BAB III METODOLOGI III.1. Kerangka Pikir Mengetahui keadaan perusahaan secara internal maupun eksternal merupakan suatu keharusan. Hal ini akan mendukung perusahaan untuk memiliki suatu competitive positioning. Selain harus mampu menghadapi pergerakan market yang semakin cepat, perusahaan juga harus dapat bertahan baik dari pesaing lama maupun pesaing baru, oleh karena itu, posisi dari brand yang diusung oleh perusahaan merupakan salah satu point penting disamping inovasi-inovasi baru dalam kegiatan perusahaan yang bertujuan untuk membuat perusahaan menjadi lebih efektif dan efisien. Kegiatankegiatan tersebut meliputi seluruh kegiatan marketing dan operasional perusahaan. Kegiatan marketing biasanya akan berfokus kepada cara-cara bagaimana perusahaan mampu meng-attract customer sehingga mereka mau membeli produk kita dan juga memberikan pengetahuan kepada mereka mengenai produk-produk tersebut. Kegiatan ini akan berjalan dengan tepat bila didukung dengan sumber daya yang baik dan mampu menyampaikan informasi tersebut secara jelas dan mudah diingat. Seringkali kesan yang didapat oleh consumer mengenai produk yang ditawarkan tidak hanya berasal dari produk apa yang mereka pilih namun service yang didapat juga dapat menciptakan suatu pengalaman tersendiri bagi consumer. Hal ini dapat 68
69
meningkatkan brand value bagi produk tersebut di samping kegiatan-kegiatan promosi. Dalam pengerjaan project ini, hal yang pertama kali dilakukan adalah menganalisis masalah-masalah yang ada di dalam perusahaan. Setelah mengidentifikasi
masalah-masalah
yang
ada,
dilanjutkan
dengan
mendefinisikan tujuan dan manfaat dilakukannya kegiatan group project ini sekaligus ruang lingkupnya. Untuk mendalami permasalahan yang sudah didapat, dilakukan analisis perusahaan secara internal dan eksternal menggunakan analisis Five Porter’s dan analisis SWOT. Hasil dari analisis ini kemudian akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun strategi manajemen perusahaan yang meliputi tiga kegiatan yaitu membuat marketing planning yang meliputi marketing mix, analisis human resources management perusahaan yang berfokus terhadap karyawan front-line, dan analisis organization structure untuk menjadikan perusahaan lebih efektif dalam penyampaian informasi dan pembagian tugas. Seluruh kegiatan diatas akan dipadukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder perusahaan. Pengumpulan data primer akan dilakukan dengan cara kuesioner, wawancara, dan observasi. Sedangkan data sekunder akan didapatkan melalui data sales perusahaan dalam satu tahun terakhir dan studi literatur. Data-data yang telah diperoleh kemudian akan diproses menjadi suatu informasi besar yang akan disatukan untuk mendapatkan pengetahuan yang
70
berguna dalam membuat suatu rencana pengembangan bagi perusahaan meliputi kegiatan branding, marketing, human resource management, dan organization structure. Dengan rencana pengembangan ini, diharapkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam perusahaan menjadi semakin mudah dikendalikan dan diawasi selain menjadi lebih efektif dan efisien. Rencana pengembangan ini juga dimaksudkan untuk terus diperbaiki dari waktu ke waktu dan bersifat adaptif menghadapi berbagai situasi yang akan dihadapi oleh perusahaan. Kegiatan branding dipadukan dengan kegiatan promosi perusahaan. Untuk mengetahui tingkat efektifitas kegiatan yang telah dilakukan, kuesioner dilakukan secara dua tahap yang hasilnya akan dibandingkan pada akhir kegiatan group project ini. Kuesioner ini bertujuan untuk mencari brand value perusahaan sebelum dan sesudah kegiatan group project ini dilakukan pada perusahaan.
71
Studi Literatur
• • •
Identifikasi Masalah
Tujuan Manfaat Ruang Lingkup
Analisis Situasi Perusahaan
Analisis Five Porter’s
Pengumpulan Data
Analisis SWOT Data Sales Kuesioner
Analisis Kuesioner • Brand Equity • Customer Preferences
Membangun Strategi Manajemen Marketing Planning Analisis Human Resources Management (Front‐line employee) Analisis Organization Structure
• • • • •
Rencana Pengembangan
Facebook Fan Page Website Development Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Strategic HRM dan Standard KPI (front‐line employee) Organization Structure (proposal)
NB : Lihat inset untuk detail
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Group Field Project
72
III.2. Tempat dan Waktu Pengerjaan Kegiata Group Field Project ini dilakukan di Jakarta dalam waktu 4 (empat) bulan, dimulai dari bulan Juli hingga akhir bulan Oktober. Berikut waktu pengerjaan kegiatan yang telah dilakukan:
Gambar 3.2a Thesis Timeline
73
Gambar 3.2b Thesis Timeline
74
III.3. Metode Pengumpulan Data III.3.1. Populasi dan Sampel Dalam melakukan penelitian selalu berkaitan dengan sumber data atau yang lebih sering dikenal dengan nama populasi dan sampel penelitian. Populasi merupakan suatu kelompok elemen yang memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dapat dijadikan objek penelitian. Sedangkan sampel merupakan kelompok dari suatu kasus, responden, atau bagian dari suatu target populasi yang dipilih untuk mewakili populasi (Cooper dan Schindler, 2001, p772). Populasi yang diambil dalam penelitian untuk memperoleh nilai brand equity yang dimiliki oleh Quickly Bubble Tea saat ini adalah masyarakat umum secara luas yang bervariasi dari umur 10 tahun hingga 35 tahun dan tinggal di wilayah yang dipilih sesuai dengan tempat beroperasinya counter-counter Quickly Bubble Tea. Sampling
dilakukan
untuk
memperoleh
informasi
mengenai
populasi.Oleh karena itu, pemilihan suatu populasi harus dilakukan dengan benar dan akurat. Jika populasi yang ditentukan tidak jelas, hasil yang diperoleh juga menjadi tidak jelas, sehingga hasil research akan menjawab pertanyaan yang salah juga. Secara garis besar, metode pemilihan sampel dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pemilihan sampel dari populasi secara acak (random atau probability sampling), yaitu:
metode dimana setiap anggota populasi mempunyai
peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
75
2. Pemilihan sampel dari populasi secara tidak acak (non random atau non probability), yaitu metode dimana semua anggota populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Hal ini karena
pengambilan
sampel
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
peneliti. Sampling yang digunakan pada GFP ini dipilih dari populasi secara tidak acak, karena pengumpulan data melalui kuesioner akan dilakukan terhadap sekelompok tertentu yang telah dipilih terlebih dahulu. Ada banyak pendapat mengenal jumlah sampel yang seharusnya diambil diantaranya: menurut Gay di dalam buku Umar (2000, p79) menyatakan bahwa ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan desain penelitian yang digunakan, yaitu sebagai berikut: •
Metode deskriptif, minimum 10% populasi. Untuk populasi relatif kecil minimum 20% populasi.
