BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Definisi dan Pengukuran Variable Penelitian Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2012). Penelitian ini menggunakan variabel modal intelektual sebagai variabel independen, sedangkan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah merupakan variabel dependen. 3.1.1. Variabel Dependen Variabel dependen disebut juga variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang diperoleh berdasarkan peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah secara nasional oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. 3.1.2. Variabel Independen Variabel independen disebut juga variabel bebas yaitu merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2012). Variabel independen dalam penelitian ini adalah modal intelektual yang diproksikan dengan human capital, capital employed, dan struktural capital.
24
25
3.1.2.1. Human Capital Pulic dalam Kuryanto dan Syafruddin (2009) dan Amanda Friscian Adeline (2012) mendiskripsikan human capital sebagai dana yang dikeluarkan untuk pekerja (beban karyawan). Pulic menyatakan bahwa dana yang untuk pekerja akan menciptakan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Nilai tambah (value added) diperoleh dari total pendapatan dikurangi dengan total beban (selain beban karyawan). Beban karyawan dikeluarkan dari total beban dikarenakan beban karyawan diasumsikan sebagai komponen untuk menghasilkan nilai tambah (value added). Hasilnya Pulic menemukan indikator modal intelektual dengan membagi nilai tambah (value added) terhadap beban karyawan, artinya jika dibandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan, maka hasilnya menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah (value added) perusahaan. Indikator ini dinamakan sebagai The Human Capital Coefficient (VAHU). Penelitian ini menggunakan Pemerintah Daerah Republik Indonesia sebagai objek penelitian. Berbeda dengan Pulic yang menggunakan indikator modal intelektual pada sebuah perusahaan. Perbedaan tersebut tidak merubah konsep pemikiran modal intelektual Pulic, tetapi merubah struktur yang ada pada indikator modal intelektual. Perubahan tersebut dikarenakan elemen laporan keuangan perusahaan berbeda dengan elemen laporan keuangan Pemerintah Daerah Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan Value Added Human Capital (VAHC) sebagai indikator modal intelektual, dengan rumus sebagai berikut.
26
VAHC = VA / HC keterangan: VA (Value Added)
= surplus (defisit) anggaran + belanja pegawai
HC (Human Capital) = total belanja pegawai Jika VAHC dibandingkan lebih dari sebuah kelompok pemerintah daerah, maka VAHC akan menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya manusia. VAHC juga merupakan indikator kualitas sumber daya manusia dalam menghasilkan nilai tambah (VA) pemerintah daerah. Kualitas sumber daya manusia
sendiri
merupakan
tolok
ukur
adanya
peningkatan
kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah. 3.1.2.2. Capital Employed Pulic dalam Kuryanto dan Syafruddin (2009) dan Amanda Friscian Adeline (2012) mendiskripsikan capital employed sebagai dana yang tersedia (ekuitas dan laba bersih). Pulic menyatakan bahwa dana yang tersedia akan menciptakan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Nilai tambah (value added) diperoleh dari total pendapatan dikurangi dengan total beban (selain beban karyawan). Hasilnya Pulic menemukan indikator modal intelektual dengan membagi nilai tambah (value added) terhadap dana yang tersedia (capital employed), artinya jika dana yang tersedia menghasilkan pengembalian (return) yang lebih besar disebuah perusahaan dari pada perusahaan lain, maka perusahaan yang pertama lebih baik dalam memanfaatkan dana yang tersedia (capital employed). Indikator ini dinamakan sebagai Value Added Capital Coefficient (VACA).
