BAB III MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN WARIS POLIGAMI
A. Tipologi Mediator dan Proses Pelaksanaan Mediasi 1.
Tipologi Mediator Beraneka ragam tipologi mediator yang dikemukakan oleh para ahli
Christopher W. Moore82 diantaranya, yang menyebutkan ada tiga tipe tipologi mediator, yaitu: 1. Mediator sosial (social network mediator); 2. Mediator otoritatif (authoritative mediator); dan 3. Mediator mandiri (independent mediator). 1.
Tipologi Pertama Mediator berperan dalam sebuah sengketa atas dasar adanya hubungan sosial antara mediator dan para pihak yang bersangkutan. Mediator dalam tipologi ini sebagai bagian sebuah jalinan atau hubungan sosial yang ada atau tengah berlangsung. Seseorang yang membantu menyelesaikan sengketa, misalnya antara dua tetangganya, rekan sekerjanya, teman usahanya, atau antara kerabatannya digolongkan dalam tipologi pertama ini. Begitu pula jika seorang tokoh masyarakat atau agama yang dikenal oleh pihak-pihak yang bertikai
82
Christopher W. Moore, The Mediation Process; Practical Strategies for Resolving Conflict San Fransisco: Jossey Bass Publisher, 1996, hal 41-45 dalam Rachmadi Usman, SH, M.H. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 113.
53
Universitas Sumatera Utara
54
membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi, dapat digolongkan ke dalam mediator hubungan sosial. 2. Tipologi Kedua83 Mediator
berusaha
membantuk
pihak-pihak
yang
bersangkutan
untuk
menyelesaikan perbedaan-perbedaan di antara mereka dan memiliki posisi kuat atau berpengaruh sehingga mereka memiliki potensi atau kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses mediasi. Akan tetapi, seorang mediator otoritatif selama menjalankan perannya tidak menggunakan kewenangan atau pengaruh itu karena didasarkan pada keyakinan atau pandangannya bahwa pemecahan yang terbaik terhadap sebuah kasus bukanlah ditentukan oleh dirinya selaku pihak yang berpengaruh atau berwenang, melainkan harus dihasilkan oleh upaya pihak-pihak yang bersengketa sendiri.Namun dalam situasi-situasi tertentu, mediator otoritatif mungkin akan memberikan batsan-batasan kepada para pihak dalam upaya mereka mencari pemecahan masalah. Selain itu, mediator otoritatif mungkin juga memberikan semacam ancaman kepada para pihak bahwa jika para pihak sendiri tidak dapat mencari pemecahan masalah melalui pendekatan kolaboratif atau kooperatif, mediator otoritatiflah yang akhirnya membuat keputusan untuk penyelesaian yang harus diterima oleh para mediator tipologi ini dapat dibedakan lagi antara lain: a. Mediator benevolent (benevolent mediator) Mediator benevolent mempunyai ciri-ciri : 83
Ibid, hal. 115.
Universitas Sumatera Utara
55
1) Dapat atau tidak memiliki hubungan dengan para pihak. 2) Mencari penyelesaian terbaik bagi para pihak. 3) Tidak berpihak dalam hal hasil substantif. 4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan. b. Mediator administratif manajerial (administrative manajerial mediators) Mediator administratif manajerial mempunyai ciri-ciri : 1) Memiliki hubungan otoritatif dengan para pihak sebelum dan sesudah sengketa berakhir. 2) Mencari penyelesaian yang diupayakan bersama-sama dengan para pihak dalam ruang lingkup ukuran manfaat atau kewenangannya. 3) Berwenang untuk member nasihat, saran dan jika para pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, ia juga berwenang memutuskan. 4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan. c. Mediator vested interest (vested interest mediators) Mediator vested interest (vested interest mediators) mempunyai ciri-ciri : 1) Memiliki hubungan dengan para pihak atau diharapkan memiliki hubungan masa depan dengan para pihak. 2) Memiliki kepentingan yang kuat terhadap hasil akhir. 3) Mencari penyelesaian yang dapat memenuhi kepentingan mediator atau kepentingan pihak yang disukai.
Universitas Sumatera Utara
56
4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan. 5) Kemungkinan dapat menggunakan tekanan agar para pihak mencapai kesepakatan. 3. Tipologi Ketiga84 Mediator mandiri adalah mediator yang menjaga jarak baik antara pihak maupun dengan persoalan yang tengah dihadapi oleh para pihak.Mediator tipologi ini lebih
banyak
ditemukan
dalam
masyarakat
atau
budaya
yang
telah
mengembangkan tradisi kemandirian dan menghasilkan mediator-mediator professional. Anggota-anggota dalam masyarakat seperti ini cenderung lebih menyukai permintaan bantuan kepada “orang luar” yang tidak memiliki kepentingan sosial sebelumnya dengan para pihak atau terhadap masalah yang timbul. Anggota-anggota masyarakat itu lebih mengandalkan para professional speasialis dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.Keadaan ini dapat dilihat atau dibuktikan dengan telah lahir dan berkembangnya profesi mediator seperti halnya profesi pengacara, akuntansi dan dokter.Model mediasi ini dipraktikkan atau berkembang di Amerika Utara. Di Amerika Serikat sendiri telah berdiri kantor-kantor professional mediator, misalnya Collaborative Decision Resources (CDR) di Boulder, The Institute of Envoronmental Mediation di Seattle, JAMSen Dispute di Seattle, Confluence North West di Portliand Oregon dan Community DisputeResolution Center di Ithaca. Dengan telah 84
Ibid, hal. 117
Universitas Sumatera Utara
57
lahirnya asosiasi mediator professional di Amerika Serikat tersebut maka lahirlah yang disebut Society in Professional Dispute Resolution (SPIDER). 2.
