahaan dan pemahaman yang lebih luas dan rumit. Dengan kata lain perkembangan tersebut membuat ahli hukum dihadapkan pada berbagai permasalahan mengenai hukum dengan tuntutan pemecahan secara metodologi. Namun tidak dapat dihindari bahwa metode yang cocok dipakai untuk suatu analisa permasalahan tidak dapat dipisahkan dari “kaca penglihatan” atau konsep pemaknaan hukum oleh seorang pengkaji mengenai hakikat dari hukum.8 Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan menyodorkan beberapa pertanyaan yang dijadikan acuan penilaian terhadap pemahaman
8
Bambang sunggono, S.H., M.S, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Ed. 1. Cet. 14. Hlm: 1
110
meliputi (dampak hukum terhadap pelaku, dampak psikologis terhadap korban,
mekanisme
reintegrasi/pemulihan),
penanganan lembaga
(pencegahan,
terkait
meliputi
penanganan, (pemerintah
Eksekutif/Legislatif/yudikatif/(LSM) atas perlindungan hukum terhadap Perempuan dan Anak. Adapun hasil data obervasi dan wawancara peneliti dilapangan adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman Pemerintah (Eksekutif) BPPKB Berikut adalah draf wawancara beserta jawaban dari lembaga ini: 1. Bagaimana pandangan Bapak/Ibuk terkait maraknya pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia? Padahal sudah ada UU Perlindungan Anak, UUPKDRT, UUPTPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang/Umen trafficking), dan Regulasiregulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. (Penyebab dan solusi penanganan dan Pencegahan)? Jawaban: Segala bentuk kekerasan terhadap Perempuan dan Anak merupakan pelanggara hak asasi manusia yang merendahkan martabat dan derajat keanusiaan a. Penyebab?
Pada umumya penyebab terjadinya KDRT dan kekerasan pada anak dipicu oleh kemiskinan dan faktor pendidikan bagi
111
pelaku sehingga keseimbangan emosi dan rasio menjadi timpang sehingga rawan tersulut api kemarahan b. Solusi?
Solusi penyelesaian masalah melalui mediasi, interview melibatkan psikolog dan tim P2TP2A dan pelayanan kesehatan
jika
korban
terluka
dan
pengamanan
jika
diperlukan. Untuk pelaku akan dibawa kejalur hukum c. Pencegahan?
Merekrut relawan dan diberikan pelatihan, sosialisasi PUHA, UU perlindungan Anak dan UU PKDRT
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan fenomena hukum yang terjadi di wilayah yudikatif (Putusan Pidana Bagi Pelaku Kekerasan dan Pelecehan seksual, (Puas/Tidak) apa alasanya dan solusinya? a. Puas b. Tidak c. Pencegahan Jawaban: fenomena hukum dalam memproses tindak kekerasan sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku.
3. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan Perempuan dan Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual dilinkungan keluarga dan
112
pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alas an dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)? Kasus kekerasan seksual di Kabupaten Jepara sangat memperhatikan a. Dampak?
Dampak bagi korban menjadikan anak trauma dan beban ppsikologis yang berkepanjangan sehingga anak menjadi psimis menatap masa depan dan tidak percaya diri.
b. Solusi?
Korban selalu dipantau perkembangan ppsikologisnya dengan psikolog agar anak kembali mempunyai percaya diri dan tumbuh berkembang sebagai anak lain seusianya
c. Pencegahan?
Orang tua menjalankan fungsi agama dengan benar dan menjaga keharmonisan ruma tangganya sehingga anak merasa nyaman di rumah, tidak menyari kompensasi diluar rumah yang dapat menjadikan pemicu kejahatan yang akan menimpanya. Anak juga dipenuhi hak-haknya sehingga mempersempit lingkup untuk menjadi pelaku maupun korban kekerasan.
4. PencegahanBagaimana tanggapan Bapak/Ibu dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah? (dampak, hak dan solusi penanganan korban, pencegahan)?
113
Pelecehan
kekerasan
seksual
di
lingkungan
sekolah
juga
memprihatinkan yang sering menjadikan anak akan murung dan putus asa: a. Dampak?
Anak tidak termotivasi dalam belajar, cenderung murung dan ragu-ragu, kurang percaya diri
b. Hak korban?
Diberikan perlindungan dan jaminan agar tetap melanjuatkan sekolahnya dan berhak melapor kepada yang berwenang
c. Solusi?
Anak sebagai korban didampingi psikolog, dilindungi, diberikan pelayanan kesehatan dan dijamin pendidikanya.
d. Pencegahan?
Pengawasan dari orang tua dan guru termasuk dalam kegiatan utama
Pastikan anak bersama dengan orang yang dikenal dan dapat dipercaya
Ajarkan anak untuk tidak menerima pemberian apapun dari orang yang tidak dikenal
Pastikan rumah dan sekolah aman dari gabar-gambar dan film pornografi
114
Ajarkan pada anak bahwa siapapun tidak boleh memegang atau menyentuh bagian mulut, daerah dada, daerah alat kelamin dan daerah untuk buang air besar.
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena yang terjadi dalam proses penanganan yang dilakukan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) Perempuan dan Anak korban kekerasan, baik itu korban Trafficking, kekerasan
fisik,
psikis
maupun
seksual
dalam
proses
penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai adanya intimidasi, penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau adanya intimidasi dari pelaku tindak pidana. Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan. a. Tanggapan?
Pelaku Aparat Penegak Hukum (APH) sejauh ini masih dalam taraf wajar dalam penanganan kasus kekerasan dan belum pernah ada berita di Jepara bahwa APH melakukan pelecehan.
b. Sanksi?
Sanksi jika terjadi tragedi tersebut diserahkan pada ranah hukum yang berlaku
c. Pencegahan?
115
Saling memahami sanksi pelanggaran sehingga bisa menghindari perilaku melanggar hukum.
6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu, upaya pencegahan yang efektif agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (apa peran Pemerintah atau BPPKB untuk pencegahan tersebut dan peran apa yang diharapkan seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat?) a. Perlindungan hukumBPPKB?
Pencegahan melalui sosialisasi UU Perlindungn Anak, PUHA dan UU PKDRT ke seluruh lapisan masyarakat baik melalui spanduk yang ditempel ditempat-tempat strategis maupun melalui peraturan disetiap kesempatan.
b. Solusi Pencegahan?
Peran
dan
fungsi
keluarga
dioptimalkan
sehingga
meghindari perpecahan keluarga yang bisa memicu tindak kekerasan c. Peran Masyarakat
berpartisipasi sebagai pendamping dan relawan dalam melindugi korban
d. Peran Pemerintah
116
Sebagaimana jawaban pada no. 6b bahwa BPPKB bertindak atas nama Pemerintah Kabupaten sesuai tugas pokok dan fungsinya
Peran Pemerintah pusat telah menerbitkan UU Perlindungan Anak, UU PKDRT dan kebijakan lain yang melindungi korban dan menindak pelaku sesuai dengan ketentuan.
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan lembaga Pemerintah yang konsentrasinya dibidang penanganan kasus-kasus yang sensitif Gender yakni (BPPKB),
peneliti menyimpulkan bahwa lembaga ini
dalam hal pemahaman atas dampak hukum terhadap pelaku, dampak ppsikologis
terhadap
korban,
mekanisme
penanganan
meliputi
(pencegahan, penanganan, reintegrasi/pemulihan), cukup baik. Namun masih ada beberapa yang kurang, salahsatunya adalah pemahaman terhadap reintegrasi, dimana pendampingan korban tidaklah cukup selesai dalam proses persidangan. Peneliti berpendapat bahwa pendampingan yang lebih diutamakan adalah pendampingan pasca putusan hakim, dimana korban akan dipulangkan kerumah dan kembali bermasyarakat seperti sediakala, dalam proses pasca persidangan inilah konsentrasi yang seharusnya difokuskan oleh lembaga pendamping kepada korban, mengingat trauma yang pernah dialaminya, serta stigma masyarakat yang disandang oleh korban bukanlah hal yang mudah untuk dilalui korban, untuk itu peneliti merekomendasikan kepada lembaga ini agar konsentrasi
117
dalam proses reintegrasi terutama pasca proses persidangan (putusan hukuman tetap bagi pelaku) semisal adanya pembekalan skill bagi korban (menjahit, berdagang dll) agar si korban merasa kuat dan tegar untuk kembali bermasyarakat dengan skill yang dimilikinya.9
b. Pemahaman Pembuat Kebijakan (Legislatif) DPRD Jepara Draf wawancara dan jawaban dari lembaga ini adalah sebagai berikut: Draf wawancara danjawaban dari lembaga ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan Bapak/Ibuk terkait maraknya pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia? Padahal sudah ada UU. Perlindungan Anak, UU. PKDRT, UU. PTPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang/Umen trafficking), dan Regulasi-regulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. (Penyebab dan solusi penanganan dan Pencegahan)? Jawaban: a. Penyebab
Struktur ada kultur ekonomi/kemiskinan/keluarga yang tidak harmonis/efek dari media baik elektronik maupun cetak yang peredaranya sangat sporadis/SDM yang lemah
b. Solusi
9
Hasil Observasi dan Wawancara dengan Kepala BPPKB Kabupaten Jepara ( Ina Nuroinah dan di lampirkan dalam bentuk surat oleh Sekertaris Dra. Endang Wijiastuti, MM)
118
Proses litigasi maupun non litigasi (alternatif desviw) musyawarah mufakat
c. Pencegahan
Perhatikan pada orang-orang yang ada disekeliling anak
Tidak meninggalkan aktifitas anak
Menggali tanda-tanda perilaku anak
Pendidikan yang cukup
Pendidikan agama
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan fenomena hukum yang terjadi di wilayah yudikatif (Putusan Pidana Bagi Pelaku Kekerasan dan Pelecehan seksual, (Puas/Tidak) apa alasanya dan solusinya? a. Puas b. Tidak
Beberapa kasus tidak puas/karena penyelidikan berhenti pada ganti rugi (transaksi)
c. Pencegahan
3. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan Perempuan dan Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual dilinkungan keluarga dan pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alas an dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)?
119
a. Dampak b. Solusi c. Pencegahan
4. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah?
