Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan
Situasi filariasis dalam kehidupan nyata telah dijelaskan di Bab I dan II. Selanjunya, penyederhanaan masalah untuk memudahkan pembentukan model akan diuraikan pada asumsi berikut : 1. Populasi yang virgin terhadap penyakit filariasis. Suatu populasi dikatakan virgin terhadap penyakit filariasis jika anggota dari populasi tersebut belum pernah terkena penyakit filariasis sebelumnya. 2. Jarak terbang nyamuk 100-200 meter oleh karena itu penyebaran penyakit diamati pada komunitas tertutup dan berskala kecil. Lingkungan yang dimodelkan adalah kelurahan. 3. Satu jenis cacing Wuchereria bancrofti. 4. Satu jenis vektor Culex quinquefasciatus. 5. Hospes reservoir diabaikan. 6. Faktor lingkungan diabaikan. 7. Populasi total manusia konstan. Artinya jumlah penduduk dalam populasi berada dalam keadaan stabil dimana laju kelahiran dan kematian bernilai sama. 8. Populasi total nyamuk konstan. Artinya jumlah nyamuk dalam populasi berada dalam keadaan stabil dimana laju kelahiran dan kematian bernilai sama. 9. Setiap manusia dan nyamuk yang lahir sehat.
8 10. Kontak didefinisikan sebagai interksi antara nyamuk dan manusia.
Setelah proses transmisi berlangsung, populasi manusia dibagi menjadi tiga subpopulasi, pertama, populasi manusia sehat yang rentan terhadap filariasis (Sh ), populasi manusia pembawa penyakit (A) yang merupakan populasi manusia terinfeksi filaria tanpa gejala klinis dan dapat menularkan penyakit, populasi manusia cacat kronis (K) dimana populasi manusia yang telah sembuh dari infeksi filaria tetapi organ tubuhnya tidak dapat berfungsi normal karena cacat. Semua subpopulasi manusia digabung menjadi populasi total manusia yang didefinisikan dengan (Nh ). Pada nyamuk yang merupakan vektor pembawa filaria dibagi menjadi dua subpopulasi, pertama, populasi nyamuk sehat yang rentan terinfeksi filaria (Sv ), kedua, populasi nyamuk terinfeksi (Iv ). Diketahui bahwa umur nyamuk sangat pendek, oleh karena itu nyamuk terinfeksi filaria akan mati sebelum sembuh. Dengan demikian subpopulasi nyamuk sembuh tidak ada. Semua subpopulasi nyamuk digabung menjadi populasi total nyamuk yang didefinisikan dengan (Nv ). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan model adalah : 1. Rata-rata pertambahan manusia per satuan waktu (Rh ). 2. Rata-rata kematian alami manusia per satuan waktu (µh ). 3. Rata-rata keberhasilan transmisi filaria dari nyamuk terinfeksi ke manusia sehat (ph ). 4. Rata-rata gigitan pada manusia yang disebabkan satu ekor nyamuk per satuan waktu (b). 5. Laju munculnya gejala klinis per satuan waktu (δ). 6. Rata-rata pertambahan nyamuk per satuan waktu (Rv ).
9 7. Rata-rata kematian alami nyamuk per satuan waktu (µv ). 8. Rata-rata keberhasilan transmisi filaria dari manusia terinfeksi ke nyamuk yang belum terinfeksi (pv ). III.1
Populasi Manusia Sehat (Sh )
Selama selang waktu t, perubahan jumlah populasi manusia sehat (Sh ) dipengaruhi oleh : 1. Rata-rata pertambahan manusia per satuan waktu, yaitu Rh . 2. Banyaknya kematian alami pada (Sh ) per satuan waktu µh S h , yang merupakan perkalian antara rata-rata kematian alami manusia per satuan waktu dengan banyaknya populasi manusia sehat Sh . 3. Perpindahan populasi Sh menjadi populasi A, yang mempunyai konstruksi sebagai berikut : i. Peluang terambilnya satu orang dari populasi Sh secara acak Sh . Nh ii. Rata-rata satu orang yang berasal dari populasi Sh tergigit oleh satu ekor nyamuk terinfeksi per satuan waktu b
Sh . Nh
iii. Rata-rata satu orang yang berasal dari populasi Sh terinfeksi filaria akibat dari gigitan satu ekor nyamuk terinfeksi per satuan waktu ph b
Sh . Nh
iv. Rata-rata satu orang orang yang berasal dari Sh terinfeksi filaria akibat tergigit oleh nyamuk terinfeksi selama selang waktu t Iv ph b
Sh . Nh
10 Dengan demikian rata-rata perubahan populasi manusia sehat (Sh ) per satuan waktu adalah dSh Sh = Rh − Iv ph b − µh Sh . dt Nh III.2