Proses Pelaksanaan Mediasi Proses pelaksanaan mediasi yang dilakukan oleh mediator beberapa tahapan.
Masing-masing ahli membagi penahapan proses pelaksanan mediasi tersebut berbeda. Sesungguhnya penahapan proses ini dimaksudkan memberikan kemudahan kepada para pihak yang bersengketa dengan bantuan mediator untuk mencapai kesepakatan bersama yang merupakan akhir dari penyelesaian konflik melalui mediasi pembagian penahapan proses pelaksanaan mediasi menurut para ahli tersebut sebagai berikut:85 a. Christopher W. Moore Pernyataan (statement) Pembuka oleh mediator. Statement pembuka adalah pidato atau monolog singkat yang dibuat oleh mediator dan/atau pihak-pihak yang bersengketa yang menggambarkan secara garis besar alasan-alasan pokok yang mendasari terjadinya negosiasi. Kerangka garis besar berikut ini tujukan untuk menolong mediator dan pihakpihak terlibat untuk menjadi lebih efektif dalam negosiasi. Tujuan :86 1) Membuka pengantar tatap muka. 2) Menciptakan suasana positif.
85
Rachmadi Usman, SH, M.H. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal 118. 86 Ibid. Hal. 120.
Universitas Sumatera Utara
58
3) Memberitahukan kepada pihak-pihak terlibat mengenai proses negosiasi / mediasi. 4) Mencapai kesepakatan mengenai patokan perilaku (tata cara). 5) Mendapatkan komitmen untuk memulai proses. Prosedur :87 1) Memperkenalkan diri sendiri sebagai mediator. 2) Ucapkan selamat datang kepada semua pihak dan perkokoh kesediaan mereka untuk membahas masalah atau menegosiasikan penyelesaian masalah. 3) Ulas kembali alasang mengapa pihak-pihak terlibat harus datang berkumpul dengan penjelasan yang bersifat netral. 4) Jelaskan bahwa proses mediasi adalah : (a) Suatu upaya oleh pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan mereka sendiri melalui diskusi atau negosiasi. (b) Bersifat sukarela, tanpa paksaan. 5) Jelaskan peran anda : (a) Sebagai pihak netral/tidak memihak siapapun. (b) Sebagai pembantu untuk memperlancar prsoes. (c) Bahwa anda bukanlah seorang pembuat keputusan. 6) Jelaskan proses pemecahan masalah : (a) Setiap orang akan berbicara dan menjelaskan situasi. 87
Ibid. Hal. 121.
Universitas Sumatera Utara
59
(b) Pada peserta negosiasi akan melakukan kesepakatan terhadap topiktopik tertentu untuk pembahasan. (c) Para peserta akan membuat agenda. (d) Para peserta akan saling menjelaskan kepada semua pihak mengenai kepentingan dan kebutuhan mereka. (e) Peran serta akan mendiskusikan butir-butir agenda satu persatu. (f) Para peserta akan mencari pemecahan masalah yang memuaskan semua pihak. (g) Kesepakatan akan ditulis dan diformalisasikan menurut keinginan para pihak bersengketa. 7) Jelaskan batas-batas kerahasiaan ancaman-ancaman fisik yang akan segera terjadi atau kejadian yang sedang terjadi dalam bentuk kerugian fisik terhadap para negosiasi atau pihak yang berhubungan dengan negosiasi. 8) Jelaskan proses dan keinginan untuk mendapatkan bimbingan hukum dan peninjauan ulang sebelum, selama, dan pada akhir negosiasi. 9) Jelaskan kegunaan pertemuan-pertemuan tertutup. 10) Identifikasi dengan pihak-pihak terlibat, panduan prosedural yang bias menolong mereka untuk bernegosiasi dengan cara yang efektif. 11) Mintalah peserta untuk mengajukan pertanyaan dan jawablah pertanyaan yang ditanyakan oleh pihak-pihak yang bersengketa. 12) Dapatkan komitmen dari masing-masing pihak untuk memulai negosiasi, baik secara lisan maupun tulis.
Universitas Sumatera Utara
60
Selanjutnya, oleh Christopher W. Moore88 dikemukakan pula sejumlah kondisi yang harus menyertai mediasi agar menjadi sangat efektif.Kondisi yang harus menyertai mediasi agar menjadi sangat efektif.Ketiadaan kondisi-kondisi dimaksud bukan berarti bahwa keberhasilan mediasi tidak mungkin lagi dicapai.Hal ini berarti persengketaan tanpa ciri-ciri tersebut kurang dapat diselesaikan dengan merumuskan dibandingkan jika kondisi-kondisi tersebut dipenuhi. Adapun kondisi-kondisi dimaksud, seperti dibawah ini : 1) Pihak-pihak yang terlibat pernah bekerja sama dan berhasil dalam menyelesaikan masalah mengenai beberapa hal. 2) Pihak-pihak yang terlibat tidak mempunyai sejarah panjang hubungan adversarial atau litigasi sebelum melakukan proses mediasi. 3) Jumlah
pihak
yang
terlibat
dalam
persengketaan
terbatas
dan
pengangkatan tersebut tidak menyebar luas sampai ke pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang berada di luar masalah. 4) Masalah-masalah yang menimbulkan sengketa tidak terlalu banyak jumlahnya dan pihak-pihak yang terlibat telah sepakat untuk membahas beberapa masalah saja. 5) Kemarahan dan kekasaran dari satu pihak ke pihak lain tidak besar atau dalam tingkat rendah. 6) Pihak-pihak yang terlibat mempunyai atau mungkin baru menjalin suatu hubungan yang telah dan sedang berlangsung. 88
Ibid., hal 122.