27
Penelitian ini menggunakan Pemerintah Daerah Republik Indonesia sebagai objek penelitian. Berbeda dengan Pulic yang menggunakan indikator modal intelektual pada sebuah perusahaan. Perbedaan tersebut tidak merubah konsep pemikiran modal intelektual Pulic, tetapi merubah struktur yang ada pada indikator modal intelektual. Perubahan tersebut dikarenakan elemen laporan keuangan perusahaan berbeda dengan elemen laporan keuangan Pemerintah Daerah Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan Value Added Capital Employed (VACE) sebagai indikator modal intelektual, dengan rumus sebagai berikut. VACE = VA / CE keterangan: VA (Value Added)
= surplus (defisit) anggaran + belanja pegawai
CE (Capital Employed) = total ekuitas dana Jika ekuitas dana (CE) menghasilkan return yang lebih besar di sebuah pemerintah daerah dari pada pemerintah daerah yang lain, maka pemerintah daerah pertama lebih baik pemanfaatan ekuitas dana (CE) nya. Jadi pemanfaatan lebih ekuitas dana (CE) adalah bagian dari modal intelektual pemerintah daerah. Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok pemerintah daerah, VACE menjadi sebuah indikator kemampuan intelektual pemerintah daerah untuk memanfaatkan ekuitas dana lebih baik. Keberhasilan memanfaatkan ekuitas dana merupakan tolok ukur adanya peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
28
3.1.2.3. Structural Capital Pulic dalam Kuryanto dan Syafruddin (2009) dan Amanda Friscian Adeline (2012) mendiskripsikan structural capital sebagai kontribusi modal struktural dalam pembentukan nilai tambah (VA). Pulic menyatakan bahwa structural capital diperoleh dari nilai tambah (VA) dikurangi dengan beban karyawan. Hasilnya Pulic menemukan indikator modal intelektual dengan membagi structural capital terhadap nilai tambah (VA) untuk mengetahui besarnya kontribusi structural capital terhadap nilai tambah. Indikator ini dinamakan sebagai Structural Capital Coefficient (STVA). Penelitian ini menggunakan Pemerintah Daerah Republik Indonesia sebagai objek penelitian. Berbeda dengan Pulic yang menggunakan indikator modal intelektual pada sebuah perusahaan. Perbedaan tersebut tidak merubah konsep pemikiran modal intelektual Pulic, tetapi merubah struktur yang ada pada indikator modal intelektual. Perubahan tersebut dikarenakan elemen laporan keuangan perusahaan berbeda dengan elemen laporan keuangan Pemerintah Daerah Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan Value Added Structural Capital (VASC) sebagai indikator modal intelektual, dengan rumus sebagai berikut. VASC = SC / VA keterangan: SC (Structural Capital) = VA – belanja pegawai VA (Value Added)
= surplus (defisit) anggaran + belanja pegawai
29
3.2.
Populasi dan Sample Penelitian
3.2.1. Populasi Penelitian Menurut Sugiyono (2012) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuaitas karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten dan kota yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Jumlah populasi dalam penelitian ini ada 491 pemerintah kabupaten dan kota. 3.2.2. Sampel Penelitian Menurut Sugiyono (2012) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Sampel penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut. 1. Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Indonesia, 2. Mendapat opini WTP dan WTP DPP dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, karena mengandung informasi yang dapat diandalkan, 3. Mendapat peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah secara nasional oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
3.3.
Jenis Data, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
30
pengumpul data (Sugiyono, 2012). Data dalam penelitian ini berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang telah di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan mendapat peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah secara nasional. Data diperoleh dari website Menteri Dalam Negeri dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Data sekunder dipilih karena proksi dalam penelitian ini menggunakan data dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Republik Indonesia. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu teknik penggumpulkan data dengan menggunakan data yang sudah ada. Penelitian melakukan penelusuran ke beberapa dokumen berupa laporan keuangan tahunan pemerintah daerah yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indoneia pada periode 2010 sampai dengan 2013 dan memperoleh peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah secara nasional oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada periode 2010 sampai dengan 2013.
3.4.