•
Metode deskriptif-korelasional, minimal 30 subyek.
•
Metode ex post facto, minimal 15 subyek per kelompok.
•
Metode eksperimental minimal 15 subyek per kelompok. Penentuan ukuran sampel dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya jumlah populasi, tingkat kesalahan yang diinginkan, variasi populasi, dan desain penelitian yang digunakan. Sampel dalam penelitian diambil dari sebagian jumlah populasi yang diteliti, yang diyakini dapat mewakili keadaan populasi. Perhitungan jumlah
76
sampel yang akan diambil berdasarkan rumus Slovin (Umar, 1997, p49), seperti di bawah ini:
1
keterangan: n
= Ukuran jumlah sampel
N = Ukuran populasi e
= % Ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
masih dapat ditolerir. Pemakaian rumus di atas mempunyai asumsi bahwa populasi berdistribusi normal.
III.3.2. Kuesioner Kuesioner dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan tertulis dengan alternatif jawaban yang telah tersedia dan diisi oleh responden. Emory (1995), mengatakan bahwa ada empat komponen inti dari sebuah kuesioner. Keempat komponen itu adalah: 1. Adanya subyek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan riset. 2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari periset kepada responden untuk turut serta mengisi secara aktif dan objektif pertanyaan maupun pernyataan yang tersedia. 3. Adanya petunjuk pengisian kuesioner, yang mudah dimengerti dan tidak bias.
77
4. Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat mengisi jawaban, baik secara tertutup, semi tertutup ataupun terbuka. Secara khusus, profil responden yang diambil adalah: 1. Mahasiswa S1 Universitas Pelita Harapan dan S2 Bina Nusantara University. 2. Murid-murid di SLTP Ipeka Sunter. 3. Masyarakat secara umum. Bentuk format jawaban dalam kuesioner menentukan bagaimana seorang customer dapat merespon atribut pada kuesioner sekaligus juga menentukan bagaimana data pada kuesioner akan digunakan. Jenis format jawaban yang digunakan dalam penelitian ini adalah: •
Skala Likert Menurut Umar (1997, p64) skala Likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya : setuju - tidak setuju, senang - tidak senang, dan baik – tidak baik. Responden diminta mengisi pernyataan dalam skala ordinal berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu bisa 5, 7 ( agar dapat menampung kategori yang “netral” dengan mengambil posisi tengah ) atau memasukkan kategori “tidak tahu”. Cara memproses kuesioner dengan menggunakan skala Likert adalah: a. Mengumpulkan sejumlah pernyataan – pernyataan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Responden diharuskan memilih salah satu dari sejumlah kategori jawaban yang tersedia. Kemudian masing-masing jawaban diberi skor tertentu (misalnya: 1, 2, 3, 4, dan 5).
78
b. Membuat skor total untuk setiap orang dengan menjumlah skor untuk semua jawaban. c. Menilai kekompakan antar - pernyataan. Caranya adalah membandingkan jawaban antara dua responden yang mempunyai skor total yang sangat berbeda, tetapi memberikan jawaban yang sama untuk suatu pernyataan tertentu. Pernyataan yang bersangkutan dinilai tidak baik, dan pernyataan tersebut dikeluarkan (tidak dipergunakan untuk mengukur konsep yang diteliti). d. Pernyataan yang kompak dijumlahkan untuk membentuk variabel baru dengan mempergunakan teknik summated rating. Kuesioner yang dilakukan, akan diambil hasilnya sebagai sampel dengan menggunakan metode pemilihan sampel dari populasi secara tidak acak (non random atau non probability).
III.3.3. Wawancara Melakukan wawancara dengan salah satu direktur dan para manajer serta beberapa karyawan PT. Lingkar Natura Inti. Kegiatan wawancara tersebut digunakan untuk berbagi beberapa hal mengenai permasalahan, situasi, dan kondisi perusahaan secara umum. Wawancara dengan direktur digunakan untuk mengetahui visi, misi, dan objective perusahaan. Kemudian dilakukan wawancara dengan manajer-manajer yang menangani kegiatan marketing, kegiatan operasional perusahaan, dan hubungan karyawan. Setelah itu, untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap
79
perusahaan, dilakukan beberapa sesi wawancara dengan beberapa karyawan tanpa mengetahui identitas pelaku GFP yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi.