(dampak,
hak
dan
solusi
penanganan
korban,
pencegahan)? a. Dampak b. Hak korban c. Solusi d. Pencegahan
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena yang terjadi dalam proses penanganan yang dilakukan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) Perempuan dan Anak korban kekerasan, baik itu korban Trafficking, kekerasan fisik, psikis maupun seksual dalam proses penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai adanya intimidasi, penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau adanya intimidasi daripelaku tindak pidana. Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan. a. Tanggapan
120
b. sanksi c. pencegahan
Diberikan sanksi sesuai etika kapolri
PTUN
Pra peradilan aparat hukum
Sanksi tidak dinaikkan pangkatnya
Sanksi atsministrasi
pemecatan
6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu, upaya pencegahan yang efektif agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (apa peran DPRD Jepera untuk pencegahan tersebut dan peran apa yang diharapkan seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat?) a. Perlindungan hukum b. DPRD
Legislasi Anggaran, controling
Membuat APBD Pro Pur Miskin, Infestasi
c. solusi Pencegahan d. peran Masyarakat e. Peran Pemerintah
121
NB: smua pertanyaan dijawab oleh anggota dengan dengan penjelasan dan uraian jawaban secara global, sehingga terkadang ada beberapa pertanyaan yang tidak terjawab dengan baik
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan lembaga Legislatif (DPRD) dimana lembaga ini konsentrasinya dibidang
(Legislasi,
Budgeting dan Controling) maka dalam pembahasan ini adalah perumusan regulasi, pembiayaan dan Control atas pelaksanaan kebijakan yang kaitannya dengan kesejahteraan Perempuan dan Anak. Peneliti menyimpulkan bahwa lembaga ini dalam hal pemahaman atas dampak hukum terhadap pelaku, dampak psikologis terhadap korban, mekanisme penanganan meliputi (pencegahan, penanganan, reintegrasi/pemulihan). Kurang baik, hal ini dilihat dari 6 pertanyaan yang disodorkan peneliti, lembaga ini tidak berhasil dijawab secara detail dan komprehensif, ada hal yang menarik pada proses wawancara berlangsung, yakni statemen salah seorang anggota dewan yang menyampaikan keterbatasannya dalam melakukan pengawasan (Controling) atas pelaksanaan amanah baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, terutamanya Peraturan Daerah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh DPRD , semisal “Perda Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak” peneliti tidak menemukan adanya fasilitas yang memadai untuk mendukung perda tersebut seperti contoh (Peradilan Anak, Lapas Anak, kondisi lingkungan yang nyman untuk perkembangan karakter anak semisal adanya taman
122
untuk anak-anak, wahana permainan anak yang memadai (Kota Layak Anak) di kabupaten Jepara. DPRD menyampaikan bahawa “hal tersebut adalah wilayah Eksekutif yakni SKPD-SKPD yang terkait agar merumuskan dan membuat kebijakan-kebijakan dan menyediakan sarana prasarana yang mendukung perda tersebut, namun ada beberapa hal yang tidak terjangkau oleh kami mengingat kepentingan masing-masing SKPD yang ada, meskipun kami sadar adanya keterbatasan APBD kami”.10 Berbeda cerita ketika peneliti melakukan wawancara dengan BP2KB yang menyampaikan bahwa "kurangnya perhatian terhadap prongram-program kami, terbukti dalam hal penganggaran dan ketidaktahuan mereka atas program kami sehingga program kami tidak dapat terlaksanakan karena keterbatasan anggaran yang diberikan oleh dewan kepada lembaga kami”. Adapun draf wawancara beserta jawaban yang asli sebagaimana terlampir dalam dokumen lampiran-lampiran.11
c. Penegak Hukum (Yudikatif) a) Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Jakarta) 1. Bagaimana pandangan Bapak, terkait maraknya pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia?, padahal sudah ada Undang-Undang Perlindungan Anak, UndangUndang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang / 10 Wawancara dengan salah satu anggota dengan yakni Agus Sutisna SH (ketua Komisi D) selasa 13 Januari 2015 di ruang komisi D pukul 13.00-14.00 11 Ibid
123
Human Trafficking, dan regulasi-regulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak (penyebab dan solusi penanganan dan pencegahan). Jawaban : a. Penyebab : Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak banyak dilatar belakangi oleh berbagai faktor : 1) Pelanggaran kekerasan terhadap anak faktor penyebabnya antara lain :
Kemajuan
teknologi
yang
begitu
cepat,
yang
mengakibatkan mudahnya masyarakat luas mulai dari anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah hingga orang tua dapat mengangkses situs-situs yang tidak seharusnya dilihat, termasuk tontonan tayangan televisi yang sering mempertontonkan adegan kekerasan dan pelecehan seksual ;
Lingkungan yang tidak kondusif untuk perkembangan kepribadian anak ;
Memudarnya nilai-nilai pendidikan yang diberikan dibangku pendidikan ;
Kurangnya pengawasan dari keluarga ;
124
2) Pelanggaran
kekerasan
terhadap
perempuan
faktor
penyebabnya antara lain:
Adanya faktor kultur yang menempatkan laki-laki sebagai pengambil keputusan yang memiliki power atau kekuasaan serta merupakan pihak yang mengevaluasi dan memonitor segala yang dimiliki dan dilakukan perempuan.
Permasalahan ekonomi ; Faktor utama terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak adalah; kurangnya sistem perlindungan terhadap anak dan perempuan memudarnya dan karakter
pendidikan anak
nilai-nilai budi pekerti
Indonesia
serta pendidikan
kesehatan reproduksi dan upaya perlindungan diri cenderung ditolak, diterjemahkan sederhana sebagai pendidikan seks dan bahkan diabaikan. b. Solusi :
Memberikan perlindungan baik secara yuridis maupun non yuridis terhadap Perempuan dan Anak. Perlindungan secara yuridis atau yang lebih dikenal dengan perlindungan hukum yakni perlindungan terhadap hak anak dan perempuan serta berbagai kepentingan yang berhubungan
125
dengan kesejahteraan anak. Contohnya : pencantuman perlindungan Perempuan dan Anak dalam berbagai undang-undang seperti Sistem Peradilan Pidana dan Anak, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sedangkan perlindungan non yuridis meliputi pemberian penyuluhan mengenai pembinaan terhadap anak dan perempuan, pembinaan mental, fisik dan sosial dan sebagainya, dibentuknya suatu lembaga seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
yang
memiliki
peranan
langsung
dalam
penanganan Perempuan dan Anak korban kekerasan secara cepat dan tepat. c. Pencegahan :
Dengan memberikan dukungan kepada keluarga rentan, meningkatkan
kemampuan
anak
untuk
menghindari
keterlibatan mereka dalam perilaku salah dan kekerasan, serta berusaha mengubah sikap dan norma-norma sosial yang mentolerir kekerasan dan diskriminasi. 2. Bagaimana pandangan Bapak dengan fenomena hukum yang terjadi di wilayah yudikatif (Putusan Pidana bagi pelaku kekerasan dan pelecehan seksual) , puas/tidak, apa alasannya dan solusinya ? a. Puas b. Tidak
126
Secara umum penjatuhan Putusan pidana oleh Hakim didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain tuntutan pidana yang diajukan oleh JPU, fakta persidangan yang didukung oleh alat bukti dan barang bukti serta, ada atau tidak adanya alasan pemaaf dan pembenar atas perbuatan pelaku serta keyakinan Hakim.
Putusan pidana tidak bisa disamakan antara perkara yang satu dengan perkara yang lainnya namun demikian dalam satu kasus perkara yang sama dengan modus operandi yang serupa, Hakim dapat memperhatikan putusan yang satu dengan putusan yang lainnya.
Putusan pidana bagi pelaku kekerasan dan pelecahan seksual terhadap Perempuan dan Anak, harus mempunyai efek jera bagi pelaku kejahatan disamping rasa keadilan masyarakat serta kepentingan korban yang harus juga diperhatikan, antara lain dengan memberikan tuntutan dan putusan restitusi atau ganti kerugian atas perbuatan yang dilakukan pelaku kejahatan.
c. Solusi
Untuk menghindari adanya disparitas putusan pidana terhadap pidana kekerasan terhadap perempuan anak harus dimulai dengan tuntutan pidana yang diajukan oleh JPU. Kejaksaan telah membuat suatu pedoman tuntutan
127
pidana yang diperuntukan sebagai acuan bagi JPU dalam mengajukan tuntutan pidana suatu perkara termasuk perkara kejahatan kekerasan dan pelecahan seksual terhadap Perempuan dan Anak.
3. Bagaimana pandangan Bapak dengan Perempuan dan Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual dilingkungan keluarga dan pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alasan dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)? a. Dampak
Dampak yang ditimbulkan selain akan mengakibatkan gangguan fisik, juga akan menimbulkan gangguan secara ppsikologis. Dampak secara ppsikologis, korban kekerasan bersikap
menyalahkan
diri
sendiri,
menuntup
diri,
menghukum diri, menganggap dirinya aib, hilangnya kepercayaan diri, dan terutama trauma.
Dampak yang ditimbulkan oleh masyarakat, seperti menyalahkan korban, media informasi yang memberitakan kasus yang dialami korban secara terbuka dan tidak menghiraukan hak privasi korban, selain itu dapat menghancurkan tatanan nilai etika dan sosial dalam masyarakat.
b. Solusi
128
Solusi penanganan mencakup hal-hal berikut :
Secara umum dengan cara pendekatan personil yakni menambah pemahaman kepada seluruh anggota keluarga atas nilai-nilai agama dan moral, serta pendekatan sosial meliputi
pendekatan
partisipasi
masyarakat
dalam
melaporkan dan waspada atas tindak kejahatan yang melibatkan Perempuan dan Anak sebagai korban kejahatan kekerasan ;
Meningkatkan kesadaran penegak hukum agar bertindak cepat dalam mengatasi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak ;
Bantuan
dan konseling terhadap korban
kekerasan
terhadap Perempuan dan Anak ;
Bagi anak-anak diperlukan perlindungan baik sosial, ekonomi maupun hukum bukan saja dari orang tua, tetapi semua lapisan masyarakat dan negara.
c. Pencegahan Pencegahan terjadinya kekerasan dapat dilakukan dengan cara :
Mengamalkan nilai-nilai moral dan agama kepada setiap anggota keluarga ;
Dibangunnya kembali komunikasi sesama anggota keluarga ;
129
Perlu dibentuknya suatu wadah/lembaga/organisasi yang memberikan penyuluhan, sosialisasi menciptakan keluarga yang baik ;
4. Bagaimana tanggapan Bapak dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah?
(dampak,
hak
dan
solusi
penanganan
korban,
pencegahan)? a. Dampak
Dampak yang pasti adalah korban akan mengalami ketakutan emosional dalam jangka panjang sebagai akibat dari pengalaman buruknya, selain berdampak terhadap diri sendiri, masyarakat juga dapat merasakan dampak nyata yang ditimbulkan akibat anak korban kekerasan di sekolah. Korban akan mengalami masalah kesehatan mental yang serius. Selain dampak psikis, dampak fisik juga dirasakan oleh korban seperti korban mengalami masalah tidur, yang mengakibatkan ketahanan fisik/kesehatan terganggu, atau masalah fisik lainnya.
b. Hak
Sebagaimana telah tercantum dalam Konvensi Hak - Hak Anak yang telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989, hak atas
130
korban
yang
merupakan
anak
meliputi
hak
untuk
mengembangkan diri, hak untuk memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak untuk memelihara jati dirinya, hak atas kebebasan menyatakan pendapat, hak atas kebebasan berfikir, berhati nurani dan beragam, hak atas kebebasan untuk berhimpun dan kebebasan untuk berkumpul secara damai, hak untuk mendapat penghidupan yang layak dan hak lainnya. c. Solusi Solusi mencakup hal berikut :
Dengan mengupayakan pencegahan terlebih dahulu atas kemungkinan terjadinya kekerasan terhadap anak baik dilingkungan keluarga maupun di lingkungan sosial seperti sekolah ;
Dalam institusi peradilan, dengan memprioritaskan kasus kekerasan terhadap anak serta memberikan efek jera terhadap pelaku dengan memberlakukan hukuman yang berat ;
Tindak
rehabilitasi
dengan
memberikan
konsultasi/konseling terhadap anak yang menjadi korban kekerasan di sekolah ;
131
Pengembangan kebijakan dengan memasukkan tindakan pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak dalam rencana pembangunan nasional (RPJMN) ;
d. Pencegahan Upaya yang dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan dapat berupa :
Optimalisasi kasih sayang dari orang tua dan keluarga. Hal ini dinilai dapat membentuk pribadi dan mental anak yang stabil, optimis dan emosional ;
Mengembangkan bakat dan kemampuan anak ;
Pembinaan dalam penggunaan media sosial khususnya bagi anak dan remaja ;
Pendekatan persuasif secara moral dan agama terhadap pelaku bullying ;
Memberikan pemahaman/penyuluhan kepada orang tua, anak dan remaja mengenai kekerasan yang dimaksud.