Populasi Manusia Pembawa Penyakit (A)
Selama selang waktu t, perubahan jumlah populasi manusia pembawa penyakit (A) dipengaruhi oleh : 1. Perpindahan populasi Sh menjadi populasi A per satuan waktu ph b Iv
Sh . Nh
2. Perpindahan populasi A menjadi populasi K per satuan waktu δA, yang merupakan perkalian antara laju munculnya gejala klinis per satuan waktu dengan banyaknya A. 3. Banyaknya kematian alami pada A per satuan waktu µh A, yang merupakan perkalian antara rata-rata kematian alami manusia per satuan waktu dengan banyaknya A. Dengan demikian rata-rata perubahan populasi manusia pembawa penyakit (A) per satuan waktu adalah Sh dA = bIv ph − δA − µh A. dt Nh III.3
Populasi Manusia Cacat (K)
Selama selang waktu t, perubahan jumlah populasi manusia cacat dipengaruhi oleh :
11 1. Perpindahan populasi A menjadi populasi K per satuan waktu δA. 2. Banyaknya kematian alami pada populasi K per satuan waktu µh K, yang merupakan perkalian antara rata-rata kematian alami manusia per satuan waktu dengan banyaknya populasi K. Dengan demikian rata-rata perubahan populasi manusia cacat per satuan waktu adalah dK = δA − µh K. dt III.4
Populasi Nyamuk Sehat (Sv )
Selama selang waktu t, perubahan jumlah populasi nyamuk sehat (Sv ) dipengaruhi oleh : 1. Rata-rata pertambahan nyamuk per satuan waktu (Rv ). 2. Banyaknya kematian alami pada populasi Sv per satuan waktu µv S v , yang merupakan perkalian rata-rata kematian alami nyamuk per satuan waktu dengan banyaknya Sv . 3. Perpindahan populasi Sv menjadi populasi Iv , mempunyai konstruksi sebagai berikut : i. Rata-rata terambilnya satu orang A pada populasi manusia A . Nh
12 ii. Rata-rata satu ekor nyamuk yang berasal dari populasi Sv menggigit satu orang manusia terinfeksi A per satuan waktu b
A . Nh
iii. Rata-rata satu ekor nyamuk yang berasal dari populasi Sv menggigit satu orang manusia terinfeksi filaria per satuan waktu dan nyamuk tersebut terinfeksi filaria pv b
A . Nh
iv. Rata-rata satu ekor nyamuk yang berasal dari populasi Sv menggigit satu orang manusia terinfeksi filaria yang menyebabakan nyamuk tersebut terinfeksi filaria selama selang waktu t, Sv pv b
A . Nh
Dengan demikian rata-rata perubahan populasi nyamuk sehat (Sv ) per satuan waktu adalah dSv A = Rv − bSv pv − µv Sv . dt Nh III.5
Populasi Nyamuk Terinfeksi (Iv )
Selama selang waktu t, perubahan jumlah populasi nyamuk terinfeksi dipengaruhi oleh : 1. Banyaknya kematian alami nyamuk terinfeksi per satuan waktu µv Iv , yang merupakan perkalian rata-rata kematian alami nyamuk per satuan waktu dengan banyaknya populasi Iv . 2. Perpindahan populasi Sv menjadi populasi Iv per satuan waktu Sv pv b
Ih . Nh
13 Dengan demikian rata-rata perubahan populasi nyamuk terinfeksi (Iv ) per satuan waktu adalah dIv A = bSv pv − µv Iv . dt Nh III.6
Model Matematika Tanpa Pengobatan
Dari proses pembentukan model yang sudah dijelaskan sebelumnya diperoleh model transmisi filariasis tanpa pengobatan sebagai berikut :
III.7
dSh dt
= Rh − bIv NShh ph − µh Sh
dA dt
= bIv NShh ph − δA − µh A
dK dt
= δA − µh K
dSv dt
= Rv − bSv NAh pv − µv Sv
dIv dt
= bSv NAh pv − µv Iv .
(3.1)
Populasi Total Manusia
Populasi total manusia adalah banyaknya populasi nyamuk secara keseluruhan
Nh = Sh + A + K.
(3.2)
Persamaan rata-rata perubahan pada populasi total manusia adalah dNh dSh dA dK = + + dt dt dt dt = Rh − (µh Sh + µh A + µh K) = Rh − µh (Sh + A + K) = Rh − µh Nh . Berdasarkan asumsi bahwa populasi total manusia konstan maka rata-rata perubahan populasi total manusia sama dengan nol dNh = 0. dt
14 Dengan demikian, pada saat populasi total manusia konstan
Nh =
Rh µh
(3.3)
Dari persamaan (3.3), populasi total manusia dipengaruhi oleh rata-rata pertambahan manusia per satuan waktu (Rh ) dan rata-rata kematian alami manusia per satuan waktu (µh ).
III.8
Populasi Total Nyamuk
Populasi total nyamuk adalah banyaknya populasi nyamuk secara keseluruhan
Nv = Sv + Iv .