III.3.4. Observasi Pelaku GFP masuk sebagai karyawan di PT. Lingkar Natura Inti sebagai brand image executive. Hal ini dilakukan untuk melihat kinerja dan melakukan analisis terhadap situasi perusahaan secara internal dan eksternal.
III.3.5. Studi Literatur Metode ini dilakukan dengan cara mencari referensi referensi yang berkaitan dengan penelitian dengan tujuan untuk memperoleh data-data sekunder yang dapat dijadikan sumber informasi yang menunjang pelaksanaan penelitian. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Sumber literatur biasanya diperoleh dari buku, majalah, koran, jurnal, dan media online.
80
III.4. Metode Analisis III.4.1. Validitas dan Reliability Validitas dan reliabilitas merupakan masalah utama dalam suatu pengukuran. Dalam suatu riset sosial, kedua hal tersebut sangat penting karena berhubungan dengan bagaimana mengukur, atau indikator yang dikembangkan terhadap suatu hal yang bersifat ambigu, menyebar, dan tidak secara langsung diteliti. (Neuman, 1997, p138). Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi dalam pengukuran, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang benar (Hair et al., 2006, p276). Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada suatu kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur dalam kuesioner tersebut. Menurut Neuman (1997, p142) dalam suatu riset penelitian, validitas terdiri dari empat tipe, yaitu: 1. Face Validity Face Validity merupakan validitas yang paling mudah diperoleh dan merupakan uji validitas yang paling dasar. Uji ini dilakukan oleh para responden yang dijadikan objek penelitian. Jika instrument pengukuran menurut para responden sudah valid, maka instrument tersebut dapat dikatakan valid.
81
2. Content Validity Content Validity sebenarnya merupakan bagian khusus dari face validity. Content validity mengacu pada isi dari pertanyaan yang diajukan apakah seluruhnya telah mewakili pengukuran dari suatu objek yang diteliti 3. Criterion Validity Criterion Validity menggunakan beberapa standar atau criteria yang ada untuk mengindikasikan pembentukan suatu instrument sudah akurat. Dengan kata lain, indikator validitas diuji dengan membandingkan instrument tersebut dengan pengukuran yang lain dalam lingkup yang sama. 4. Construct Validity Construct Validity digunakan pada pengukuran dengan indicator lebih dari satu. Menurut Shannon (2001, p119), construct validity merupakan tipe validitas yang paling sulit dilakukan karena sangat sulit untuk diidentifikasi dan memperoleh hasil pengukuran yang akurat dari sejumlah indikator. Pengukuran construct validity dilakukan dengan cara mengkorelasikan jumlah skor faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya > 0.3 maka faktor tersebut memiliki construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor itu dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki construct validity yang baik (Sugiyono, 2002, p115). Reliabilitas dapat dikatakan sebagai suatu konsistensi. Semakin konsisten hasil dari pengukuran yang dilakukan, maka semakin reliable instrumen penelitian tersebut. Reliabilitas berhubungan dengan ketergantungan indikator. Jika kita memiliki indikator yang reliabel diukur, hal ini dapat menghasilkan
82
hasil yang sama setiap kali hal yang sama diukur (selama apa yang diukur tidak berubah). Menurut Sugiyono (2001, p109), perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliable dengan instrumen yang valid dan reliable. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Sedangkan hasil penelitan yang reliable, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid, artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliable dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliable.
III.4.2. Model Analisis Brand Equity Analisis yang dilakukan pada penelitian ini hanya ditujukan untuk mengetahui seberapa besar nilai dari brand equity untuk produk “Quickly Bubble Tea”. Dengan mengetahui nilai tersebut, perusahaan dapat menentukan langkahlangkah yang akan diambil untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan keutuhan brand yang diusungnya. Menurut Peter Doyle (2000) dalam bukunya “Value-Based Marketing“, kesuksesan suatu bisnis bergantung pada, dalam bagian yang penting, keberhasilan atau prestasi dari brand. Hal ini juga turut didukung oleh Kevin Keller (1998, p53) yang mengatakan bahwa sebuah brand
83
akan menghasilkan nilai atau arti sesungguhnya bagi consumer ketika brand tersebut dilihat atau dimengerti sebagai sesuatu yang berbeda, unik dan atraktif dibandingkan dengan saingannya. Ketika nilai brand tersebut dihasilkan untuk consumer, perusahaan akan mendapat keuntungan. Secara singkat, terbentuknya nilai tersebut akan memberikan keuntungan seperti: memungkinkan untuk memperbesar tingkat kepercayaan consumer dengan cara meningkatkan nilai yang diberikan kepada mereka; menekan resiko pada strategi marketing yang berubah karena kompetitor dan krisis market; mengurangi tingkat elastisitas permintaan ketika dihadapkan kepada kenaikan harga produk sebagai hasil dari kerelaan consumer untuk membayar harga yang lebih tinggi terhadap sebuah brand yang menawarkan nilai lebih; membantu dalam membentuk kepercayaan dan dukungan dari channel distribusi yang distimulasi oleh kepuasan dalam bekerjasama dengan brand yang memiliki reputasi tinggi (higher-value) (Kelvin Keller, 1998, pp 53-58). Untuk mendapatkan informasi tersebut, Aaker membuat empat faktor kategori yang dapat digunakan untuk mendefinisikan brand equity. Dengan menggabungkan keempat faktor yang dibuat oleh Aaker dengan model Customer-based Brand Equity yang dibentuk oleh Keller, memungkinkan perusahaan untuk menentukan strategi terbaik untuk manajemen brand di masa yang akan datang.