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena yang terjadi dalam proses penanganan yang dilakukan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) Perempuan dan Anak korban kekerasan, baik itu korban trafficking kekerasan
fisik,
psikis
maupun
seksual
dalam
proses
penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai adanya intimidasi,
132
penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau intimidasi dari pelaku tindak pidana, apalagi pelaku adalah orang yang mempunyai hubungan lebih dengan (Pemimpin, Jaksa/Hakim/Polisi). Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan a. Tanggapan
Tentunya, bila ada kejadian demikian ini menjadi keprihatinan bersama, karena aparat penegak hukum dituntut untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara professional dan adil. Tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan (diskriminasi dan intimidasi) terhadap Perempuan dan Anak yang menjadi korban kejahatan sudah tentu melanggar kode etik profesi bahkan melanggar hukum yang dapat dipidanakan pula.
Pada saat ini kita (Pemerintah Indonesia)
telah ikut
menandatangani Convention Againts Torture and Other Cruel, In Human, Or Degrading Treatment or Punihment pada tanggal 23 Oktober 1985 dan telah meratifikasinya melalui UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat
133
Manusia). Namun demikian perlu ditindaklanjuti dengan perumusan kriminalisasi terhadap perbuatan Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia yang dilakukan aparat penegak hukum dalam Hukum Nasional kita. b. Sanksi
Sanksi yang tegas harus diberikan kepada siapapun yang melakukan tindakan kekerasan fisik atau perbuatan tidak manusiawi lainnya, apalagi jika itu dilakukan oleh aparat penegak hukum. Sanksi diberikan tidak hanya bersifat administrative
akan
tetapi
juga
kepersidangan
untuk
dimintakan
dapat
diajukan
pertanggungjawaban
pidananya seseuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. c. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya kekerasan atau ancaman kekerasan
atau
pelecahan
atau
perbuatan
tidak
manusiawi lainnya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap Perempuan dan Anak korban kejahatan, tentunya pembinaan serta peningkatan kapasitas aparatur baik selaku penyidik, penuntut umum dan hakim harus terus ditingkatkan. Disamping itu pengawasan yang
134
dilakukan terhadap kinerja mereka harus terus dilakukan baik secara melekat maupun secara fungsional, baik secara internal maupun secara eksternal oleh lembaga yang berkompeten sesuai ketentuan perundang-undangan.
6. Kita ketahui bersama bahwa TKI sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi oleh majikannya (baik perlakuan eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan fisik/psikis) mengingat lemahnya perlindungan hukum terhadap para TKI di negara terkait, ada istilah buruh disamakan dengan budak yang artinya sang majikan berhak memperlakukan (eksploitasi bahkan pada penuntutan kebutuhan seks) bagi para budaknya (TKI). Pertanyaannya bagaimana tanggapan Bapak terkait perlindungan hukum, peran Kejaksaan Agung dalam hal ini, dan bagaimana solusi pencegahan. a. Perlindungan Hukum
wajib diberikan kepada seluruh warga Negara Indonesia, baik yang ada didalam negeri maupun yang berada di luar negeri. Perlindungan bagi warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri (TKI) harus dilakukan baik secara hukum maupun secara administrative, artinya perlindungan hukum diberikan kepada TKI manakala mereka sedang menghadapi permasalah hukum di Negara
135
tempatnya
bekerja,
sedangkan
perlindungan
administrative diberikan kepada mereka sejak awal mereka dipersiapkan dipekerjakan di luar negeri sehingga keberadaan
mereka di
Negara
tempatnya
bekerja
dianggap legal dan diperlakukan secara baik oleh pemerintah setempat. b. Peran Kejaksaan RI
memberikan perlindungan kepada TKI yang diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya (baik perlakuan eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan fisik/psikis), dilakukan melalui perwakilan Kejaksaan di Negara tersebut baik sebagai atase Kejaksaan, atase hukum atau sebagai konsulat. Mereka akan memberikan bantuan hukum berupa pendampingan dan pembimbingan kepada para
TKI
yang
memerlukan
solusi
hukum
atas
permasalahan yang mereka hadapi. Saat ini Kejaksaan RI memiliki dua atase Kejaksaan yakni di Thailand dan Hongkong serta Atase Hukum di Saudai Arabia.
Kedepan diharapkan Kejaksaan memiliki perwakilan dinegara
lain
dalam
rangka
ikut
memberikan
perlindungan bagi kepentingan pemerintah khususnya dalam bidang hukum dan penegakan hukum, mengingat
136
perkembangan hukum dan kejahatan sudah bersifat lintas Negara. c. Solusi pencegahan
Dalam rangka melakukan tindakan pencegahan terhadap kejahatan yang dialami oleh TKI, Maka diperlukan kerja sama
lintas
Kementerian
bidang seperti
yang
melibatkan
Kementerian
beberapa
Ketenagakerjaan,
Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM
selaku
Ketenagakerjan
regulator dan
dan
jasa
pengawasan
usaha
dibidang
pengiriman
TKI,
sementara dibidang penegakan hukum Kejaksaan harus berada didepan dalam penyelesaianya.
7. Tak kalah menariknya jika kita membincang fenomena yang selaku menghantui para Perempuan dan Anak, dalam dunia kerja Perempuan dan Anak selaku menjadi korban kekerasan didalam rumah tangga, disini juga ditemukan kasus traffficking dimana buruh dieksploitasi tanpa dibayar dan disiksa. Pertanyaannya adalah apa tanggapan Kejaksaan Agung terkait (hak-hak korban, pemulihan dan pencegahan). a. Peran Kejaksaan agung
dalam penanganan dan penyelesaian perkara trafficking dimana buruh khususnya Perempuan dan Anak korban
137
eksploitasi dan kekerasan
dilakukan secara tegas dan
professional. Ditingkat pusat, telah dibentuk satuan tugas penanganan perkara terorisme, trafficking dan kejahatan lintas Negara. Penanganan perkara Trafficking dilakukan dengan memperhatikan kepentingan Perempuan dan Anak sebagai korban kejahatan antara lain dengan memberikan perlindungan hukum atas kesaksian yang diberikannya dipersidangan. Bentuk perlindungan yang diberikan dengan melakukan kerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Dalam penyelesaian perkaranya Jaksa Penuntut Umum memperhatikan kepentingan korban dan hak-hak korban yakni memberitahukan kepada korban tentang haknya untuk mengajukan restitusi berupa ganti kerugian atas : 1) Kehilangan kekayaan atau penghasilan 2) Penderitaan 3) Biaya untuk perawatan 4) Kerugian lain yang diderita korban akibat perdagangan orang. Pengajuan restitusi dilakukan JPU pada waktu bersamaan tuntutan pidana terhadap pelaku kejahatan.
b. pemulihan korban
138
program pemulihan korban dilakukan bersama-sama dengan lembaga/kementerian
lain seperti
Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia. c. Pencegahan
Dalam rangka melaksanakan Pencegahan Kejaksaan melakukan penerangan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat umum khusus terhada Perempuan dan Anak sehingga tingkat kesadaran dan pendidikan mereka akan hak-hak dan kewajiban mereka menjadi lebih baik, sehingga mereka menjadi berani menyuarakan dan melaporkan sedini mungkin terjadinya tindakan-tindakan diskriminalisasi, kekerasan dan pelecahan seksual yang mungkin mereka alami kepada orang lain atau aparat penegak hukum.
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Peneliti dalam proses wawancara dengan Jaksa Agung HM Prasetyo menyimpulkan bahwa lembaga ini dalam hal pemahaman atas dampak hukum terhadap pelaku, dampak psikologis terhadap korban, mekanisme penanganan meliputi (pencegahan, penanganan, reintegrasi/pemulihan),
139
baik itu korban KDRT,
kekerasan pada Perempuan dan Anak (pencabulan, pemerkosaan, penganiayaan, Trafficking) bahkan pada proses penyelesaian kasus kekerasan perempuan diluar Negeri (TKI) sangat baik, hal ini dilihat dari 7 pertanyaan yang disodorkan peneliti berhasil dijawab dengan baik, dan mampu memberikan arahan, sikap, dan solusi penanganan, pencegahan agar kasus-kasus semacam ini dapat ditekan angka kejadianya, meskipun tidak sampai terjawab sepenuhnya karena keterbatasan waktu, namun selebihnya dijawab oleh biro hukum secara tertulis melalui via Email. Peneliti melihat adanya satu perbedaan yang dirasakan selama berwawancara dengan lembaga lain, seperti contoh kedisiplinan lembaga, keamanan lembaga sampai pada proses profesionalitas lembaga, baik dalam wilayah administrasi maupun ketegasan dalam sikap. Peneliti juga bertanya seputar TKI. Peran Kejaksaan RI dalam memberikan perlindungan kepada TKI yang diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya (baik perlakuan eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan fisik/psikis), dilakukan melalui perwakilan Kejaksaan di Negara tersebut baik sebagai atase Kejaksaan, atase hukum atau sebagai konsulat. Mereka akan memberikan bantuan hukum berupa pendampingan dan pembimbingan kepada para TKI yang memerlukan solusi hukum atas permasalahan yang mereka
140
hadapi. Saat ini Kejaksaan RI memiliki dua atase Kejaksaan yakni di Thailand dan Hongkong serta Atase Hukum di Saudi Arabia.12
b) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Republik Indonesia (Jakarta). Draf wawancara dan jawaban dari lembaga ini: 1. Bagaimana
pandangan
Bapak/Ibu
terkait
maraknya
pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia? UUPKDRT,
Padahal sudah ada UUPTPPO
UU Perlindungan
(Tindak
Pidana
Anak,
Perdagangan
Orang/Umen trafficking), dan Regulasi-regulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. (Penyebab dan solusi penanganan dan Pencegahan)? a. Penyebab
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak saat ini memang mengalami peningkatan di Indonesia, yakni baik itu kekerasan yang terjadi di ranah keluarga/personal,
komunitas
dan
negara.
Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan pada
Tahun
2013
kasus
Kekerasan
terhadap
Perempuan adalah sebesar 279.760: sebanyak 94% (263.285 kasus) diperoleh dari Pengadilan Agama 12 Observasi dan Wawancara dengan Jaksa Agung HM Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung dan dilampirkan dalam surat oleh kabid Hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada hari 18 Desember 2014.
141
dan 6% (16.403 kasus) dari pengada layanan. Adapun
195 lembaga mitra
bentuk-bentuk
kekerasan
yang terjadi diantaranya adalah: Kekerasan Seksual, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT}, Kekerasan Dalam
Pacaran
(KDP),
Trafficking
(perdagangan
orang}, Pekerja Migran, dan Penganiayaan lainnya.
Tingginya
angka
Kekerasan
terhadap
Perempuan
disebabkan oleh beberapa faktor baik itu dari aspek budaya, sosial, ekonomi, politik, hukum dan agama. Dari
aspek
budaya,
masih
tumbuhnya
budaya
patriarki di masyarakat yang membuat kasus-kasus Kekerasan
terus
sebuah sistem
terjadi.
sosial
Budaya
yang
ini
merupakan
menempatkan
laki-laki
sebagai sosok otoritas utama yang sentral berbagai
aspek kehidupan, baik itu dalam ranah
keluarga, komunitas dan
Budaya
dalam
ini
negara.
menumbuhkan pandangan
bahwa
perempuan tidak pantas menjadi pemimpin, perempuan kodratnya hanya ada di rumah (dapur, sumur, kasur), perempuan
tidak berhak mendapatkan
pendidikan
tinggi, dan lain-Iain yang membatasi ruang gerak perempuan. Artinya, ada ketimpangan relasi antara perempuan dan Iaki-Iaki, dimana laki-laki memiliki
142
relasi kuasa yang lebih besar sehingga membuat perempuan dalam posisi yang tidak berdaya. Dari aspek sosial, yakni masih kurang "peka" nya kepedulian masyarakat
terhadap
disebabkan
adanya
kasus-kasus pandangan
masyarakat bahwa Kasus
KtP. yang
Hal
ini
tumbuh
Kekerasan yang
di
terjadi
merupakan urusan keluarga yang bersangkutan dan merupakan "aib" yang tidak perlu dipublikasikan ke masyarakat.