Universitas Sumatera Utara
61
7) Pihak-pihak yang berkeinginan tinggi untuk mencari jalan keluar dari persengketaan. 8) Pihak-pihak yang terlibat menerima campur tangan dan bantuan pihak ketiga. 9) Terdapat tekanan dari luar untuk menyelesaikan sengketa (waktu, keuntungan-keuntungan yang semakin mengecil akibat sengketa, akibatakibat sengketa yang terkirakan). 10) Pihak-pihak yang bersengketa mempunyai keterikatan psikologis kecil, termasuk keakraban yang bersifat negatif baik antara satu dan yang lainnya maupun persengketaan itu sendiri. 11) Terdapat sumber-sumber daya yang memadai untuk mempengaruhi sebuah kompromi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas cenderung menciptakan hubungan yang kompetitif dan membuat orang untuk memperjuangkan jalan keluar yang memenangkan pihak tertentu saja (win/lose outcomes). 12) Pihak-pihak yang mempunyai kemampuan untuk mengangkat pihak lain (kemampuan) untuk memberikan penghargaan atau menimbulkan kerugian). a. Gary Goodpaster Senada dengan itu Gary Goodpaster
89
menyatakan mediasi tidak selalu tepat
untuk diterapkan terhadap semua sengketa atau tidak selalu diperlukan untuk
89
Gary Goodpaster, Tinjauan terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2. Arbitrase di Indonesia. (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hal 17
Universitas Sumatera Utara
62
menyelesaikan semua persoalan dalam sengketa tertentu. Mediasi akan berfungsi dengan baik bilamana sesuai dengan beberapa syarat berikut: 1) Para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang sebanding. 2) Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan di masa depan. 3) Terdapat banyak persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran (trade offs). 4) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan. 5) Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam. 6) Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut mereka tidak memiliki penghargaan yang banyak tetapi dapat dikendalikan. 7) Menetapkan preseden atau mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak. 8) Jika para pihak berada dalam proses litigasi, kepentingan-kepentingan pelaku lainnya, seperti para pengacara dan penjamin tidak akan diperlakukan lebih baik dibandingkan dengan mediasi. Gary Goodpaster,90 membagi proses pelaksanaan mediasi berlangsung melalui empat jenjang atau penahapan, yaitu : 1) Tahap pertama : menciptakan forum.
90
Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1983), hal 246-256
Universitas Sumatera Utara
63
Dalam tahap pertama ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan mediator adalah: (a) Mengadakan pertemuan bersama. (b) Menyampaikan pernyataan pembukaan. (c) Membimbing para pihak. (d) Menetapkan aturan dasar perundingan. (e) Mengembangkan hubungan dan kepercayaan di antara para pihak. (f) Mendengarkan pernyataan-pernyataan para pihak. (g) Mengadakan atau melakukan “hearing” dengan para pihak. (h) Mengembangkan atau menyampaikan dan melakukan klarifikasi informasi. (i) Menciptakan interaksi model dan disiplin. 2) Tahap kedua : pengumpulan dan pembagian informasi. Dalam tahap ini, mediator akan mengadakan pertemuan-pertemuan secara terpisah atau dinamakan dengan kaukus-kaukus terpisah guna: (a) Mengembangkan informasi lanjutan. (b) Melakukan eksploitasi yang mendalam mengenai keinginan atau kepentingan para pihak. (c) Membantu para pihak dalam menafsir dan menilai kepentingan. (d) Membimbing para pihak dalam tawar-menawar penyelasaian masalah. 3) Tahap ketiga: penyelesaian masalah.
Universitas Sumatera Utara
64
Dalam tahap ketiga ini, mediator dapat mengadakan pertemuan bersama atau “kaukus-kaukus” terpisah sebagai tambahan atau kelanjutan dari sebelumnya dengan maksud untuk: (a) Menyusun dan menetapkan agenda. (b) Merumuskan kegiatan-kegiatan penyelesaian masalah. (c) Meningkatkan kerja sama. (d) Melakukan identifikasi dan klasifikasi isu dan masalah. (e) Mengadakan pilihan penyelesaian masalah. (f) Membantu melakukan pilihan penafsiran. (g) Membantu para pihak dalam menafsir, menilai dan membuat prioritas kepentingan-kepentingan mereka. 4) Tahap keempat: pengambilan keputusan : (a) Mengadakan kaukus-kaukus dan pertemuan-pertemuan bersama. (b) Melakukan peraturan, mengambil sikap dan membantu para pihak. (c) Mengevaluasi paket-paket pemecahan masalah. (d) Membantu para pihak untuk memperkecil perbedaan-perbedaan. (e) Mengonfirmasi dan mengklarifikasi perjanjian. (f) Membantu para pihak untuk membandingkan propsosal penyelesaian masalah dengan pilihan di luar perjanjian. (g) Mendorong atau mendesak para pihak untuk menghasilkan dan menerima pemecahan masalah.
Universitas Sumatera Utara
65
(h) Memikirkan formula pemecahan masalah yang win-win solution dan tidak hilang muka, membantu para pihak melakukan mufakat dengan pemberi kuasa mereka. (i) Membantu para pihak membuat pertanda perjanjian. B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami oleh Mediator Salah satu sumber obyek sengketa dalam kehidupan sehari-hari antar manusia satu dengan manusia yang lain, terutama dalam suatu keluarga yang dulunya bersatu kemudian bercerai-berai adalah persoalan pembagian warisan yang tidak proporsional sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagaimana diketahui bahwa warisan merupakan bentuk harta yang dapat saja membuat orang menjadi kaya raya karena hal tersebut.Sebaliknya juga orang atau setiap manusia dapat menjadi miskin karena tidak mendapatkan harta warisan tersebut, bahkan dapat saja membuat setiap orang menjadi gila sampai meninggal dunia akibat tidak mendapatkan harta warisan. Berdasarkan kompetensi atau tugas dan kewenangan mengadili dari badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung sebagaimana ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, badan peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili persengketaan atau perkara perdata adalah peradilan umum dan peradilan agama (terhadap perkara perdata tertentu khusus bagi yang beragama islam). Terkait itu pengadilan itu adalah peradilan umum yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi serta peradilan agama yaitu pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama dan pengadilan tertinggi yaitu
Universitas Sumatera Utara
66
Mahkamah Agung, sedangkan proses perkara akan difokuskan pada proses penyelesaian perkara di pengadilan negeri dan pengadilan agama. Perkara yang ditangani oleh pengadilan agama adalah perkara tertentu seperti gugat cerai, gugat waris bagi mereka yang beragama Islam.91 Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, ahli waris dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan sengketa pembagian harta waris. Selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi) yang lazim dinamakan dengan Alternatif Dispute Resolution (ADR). Pengunaan mediasi dalam sistem hukum Indonesia selain didasarkan pada kerangka
peraturan
perundang-undangan
negara,
juga
dipraktikkan
dalam
penyelesaian sengketa dalam lingkup masyarakat adat atau sengketa-sengketa dalam masyarakat pada umumnya seperti sengketa keluarga, waris, batas tanah, dan masalah-masalah pidana seperti perkelahian dan pencurian barang dengan nilai-nilai relative kecil. Mediasi dapat ditempuh oleh para pihak yang terdiri dari atas dua pihak yang bersengketa maupun oleh lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Ada kalanya karena berbagai faktor para pihak tidak mampu 91
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan: Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana,Cepat, Dan Biaya Ringan. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), hal.55
Universitas Sumatera Utara
67
mencapai penyelesaian sehingga mediasi berakhir dengan jalan buntu (deadlock stalemate). Situasi ini yang membedakan mediasi dari litigasi. Litigasi pasti berakhir dengan sebuah penyelesaian hukum, berupa putusan hakim, meskipun penyelesaian hukum belum tentu mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan diantara para pihak masih berlangsung dan pihak yang kalah selalu tidak puas.92 Penyelesaian sengketa memang sulit dilakukan, namun bukan berarti tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan. Modal utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan itikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan itikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang
melibatkan
pihak
ketiga.
Mediasi
dapat
memberikan
sejumlah
keunggulan/kelebihan, antara lain:93 1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan. 2. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya. 3. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
92
Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),hal.13. 93 Ibid
Universitas Sumatera Utara
68
4. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya. 5. Mediasi dapat mengubah hasil yang dalam litigasi sulit diprediksi dengan suatu kepastian melalui suatu konsensus. 6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya. 7. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiapputusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan olehhakim di pengadilan. Kelebihan mediasi sangat jauh berbeda dengan penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam proses litigasi. Penyelesaian sengketa secara non litigasi banyak memberikan keuntungan bagi ahli waris dalam menyelesaikan sengketa pembagian harta waris. Para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa waris lebih tepat apabila memilih jalur non litigasi, yakni dengan mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa pembagian harta waris. Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi tidak memberikan suatu manfaat dalam sengketa pembagian sengketa waris ini karena sengketa ini menyangkut hubungan kekeluargaan. Pada sengketa ini ahli waris tidak hanya menyelesaikan sengketa pembagian harta waris tersebut tetapi juga mempertahankan tali silatuhrahmi dan menjaga harmonisasi dengan Ahli waris lainnya. Pada hukum waris Islam menekankan bahwa suatu sengketa waris harus diselesaikan secara musyawarah dan tidak merusak hubungan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
69
Penyelesaian secara damai merupakan jalan yang terbaik bagi semua pihak, penggunaan jalur litigasi yang panjang dan berbelit-belit pada akhirnya hanya sebagai sarana untuk menunjukkan sikap egois semata. Para pihak yang tetap berkeras menginginkan
agar
penyelesaiannya
diputuskan
oleh
pengadilan
biasanya
mengandung konflik non hukum di luar pokok sengketanya, misalnya diantara para pihak terlibat konflik emosional, dendam dan sentiment pribadi. Hal inilah yang sering mengemuka menjadi dinding penghalang terjadinya perdamaian diantara para pihak.94 Tidak ditempuhnya proses mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tersebut merupakan suatu pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154RBg sehingga mengakibatkan putusan atas perkara yang bersangkutan menjadi batal demi hukum. Hal ini juga berkaitan dengan kewajiban hakim agar dalam pertimbangannya putusannya menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Secara khusus pengertian dijelaskan 94
D.Y. Witanto,Op.cit, hal.69
Universitas Sumatera Utara
70
dalan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 pasal 1 butir 7 yang berbunyi: "Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator." Tahap-tahap proses mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dalam Pasal 13 dijelaskan:95 (1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. (2) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk. (3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (5) dan (6). (4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediator dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara. (6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.
95
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
Pasal 13.