III.4.2.1. Variabel Brand Equity Variabel-Variabel yang digunakan dalam kuesioner adalah faktorfaktor yang mendukung brand equity yang telah didefinisikan oleh Aaker.
84
Pertanyaan yang digunakan untuk kuesioner ini merupakan gabungan dari beberapa pertanyaan yang pernah disusun oleh Jorge Vera Martinez dalam penelitiannya yang berjudul “Brand Equity Profile and the measurement of its components” dan pertanyaan-pertanyaan yang disusun sendiri oleh peserta GFP yang berkaitan dengan keempat faktor tersebut. Variabel-variabel yang termasuk dalam penelitian ini adalah: 1. Brand Awareness Terdiri dari tiga (3) pertanyaan yang mengacu kepada seberapa besar tingkat kesadaran responden terhadap brand Quickly Bubble Tea. 2. Brand Loyalty Variabel kedua ini dibagi menjadi tiga (3) sub-category, yaitu: Behavior Loyalty, Satisfaction, dan Overprice. Ketiga category ini dibutuhkan untuk mendapatkan ukuran seberapa besar tingkat loyalitas responden yang pernah mengetahui produk-produk Quickly Bubble Tea. Behavior Loyalty lebih menekankan pada aspek tingkah laku consumer terhadap brand Quickly. Satisfaction mengukur tingkat kepuasan consumer terhadap produk Quickly. Sedangkan overprice ditujukan kepada tingkat resistensi dan kesetiaan consumer terhadap brand dan produk Quickly. 3. Perceived Quality Variabel ini dibagi menjadi dua (2) sub-category, yaitu: Quality dan Use Value. Variabel ini ditujukan untuk mengetahui pendapat responden mengenai produk Quickly.
85
Sub-category Quality akan digunakan untuk menanyakan pendapat consumer terhadap produk Quickly mengenail kualitas dan rasa. Use Value merupakan pendapat consumer mengenai seberapa besar manfaat yang mereka dapatkan dari produk Quickly. 4. Brand Association Brand
Association
merupakan
variabel
yang
sangat
luas
penerapannya. Terkadang variabel ini mampu mempengaruhi sampai kepada level perasaan pada consumer. Variabel ini biasanya didefinisikan sebagai rasa kepemilikan consumer terhadap brand terkait. Semakin tinggi nilai variabel ini menandakan bahwa brand tersebut memiliki kesan mendalam pada consumer. Selain itu, untuk mengetahui harapan dari consumer, kuesioner ini juga disertai dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu kepada consumer-preferences. Hasil dari kuesioner ini akan digunakan sebagai pertimbangan dalam strategi marketing yang akan dilakukan dalam GFP ini. Berikut model dari variabel-variabel brand equity yang digunakan untuk dijadikan landasan dalam pembuatan kuesioner:
86 Brand Awareness Brand Loyalty Behavior Loyalty Satisfaction Overprice
Perceived Quality
Brand Equity
Quality Use Value Brand Association Personality Gambar 3.3 Model Variabel Analisis Brand Equity
III.4.2.2. Model Analisis Data Dengan menggunakan Analisis data yang meliputi Analisis Deskriptif dan Analisis Mean Aritmatika, brand equity dari Quickly yang terdiri dari 4 (empat) attribute faktor akan didapatkan. Dan untuk mengetahui seberapa efektif kegiatan-kegiatan yang diaplikasan pada perusahaan, digunakan model kekuatan respon yang akan dibandingkan degan respon sebelum diadakannya GFP (data berasal dari kuesioner tahap pertama) dan setelah diadakannya GFP (data berasa dari kuesioner tahap kedua). Analisis Deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk mengkaji variabel-variabel pada penelitian yang terdiri dari variabel-variabel yang
87
mendukung brand equity Quickly. Adapun rumusnya sebagai berikut (Ali, 1985, p186): %
100%
keterangan: n
= Nilai yang diperoleh
N = Jumlah seluruh nilai Analisis Mean Aritmatika adalah suatu tools analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana penilaian konsumen terhadap ekuitas merek dengan melihat rata-rata pembobotannya (Lassar, Mittal, dan Sharma, 1995, p15). Dalam penelitian ekuitas merek ini, terdapat 4 (empat) attribute yang digunakan yaitu Brand Awareness, Brand Loyalty, Perceived Quality, dan Brand Association. Pada tiap-tiap attribute tersebut akan diperjelas dengan lebih dari 1 (satu) pertanyaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata pembobotan adalah (Sumanto, 2002, p231): ∑
keterangan: M = Mean aritmatika X = Jumlah skor N = Jumlah responden n
= Jumlah butir pertanyaan tiap bagian
Nilai rata-rata pembobotan yang diperoleh tersebut kemudian akan dipetakan ke dalam rentang skala kategori nilai. Penentuan rentang skala kategori
88
nilai dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu berapa kelas (nilai bobot) yang akan dibuat. Rumus yang digunakan untuk penetuan rentang skala kategori nilai adalah (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001, p43):
keterangan: i
= Interval = Batas kelas tertinggi = Batas kelas terendah
k
= Jumlah kelas
III.5. Metode Pengerjaan Project III.5.1. Marketing Project Marketing Project dibuat sebagai suatu strategi dan taktik dalam usaha penerapan ide dan implementasi secara mendalam dalam marketing. Dalam pembuatan marketing project ini diperlukan rencana dan penerapan langkahlangkah yang tepat, sesuai dan signifikan untuk menghasilkan hasil kerja yang maksimal. Marketing Project biasanya terdiri dari tiga (3) tahap
yautu
perencanaan, penerapan dan evaluasi. Penerapan marketing plan sendiri dilakukan melalui tahapan sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh dalam bukunya Principles of Contemporary Marketing. Ada beberapa tahapan penting dalam pembuatan marketing plan yaitu:
89
a. Menetapkan Misi dan Tujuan Perusahaan Misi dan tujuan yang tepat dapat diperoleh melalui rapat dengan pihak manajemen. Pihak manajemen memaparkan gambaran mengenai tujuan dan misi yang akan dicapai dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Misi dan tujuan ini kemudian akan diformulisasikan menjadi strategi dan taktik marketing yang sesuai dengan kondisi perusahaan. b. Menilai Sumber Daya Organisasi dan melakukan evaluasi resiko dan kesempatan situasi. Observasi, analisa dan evaluasi mengenai sumber daya alama dilakukan bersama pihak perusahaan. Dimana pihak perusahaan memaparkan apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari kondisi internal perusahaan. Lalu pihak perusahaan dan peserta GFP sama-sama merumusakan potensi dan kelemahan perusahaan. c. Formulasi, implementasi, dan memonitor strategi marketing. Dengan melihat potensi yang dimiliki oleh pihak perusahaan maka peserta GFP berusaha menggembangkan strategi marketing yang dianggap mampu meningkatkan keefektifan strategi marketing yang ada. Selain itu dapat menciptakan strategi marketing baru yang mampu meningkatkan dua aspek penting dalam marketing yaitu sales dan brand image.