Hal
ini
membuat
kasus-kasus
tidak
teruangkap dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga
kekerasan
terjadi
secara
berkelanjutan
(pembiaran). Selain itu pula, masih banyak masyarakat yang takut untuk melaporkan kasus-kasus yang terjadi di sekitarnya karena takut diancam oleh keluarga pelaku atau terlibat sebagai saksi dalam
proses penanganan
hukumnya.
Dari aspek Ekonomi, faktor ekonomi juga menjadi salah satu pemicu terjadinya kasus-kasus KtP terutama untuk kasus
dalam ranah personal/keluarga. Untuk kasus-
kasus kekerasan seksual seperti incest rata-rata berasal dari keluarga yang kurang mampu, dimana ibu lebih banyak keluar rumah untuk bekerja memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan ayah lebih banyak berada di
143
rumah. Selain itu, kondisi rumah yang buruk (tidak ada sekat-sekat/batasan) membuat peluang bagi pelaku untuk leluasa melakukan kekerasan seksual terhadap anggota keluarganya sendiri. Kemudian, faktor ekonomi juga menyebabkan
terjadinya
KDRT,
Traficking
dan
Kekerasan pada Pekerja Buruh Migran (TKI Luar Negeri}, dimana kebutuhan ekonomi
yang timpang
terkadang membuat perempuan harus berjuang untuk bekerja di luar negeri dan bahkan
terjebak dalam
human trafficking.
Dari
aspek
politik,
yakni
Penanganan, Pencegahan, Komprehensif
dan
KtP di tingkat
belum
adanya
dan Pemulihan
Terpadu
terhadap
Pemerintahan.
sistem secara
Kasus-kasus
Selama ini, Kasus-
kasus KtP belum dianggap oleh pemerintah sebagai isu-isu
prioritas yang segera harus ditangani oleh
negara. Saratnya kepentingan di
politik berbagai pihak
pemerintahan membuat program-program di setiap
lnstitusi/lembaga
yang
ada
lebih
memprioritaskan
pada program-program yang bersifat proyek daripada program-program
yang disasarkan Iangsung untuk
Penanganan, Pencegahan dan Pemulihan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
144
Dalam arti, anggaran yang ada selama ini belum bersifat
responsif
menyebabkan layanan
gender.
Hal
ini
terbatasnya ketersediaan
untuk
penanganan
juga fasilitas
kasus-kasus
KtP,
seperti Rumah Aman (Shelter), Pendamping/Konselor, Visum et Repertum gratis, dan Pemberdayaan Ekonomi bagi Korban yang tidak mampu dan perlu penanganan segera. Dari aspek hokum, yakni belum terbangunnya Sistem Pencegahan dan Penanganan Terpadu Kasuskasus Kekerasan terhadap Perempuan baik itu di Kepolisian, banyak
Kejaksaan,
korban
yang
dan
Peradilan.
Masih
tidak mendapatkan keadilandi
ruang-ruang hukum. Pembebanan alat bukti terkadang membuat
kasus korban
akhirnya harus dihentikan
(SP3) atau mendapatkan Putusan rendah di Pengadilan. Ketidakadilan hukum yang muncul dalam penanganan kasus tentunya membuat pelaku terbebas dari segala jeratan hukum dan memicu
pelaku
mengulangi
kembali tindakannya atau berpotensi semakin leluasanya para pelaku untuk melakukan tindakan kekerasan.
Ditambah lagi dengan perspektif APH yang bias gender terkadang membuat korban semakin terpuruk dan
mengalami
145
stigmasisasi
negatif
(Seperti:
penyalahan atas tubuh karena dianggap menyebabkan pelaku melakukan kekerasan seksual terhadapnya).
Ketiadaan mekanisme dan prosedur dalam rekruitmen, promosi dan pengawasan yang tidak berperspektif HAM dan Gender di institusi/lembaga hukum memberi peluang dan menyebabkan impunitas. Dari aspek agama, adanya pandangan-pandangan agama yang memperkuat budaya patriarki
tumbuh
di
masyarakat,
yakni
perempuan "kodratnya" adalah bekerja pemimpin
harus
dimana
di
rumah,
laki-laki, dan isteri wajib melayani
suaminya dalam kondisi apapun. Kemudian, untuk kasus kekerasan seksual, yang menganggap bahwa kekerasan yang terjadi akibat dari perempuan itu sendiri. Mereka disalahkan,
karena
memamerkan
bagian-bagian
tubuhnya yang terlarang (aurat) di depan publik. Mereka
tidak
menutupinya
atau
mengenakan
jilbab/hijab. Perempuanlah yang menciptakan "fitnah" (menggoda atau memicu Faktanya,
hasrat seksual) laki-laki.
kasus- kasus kekerasan seksual dapat juga
terjadi pada bayi, balita, anak-anak, remaja, perempuan berhijab, bahkan yang sudah lansia.
Hal ini
menunjukkan bahwa bukan "tubuh"
yang
menyebabkan terjadinya kekerasan seksual, namun pola
146
pikir laki-laki yang memandang tubuh perempuan dari kaca mata pandangnya yang "subjektif'. Pandanganpandangan ini membuat perempuan semakin terpuruk dan
disalahkan,
dan
sebaliknya
membuat pelaku
semakin dibenarkan dan dibela sehingga dapat menjadi landasan untuk diberikan keringanan secara hukum. Hal ini
bahkan
diperkuat
dengan
lahirnya
kebijakan-
kebijakan yang berlandas pada agama untuk mengatur tubuh
perempuan,
berbusana pendidikan),
seperti
muslim/berjilbab
adanya (termasuk
aturan di
wajib institusi
dan aturan cara duduk perempuan di
kendaraan. Ada juga pandangan atau asumsi yang menyalahkan pelaku dengan basis moralitas
atau
agama. Dikatakan bahwa kekerasan seksual terjadi karena moralitas pelakunya yang rendah atau tak bermoral atau kurang pengetahuan agamanya. Hal ini menyebabkan kasus Kekerasan Seksual sering dipandang sebagai kejahatan moral saja, bukan sebagai kejahatan kemanusiaan atau pelanggaran HAM sehingga cukup diberikan wejangan-wejangan agama sehingga tidak akan mengulangi kembali perbuatannya. Jadi, penyebab tingginya angka Kekerasan terhadap Perempuan tentu
147
tidak berdiri sendiri, namun dipengaruhi oleh banyak faktor.
Secara regulasi, selama ini memang sudah ada UU yang
mengatur
perlindungan
hukum
terhadap
Perempuan dan Anak, seperti UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 21 Tahun
2007 tentang
Tindak
Pidana
Perdagangan
Orang, dan KUHP. Namun, kehadiran
UU tersebut
tidak serta merta sepenuhnya mampu perlindungan
hukum
terhadap
memberikan
perempuan
dan
anak. Secara implementasi, masih banyak keterbatasan dalam beberapa UU tersebut. Seperti UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang sebagai
pembaharuan
kelompok wilayah
PKDRT, UU
rentan, domestik
hukum untuk
yakni
perempuan
(rumah
ini dilahirkan melindungi dan anak di
tangga).
Namun
pembaharuan hukum tersebut tidak diikuti perbaikan dan mekanisme penanganan khusus KDRT sehingga perempuan kriminalisasi
korban
KDRT
justru
mengalami
dimana pelapomya adalah suami atau
keluarga suami. Untuk UU Nomor 23 Tahun 2002
148
tentang Perlindungan Anak masih mengatur hukuman maksimal bagi kasus perkosaan selama I 5 tahun. Melalui
suara
hukuman
yang
memberikan
korban,
I 5
tahun
merupakan
masih dianggap ringan dan tidak
rasa keadilan, terutama untuk kasus-
kasus yang disertai dengan dampak kekerasan yang bersifat kompleks (fisik, ppsikologis, seksual, sosial dan ekonomi).
Sedangkan
dalam
KUHP hukuman yang
diberikan
juga masih sangat jauh dari rasa keadilan serta untuk ruang lingkup
yang
diatur
masih
terbatas
pada perkosaan dan perbuatan tidak menyenangkan saja.
Sedangkan
berdasarkan
oleh Komnas Kekerasan seksual
Perempuan Seksual,
termasuk
perkosaan,
yakni:
paksa,
perkawinan,
termasuk
kehamilan,
pemaksaan
15 bentuk
atau
percobaan
eksploitasi
untuk
perbudakan
dilakukan
perkosaan, intimidasi
ancaman
perempuan
yang
terdapat
pelecehan seksual,
perdagangan prostitusi
kajian
tujuan
seksual, seksual,
seksual,
pemaksaan
cerai gantung,
pemaksaan
aborsi,
pemaksanaan
kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual,
149
penghukuman tidak manusiawi dan bemuansa seksual, praktik tradisi bemuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi
seksual,
termasuk
perempuan, Iewat
serta
kontrol
aturan diskriminatif
beralasan moralitas dan agama. b. Solusi Ada beberapa
rekomendasi
atau
solusi untuk
meminimalisir semakin tingginya angka Kekerasan terhadap Perempuan, yakni Pencegahan Beberapa
upaya
pencegahan
yang
dapat
dilakukan,
diantaranya:
Mensosialisasikan pendidikan HAM dan Gender baik itu di ranah personal/ Keluarga, Komunitas dan Negara untuk
mengikis
sebagai
Budaya
penyebab
Patriarki
terjadinya
yang mengakar
Kekerasan
terhadap
Perempuan.
Pemerintah
harus
meningkatkan
dan program terkait dengan Kekerasan
terhadap
alokasi
anggaran
Pencegahan
Perempuan
dan
Anak
di
Pemerintahan (Pusat dan Daerah).
Mengoptimalkan pelaksanaan Sistem Pencegahan dan Penanganan Terpadu terhadap Kasus-kasus Kekerasan
150
terhadap Perempuan dan Anak, baik itu di Institusi Pemerintah, Hukum dan Lembaga Pengada Layanan.
Membentuk regulasi khusus tentang upaya pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang berbasis HAM dan Gender.
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan fenomena hukum yang terjadi
di wilayah yudikatif (Putusan Pidana
Bagi
Pelaku
Kekerasan dan Pelecehan seksual, (Puas/Tidak) apa alasanya dan solusinya? a. Puas? b. Tidak?
Tidak puas
karena
Putusan Pidana
bagi Pelaku
Kekerasan, terutama Pelecehan Seksual selama ini masih
belum
memberikan
rasa
keadilan
bagi
Perempuan dan Anak korban kekerasan. Seperti dalam kasus Pelecehan Seksual, seringkali dalam kasus ini korban terkendala dengan alat bukti yang ada yang disebabkan diantaranya: tidak adanya bukti pelecehan seksual pada Visum et Repertum (karena tidak terjadi penetrasi, tidak ada Iuka, dll), pelaku
berasal
orang yang
sulit dilacak
tidak
dikenal
sehingga
dari
identitasnya, ditambah tidak ada saksi yang melihat
151
kejadian, dan tidak adanya "pengakuan perbuatan" oleh pelaku, sehingga kasus harus dihentikan di Kepolisian (SP3). Kemudian, jika bukti tidak cukup kuat ditambah dengan usia korban yang sudah dewasa dan hanya menggunakan
KUHP, maka Pelaku hanya dikenakan
hukuman ringan (dibawah 3 tahun). c. Pencegahan Beberapa
upaya
pencegahan
yang
dapat
dilakukan,
diantaranya:
Diperlukan
adanya
Undang-Undang
mengatur
hukuman maksimal terhadap kasus-kasus
kekerasan seksual (termasuk mekanisme
hukum
Khusus
yang
pelecehan seksual) serta
acara
pidana
yang
tidak
membebankan korban pada kelengkapan alat bukti (untuk kasus perkosaan, terkadang diawajibkan maksimal 2 alat bukti, padahal korban dan visum et repertum sudah menjadi bukti yang cukup kuat).