Metode Analisi Data
3.4.1. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata - rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (Ghozali, 2011). Data yang memiliki standar deviasi yang bernilai besar merupakan gambaran data yang semakin menyebar. Standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum menggambarkan persebaran variabel yang bersifat metrik, sedangkan variabel non-metrik digambarkan dengan
31
distribusi frekuensi variabel. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian. 3.4.2. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dapat dilakukan agar model regresi yang digunakan dapat memberikan hasil yang representatif. Model regresi disebut baik jika model tersebut memenuhi uji asumsi klasik yang membuktikan bahwa data terdistribusi dengan normal model regresi bebas dari autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedostisitas. Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedostisitas, dan uji autokorelasi. 3.4.2.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2013). Alat uji untuk analis grafik adalah dengan grafik histogram dan grafik normal probability plot sedangkan untuk alat uji statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov - Smirnov Z. Berikut adalah dasar dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan grafik normal probability plot menurut Ghozali (2013): 1. jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,
32
2. jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukan pola terdistribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan uji Kolmogorov – Swinov Z menurut Ghozali (2013): 1. jika nilai Asym. Sig (2 - tailed ) kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Ini menyatakan bahwa residual tidak terdistribusi normal, 2. jika nilai Asym. Sig (2 - tailed ) lebih dari 0,05 maka H0 diterima. Ini menyatakan bahwa residual terdistribusi normal. 3.4.2.2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independennya (Ghozali, 2013). Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari multikolonieritas. Cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan cara meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antar variabel independen dengan menggunakan variance inflation factor (VIF) dan tolerance value. Apabila nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinearitas dalam penelitian. Sebaliknya, apabila nilai
33
tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih besar dari 10 maka terdapat multikolinearitas (Ghozali, 2013). 3.4.2.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi maka disebut terdapat indikasi permasalahan autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari permasalahan autokorelasi (Ghozali, 2013). Permasalahan autokorelasi seringnya muncul pada penelitian yang menggunakan data time series atau observasi sepanjang waktu. Uji Durbin Watson (DW Test) merupakan salah satu cara menguji autokorelasi. DW Test digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi serta tidak terdapat variabel lain diantara variabel independen. Berikut adalah kriteria dalam pengambilan keputusan untuk DW test (Santoso, 2001: 219): 1. angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, 2. angka DW diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, 3. angka DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. 3.4.2.4. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
34
yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Gejala heteroskedastisitas diuji dengan metode Glejser dengan cara menyusun regresi antara nilai absolut residual dengan variabel bebas. Apabila masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap absolut residual
(α=0,05)
maka
dalam
model
regresi
tidak
terjadi
gejala
heteroskedastisitas (Sanusi, 2011: 135). 3.4.3. Regresi Linear Berganda Penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda dengan formula sebagai berikut. Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + e (Sanusi, 2011: 135) Dengan model regresi berganda sebagai berikut. Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e keterangan: Y1
= kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah
X1
= human capital
X2
= capital employed
X3
= structural capital
a
= variabel/bilangan konstan
b1, b2, b3,b4 = koefisien regresi e
= variabel pengganggu
35
3.4.4. Uji Signifikansi (Uji t) Menurut Ghozali (2013) uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Nilai signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%. Uji satistik t dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas signifikansi t masing-masing variabel yang terdapat pada output hasil analisis regresi. Kriteria yang digunakan dalam uji statistik t adalah sebagai berikut: 1. jika t hitung > t tabel dan nilai probabilitas lebih kecil dari nilai signifikansi (sig. < 0,05), maka variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Ha diterima dan Ho ditolak), 2. jika t hitung < t tabel dan nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi (sig. > 0,05), maka variabel independen tidak terpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Ha ditolak dan Ho diterima). 3.4.5. Uji Ketepatan Model 3.4.5.1. Uji Statistik F Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variable independen mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variable dependen (Ghozali, 2013). Nilai signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%. Uji satistik F dapat dilakukan dengan melihat nilai F pada output hasil analisis regresi. Jika nilai F lebih besar dari F tabel maka variabel independen secara bersama – sama terhadap variabel dependen, dan sebaliknya.
36
3.4.5.2. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel independen menerangkan variable dependen (Ghozali, 2013). Penelitian ini menggunakan nilai adjusted R2 untuk mengukur seberapa jauh variabel independen menerangkan variable dependen. Nilai adjusted R2 mampu naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan. Apabila mendekati nilai 1 berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependennya.