BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out
Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada tipe penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa katakata, gambar, dan bukan angka-angka. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan tau memo dan dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya terssebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. 39 Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Jane Richie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.
39
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung. 2007. Hal 4-
6
42
43
Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut dapatlah disintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistik, dan dengan suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.40 Dengan penelitian kualitatif, penelitian ini mendekati makna dan ketajaman analisis-logis dan juga dengan cara menjauhi statistik. Penelitian kualitatif merupakan cara andal dan relevan untuk bisa memahami fenomena sosial (tindakan manusia). Dengan penelitian kualitatif dapat terfokus menemukan tema atau nilai budaya semacam apa yang terpendam dibalik suatu fenomena sosial. Serta untuk menemukan rasionalitas seperti apa yang bersemayam dibalik fenomena sosial. 41 Penelitian ini ingin mendalami fenomena sosial dalam masyarakat. Dengan strategi penelitian kualitatif fenomena sosial dalam penelitian ini dapat dipaparkan secara gamblang. Karena penelitian kualitatif dituntut untuk memiliki strategi penyelidikan yang andal sehingga hasil (temuannya) bisa diepertanggungjawabkan keterpercayaannya dan kejituannya. 42
40
Ibid. Hal 11 Burhan Bungin. Metode penelitian Kualitatif (aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer). Raja Grafindo. Jakarta: 2008. Hal 45 42 Ibid, hal 53 41
44
3.2
Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika. Mengingat
makna adalah studi kajian dari analisis semiotika yang pada dasarnya bersifat kulaitatif.
Metode
semiotika
pada
dasarnya
bersifat
kualitatif-interpretatif
(interpretation), yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut. 43 Secara metodologis, kritisme yang terkandung dalam teori-teori interpretative menyebabkan cara berpikir mahzab kritis terbawa pula dalam kajian semiotik ini. Teori kritis (critical theory) berupaya memberi dasar metodologis pada ilmu-ilmu sosial. Teori kritis merupakan paham yang dilahirkan para filsuf yang tergabung dalam Mahzab Frankfurt, Jerman. Hakikatnya, paham ini lebih tepat disebut sebagai cara pandang terhadap suatu realitas dengan berorientasi pada ideologi tertentu. Ideologi itu antara lain adalah Marxisme, materialisme, feminisme dll. Karenanya, teori kritis dapat dimaknai sebagai suatu konsep kritis dengan latar ideologi tertentu dalam mengkaji suatu fenomena sosial. Tokohnya antara lain adalah Korkheimer, Adorno, Marcuse, dan semakin populer di tangan Jurgen Habermas. Teori kritis Habermas mengerucut pada tiga persoalan: (a) problema pengetahuan ilmu positivistik dengan segala logika yang dibawanya terutama menyangkut ilmu bebas nilai, (b) manusia yang bagi paradigma positivistik hanya
43
Yasraf Amir Piliang. Hipersemiotika. Yogyakarta: 2003.Hal 99
45
dilihat dari aspek material semata, (c) serta keterlibatan ilmuwan dalam praktik sosial kemasyarakatan. Habermas berusaha menekankan kesadaran manusia (subjek) dalam mengubah struktur-struktur objektif. Ia berasusmsi, teori dan praktik memiliki hubungan yang sangat dekat. Oleh karenanya, pengetahuan ilmu tidak dapat dikelompokkan begitu saja menjadi ilmu-ilmu teoretika dan ilmu-ilmu praktika. Teori memberi sumbangan pada praktik, dan praktik pada gilirannya memberi sumbangan pada teori (Habermas, 1974). Perspektif baru yang dikembangkannya adalah paradigma komunikasi bagi ilmu-ilmu sosial. Gagasan Habermas mengenai masyarakat komunikatif ia tuangkan dalam buku The Theory of Comunicative Action. Habermas melihat bahwa komunikasi merupakan sikap dasar manusia. Hanya dengan komunikasi manusia mencapai tingkat yang lebih tinggi; yaitu eksistensi, aktualisasi, otonomisasi, bahkan kebebasan dan indepedensi. Kebutuhan manusia akan interkasi, berkomunikasi antarsubjek, berkaitan dengan kepentingan manusia itu sendiri. Karena itu jalan mendekati kenyataan bukan dengan pengamatan observasi, melainkan melalui pemahaman arti antarsubjek. Tolok ukur kebenaran pemahaman tersebut tidak dilakukan melalui test yang direncanakan, melainkan melalui iterpretasi. Dan interpretasi yang benar akan menimbulkan intersubjektivitas. Habermas menilai, sikap bebas nilai bukan pendirian ilmiah, tapi lebih merupakan sikap ideologis. Dalam hal ini, ideologi dipahami Habermas sebagai kepercayaan, norma, atau nilai yang dianut; sekaligus sudut pandag dalam memahami