Adanya
kerjasama
atau
kesepakatan
pelaksanaan
kurikulum pendidikan Hak Asasi Manusia dan Gender antara Lembaga Nasional HAM dengan Institusi Hukum (Kepolisian,
Kejaksaan
dan
Pengadilan).
Hal
ini
sebagai upaya untuk membangun perspektif HAM dan Gender pada Aparatur Penegak Hukum (termasuk Jaksa
152
dan Hakim),
agar dapat melahirkan Putusan yang
memberikan rasa keadilan bagi korban.
3. Bagaimana pandangan Bapak/lbu dengan Perempuan dan Anak yang
menjadi korban kasus kekerasan seksual dilinkungan
keluarga dan pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alasan dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)? a. Dampak
kasus Kekerasan Seksual dapat terjadi dimanapun, tak terkecuali di dalam ranah keluarga atau yang dikenal dengan
sebutan
incest.
Namun,
incest tentunya
memiliki dampak yang lebih kompleks dari kekerasan seksual lainnya. Incest·dapat memberikan dampak baik secara fisik, psikis, seksual, sosial bahkan ekonomi. Dari pengalaman dalam penanganan kasus terhadap incest, dampak luar biasa yang juga dialami oleh Perempuan dan Anak korban adalah: konflik antara dua keluarga (pelaku dan korban) yang memicu adanya keretakan, korban yang harus berhenti sekolah karena harus bekerja menggantikan posisi ayahnya sebagai
tulang
punggung keluarga, dikucilkan dari masyarakat karena dianggap menyebar aib.
Belum lagi korban
juga
mengalami dampak lainnya baik secara fisik (memar,
153
Iuka, dll), psikis (trauma, stress, takut, susah tidur, dll), seksual (rusaknya hymen, terkena Penyakit Menular Seksual
(PMS),
hamil,
dll),
sosial
(dikucilkan,
kehilangan pendidikan, dll), serta ekonomi (mencari nafkah, dll).
Kompleksnya dampak
yang
terjadi pada korban tak
urung kadang membuat korban secara ppsikologis mendapatkan tekanan yang luar biasa yang dapat memicu terjadinya stress berat. Adapula pada kasus incest ini yang mana keluarga terdekat korban tidak percaya bahwa korban telah mengalami kekerasan seksual dari orang terdekatnya (salah satunya ayah kandung).
Ketidakpercayaan
adanya pandangan
ini
muncul
karena
baik itu di keluarga ataupun
masyarakat tidak mungkin seorang keluarga (ayah) melakukan kekerasan seksual terhadap keluarganya yang lain (anak perempuan), karena
figur
seorang
ayah
yang dikenal sebagai "Pelindung" dalam Keluarga. Hal ini
bahkan
membuat
korban
disalahkan
oleh
keluarganya sendiri dan dianggap menyebarkan fitnah atau aib keluarga. b. Solusi
154
Solusi yang dapat dilakukan dalam kasus Kekerasan Seksual yang terjadi di ranah keluarga, diantaranya:
Pengenalan tentang kekerasan seksual dan dampaknya di
ranah
keluarga dan komunitas, yakni bahwa
kekerasan seksual dapat terjadi dimanapun termasuk oleh orang terdekat sekalipun. Hal ini untuk meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap anggota keluarga yang lain, sehingga kekerasan seksual tidak terjadi atapun
berulang.
melalui
pemberian
Pengenalan ini materi-materi
dapat dilakukan terkait
kekerasan
seksual di forum dan lingkungan masyarakat dan harus melibatkan lembaga
aspek
baik
pengada
kelompok masyarakat
itu
dari
layanan
peduli
pemerintah,
atau
Kekerasan
kelompokSeksual
terhadap Perempuan dan Anak.
Perlu adanya Penyediaan Fasilitas Layanan Terpadu bagi Korban incest, seperti rumah amah (shelter) dan Pendampingan/Konselor Dalam kondisi tertentu untuk kasus incest, korban seringkali mendapatkan ancaman dari pihak keluarga pelaku (dilarang menjadi saksi atau ditekan
memaafkan
perlindungan
khusus
pelaku), bagi
sehingga korban
perlu
ada
salah satunya
tempat tinggal sementara (rumah aman) dan juga
155
Pendamping/ Konselor
untuk
menguatkan
korban
secara psikososial.
Perlu adanya Program Pemberdayaan Pemerintah
Ekonomi di
bagi kasus-kasus Kekerasan
terhadap
Perempuan, termasuk bagi kasus incest. Korban dalam kasus Incest seringkali harus
putus sekolah karena
membantu ibunya atau anggota keluarga yang Iain untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya, mengingat
Pelaku merupakan ayah kandung korban yang selama ini membiayai kebutuhan keluarga (harus dipidana). Program Pemberdayaan Ekonomi dapat diperuntukkan bagi keluarga korban (ibu) agar tetap dapat membantu kebutuhan hidup
sehari-hari
dan
korban
dapat
melanjutkan sekolahnya. Pemberdayaan Ekonomi ini dapat berupa pemberian modal usaha atau alat-alat kelengkapan lain untuk mendukung ekonomi keluarga secara mandiri. c. Pencegahan Beberapa upaya pencegahan
yang dapat dilakukan
diantaranya:
Mengkampanyekan terkait dengan Seksual
di
Kekerasan
masyarakat. Kampanye ini dengan
melibatkan berbagai pihak, baik itu Pemerintah, NGO,
156
Komunitas, Organisasi Sipil Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat maupun Lembaga Negara. Kampanye ini bertujuan untuk
mengenalkan kepada
masyarakat
tentang kekerasan seksual, penyebab terjadinya serta dampak yang dapat muncul, sehingga dapat membangun kepedulian dan kepekaan masyarakat untuk mencegah terjadinya
kekerasan
seksual, termasuk
dalam
lingkungan keluarga.
Mendorong
Pemerintah
untuk
membentuk
Sistem
Pencegahan dan Penanganan Terpadu terhadap kasuskasus Kekerasan Seksual, melalui penyusunan programprogram
pendukung
penyusunan
modul
di
lnstitusi
pendidikan
terkait,
tentang
seperti
Kekerasan
Seksual di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Pendidikan, serta
di
Institusi/Lembaga
Kejaksaan,
Pengadilan,
Hukum
LBH),
(Kepolisian,
dan
Program
Pemberdayaan Ekonomi di Kementerian Sosial.
4. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah?
(dampak,
hak
korban,pencegahan)?
157
dan
solusi
penanganan
a. Dampak Dampak yang seringkali muncul terhadap kasus kekerasan dan pelecehan seksual di sekolah yakni sebagai berikut :
Fisik: memar, luka,berdarah, benjol, lecet, dll.
Psikis:
trauma,
stress, takut,
penyendiri,
sering
menangis, dll
Seksual: rusaknya hymen (selaput darah), lecet atau Iuka pada
alat kelamin, hamil, terkena
Penyakit
Menular Seksual (PMS), dll
Sosial: harus pindah
sekolah atau putus sekolah,
dikucilkan/disalahkan, distigma negatif, dll
b. Hak korban:
Berdasarkan prinsip perlindungan dan pemajuan HAM melalui
upaya memerangi
impunitas menyebutkan
adanya tiga hak korban yang harus dipenuhi, yaitu hak kebenaran, hak keadilan, dan hak pemulihan/reparasi, yakni berikut ini:
Hak Kebenaran (the victim 's right to know), yaitu hak untuk
mengetahui
juga
merupakan
hak
kolektif
berdasarkan sejarah untuk mencegah agar pelanggaran tidak terulang di masa
158
depan.
Negara
harus
mengambil tindakan
yang
sesuai
untuk
menjamin
efektifitas hak ini.
Hak keadilan (the victim's right tojustice), yaitu bahwa setiap
korban
harus
memiliki
kesempatan
untuk
menggunakan hak mereka serta menerima pengadilan yang adil dan efektif, memperoleh jaminan bahwa para pelaku dalam pelanggaran HAM yang mereka alami diajukan ke pengadilan, dan mendapatkan ganti rugi. Hak atas keadilan ini memunculkan kewajiban Negara untuk menyelidiki pelanggaran HAM yang
terjadi,
menuntut para pelaku dan menghukum mereka setelah kesalahan mereka diputuskan.Hak Pemulihan/reparasi (the victim's right termasuk
kerabat
to reparations), yaitu dan
tanggungannya,
korban, harus
mendapatkan pemulihan yang efektif.
Prosedur yang berlaku harus
dipublikasikan
seluas
mungkin. Hak atas pemulihan harus mencakup seluruh kerugian yang diderita oleh korban, yang mencakup hak atas restitusi (upaya pemulihan korban untuk kembali ke keadaan semula), kompensasi (untuk Iuka fisik dan mental, termasuk hilangnya kesempatan hidup, kerusakan fisik, perusakan
159
nama baik, dan biaya
bantuan hukum) serta rehabilitasi (perawatan medis, termasuk perawatan ppsikologis dan psikis). c. Solusi Beberapa solusi yang dapat dilakukan, diantaranya:
Membangun
mekanisme
penanganan
Kekerasan
berbasis Gender di Institusi pendidikan (SD, SMP, SMA sederajat).
Meningkatkan siswa/siswi
pengawasan di
atau
kontrol
terhadap
sekolah untuk mencegah atau
meminimilasir terjadinya kekerasan (vertikal: guru murid, horizontal: murid - murid, atau pihak lainnya yang ada di sekolah).
Penerapan sanksi yang tegas di sekolah jika terjadinya kekerasan atau pelanggaran HAM. Penerapan sanksi ini bisa dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah atau Peraturan Kepala Sekolah.
d. Pencegahan Beberapa Pencegahan yang dapat dilakukan, diantaranya:
Penerapan
Modul
Pendidikan
Hak Asasi
Manusia
Beperspektif Gender di Institusi Pendidikan (SD, SMP, SMA sederajat). Meningkatkan siswa/siswi
pengawasan di
160
atau
kontrol
terhadap
sekolah untuk mencegah atau
meminimilasir terjadinya kekerasan (vertikal: guru murid, horizontal: murid - murid, atau pihak luar lainnya yang ada di sekolah). Menerapkan dampaknya
materi bagi
ekstrakurikuler atau
kekerasan
seksual
dan
kesehatan reproduksi melalui forum-forum
lainnya
untuk
mencegah terjadinya kekerasan seksual di sekolah, salah satunya dalam relasi Pacaran.
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena
yang terjadi dalam
proses penanganan yang dilakukan oleh APH {Aparat Penegak Hukum) perempuan dan anak korban kekerasan, baik itu korban Trafficking, kekerasan fisik, psikis maupun seksual dalam proses penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai
adanya
intimidasi, penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau adanya intimidasi dari pelaku tindak pidana. Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan. Tanggapan a. Tanggapan
Dalam mekanisme pananganan kasus secara hukum, korban kerapkali mendapatkan intimidasi baik itu dari pihak pelaku, keluarga pelaku, maupun pihak Aparatur Penegak Hukum (APH). lntimidasi yang terjadi jelas
161
merupakan tindakan pelanggaran atas hak korban untuk bertindak
sesuai dengan keinginannya. Intimidasi
merupakan tindakan untuk menakut-nakuti, diantaranya memaksa orang atau pihak lain untuk berbuat sesuatu yang dapat disertai dengan ancaman ataupun gertakan. Secara tegas diatur dalam J Pasal 368 ayat (1) KUHP bahwa jika intimidasi sudah terjadi dalam bentuk ancaman hingga terjadi kekerasan, maka pelaku dapat dijerat secara hukum. Intimidasi kerapkali dilakukan oleh keluarga pelaku terhadap korban dengan tujuan untuk menghentikan korban melaporkan pelaku di kepolisian. Intimidasi
yang dilakukan bisa dalam bentuk sms,
telepon, media sosial, ataupun mendorong korban untuk melakukam mediasi (perdamaian).