III.5.1.1. Standard Operational Procedure (SOP) Standard Operating Procedure merupakan satu set pedoman dalam suatu organisasi yang menjelaskan prosedur kegiatan rutin. SOP sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
90
Dalam hal ini, kami selaku anggota GFP dibantu dengan pihak perusahaaan akan lebih memprioritaskan penyusunan SOP Marketing. Sebelum membuat SOP, maka pada tingkat pertama PT. LNI harus membuat kebijakan mutu layanan yang biasanya tertuang dalam visi, misi, dan tujuan, yang kemudian dituangkan dalam ”quality manual”. Quality manual memuat kebijakan kualitas dan memberikan tinjauan umum dari proses-proses inti dalam suatu organisasi. Kebijakan mutu kemudian dijabarkan ke dalam SOP. SOP itu sendiri adalah prosedur-prosedur standard yang mendefinisikan bagaimana eksukusi berbagai tanggung jawab dari unit terkait yang relevan dengan investigasi mutu. Agar SOP dapat dilaksanakan, maka perlu dibuat jabaran SOP secara teknis yang tertuang dalam instruksi kerja dalam suatu unit kerja (tingkat ke 3). Pada tingkat terakhir (tingkat ke 4) dapat dibagi menjadi dua. Bagian pertama meliputi formulir-formulir yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pelaksanaan marketing (spesifikasi pada event), serta dokumen-dokumen pendukung terkait. Bagian kedua meliputi records yang berfungsi sebagai bukti bahwa langkahlangkah inti dari pelaksanaan kegiatan marketing telah terpenuhi. Records berguna untuk analisis data dan peningkatan pelaksanaan kerja yang berkesinambungan. Manfaat SOP Dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkomunikasikan pelaksanaan suatu pekerjaan di PT. LNI. 1. Dapat digunakan sebagai sarana acuan dalam melakukan penilaian terhadap proses pelaksanaan marketing di PT. LNI.
91
2. Dapat digunakan sebagai sarana pelatihan bagi staff baru sehingga mengurangi waktu yang terbuang untuk memberikan pengarahan. 3. Dapat digunakan sebagai sarana mengendalikan dan mengantisipasi apabila terdapat suatu perubahan sistem di PT. LNI. 4. Administrasi perusahaan yang lebih rapih. Pembuatan SOP A. Penilaian kebutuhan SOP Langkah pertama dalam membuat SOP adalah penilaian kebutuhan SOP. Jika di suatu bagian/sub bagian belum ada SOP-nya, maka pertanyaan yang perlu dicarikan jawabnya adalah “SOP apa yang dibutuhkan oleh suatu bagian/sub bagian?” Jika sudah ada SOP pertanyaannya adalah ”Apakah SOP yang telah ada mampu memenuhi kebutuhan PT.LNI?”. B. Pengembangan SOP Langkah-langkah pengembangan adalah sebagai berikut: 1. Pembentukkan tim dan kelengkapannya 2. Pengumpulan informasi dan identifikasi alternatif. 3. Analisis dan pemilihan alternatif. 4. Penulisan SOP 5. Pengujian & Review SOP 6. Pengesahan SOP
92
III.5.1.2. Marketing Mix Marketing Mix atau disebut dengan bauran pemasaran terdiri dari 4 elemen penting yang telah dijelaskan di bab dua (2), yaitu: Produk (Product), Harga (Price), Saluran Distribusi (Place), dan Promosi (Promotion). Semua elemen ini harus dimaksimalkan untuk menciptakan strategi marketing yang efektif. 1. Produk (Product) Dalam hal pengembangan produk, PT. LNI melakukan beberapa hal, seperti: ‐
Penambahan variasi pada produk-produk yang dipasarkan
‐
Pengawasan kualitas pada produk
2. Harga (Price) Dalam hal penetapan harga, PT. LNI melakukan beberapa hal, yaitu: ‐
Menentukan harga yang sesuai dengan target market
‐
Menentukan variasi harga berdasarkan jenis produk
3. Saluran Distribusi (Place) Dalam hal saluran distribusi, PT. LNI melakukan beberapa hal, seperti: ‐
Penempatan lokasi counter di daerah yang potensial
‐
Pengantaran bahan baku yang sesuai dengan jadwal ke masing – masing counter.