Universitas Sumatera Utara
71
Dalam kasus yang diangkat kali ini, para pihak sebelumnya telah menempuh jalur hukum sampai telah mendapatkan keputusan Pengadilan Tingkat Tinggi dan sedang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung, namun tidak mencapai kepuasan masing-masing pihak dan akhirnya kedua pihak yang bersengketa memutuskan untuk melakukan mediasi di luar pengadilan. Mediasi yang dilakukan oleh para ahli waris akan menghasilkan suatu kesepakatan atas sengketa yang dialami oleh ahli waris. Ahli waris yang bersengketa akan mengukuhkan hasil dari kesepakatan yang telah disepakati dalam proses mediasi untuk mendapatkan kekuatan hukum dan dapat mengikat bagi para ahli waris. Hal ini diatur dalam Pasal 17 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang menyatakan bahwa:96 1. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. 2. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. 3. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan mediator memeriksa materi kesepakatan
perdamaian
untuk
menghindari
ada
kesepakatan
yang
bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.
96
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 17.
Universitas Sumatera Utara
72
4. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian. 5. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Peranan mediator dalam usaha menyelesaikan perkara tersebut secara damai adalah sangat penting. Putusan perdamaian mempunyai arti yang sangat baik bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi orang yang mencari keadilan. Apabila mediator berhasil untuk mendamaikan kedua belah pihak maka dibuat akta perdamaian dan kedua belah pihak dihukum untuk menaati isi dari akta perdamaian tersebut. Akta otentik terutama memuat keterangan dari seseorang pejabat yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat dihadapannya. Terkait itu akta perdamaian merupakan bukti bagi para pihak bahwa sengketa antara para pihak sudah selesai sama sekali dengan jalan damai.97 Adapun persyaratan formal suatu putusan perdamaian menurut Rachmadi Usman, sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya98, dijelaskan sebagai berikut: 1.
Persetujuan Untuk Mengakhiri Persengketaan. Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara jelas mensyaratkan
bahwa persetujuan perdamaian dimaksudkan untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan ataupun untuk mencegah timbulnya suatu perkara. Intinya
97
Victor M.Situmorang, Perdamaian dan Perwasitandalam Hukum Acara Perdata. Jakarta: Rineka Cipta,1993, hal.34. 98 Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 267.
Universitas Sumatera Utara
73
persetujuan perdamaian harus mengakhiri suatu perkara yang dituangkan dalam suatu akta perdamaian. Persetujuan perdamaian tersebut harus mengakhiri perkara secara tuntas dan keseluruhan, tidak boleh ada yang tertinggal. Perdamaian harus membawa para pihak terlepas dari seluruh sengketa. Tidak ada lagi yang disengketakan karena semuanya telah diatur dan dirumuskan penyelesaiannya dalam perjanjian. Selama masih ada yang belum diselesaikan dalam kesepakatan, putusan perdamaian yang dikukuhkan dalam bentuk penetapan akta perdamaian mengandung cacat formal karena bertentangan dengan persyaratan yang ditentukan dalam pasal 1851 Kitab UndangUndang Hukum Perdata.99 2.
Putusan Perdamaian Dibuat Secara Tertulis Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 130 HIR
mensyaratkan putusan perdamaian dibuat secara tertulis, tidak dibenarkan dibuat secara lisan (oral), artinya dituangkan dalam suatu akta. Pengertian tertulis di sini tidak hanya dituangkan dalam bentuk akta otentik, dapat saja putusan atau kesepakatan perdamaian tersebut dituangkan dengan akta di bawah tangan. 100 3.
Dilakukan Para Pihak yang Mempunyai Kekuasaan. Syarat ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1852 ayat (1) KUH Perdata,
yang mensyaratkan bahwa untuk mengadakan suatu perdamaian haruslah seorang yang mempunyai kekuasaan atau kewenangan (authorized). Untuk itu, jika tidak 99
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta : CV. Sinar Grafika, 2008. Hal. 275. 100 Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 268.
Universitas Sumatera Utara
74
mempunyai kekuasaan atau kewenangan, ia akan melepaskan haknya atas hal-hal yang termaktub dalam perdamaian itu. Jadi, pihak yang membuat persetujuan perdamaian haruslah orang yang mempunyai kewenangan dalam melakukan perbuatan hukum untuk mengadakan perdamaian. 4.
Para Pihak Menyetujui Perdamaian. Seperti halnya perjanjian, persetujuan perdamaian dipersyaratkan pula harus
disepakati
para
pihak
yang
bersengketa.
Kesepakatan
perdamaian
harus
dilakukan/dibuat oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan pokok persengketaan. Hal ini dapat ditafsirkan dalam ketentuan Pasal 1851 ayat (1) KUH Perdata yang, antara lain, menyatakan : "Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang,....."101 Jadi, baik, penggugat, tergugat, penggugat dan tergugat, maupun pihak lainnya yang terlibat, maupun pihak lainnya yang terlibat dalam perkara perdamaian, harus diikutsertakan pula dalam membuat kesepakatan damai. Pihak yang berdamai harus memberikan persetujuan atas kesepakatan damai yang telah dicapai tersebut. Membuat kesepakatan perdamaian yang tidak mengikutsertakan seluruh pihak penggugat dan tergugat dianggap mengandung cacat plurium litis consortium, yaitu tidak lengkap pihak yang berdamai.102 5.
Menyelesaikan Persengketaan yang Telah Ada atau Berjalan. Syarat ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1851 ayat (1) KUH Perdata,
yang mensyaratkan bahwa kesepakatan perdamaian dimaksudkan untuk mengakhiri
101 102
Ibid, hal 270. M. Yahya Harahap, Op.cit. Hal. 277.