Selain oleh pelaku, intimidasi juga sering dilakukan dari APH yang menangani kasus korban, salah satunya menyuruh korban untuk melakukan mediasi dengan pihak pelaku, atau menakut-nakuti korban jika kasus diproses sampai dengan peradilan MA akan menyulitkan korban sendiri. Selain itu, APH juga kerapkali dalam proses BAP mengajukan pertanyaan yang dapat melukai korban/tidak berkaitan
dengan kasus korban, seperti dalam kasus
kekerasan seksual "Apa yang kamu rasakan ketika pelaku
162
melakukan
perbuatannya?
bagaimana
cara
pelaku
melakukan perbuatannya? kamu menggunakan pakaian apa saat perbuatan itu terjadi, apakah memakai rok mini atau pakaian yang terbuka?" Pertanyaan-pertanyaan demikian seolah mengintimidasi korban bahwa kekerasan seksual yang terjadi padanya juga akibat tindakannya sendiri. b. Sanksi
Tindakan
Intimidasi
jelas
telah
melanggar
Hak
Konstitusional Warga Negara, yakni dalam Pasal 280, Pasal 281 ayat (l} UUD Negara RI Tahun 1945, kemudian Pasal 29, Pasal 30, Pasal 33 dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
ancaman
ataupun
Jika
intimidasi
kekerasan
dilakukan dengan
dalam
upaya
untuk
menguntungkan diri sendiri, maka Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP, Pasal 335 KUHP, atau Pasal 29 dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang
lnformasi
dan Transaksi
Elektronik jika ancaman tersebut dilakukan melalui sms, telepon, media sosial maupun media elektronik lainnya. Pencegahan. c. pencegahan
163
Saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan Korban. Dalam Pasal 5. ayat ( 1) UU ini berbunyi "saksi dan korban berhak:
memperoleh
perlindungan
atas
keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan Kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. " Kehadiran UU ini tentunya menjadi salah satu kebijakan hukum yang diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap korban, salah satunya mencegah terjadinya intimidasi.
6. Bagaimana menurut lbu, upaya pencegahan yang
efektif agar
tidak terj di lagi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (apa peran komnas perempuan KPAI untuk pencegahan tersebut dan peran apa yang diharapkan seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat?) a. Perlindungan hukum
Perlindungan Hukum terhadap kasus-kasus Kekerasan terhadap
Perempuan dapat dilakukan diantaranya
melalui upaya:
164
Mendorong undangan
penyempurnaan atau
kebijakan
peraturan
.perundang-
perlindungan
terhadap
Perempuan dan Anak, diantaranya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang PKDRT, KUHP, KUHAP, serta mendorong lahimya kebijakan khusus perlindungan Perempuan dan Anak
yang
berbasis
pada Hak Asasi Manusia dan
Gender, diantaranya UU khusus tentang Kekerasan Seksual.
Mengoptimalkan pelaksanaan Sistem Pencegahan dan Penanganan Terpadu Kasus-kasus Kekerasan terhadap Perempuan baik di institusi pemerintah, insituti hukum maupun lembaga pengada layanan.
Meningkatkan penyediaan fasilitas layanan bagi korban baik itu di institusi pemerintah maupun kepolisian seperti rumah aman (shelter), visum et repertum gratis, layanan kesehatan gratis, serta pendampingan/konselor.
Meningkatkan peran dan fungsi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagaimana mandat dalam UU Norn or 31 Tahun 2014, agar korban mendapatkan perlindungan dari intimidasi ataupun ancaman dari pihak pelaku maupun pihak lain selama proses penanganan hukumnya berlangsung.
165
b. komnas perempuan
Sebagaimana memiliki
mandatnya
Komnas
Perempuan
perari untuk mendorong
pemenuhan
tanggung jawab Negara dalam penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan, serta dalam rangka memastikan ketersediaan akses keadilan bagi peretnpuan, khususnya perempuan korban. Salah satu mandat yang diemban Komnas Perempuan
adalah
memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah, lembaga legislatif, yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan perubahan hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan
dan
penanggulangan
segala
bentuk
kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi
perempuan.
Selain itu, Komnas Perempuan juga berperan untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan
dan
mendorong
pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan dalam berbagai dimensi, termasuk hak ekonomi, sosial, politik, budaya yang berpijak pada prinsip hak atas integritas diri. c. Solusi Pencegahan
166
Beberapa
solusi
pencegahan
yang
dapat
dilakukan,
diantarany:
Meningkatkan Kesadaran perempuan dan
Publik
bahwa
hak-hak
anak adalah hak asasi manusia dan
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak adalah Pelanggaran HAM. Kesadaran Publik ini dapat dilakukan dalam bentuk kampanye, buku, kajian-kajian, modul, penelitian, publikasi media, diskusi, dan lainnya.
Meningkatkan
mekanisme
dan
prosedur
dalam
rekruitmen, promosi dan pengawasan yang berperspektif HAM dan Gender baik itu di lnstitusi Pemerintahan (termasuk
institusi
Institusi/Lembaga
pendidikan
atau
korporasi),
Hukum, ataupun Lembaga-Lembaga
Negara dan Lembaga Publik lainnya.
Mendorong lahirnya Peraturan Perundang-undangan k.husus
untuk
Perlindungan
Kekerasan
terhadap
Perempuan dan Anak. d. peran Masyarakat Beberapa peran serta masyarakat, yakni berikut ini:
Melakukan sosialisasi tentang penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak termasuk di komunitas dan Iembaga-lembaga masyarakat.
167
lkut serta mengkampanyekan isu-isu Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di komunitasnya.
Membangun
Sistem
Pencegahan
dan
Penanganan
,Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak berbasis komunitas.
Membantu melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan perkara Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
Memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak kepada Institusi Penegak Hukum atau pihak yang berwajib.
Memberikan
perlindungan
dan pertolongan
darurat
terhadap Perempuan dan Anak korban kekerasan e. Peran Pemerintah Beberapa peran pemerintah, yakni berikut ini:
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan terkait HAM dan Gender bagi aparat penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu
Mengalokasikan pencegahan
dan
anggaran
untuk
penanganan
program-program
Kekerasan
terhadap
Perempuan dan Anak di lnstitusi/Lembaga terkait
Menyediakan fasilita slayanan bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, seperti rumah aman (shelter), biaya
168
visum et repertum secara gratis, layanan kesehatan, dan pendampingan.
Mendukung lahimya kebijakan atau peraturan perundangundangan khusus untuk perlindungan Perempuan dan Anak.
Menguatkan institusi/lembaga pemerintah terkait agar mampu menerapkan Sistem Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak secara Terpadu dan Komprehensif.
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Republik Indonesia peneliti menyimpulkan bahwa lembaga ini dalam hal pemahaman atas dampak hukum terhadap pelaku, dampak psikologis terhadap korban, mekanisme
penanganan
meliputi
(pencegahan,
penanganan,
reintegrasi/pemulihan), sangat baik. Dalam proses wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang anggota komisioner KOMNAS PEREMPUAN (Masruchah) berpendapat bahwa lembaga ini banyak sekali terobosan dan inovasi untuk penanganan dan pendampingan terhadap kasuskasus yang menimpa perempuan di Indonesia. Ada 15 jenis kekerasan seksual yang ditemukan Komnas Perempun dari hasil pemantauan selama 15 tahun (1998-2013) yaitu:
169
1. Perkosaan 2. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan 3. Pelecehan seksual 4. Eksploitasi seksual 5. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual 6. Prostitusi paksa 7. Perbudakan seksual 8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung 9. Pemaksaan kehamilan 10. Pemaksaan aborsi 11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi 12. Penyiksaan seksual 13. Penghukuman tidak manusiawi 14. Praktek tradisi bernuansa seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Kelima belas bentuk kekerasan seksual ini bukanlah daftar final, karena ada kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang
belum
kita
kenali
akibat
keterbatasan
informasi
mengenainya.13
13
Hasil Observasi dan Wawancara dengan komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan (Masruchah) di kantor Jl. Latuharhari No. 4B, Jakarta, pada hari Rabu 17 Desember 2014.
170
c) Kejaksaan Negeri Kabupaten Jepara Draf wawancara dan jawaban dengan lembaga ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan Bapak/Ibuk terkait maraknya pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia? Padahal sudah ada UU Perlindungan Anak, UUPKDRT, UUPTPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang/Umen trafficking), dan Regulasi-regulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. (Penyebab dan solusi penanganan dan Pencegahan)? Jawaban: a. Penyebab
Ekonomi dan SDM yang lemah terutama di desa-desa
b. Solusi
Peningkatan taraf hidup, SDM, dan penerangan hukum (penyuluhan di desa-desa) supaya tau akan hukum dan tidak seenaknya sendiri
c. Pencegahan
Pencegahan dengan penyuluhan kepada aparatur desa.
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan fenomena hukum yang terjadi di wilayah yudikatif (Putusan Pidana Bagi Pelaku
171
Kekerasan dan Pelecehan seksual, (Puas/Tidak) apa alasanya dan solusinya? a. Puas
Puas dan tidak sesuai dengan hasil penyidikan dan kasuskasus (relatif)
b. Tidak c. Pencegahan
Banyak peran keluarga dan lingkungan, peningkatan SDM, penyuluhan
3. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan Perempuan dan Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual dilinkungan keluarga dan pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alas an dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)? a. Dampak
Trauma pada korban, hubungan dengan keluarga menjadi tidak baik
b. Solusi
Korban dijauhkan dari keluarga tersebut, atau diikutkan kepanti atau keluarga terdekat
c. Pencegahan
172
4. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah?