4. Promosi (Promotion) Kebijakan promosi merupakan hal yang sangat penting bagi PT. LNI. Oleh karena itu PT. LNI selalu berusaha menciptakan beragam kegiatan
93
promosi yang menarik dan dapat disambut masyarakat dengan sebaik mungkin. Dalam hal promosi, PT. LNI juga menggunakan 3 bauran promosi seperti: a. Promosi Penjualan.
Dimana pada setiap event yang sesuai akan diadakan promosi produk yang dapat mendukung penjualan produk. b. Sales Promotion
Sales Promotion merupakan interaksi langsung antara satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan penjualan.PT. LNI mengharapkan sales promotion yang dilakukan dapat mencapai hasil yang maksimal. Dengan penjualan peorangan yang baik maka diharapkan menimbulkan efek keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Oleh karena itu maka dipersiapkan suatu strategi untuk meningkatkan performa individu yang pada akhirnya dapat meningkatkan performa perusahaan secara keseluruhan. c. Direct Marketing (Pemasaran Langsung)
Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang terukur dan atau transaksi di sembarang lokasi. Dalam direct marketing, komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual, dengan tujuan agar pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan. Direct Marketing dilakukan PT. LNI dengan menggunakan beberapa media seperti e-mail, Facebook Fans Page dan alat penghubung untuk berkomunikasi secara langsung
94
dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu. Penjelasan aplikasi strategi marketing mix terhadap brand Quickly secara mendalam akan dijelaskan pada bab empat (4).
III.5.2. Employee Management III.5.2.1. Strategic Human Resource Management Strategic human resource management bermanfaat untuk membantu perusahaan untuk menemukan titik temu antara kebutuhan dari karyawan dan tujuan perusahaan. Human resource management berkaitan dengan semua aspek bisnis yang mempengaruhi karyawan seperti proses penerimaan karyawan, penggajian karyawan, pemberian fasilitas yang menguntungkan, pelatihan dan administrasi. Konsep pembahasan berkaitan dengan pendapat Jeffrey A. Mello yang mengatakan “The 5-P Model of strategic human resources management” yang menghubungkan antara strategi kebutuhan bisnis dan strategi aktivitas manajemen sumber daya manusia. Proses diawali dengan penentuan organization strategy, kemudian diformulisasikan kepada Strategic Business Needs.
Dari
Strategic Business Needs kemudian diformuliasasikan dalam Strategic Human Resources Management Activities. Sedangkan Strategic Human Resources Management Activities terdiri dari Human Resources Philosophy, Human Resources Policies, Human Resources Programs, Human Resources Practices, dan Human Resources Processes. Kelima aspek Strategic Human Resources Management Activities berkaitan dengan bagaimana perusahaan mendefinisikan nilai dan kebudayaan
95
perusahaan tersebut, mengekspresikan shared values, memaparkan human resources strategy, melakukan motivasi, formulisasi dan implemetasi strategi. Kemampuan perusahaan untuk menghubungkan semua aspek-aspek di dalam 5-P Model dengan strategi kebutuhan bisnis akan memberikan banyak sekali implikasi-implikasi yang membantu untuk membangun perusahaan melalui sumber daya manusia yang semakin berkembang seiring dengan semakin jelasnya hubungan keterkaitan tersebut. Aktivitas manajemen sumber daya manusia seringkali tidak mampu dikontrol dengan baik oleh petinggi perusahaan, mereka belum menyadari kontribusi sesungguhnya yang dapat disumbangkan oleh sumber daya manusia terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan. Menurut Jeffrey A. Mello, manajer Human Resources (HR) harus memahami besarnya manfaat sumber daya manusia terhadap organisasi. Hal ini terutama karena sumber daya manusia dapat memberikan tiga keuntungan besar yaitu: 1. Meningkatnya kinerja organisasi; 2. Semakin baiknya customer dan employee satisfaction; dan 3. Dapat memperbesar shareholder value. Tentu saja untuk dapat mendapatkan keuntungan tersebut, banyak hal yang harus dilakukan, antara lain: 1. Manajemen yang efektif dalam proses staffing, retention, dan turnover melalui proses seleksi karyawan yang sesuai dengan strategi dan budaya organisasi.