Universitas Sumatera Utara
75
atau menyelesaikan persengketaan yang sedang berlangsung ataupun untuk mencegah timbulnya suatu perkara.103 Dari ketentuan ini, syarat untuk dapat digunakan dasar putusan perdamaian itu hendaklah persengketaan para pihak yang sudah terjadi, baik, yang sudah terwujud maupun yang sudah nyata terwujud, tetapi baru akan diajukan ke pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya perkara di sidang pengadilan.104 Dengan adanya akta perdamaian maka kesepakatan perdamaian tersebut memperoleh kepastian hukum. Bahkan dengan dikuatkan kesepakatan damai dalam akta perdamaian maka kesepakatan perdamaian itu memiliki kekuatan eksekutorial atau memiliki kekuatan hukum sama dengan putusan pengadilan.105 Setelah kesepakatan perdamaian yang telah dibuat oleh para ahli waris dikukuhkan menjadi akta perdamaian maka akta perdamaian tersebut mengikat terhadap ahli waris. Ahli waris wajib menaati akta perdamaian yang telah dikukuhkan oleh hakim. Akta perdamaian tersebut berisikan kesepakatan diantara para ahli waris mengenai sengketa pembagian harta waris,dengan kata lain, sengketa pembagian harta waris tersebut telah berakhir karena munculnya akta perdamaian merupakan akhir dari sengketa pembagian harta waris.
103
Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 271. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Hal. 156. 105 Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan: dalam teori dan praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2012,hal.206 104
Universitas Sumatera Utara
76
C. Contoh Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami Adapun kasus yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah Putusan Pengadilan
Negri
Medan
Nomor:
124/Pdt.G/2009/PN-Mdn
juncto
Putusan
Pengadilan Tingi Medan Nomor: 423/Pdt/2009/PT-Mdn, yang pada akhirnya diselesaikan melalui jalur mediasi (luar pengadilan) yang dilakukan oleh seorang mediator yang ditunjuk sendiri oleh kedua belah pihak yang juga merupakan seorang notaris yang berkedudukan di Deli Tua, Sumatera Utara. Putusan mediator tersebut dituangkan dalam akta perdamaian Nomor 40 tanggal 23 Juni 2011. Berdasarkan
Salinan
Putusan
Pengadilan
Negeri
Medan
Nomor
124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, diatas, dijelaskan Almarhum semasa hidupnya telah melangsungkan perkawinan dengan 5 (lima) orang perempuan (istri) dan dari perkawinan tersebut dikarunaikan 13 (tiga belas) orang anak.106 Pada saat Almarhum meninggal, istri pertama sampai dengan istri ketiga sudah meninggal terlebih dahulu dari Almarhum. Jadi, ahli waris Almarhum terdiri dari 13 (tiga belas) orang anak dari 5 (lima) orang istri yang pernah dinikahinya tersebut, dan 2 (dua) orang istri yang masih hidup, yaitu istri keempat dan istri kelima. Almarhum semasa hidupnya ada mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang Pemborongan Bangunan Niaga dan Industri sebut saja PT. ABCD. Para pihak yang bersengketa yaitu ahli waris Almarhum memperebutkan 20 lembar saham yang ditinggalkan untuk mereka.
106
Salinan Putusan Perkara Pengadilan Nomor 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, Pengadilan Negeri Medan, Halaman 4 dari 80.
Universitas Sumatera Utara
77
Perkara tersebut timbul akibat adanya gugatan ahli waris dari istri pertama dan kedua yaitu 4 (empat) orang anak dari istri pertama dan seorang anak dari istri kedua sebagai penggugat, terhadap ahli waris lainnya yaitu 4 (empat) orang anak dari istri ketiga, dua anak dari istri keempat dan dua anak dari istri kelima sebagai tergugat. Dalam akta perdamaian Nomor 40 tanggal tanggal 23 Juni 2011 yang dibuat dihadapan Notaris yang berkedudukan di Deli Tua, Dana Barus, SH, dijelaskan: Bahwa antara pihak pertama (penggugat) dengan pihak kedua (tergugat) telah terjadi perselisihan hukum yang menyangkut saham-saham dan asset-asset perusahaan PT. ABCD tersebut berkedudukan di Medan. Bahwa pihak pertama (penggugat) telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 18 Maret 2009 yang putusannya diberikan/dikeluarkan pada tanggal 9 Oktober 2009 sebagaimana tersebut dalam perkara Nomor: 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, untuk kemenangan Pihak Pertama. Bahwa pihak kedua (tergugat) telah mengajukan banding Pengadilan Tinggi Medan, dan atas banding tersebut telah pula dikeluarkan putusan oleh Pengadilan Tinggi pada tanggal 20 Januari 2010 sebagaimana tersebut dalam putusan perkara Nomor: 423/Pdt/2009/PT-Mdn, juga untuk kemenangan pihak pertama (terbanding) yang mana perkara tersebut saat akta ini dibuat sedang dalam proses Kasasi padan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Setelah mencapai kesepakatan dari semua pihak melalui jalur mediasi ini, akhirnya dicapai kesepakatan dengan perhitungan masing masing ahli waris:
Universitas Sumatera Utara
78
- Ahli waris anak perempuan dari istri pertama sampai isteri kelima yaitu sebanyak 7 (tujuh) orang ahli waris masing-masing mendapatkan 0,95 lembar saham. - Sementara masing-masing ahli waris anak laki-laki (semua anak laki-laki dari semua istri) yaitu sebanyak 6 (enam) orang ahli waris masing-masing mendapatkan 2,22 lembar saham. Dalam pembagian bagian warisan tersebut di atas, yang berhak menjadi ahli waris hanyalah 13 (tiga belas) orang anaknya dari istri pertama sampai istri kelima itu saja, sebagaimana yang dinyatakan dalam Akte Wasiat Nomor 25 tertanggal 22 November 1997 yang dibuat dihadapan Notaris Syahril Sofyan, SH. Akte wasiat tersebut dinyatakan sah dan mengikat dalam amar putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tersebut. Hasil dari perhitungan pembagian waris tersebut diatas, dimana anak perempuan masing-masing mendapatkan 0.95 lembar saham, dan anak laki-laki mendapatkan masing-masing 2.22 lembar saham, dengan total keseluruhan jika dijumlahkan berjumlah 19,97 lembar saham. Hasil pembagian tersebut merupakan hasil pembagian yang diperoleh dari kesepakatan para pihak yang bersengketa yaitu 13 orang anak-anak almarhum tersebut. Dalam penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi ini, mediator bersifat mendengarkan para pihak dan memberikan solusi hingga tercapainya kesepakatan bersama. Dengan adanya akta perdamaian yang dikeluarkan oleh mediator sendiri yang juga merupakan seorang notaris, dalam Pasal 1 akta perdamaian tersebut disebutkan "Pihak Pertama (ahli waris yaitu anak-anak dari istri pertama dan kedua)