(dampak,
hak
dan
solusi
penanganan
korban,
pencegahan)? a. Dampak
Kehamilan pada korban, putus sekolah
b. Hak Korban
Melanjutkan sekolah, pemulihan mental korban
c. Solusi
Penyuluhan
hukum,
penyuluhan
pendidikan
sexs,
mengadakan razia pada HP anak (pornografi)/narkoba d. Pencegahan
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena yang terjadi dalam proses penanganan yang dilakukan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) Perempuan dan Anak korban kekerasan, baik itu korban Trafficking, kekerasan fisik, psikis maupun seksual dalam proses penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai adanya intimidasi, penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau adanya intimidasi daripelaku tindak pidana. Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan. a. Tanggapan
173
Selama ini tidak pernah ada intimidasi dan penekanan dari pihak kejaksaan
b. Sanksi c. Pencegahan 6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu, upaya pencegahan yang efektif agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (apa peran komnas perempuan KPAI untuk pencegahan tersebut dan peran apa yang diharapkan seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat?) a. Perlindungan hukum
Sesuai dengan UU Perlindungan Perempuan dan Anak yang ada
b. Jaksa Negeri c. solusi Pencegahan d. peran Masyarakat
Ikut
membantu
program
pemerintah
dan
mensosialisasikan uu yang ada, aparat Desa, Organisasi Keagamaan, Pkk Dll e. Peran Pemerintah
Harus ada fasilitas yang mendukung (ahli hukum, sarana prasarana, rutan anak dll)
174
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kejaksaan Negeri Kabupaten Jepara peneliti menyimpulkan bahwa lembaga ini dalam hal pemahaman atas dampak hukum terhadap pelaku, dampak psikologis
terhadap
korban,
mekanisme
penanganan
meliputi
(pencegahan, penanganan, reintegrasi/pemulihan), cukup baik, hal ini dilihat dari 6 pertanyaan yang disodorkan peneliti berhasil dijawab dengan baik, dan mampu memberikan arahan, sikap, dan solusi penanganan, pencegahan agar kasus-kasus semacam ini dapat ditekan angka kejadianya.14
d) Pengadilan Agama Kabupaten Jepara Draf wawancara da jawaban dari lembaga ini adalah sebagaimana berikut: 1. Bagaimana pandangan Bapak/Ibuk terkait maraknya pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia? Padahal sudah ada UU Perlindungan Anak, UUPKDRT, UUPTPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang/Umen trafficking), dan Regulasi-regulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. (Penyebab dan solusi penanganan dan Pencegahan)? Jawaban: a. Penyebab Hasil Wawancara dengan Kejaksaan Negeri Kabupaten Jepara (Mu’anah, SH) Pada Hari Senin 29 Desember 2014 14
175
Pelampiasan
seorang
suami
terhadap
pelayanan
kesejahteraan keluarga, belum ada pemahaman UU PKDRT sehingga anggapannya itu adalah urusan keluarga bukan pelanggaran pidna b. Solusi
Pemahaman masyarakat atas hak istri dan anak atas kesejahteraan suami istri
c. Pencegahan
Pemandangan suami untuk melindungi kepentingan istri dan anak-anak
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan fenomena hukum yang terjadi di wilayah yudikatif (Putusan Pidana Bagi Pelaku Kekerasan dan Pelecehan seksual, (Puas/Tidak) apa alasanya dan solusinya? a. Puas?
Dalam hal cerai istri merasa puas karena terlepas dari jeratan suami yang kasar
b. Tidak c. Pencegahan 3. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan Perempuan dan Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual dilinkungan keluarga dan pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alas an dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)?
176
a. Dampak
Anak tidak lagi percaya terhadap keluarga atas perlindungan hukum terhadapnya (anak)
b. Solusi
Upaya sungguh-sungguh dari pihak terkait bahwa pelaku harus dibuat jera dan penyakinan korban bahwa tidak akan terjadi lagi
c. Pencegahan
Anak jangan dibiarkan diasuh sendirian tanpa ada pengawasan keluarga secara utuh
4. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah?
(dampak,
hak
dan
solusi
penanganan
korban,
pencegahan)? a. Dampak
Anak tidak lagi merasa aman dan terlindungi diwilayah sekolah
b. Hak korban
Dipulihkan, mendapatkan perlindungan khusus dari lembaga yang menaunginya
c. Solusi
177
Pelaku
diancam
dengan
peraturan
yang
berlaku,
pemecatan pelaku jika itu karwawan/guru d. Pencegahan
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena yang terjadi dalam proses penanganan yang dilakukan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) Perempuan dan Anak korban kekerasan, baik itu korban Trafficking, kekerasan fisik, psikis maupun seksual dalam proses penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai adanya intimidasi, penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau adanya intimidasi daripelaku tindak pidana. Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan. a. Tanggapan
APH harus mengedepankan kepentingan korban bukan intimidasi dan diskriminasi
b. Sanksi
APH Harus ada tindakan dari atasanya jika terbukti dengan adanya tindakan diskriminatif tersebut/tidak sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya
c. Pencegahan
178
6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu, upaya pencegahan yang efektif agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (apa peran Pengadilan Agama) apa yang diharapkan seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat?) a. Perlindungan hukum
Melakukan sosialisasi atas akibat hukum dan dampak lainnya
b. Pengadilan Agama c. Solusi Pencegahan d. Peran Masyarakat
Bahwa masyarakat hari ini sudah tidak tabu anak pacaran dan pergaulan bebas, penyuluhan oleh pemerintah desa dan lain-lain. Untuk pencegahan kekuasaan Perempuan dan Anak di desa/masyarakat
e. peran Pemerintah
Dalam proses wawancara yang peneliti lakukan dengan Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Jepara (Drs, H. Abdul Malik, SH, MSI), banyak hal yang didapati kaitannya dengan KDRT yang
mengakibatkan perceraian atau proses pelaksanaan perkawinan melalui dispensasi nikah. Memang sangat berbeda jika kita membicarakan peran dan fungsi antara Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Agama, namun kaitannya dengan penelitian ini ada sedikit
179
korelasi yang menjadi alasan kenapa peneliti harus melakukan kajian di dua lembaga ini, ketika Pengadilan Negeri adalah pelaksanaan proses persidangan KDRT dan lainnya, maka jika kita membicarakan wilayah Pengadilan Agama kita akan membicarakan dampak atas ketidakharmonisan dalam rumah tangga (KDRT) yang disebabkan oleh pertikaian yang terkadang berakhir dengan perceraian, selain itu KDRT juga bisa disebabkan oleh ketidaksiapan kedua mempelai dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah baik itu dikarenakan ketidaksiapan kedua mempelai dilihat dari faktor umur (kedewasaaan), Kemapanan ekonomi dan perselisisihan lainnya. Ketika berbicara usia kedua mempelai maka peneliti memperoleh data pemberian ijin Nikah dibawah umur (Dispensasi Nikah) di Pengadilan Agama Kabupaten Jepara dari tahun ketahun semakin meningkat jumlah perkaranya, hal ini menjadi perdebatan yang menarik oleh banyak kalangan, antara diberikannya dispensasi tersebut atau tidak, hal ini dikarenakan oleh alasan dan dampak bagi kedua pasangan.15
e) Pengadilan Negeri Kabupaten Jepara Draf wawancara dan jawaban dari lembaga ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan Bapak/Ibuk terkait maraknya pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia? 15 Hasil Observasi lapangan dan wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Jepara (Drs, H. Abdul Malik, SH, MSI pada 29 Desember 2014 pukul 10.00-12.00 dikantor PA
180
Padahal sudah ada UU Perlindungan Anak, UUPKDRT, UUPTPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang/Umen trafficking), dan Regulasi-regulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. (Penyebab dan solusi penanganan dan Pencegahan)? Jawaban: a. Penyebab
Faktor ekonomi keliuarga
Istri yang terlalu banyak menuntut atau sebaliknya
Anak (perkembangan teknologi)
Konvensional
(paradigma
keluarga)
terhadap
pola
pendidikan dengan kekerasan
SDM orang tua
b. Solusi
Perlu adanya edukasi penyuluhan kepada orang tua dan masyarakat dan pemerintah
c. Pencegahan
Edukasi, iklan dll
Edukasi penyuluhan kepada orang desa
Sosialisasi terhadap Undang-Undang yang baru
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan fenomena hukum yang terjadi di wilayah yudikatif (Putusan Pidana Bagi Pelaku
181
Kekerasan dan Pelecehan seksual, (Puas/Tidak) apa alasanya dan solusinya? a. Puas
Puas atau tidak relatif sesuai dengan kasuistik yang ada (penyebab dan lain-lain)
b. Tidak c. Pencegahan
3. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan Perempuan dan Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual dilinkungan keluarga dan pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alas an dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)? a. Dampak
Ini adalah kebiadaban dan harus dihukum berat
Sikologi anak yang down
Dampak yang berkepanjangan terhadap korban
b. Solusi
Peningkatan pendidikan moral
Peningkatan SDM spiritual dan pendidikan umum
Pemberian sanksi sosial kepada pelaku
c. Pencegahan
Pelaku dihukum berat dan hukuman sosial
182
4. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah?
(dampak,
hak
dan
solusi
penanganan
korban,
pencegahan)? a. Dampak
Anak menjadi minder/inverior
Dampak stigma anak dari masyarakat
b. Hak korban
Disesuaikan dengan UU dan diperjuangkan haknya
Hukum belum memberikan jaminan secara tekstual atas putusan korban dan pelaku
c. Solusi
Rekaferi terhadap sikologi anak
d. Pencegahan
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena yang terjadi dalam proses penanganan yang dilakukan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) Perempuan dan Anak korban kekerasan, baik itu korban Trafficking, kekerasan fisik, psikis maupun seksual dalam proses penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai adanya intimidasi, penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau adanya intimidasi daripelaku tindak pidana.
183
Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan. a. Tanggapan
APH harus dproses
Jika terbukti karena hal itu adalah tindakan pidana
Contoh pegang pantat, payudara dll
b. Sanksi
Pidana dan pemecatan
c. Pencegahan
Ancaman pidana yanng lebih keras terhadap pelaku APH
6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu, upaya pencegahan yang efektif agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (apa peran Pengadilan Negeri untuk pencegahan tersebut dan peran apa yang diharapkan seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat?) a. Perlindungan hukum
Pidana yang lebih gar ada jera terhadap pelaku dan masyarakat
b. Pengadilan Negeri c. solusi Pencegahan d. peran Masyarakat
184
memberikan
edukasi
terhadap
keluarga
dan
masyarakatagar saling bertanggung jawab atas penyakit sosial ini e. Peran Pemerintah
Harus ada yang mengkafer kepentingan korban dan pelaku
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan Pengadilan Negeri Kabupaten Jepara, peneliti menyimpulkan bahwa lembaga ini dalam hal pemahaman atas dampak hukum terhadap pelaku, dampak psikologis terhadap korban, mekanisme penanganan (persidangan) meliputi (pencegahan, penanganan, reintegrasi/pemulihan),
sangat
baik, hal ini dilihat dari Tuntutan Kejaksaan terhadap Pelaku penganiayaan atas kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan dan kasus lainnya yang bersinggungan dengan Perempuan dan Anak, Para Hakim tidak terburu buru mengabulkan permintaan dari Kejaksaan, ada mekanisme tersendiri yang menjadi Kode Etik para Hakim dalam memutuskan perkara, ada yang kurang bahkan lebih atas tuntutan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Jepara. Satu hal yang menarik bahwa ada satu hakim perempuan (Etik Purwaningsih) yang konsen terhadap kasus ini, beliau sangat getol dan profesional dalam penanganan kasus-kasus yang sensitif gender ini. Bahkan dalam proses wawancara yang
dilakukan
oleh
peneliti,
185
beliau
mengupayakan
adanya
perlindungan hukum terhadap korban, beliau menyampaikan bahwa dewasa ini yang mendapatkan perhatian hukum, status hukum, hanya berpihak atau diperuntukan kepada pelaku, sedangkan korban sebagai orang yang teraniaya (Objek) tidak ada jaminan hukum yang menjamin kesejahteraan korban atas tindakan kriminal pelaku terhadap korban, belum lagi pada proses pasca ditetapkanya status hukum terhadap pelaku, disini korban seakan terbuang tanpa ada perhatian lebih atas kejadian yang dialaminya.16
f) Polres Kabupaten Jepara Draf wawancara danjawaban dari lembaga ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan Bapak/Ibuk terkait maraknya pelanggaran pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia? Padahal sudah ada UU Perlindungan Anak, UUPKDRT, UUPTPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang/Umen trafficking), dan Regulasi-regulasi lainnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. (Penyebab dan solusi penanganan dan Pencegahan)? Jawaban: a. Penyebab
Mayoritas status broken kedua orang tua
16
Wawancara dengan hakim pengadilan negeri Kabupaten Jepara (Etik Purwaningsih) Senin 12 Januari 2015 Pukul 11.00-12.20 di Kantor PN. Kab. Jepara
186
Anak
dititipkan
simbahnya/keluargaya
(sedangkan
ekonomi keluarga yang dititipkan minim sehingga sesuai harapan b. Solusi
Sering melakukan sosialisasi pada masyarakat desa dan sekolahan
c. Pencegahan
Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dan masyarakat
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dengan fenomena hukum yang terjadi di wilayah yudikatif (Putusan Pidana Bagi Pelaku Kekerasan dan Pelecehan seksual, (Puas/Tidak) apa alasanya dan solusinya? a. Puas
Hukuman 5 tahun sudah cukup, bahkan ada yang 15 tahun
b. Tidak c. Pencegahan
Selalu koordinasi dengan masyarakat dengankejaksaan, pengadilan dan penegak hukum
3. pandangan Bapak/Ibu dengan Perempuan dan Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual dilinkungan keluarga dan
187
pelakunya adalah orang dekat korban?, apa alas an dan solusinya (dampak dan solusi penanganan)? a. Dampak
Dampak psikis pada anak, karena pelaku adalah orang terdekat
b. Solusi
Selalu sosialisasi pada anak baik disekolah maupun diluar sekolah
c. Pencegahan
sosialisasi
4. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada Perempuan dan Anak dilingkungan sekolah?