96
2. Memaksimalkan penggunaan biaya investasi dengan mengidentifikasikan sumber daya manusia yang potensial untuk bertahan di perusahaan. 3. Program dan peraturan HR yang terintegrasi secara jelas mengikuti strategi organisasi. 4. Fasilitasi terhadap perubahan dan adaptasi melalui organisasi yang flexible dan lebih dinamis. 5. Fokus yang ketat terhadap kebutuhan customer, emerging market, dan kualitas. Untuk dapat mengejar kelima langkah di atas, sebuah model untuk Strategic Human Resources Management dapat dijadikan framework bagi perusahaan untuk melakukan langkah-langkah tersebut menjadi lebih teratur dan berjalan dengan baik. Berikut model yang dapat mendukung aktivitas tersebut:
97
External Environment • Competition • Government regulation • Technology • Market trends • Economic
Corporate Strategy
Business Unit Strategy
Internal Environment • Culture • Structure • Politics • Employee skills • Past strategy
Staffing
Training
Employee Separation
Laws Regulating Employment
HR Strategy • HR planning • Design of jobs and work Systems • What workers do • What workers need • How jobs interface with others
HR Information System
Performance Management
Compensation
Labor Relation
Gambar 3.4 A Model of Strategic Human Resource Management Sumber: Jeffrey A. Mello (2002, p107)
III.5.2.2. Supervisor Checklist dan Mistery Shopper Quickly saat ini sudah memiliki sistem penilaian karyawan yang sudah digunakan selama beberapa tahun. Penilaian tersebut dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan Quickly. Saat ini, karyawan frontline Quickly (SPG dan SPB) seringkali tidak mengindahkan larangan-larangan dan aturan-aturan
98
yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Namun, ketika diadakan pemeriksaan secara berkala (sistem penilaian standar), SPG dan SPB dapat mengetahui pemeriksaan tersebut dan secara sengaja memperbaiki sikap dan penampilan untuk mendapatkan penilaian yang baik. Karena hal inilah, kegiatan penilaian berkala yang dilakukan Quickly tidak dapat berjalan dengan efektif. Untuk mengatasinya, Quickly mengadopsi observasi dadakan yang dinamakan dengan “Red Card”. Observasi seperti ini memerlukan sebuah supervisor checklist. Supervisor checklist merupakan alat bantu bagi para manajer untuk melakukan penilaian terhadap karyawan. Supervisor hecklist yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan diaplikasikan dengan baik akan sangat membantu manajer untuk memperbaiki masalah sikap dan respek karyawan. Peserta GFP akan membantu Quickly untuk merumuskan Supervisor checklist yang tepat, mudah dimengerti, dan sesuai dengan kebutuhan Quickly sehingga aktifitas ini nantinya diharapkan akan berjalan secara efektif dan memberikan dampak yang positif bagi perusahaan. Selain itu, peserta GFP juga mengusulkan penggunaan mystery shopper. Mistery shopper adalah alat bantu marketing research yang digunakan untuk mengukur kualitas dan servis atau mendapatkan informasi mengenai produk dan layanan yang diberikan oleh karyawan. Biasanya, mistery shopper akan diberikan tugas spesifik untuk melakukan suatu rangkaian proses dengan tujuan mendapatkan informasi yang diharapkan oleh perusahaan. Informasi ini akan digunakan oleh perusahaan untuk mengevaluasi kinerja SPG atau SPB dalam memberikan pelayanan dan sikap mereka ketika berkomunikasi dengan pelanggan.
99
Untuk menarik pelanggan berpartisipasi sebagai mistery shopper, peserta GFP akan menganjurkan untuk memberikan hadiah atau souvenir bagi pelanggan yang bersedia menjadi mistery shopper. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, mistery shopper akan diberikan pengarahan dan beberapa pertanyaan untuk dijawab dan dikumpulkan sebagai hasil dari observasi.
III.5.2.3. Turnover Karyawan yang keluar dari organisasi dikarenakan permintaan dari organisasi (involuntary turnover) dan atau dikarenakan mereka keluar atas keinginannya sendiri (voluntary turnover) dapat menyebabkan gangguan terhadap kegiatan operasional, work team dynamics, dan kinerja unit. Selain itu, kedua tipe turnover tersebut juga membuat organisasi mengeluarkan biaya. Pada beberapa kasus, biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat bersifat short-term tetapi memberikan keuntungan jangka panjang. Namun, pada kasus lain, biaya yang dikeluarkan dapat terasa signifikan dan memakan waktu yang lama. Biaya yang terlibat dalam proses turnover antara lain biaya langsung yang berkaitan dengan proses penerimaan dan training, dan biaya tidak langsung seperti waktu yang dibutuhkan karyawan baru untuk terbiasa dengan pekerjaannya dan semakin terintegrasi dengan lingkungan pekerjaannya. Tingkat turnover yang terlalu tinggi juga memberikan dampak terhadap moral karyawan dan reputasi organisasi sebagai tempat kerja yang baik, hal ini mengakibatkan proses retention dan recruitment menjadi lebih menantang dan menghabiskan banyak waktu.
100
Kedua tipe turnover (involuntary turnover dan voluntary turnover) ini dapat
diatur
secara
strategis
sehingga
membantu
organisasi
untuk
memaksimalkan keuntungan yang didapat dari proses turnover dan sekaligus memperkecil biaya yang keluar dikarenakan proses ini. Strategi yang dapat digunakan adalah seperti yang telah dikembangkan oleh Martin dan Bartol yang dikenal dengan “Performance-Replaceability Strategy Matrix”. Martin dan Bartol telah mengklasifikasikan turnover sebagai sesuatu yang functional (beneficial) atau dys-functional (problematic) bagi organisasi. Kedua klasifikasi tersebut dipengaruhi oleh dua faktor: kinerja individual karyawan (individual employee’s performance level) dan tingkat kesulitan bagi organisasi untuk mengganti seorang karyawan (replaceaility level). Untuk penerapan strategi dengan menggunakan matrix ini, akan diperjelas pada bab selanjutnya.
III.5.2.4. Team Untuk mendukung kegiatan operasional organisasi terutama untuk karyawan front-line yang diharapkan dapat bekerja dan berkoordinasi dengan baik dengan rekan kerjanya, pembentukan suasana lingkungan kerja sebagai team sangat diperlukan. Team yang dibentuk juga harus dapat bekerja secara kolektif seperti melayani customer, menjaga kebersihan counter, menyajikan produk, memeriksa stok dan kegiatan operasional lainnya, oleh karena itu, organisasi harus mengetahui dengan baik bagaimana langkah-langkah dan manajemen pembentukan team. Dengan mengetahui langkah-langkah dan
101
manajemen pembentukan team, diharapkan organisasi mampu meraih “team effectiveness”. Berikut model daripada team effectiveness:
Organizational and Team Environment • • • • • •
Reward systems Communication systems Physical space Organizational Environment Organizational structure Organizational leadership
Team Design
Team Effectiveness
• • •
•
Task characteristics Team size Team composition
• Team Processes • • • •
•
Task Development Team norms Team roles Team cohesiveness
Achieve organizational goals Satisfy member needs Maintain team survival
Gambar 3.5 Model of Team Effectiveness Sumber: McShane dan Von Glinow (2008, 262)
Model di atas menggambarkan langkah awal dan proses pembentukan teIam, untuk mengontrolnya menjadi lebih baik, diperlukan manajemen yang baik. Proses manajemen team, meliputi Self-Directed Work Teams (SDWT) dengan pengaplikasian Sociotechnical Systems Theory (STS) dan aktifitasaktifitas yang akan dilakukan dalam Team Building, ini akan dilakukan bersama dengan proses pembentukan team sesuai dengan model di atas.