Universitas Sumatera Utara
79
dan Pihak Kedua (ahli waris yaitu anak-anak dari istri ketiga sampai kelima) dengan akte ini saling menyetujui dan menerima baik diantara para penghadap untuk mengakhiri perkara perdata maupun pidana yang sudah berlangsung diantara para penghadap dan tidak akan melaksanakan isi putusan Pengadilan khusus perkara perdata
Nomor
124/Pdt.G/2009/PN-Mdn
juncto
(jo)
perkara
Nomor:
423/PDT/2009/PT-Mdn, yang sekarang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung, sehingga diantara Pihak Pertama dan Pihak Kedua tidak ada lagi gugatan perdata/pidana maupun Tata Usaha Negara apapun juga belakang hari prihal hak atas saham-saham dan asset-asset perseroan yang disebutkan di atas." Perdamaian yang dicapai menurut akte ini meliputi pula persetujuan dari para penghadap untuk tidak mengajukan tuntutan pidana kepada para pihak yang bersengketa dengan dalih apapun juga berdasarkan hal-hal dan materi pokok yang sudah didamaikan dan diselesaikan menurut akte ini. Melalui mediasi ini, para pihak berkomunikasi secara bermusyawarah hingga akhirnya tercapainya kesepakatan diantara mereka yang bersengketa sehingga mengakhiri perkara diantara mereka yang sedang berlangsung dan menghapuskan putusan Pengadian Tinggi yang sudah diputuskan sebelumnya, seperti yang dijelaskan pada Pasal 3 akte perdamaian tersebut yang berbunyi: Para penghadap yang bersengketa menyatakan dan menyetujui, bahwa apa yang disengketakan tersebut oleh karena ada terjadi kesalah pahaman dan kurang komunikasi antar sesama pihak dan sekarang setelah diadakan pertemuan dan penjelasan tentang permasalahan maka masing-masing pihak telah dapat memahami, menerima dan menyetujui apa yang dipermasalahkan dalam gugatan perkara Nomor: 124/Pdt.G/2009/PN.Mdn, juncto putusan perkara
Universitas Sumatera Utara
80
pengadilan tinggi tanggal duapuluh Januari dua ribu sepuluh (20-01-2010), Nomor: 423/PDT/2009/PT.Mdn yang sekarang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia diakhiri dan perkara tersebut dicabut atau dianggap selesai. Berdasarkan kasus di atas, maka mediator dalam hal menjalankan perannya untuk menyelesaikan sengketa pembagian waris poligami, sudah melakukan perannya sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Meski mediasi di luar pengadilan tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tersebut, ada beberapa pasal yang menyinggung tentang mediasi di luar pengadilan. Seperti yang disebutkan di atas, kasus tersebut sebelumnya sudah memiliki keputusan hakim yang tetap pada tingkat Pengadilan Tinggi dan sedang diproses pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sebelum akhirnya para pihak memutuskan untuk melakukan mediasi di luar pengadilan. Hal tersebut diperbolehkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dengan prosedur sebagai berikut: Pertama, para pihak wajib menyampaikan keinginan berdamai secara tertulis kepada Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili. Kedua, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan segera memberi tahu Ketua Pengadilan Tingkat Banding, atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak. Ketiga, jika perkara itu sedang diperiksa, pada tingkat banding atau kasasi atau peninjauan kembali, hakim majelis pemeriksa perkara itu wajib menunda pemeriksaan perkara selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak
Universitas Sumatera Utara
81
para pihak untuk berdamai. Keempat, jika berkas atau memore banding, kasasi, peninjauan kembali belum dikirim, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi dan peninjauan kembali untuk memberikan kesempatan kepada para pihak mengupayakan perdamaian.107 Lebih lanjut dijelaskan mengenai kesepakatan di luar pengadilan:108 (1) Para pihak dengan bantuan mediator yang bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadian, dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan. (2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa. (3) Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : a. Sesuai kehendak para pihak; b. tidak bertentangan dengan hukum; c. tidak merugikan pihak ketiga; d. tidak dieksekusi; 107
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 21 ayat(2), (3),(4) dan (5) serta Pasal 22 ayat (1). 108 Ibid, pasal 23.
Universitas Sumatera Utara
82
e. dengan itikad baik. Dalam kasus ini, mediator yang juga seorang notaris, membuat langsung kesepakatan perdamaian yang dituangkan ke dalam akte perdamaian setelah tercapainya kesepakatan para pihak. Mediator yang juga merupakan seorang notaris memiliki wewenang dalam membuat akta perdamaian otentik secara langsung. Akta perdamaian yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut mempunyai beberapa kekuatan hukum, sepanjang telah memenuhi persyaratan formal sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya di atas. Kekuatan hukum dari akta perdamaian dimaksud selengkapnya akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini.109 1.