(3.4)
Persamaan rata-rata perubahan pada populasi total nyamuk adalah
dNv dSv dIv = + dt dt dt = Rv − (µv Sv + µv Iv ) = Rv − µv (Sv + Iv ) = R v − µ v Nv . Berdasarkan asumsi bahwa populasi total nyamuk konstan maka rata-rata perubahan populasi total nyamuk sama dengan nol dNv = 0. dt Dengan demikian, pada saat populasi total nyamuk konstan
Nv =
Rv . µv
(3.5)
Dari persamaan (3.5), populasi total nyamuk dipengaruhi oleh rata-rata pertambahan nyamuk per satuan waktu (Rv ) dan rata-rata kematian alami nyamuk per satuan waktu (µv ).
15 Pada program eliminasi filariasis komponen yang sangat diperhatikan adalah populasi manusia pembawa penyakit (A), populasi manusia cacat (K) dan populasi nyamuk terifeksi (Iv ). Asumsi populasi manusia dan nyamuk konstan mengakibatkan sistem dinamik model transmisi filarisis pada persamaan (3.1) menjadi lebih sederhana, yaitu
III.9
Rh −A−K µh Rh µh
dA dt
= bIv
dK dt
= δA − µh K
dIv dt
= b( Rµvv − Iv ) RAh pv − µv Iv .
ph − δA − µh A (3.6)
µh
Titik Kesetimbangan
Titik stationer dapat dicari pada saat
dA dt
= 0, dK = 0 dan dt
dIv dt
= 0. Dari
persamaan (3.6) diperoleh titik kesetimbangan tak endemik (E1 ) yang terjadi pada saat populasi manusia terinfeksi (A) dan populasi nyamuk terinfeksi (Iv ) masing-masing bernilai nol. Akibatnya populasi manusia cacat (K) juga bernilai nol,
E1 = (A∗ , K ∗ , Iv∗ ) = (0, 0, 0).
(3.7)
Kemudian titik kesetimbangan endemik adalah
E2 = (A∗ , K ∗ , Iv∗ ),
(3.8)
dimana A∗
=
K∗ = Iv∗
=
Rh (pv b2 µh Rv ph −µ2v Rh δ−µv 2 Rh µh ) pv bµh (µv Rh δ+bRv δph +µv Rh µh +bµh Rv ph ) δRh (pv b2 µh Rv ph −µ2v Rh δ−µv 2 Rh µh ) pv bµh 2 (µv Rh δ+bRv δph +µv Rh µh +bµh Rv ph ) pv b2 µh Rv ph −µ2v Rh δ−µv 2 Rh µh . bµv ph (pv bµh +µh µv +µv δ)
Eksistensi titik endemik ada jika pv b2 µh Rv ph > 1. µv 2 Rh (δ + µh )
(3.9)
16 III.10
Basic Reproduction Number
Definisi Basic Reproduction Number (R0 ) adalah ekspektasi banyaknya kasus sekunder yang timbul akibat dari satu kasus primer dalam suatu populasi yang virgin (10). Prosedur mencari R0 pada persamaan (3.6) menggunakan next generation matrix (10) sebagai berikut. 1. Komponen yang menularkan penyakit pada persamaan (3.6) adalah A dan Iv . Misalkan
dA dt
= f (A, K, Iv ) dan
dIv dt
= g(A, K, Iv ).
2. Diketahui titik kesetimbangan bebas penyakit adalah E1 = (A, K, Iv ) = (0, 0, 0). 3. Misalkan J0,0,0 =
∂f ∂A
∂f ∂Iv
∂g ∂A
∂g ∂Iv
=
−δ − µh
ph b
pv bRv µh µv Rh
−µv
.
4. Misalkan J0,0,0 ditulis dalam J0,0,0 = M − D, dengan M ≥ 0 (mi,j ≥ 0) dan D ≥ 0 suatu mariks diagonal. Dengan demikian M =
0
pb
pv bRv µh µv Rh
0
dan D =
δ + µh
0
0
µv
.
5. R0 = ρ(M D−1 ) dimana M D−1 disebut next generation matrix. Dengan demikian R0 = ρ
0
ph b µv
pv bRv µh (δ+µh )µv Rh
0
.
(3.10)
Sehingga nilai eigen maksimum dari persamaan (3.10) adalah p R0 = b
Rh (δ + µh )pv µh Rv ph . Rh (δ + µh )µv
(3.11)
R0 adalah suatu kondisi ambang batas untuk menentukan kasus endemik pada populasi manusia. Parameter R0 mempunyai nilai ambang batas 1. Artinya, jika R0 > 1 maka akan terjadi endemik yang ditandai dengan meningkatnya
17 populasi manusia terinfeksi. Jika R0 < 1 maka tidak terjadi endemik yang ditandai dengan menurunnya populasi manusia terinfeksi (10). Parameter yang bisa dikontrol di R0 adalah b dan Rv dengan cara memakai obat nyamuk atau kelambu dan membasmi tempat-tempat perindukan nyamuk. Jika prosentase b dan Rv dikurangi maka R0 akan berkurang secara signifikan seperti yang terlihat pada Gambar III.1 berikut. 6 b Rv
5
R0
4
3
2
1
0
0
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Prosentase Reduksi
0.7
0.8
0.9
1
Gambar III.1: Grafik R0 terhadap prosentase reduksi b dan Rv .