III.5.3. Organizational Structure Struktur organisasi perusahaan merupakan salah satu strategi penting bagi organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disusun dalam objective plan
102
mereka. Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa struktur organisasi merupakan tools bagi suatu organisasi untuk melakukan perubahan karena dengan adanya struktur organisasi maka akan terbentuk cara baru berkomunikasi antar sumber daya manusia yang terlibat dalam organisasi pada masing-masing divisi yang akan memberikan kesempatan bagi organisasi untuk melakukan perubahan pada kegiatan-kegiatan organisasi yang dirasa kurang efisien dan efektif. Selain itu, dengan adanya perubahan tersebut, organisasi juga mampu mengontrol tingkah laku karyawan. Semakin baik struktur organisasi yang dibentuk, maka akan semakin baik pula jalur komunikasi yang terjadi, hal ini akan menghasilkan keuntungan bagi organisasi, karena proses penyampaian objective plan yang merefleksikan visi perusahaan akan semakin cepat tersampaikan dan direalisasikan.
III.5.3.1. Analisis Struktur Organisasi Untuk melakukan perubahan pada struktur organisasi bukan hal yang mudah untuk dicapai. Sebelum melakukan pembentukan atau perubahan struktur organisasi, diperlukan proses analisis terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk mengetahui proses komunikasi yang terjadi sebelumnya di dalam organisasi. Proses analisis ini sangat diperlukan, karena akan membantu organisasi untuk melakukan perubahan secara bertahap dan sekaligus memperhatikan dampakdampak yang diperoleh dari perubahan-perubahan yang dilakukan tersebut. Setelah dilakukan analisis struktur organisasi, akan dipilih beberapa karyawan yang akan menjadi Change Agents. Selain itu, hasil dari analisis ini dibantu dengan change agents tersebut akan dijadikan sebagai acuan dalam
103
membentuk struktur organisasi yang baru secara perlahan dan bertahap untuk meningkatkan persentase keberhasilan dalam perubahan struktur tersebut. Penempatan posisi change agents juga akan disesuaikan dengan struktur organisasi yang akan dibentuk.
III.5.3.2. Struktur Organisasi Standar Suatu organisasi harus memiliki struktur organisasi yang digunakan untuk memperjelas masing-masing tugas untuk tiap posisi. Pada dasarnya, struktur organisasi standar meliputi antara lain Board of Directors, Senior Management, Senior Operating Managers, Mid-Level Operating Manager, First-Level Operating Managers, Professionals and Administrator, dan Operative Employee. Lebih jelasnya, Struktur organisasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
104
Exemption Category
Nonunion
Board of Directors
Chairman of the Board Inside and Outside Members
Senior Management
President, Chief Executive Officers (CEO), Chief Operating Offices (COO), Executives (Top) Vice Presidents (EVPs)
Senior Operating Managers, and top Professionals and Administrator
Exempt
Union (Professionals And Administrators)
Nonexempt
Major Groups and Common Titles
Degree of Unionization
Division Heads, VPs reporting to EVPs
Mid‐Level Operating Managers, Professionals and Administrators
Department Heads (may be called Branch or Section Heads)
First‐Level Operating Managers, Minimally Experienced Professionals and Administrators
Immediate Supervisors, Entry‐Level Professionals, and Administrators
Operative Employees
Paraprofessionals, Technicians, Administrative Supports, Skilled Craft and Trades, Semiskilled Craft and Trades, Production Workers, Unskilled Laborers
Gambar 3.6 Standard Organization Structure Sumber: Richard I. Henderson (2006, p52)
Untuk mendukung kegiatan operational organisasi yang terbagi menjadi kegiatan office, warehouse, dan counter yang dijadikan sebaga profit center, Struktur organisasi standard tersebut harus lebih diperjelas. Untuk keperluan tersebut, Struktur organisasi akan dimodifikasi dan disesuaikan pada beberapa
105
tingkatan. Struktur organisasi tambahan yang akan digunakan untuk membantu menunjang kegiatan operasional tersebut adalah Divisional Structure dan TeamBased Structure. Divisional
Structure
adalah
sebuah
struktur
organisasi
yang
mengelompokkan karyawan terhadap area geografis, client, atau outputs (produk dan servis). Divisional Structure akan membentuk suatu kegiatan operasional sederhana sesuai yang akan bergerak sebagai organitation’s subsidiary dan bukan sebagai departemen yang berdiri sendiri. Team-Based Structure merupakan tipe struktur departementalisasi dengan hirarki yang sederhana dan tingkat formalitas yang relatif lebih kecil, struktur ini meliputi self-directed work teams (SDWT) yang bertanggung jawab terhadap berbagai proses kerja. Team-Based Structure ini nantinya akan difokuskan pada front-line employee sehingga mereka akan bekerja secara kolektif sebagai sebuah team.