46
realitas sosial. Karenanya bagi Habermas, dalam penelitian sosial keterlibatan emosional jelas terkait dan, oleh karena itu, penelitian yang bebas nilai adalah ilusi. Dalam kenyataan sosial, bagi Habermas, banyak ide dan ideologi yang dapat dipakai untuk menjelaskan suatu tindakan. Ide atau ideologi ini merupakan pengganti motif yang sebenarnya dari tindakan itu; yang pada tingkat individual, pembenaran tidakan disebut rasionalisasi-yang dalam buku ini dapat anda maknai sebagai “motif komunikasi”. Pada tingkat sosial, pembenaran tindakan selalu ada, dan digunakan sebagai alasan menyelimuti motif yang sebenarnya, membuatnya tertekan ke alam bawah sadar. Dari sini, terjadilah suatu proses dimana kesadaran manusia semakin diselimuti oleh ideologi, yaitu ide-ide untuk digunakan sebagai alasan tindakan. Karena itu penting sekali untuk menguak motif-motif tersembunyi dan melihat seberapa jauh motif-motif tersembunyi dan melihat seberapa jauh motif itu mempengaruhi tindakan manusia dan masyarakat.44 Jenis penelitian ini memberi peluang besar bagi dibuatnya berbagai penafsiran alternatif. Namun demikian penafsiran dari temuan data diusahakan tetap sedekat mungkin dengan apa yang dimaksud dengan oleh pihak yang memproduksi pesan atau teks. Usaha yang dilakukan peneliti adalah mengamati objek yang diteliti dengan berupaya menafsirkan gambar yang dikomunikasikan secara visual dengan cara mengaitkan dengan konteks yang melingkupinya.
44
Dani Vardiansyah. Filsafat Ilmu Komunikasi. Indeks. Jakarta: 2008. Hal 61-63
47
Metode semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotik dari pandangan Roland Barthes. Dengan menggunakan semiotika roland barthes yang meliputi pesan linguistik, pesan ikonik tak terkodekan, dan pesan ikonik terkodekan. Tanda-tanda pada program Take Me Out Indonesia tersebut diinterpretasikan secara mendalam sehingga diharapkan dapat memberi penjelasan lebih terperinci tentang kandungan dari tanda-tanda program Take Me Out Indonesia.
3.3
Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda-tanda termasuk satuan terkecil
(signeme) yang ditampilkan dalam program “Take Me Out Indonesia”. Adapun tanda-tanda yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini meliputi aspek bahasa, percakapan lisan sedangkan pesan non-verbal meliputi gambar (visual), suara (audio:musik dan efek suara/SFX), warna, gerakan tubuh.
3.4
Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer Yaitu data yang diperoleh peneliti dari program “Take Me Out Indonesia”. Program tersebut ditangkap (capture) lalu dianalisa berdasarkan teori semiotik Roland Barthes. Potongan – potongan adegan tersebut dianalisa dan dipilah oleh peneliti, kemudian melakukan analisis semiotik terhadap program tersebut.
48
3.4.2 Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh melalui pengumpulan dari berbagai bentuk baik buku, koran, karya tulis ilmiah, internet dan dokumentasi program “Take Me out Indonesia” yang memungkinkan peneliti mendapatkan informasi tambahan untuk melengkapi penulisan karya ilmiah ini.
3.5
Teknik Analisis Data Untuk menganalisa data yang diperoleh yaitu dokumentasi dari kaset materi
on air program Take Me Out Indonesia dari episode 1-45, kemudian diteliti berdasarkan kategori-kategori yang telah dibuat. Secara teknik, peneliti menggunakan teknik semiotika untuk melihat bagaimana materialisme tergambarkan pada program Take Me Out Indonesia. Konsep semiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep semiotika Roland Barthes, dimana inti dari teori Barthes adalah gagasan tentang dua tatanan pertandaan (order of significations) Skema Analisis Roland Barthes Shot
Dialog/Suara/Teks
Visual
(jenis angle)
Tanda Verbal & non verba l (Isi pembicaraan atau narasi
Gambar yang mewakili makna (Cuplikan/chapteran video yang diteliti)
Denotasi
Konotasi
(Makna tersirat disertai unsur mitos yang terkandung dalam gambar)
(Makna tersurat/terlihat)
49
Tabel 3.5.1. Skema Analisis Roland Barthes
Data kualitatif dapat berupa potongan gambar yang digunakan sebagai objek penelitian untuk memperkuat analisa data. Berdasarkan data-data
yang didapat,
peneliti kemudian melakukan analisa dengan menggunakan semiotika untuk mengkaji makna yang ada didalamnya. Setelah menganalisa data tersebut, peneliti akan menghasilkan penelitian data dalam bentuk interpretasi makna sebagai pendeskripsian tentang hasil yang didapat. Hasil penelitian merupakan jawaban dari bagaimana representasi materialisme yang terjadi pada program Take Me Out Indonesia, dengan mengungkap makna yang tersembunyi dibalik tanda atau simbol yang digunakan.