(dampak,
hak
dan
solusi
penanganan
korban,
pencegahan)? a. Dampak
Terkadang mereka
(korban) masih bergaul dengan
keluarga dan lingkungan b. Hak korban
Pemulihan pada orang tua untuk keselamatan anak, utamanya pada psikologis anak
c. Solusi
Berkoordinasi dengan BP2KB agar korban tetap dapat hak sekolah
188
Memberi arahan dan motifasi pada korban
d. Pencegahan
Sosialisasi
disekolah
dengan
cara
menggabungkan
beberapa sekolah dalam satu ruangan
5. Kita ketahui bersama banyak fenomena yang terjadi dalam proses penanganan yang dilakukan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) Perempuan dan Anak korban kekerasan, baik itu korban Trafficking, kekerasan fisik, psikis maupun seksual dalam proses penyidikan/pemeriksaan terkadang dijumpai adanya intimidasi, penekanan bahkan pelecehan terhadap korban yang dilakukan oleh penegak hukum (Hakim/Jaksa/Polisi) dan atau adanya intimidasi daripelaku tindak pidana. Apa tanggapan, sanksi APH dan solusi pencegahan. a. Tanggapan
Untuk hari ini tidak ada di Kabupaten Jepara, bahkan tidak
ditemukan
penyidik
melakukan
penekanan/diskriminasi b. Sanksi
Ditangani atasan
Teguran dan disesuaikan dengan pelanggaranya
c. Pencegahan
189
Kerjasama
antar
LSM,
Pengacara,
untuk
saling
mengingatkan dan sharing informasi
Harus ada phatner kerja untuk perbaikan kinerja aparat kepolisian terutama penyidik
6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu, upaya pencegahan yang efektif agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (apa peran POLRES Jepera untuk pencegahan tersebut dan peran apa yang diharapkan seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat?) a. Perlindungan hukum
Sesuai prosedur yang ada
b. POLRES
Sosialisasi secara terus-menerus terhadap semua elemen masyarakat
c. solusi Pencegahan
sosialisasi perlindungan hukum (jenis larangan sanksi terhadap masyarakat)
d. peran Masyarakat
menghimbau agar masyarakat tidak melakukan
pendampingan terhadap masyarakat, keluarga dan orang lain sesuai dengan yang disampaikan oleh petugas polres
peran besar masyarakat agar tidak melakukannya
190
e. Peran Pemerintah
Melakukan
sosialisasi
terhadap
masyarakat
(tidak
diskriminatif) semua diberi sosialisasi
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan lembaga Penegak Hukum yang konsentrasinya dibidang penanganan kasus-kasus yang bernuansa sensitif Gender yakni UNIT PP/PA POLRES Kabupaten Jepara
peneliti menyimpulkan bahwa lembaga ini dalam hal
pemahaman atas dampak hukum terhadap pelaku, dampak psikologis terhadap korban, mekanisme penanganan meliputi (pencegahan, penanganan, reintegrasi/pemulihan), cukup baik, hal ini dilihat dari 6 pertanyaan yang disodorkan peneliti, berhasil dijawab dengan cukup baik, meskipun dalam pakteknya, peneliti menemukan beberapa hal seperti contoh lambatnya proses penanganan kasus-kasus, sehingga terkesan ada pembiaran atau ketidak seriusan lembaga ini, namun hal itu dibantah oleh pihaknya dengan berdalih keterbatasan SDM dan sarana prasarana penunjang kinerja pihaknya, “perlu ada kerjasama yang baik antara lembaga kepolisian, pemerintah dan masyarakat secara luas dalam hal ini” tandasnya. Dari proses observasi lapangan, baik melalui kajian data maupun wawancara peneliti menyimpulkan belum ada kesepahaman bersama antara pemerintah daerah, kepolisian, lembaga yudikatif dan
191
legislatif dalam hal pemberantasan kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. 17
g) Pemahaman Masyarakat Masyarakat Kabupaten Jepara kaitanya dengan pemahaman terhadap Peraturan Perundang-Undangan masih sangat awam. Terkadang perilaku menyimpang yang sering dilakukan oleh masyarakat itu sendiri adalah tindakan yang melanggar hukum, namun mereka tidak sadar bahwa apa yang dilakukan adalah pelanggaran hukum, sehingga terkesan dibiarkan dan bukan hal yang tabu, bukan kejahatan dan bukan tindakan menyimpang. seperti contoh, anak sekolah pulang sore, anak sekolah membolos, anak berpakaian ketat, anak berpacaran dan berbonceng-boncengan yang tidak sewajarnya, anak pulang malam dan sebagainya. Anehnya beberapa masyarakat atau bahkan keluarga beranggapan bahwa hal ini sudah biasa dilakukan, tidak ada pembatasan. Hasil analisis peneliti berkesimpulan bahwa kondisi ini sangat berpengaruh terhadap tindakan pidana kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Karena masyarakat seakan akan mengehendaki dan masa bodoh dengan kondisi semacam ini Dalam proses pendampingan korban kekerasan terhadap Perempuan
dan
Anak
yang
dilakukan
oleh
peneliti
baik
pendampingan-pendampingan yang dilakukan semasa aktif di dalam 17
Hasil Wawancara engan Unit PP/PA POLRES Kabupaten Jepara (Susilo/IPDA. NIP. 57020641) Pada Hari Senin 23 Desember 2014
192
dunia organisasi (BEM dan PMII) maupun pendampingan secara pribadi (Profesional)
menyimpulkan bahwa didalam masyarakat
beranggapan bahwa kasus-kasus yang terjadi baik itu kekerasan didalam rumah tangga/KDRT, kekerasan terhadap Perempuan dan Anak seperti pencabulan, pemerkosaan, penganiayaan adalah sebuah aib besar yang dengan sadar masyarakat menyimpannya rapat-rapat, sehingga proses hukum tidak dapat terselesaikan dengan baik. Juga ditemukan fenomena didalam masyarakat, dimana keluarga korban menginginkan agar permasalahan yang menimpa keluarganya, baik itu kekerasan di dalam rumah tangga/KDRT, kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (pencabulan, pemerkosaan, penganiayaaan) terselesaikan secara hukum. Namun yang terjadi justru
berbalik
dengan
kenyataan,
yakni
keluargauarga
atau
masyarakat enggan untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib (Aparat Kepolisian), mereka beranggapan bahwa penyelesaian dengan jalur hukum akan ribet, bertele-tele dan memakan biaya yang tidak sedikit sehingga mereka tidak jadi melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib (faktor minimya SDM masyarakat). Disisi lain peneliti juga menemukan adanya fenomena masyarakat, atau lebih tepatnya keluarga korban mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, baik itu ancaman ataupun tindakan intimidasi lainnya, sehingga keinginan korban untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib tidak jadi dilaksanakan, atau sudah
193
dilaksanakan namun dicabut ditengah proses penyidikan, hal ini terjadi karena mendapatkan intimidasi dari pihak lain. Adapun pihakpihak yang melakukan intimidasi bisa datang dari keluarga pelaku dengan dasar agar tidak di bawah ke ranah hukum, atau orang-orang yang berkepentingan dalam sebuah institusi lembaga/yayasan (pelaku adalah bagian dari anggota) baik negeri maupun swasta dengan dasar menjaga nama baik almamater. Kondisi ini semakin menambah beban bagi korban karena sudah mendapatkan perlakuan kekerasan yang dialaminya,
intimidasi
dan
juga
stigma
masyarakat
yang
berkepanjangan. Kesimpulannya adalah hak-hak korban terampas dan selalu kandas dalam memperoleh perlindungan hukum dan kehidupan yang aman bagi Perempuan dan Anak (utamanya bagi korban kekerasan). Kajian peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat masih sangat rentan akan tindak kekerasan, terutama pada Perempuan dan Anak. Minimnya SDM menjadi faktor utama terjadinya tindakan ini, dampak
dari
rendahnya
SDM
masyarakat
berimbas
pada
perekonomian masyarakat yang lemah, sehingga tindakan-tindakan kriminal rentan terjadi pada masyarakat tersebut. Seperti pertikaian, pencurian, pemerkosaan, narkoba dan lain-lain. Selain itu peran pemerintah dalam melakukan penyuluhan terhadap masyarakat masih sangat minim, terbukti banyak masyarakat yang tidak mengetahui hukum yang ada, masyarakat tidak sadar
194
bahwa perbuatan yang dilakukanya adalah melanggar hukum, masyarakat juga tidak mengetahui prosedur jika mereka menjadi korban kekerasan, kepada siapa dia harus melapor, dengan model seperti apa agar kejadian yang dialaminya dapat memperoleh bantuan hukum dan setatus hukum yang jelas (perlindungan hukum). Disinah ditemukan ada beberapa orang yang memanfaatkan kondisi ini (istilah di desa adalah makelar/calo) yang dengan leluasa memanfaatkan atas ketidaktahuan masyarakat terhadap prosedur hukum demi kepentingan pribadi (mengeruk keuntungan). Akhirnya masyarakat hanya terdiam dalam kegelisahan atas kasus yang sedang menimpannya. Dengan kondisi ketidaktauhan masyarakat terhadap prosedur hukum inilah, seharusnya pemerintah hadir untuk memberikan wawasan dan uraian sebagaimana yang telah di amanahkan di dalam Undang-Undang. Yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa diskriminasi. Terkait dengan maraknya tindakan kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, utamanya keluarga juga wajib untuk melakukan pencegahan dengan cara memantau aktifitas anak baik dalam proses belajar
maupun
aktifitas
pergaulan
anak
sehari-hari.
Tokoh
masyarakat dan seluruh komponennya berkewajiban sama, yakni menciptakan iklim yang kondusif, membekali masyarakat dengan pendidikan spiritual atau agama, menjaga etika sopan-santun atau moral dalam berkehidupan sosial masyarakat.
195
Belum lagi kurang adanya sosialisasi secara berkala yang dilakukan
oleh
pemerintah
untuk
peningkatan
kewaspadaan
masyarakat akan pentingnya anak bagi generasi mendatang, pentingnya dunia pendidikan dan kenyamanan anak dari ancaman pencabulan, pemerkosaan, eksploitasi dan lain sebagainya, untuk menjaga masa depan Perempuan dan Anak tanpa adanya kekerasan. Peneliti berpendapat bahwa sebenarnya dari tahun ketahun angka kekerasan ini bisa ditekan dengan cara, mensosialisasikan secara berkala dan kontinuw melalui media iklan, baik elektronik maupun cetak, adanya sosialisasi secara berkala ke sekolah sekolah dan desa, agar masyarakat terbekali dengan berbagai pengetahuan, untuk mendorong masyarakat yang sadar akan hukum.
196