Mempunyai Kekuatan seperti Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap. Kekuatan hukum yang demikian disebutkan dalam ketentuan Pasal 1858 ayat
(1) KUH Perdata yang menentukan bahwa: "Segala perdamaian di antara para pihak mempunyai suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan atau final." Hal yang sama dikemukakan pula pada Pasal 130 ayat (2) HIR/Pasal 154 ayat (2) RBg dengan bunyi : "Akta perdamaian itu berkekuatan sebagaimana putusan yang biasa." Artinya, akta perdamaian tersebut disamakan dengan kekuatan hukumnya seperti putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). 109
Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 271.
Universitas Sumatera Utara
83
Sifat kekuatan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan konvensional. Secara umum suatu putusan baru memiliki kekuatan hukum tetap apabila terhadapnya sudah tertutup upaya hukum. Biasanya suatu putusan memiliki kekuatan hukum tetap apabila telah ditempuh upaya banding dan kasasi. Namun, terhadap putusan akta perdamaian, undang-undang sendiri melekatkan kekuatan itu secara langsung kepadanya. Segera setelah putusan diucapkan, langsung secara inheren pada dirinya berkekuatan hukum tetap sehingga akta perdamaian itu mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.110 2.
Akta Perdamaian Mempunyai Kekuatan Eksekutorial. Karena disamakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, dengan sendirinya akta perdamaian yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat, juga mempunyai kekuatan eksekutorial. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 130 ayat (2) HIR/Pasal 154 ayat (2) RBg dengan bunyi : "akta perdamaian itu dijalankan sebagai putusan biasa." Kata-kata "dijelaskan" di sini berarti bahwa akta perdamaian itu selain mempunyai kekuatan hukum mengikat, juga dapat dieksekusi. Karenanya, akta perdamaian mempunyai kekuatan eksekutorial.111 Dikatakan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena putusan perdamaian itu mengikat para pihak yang membuatnya, juga mengikat pihak luar atau orang110
Buku II Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, sebagaimana dikutip dari M. Yahya Harahap, Op.Cit. Hal 279-280. 111 Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 273.
Universitas Sumatera Utara
84
orang yang mendapat hak dan manfaat dari padanya. Putusan perdamaian juga mempunyai kekuatan eksekusi apabila pihak-pihak yang membuat persetujuan perdamaian itu tidak mau melaksanakan persetujuan yang disepakati secara sukarela. Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan karena tidak ditaati persetujuan perdamaian itu dapat meminta pengadilan yang membuat putusan perdamaian untuk melaksanakan eksekusi.112 Eksekusi atas akta perdamaian ini sejalan dengan amar putusannya yang menghukum para pihak untuk menaati perjanjian perdamaian yang mereka sepakati. Dalam putusan akta perdamaian tercantum amar kondemnasi (condemnation) sehingga apabila putusan tidak ditaati dan dipenuhi secara sukarela, dapat dilaksanakan pemenuhannya melalui eksekusi oleh pengadilan.113 3.
Akta Perdamaian Tidak Dapat Dimintakan Banding. Berhubung akta perdamaian mempunyai kekuatan sama seperti putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengan sendirinya tidak dapat dilakukan upaya hukum atas akta perdamaian. Artinya, akta perdamaian tidak dapat dibanding atau bahkan dikasasikan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya akta perdamaian tersebut. Penegasan ini dapat ditemukan dalam Pasal 130 ayat (3) HIR/Pasal 154 ayat (2) RBg yang menyatakan bahwa: "Terhadap putusan sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding."
112 113
Abdul Manan. Op.Cit. Hal. 162. M. Yahya Harahap. Op.Cit. Hal. 280.
Universitas Sumatera Utara
85
Jadi, berdasarkan ketentuan ini jelas bahwa akta perdamaian tidak dapat dimintakan banding karena akta perdamaian merupakan putusan terakhir atau final. Sebaliknya, karena tidak dapat dimintakan banding, dengan sendirinya putusan perdamaian dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap layaknya sebagai suatu putusan pengadilan yang dapat dieksekusi.114 Satu-satunya upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang merasa dirugikan dengan adanya putusan perdamaian itu adalah dengan mengadakan perlawanan terhadap putusan tersebut. Perlawanan itu bisa berbentuk derden verset atau bisa berbentuk partai verset. Apabila yang menjadi objek putusan perdamaian itu bukan menjadi milik para pihak yang membuat persetujuan perdamaian, melainkan milik orang lain, dalam hal seperti itu bagi pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan derden verset karena barang yang dicantumkan dalam putusan perdamaian itu miliknya. Mengajukan derden verset ini dapat juga dilaksanakan dengan alasan barang yang menjadi objek putusan perdamaian telah digunakan kepadanya oleh salah satu pihak atau juga atas alasan di atas barang yang menjadi objek putusan perdamaian telah diletakkan conservatoir beslag atau sita eksekusi untuk kepentingan pelawan.115
114 115
Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 274. Abdul Manan. Op.Cit. Hal. 161.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN WARIS POLIGAMI A. Faktor-faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami yang Dihadapi oleh Mediator Mediasi dalam literatur islam disamakan dengan Tahkim. Tahkim dalam terminolgi fiqh ialah adanya dua orang atau lebih yang meminta orang lain agar diputuskan perselisihan yang terjadi diantara mereka dengan hukum syar’i.116 Konsep penyelesaian sengketa win-win solution seperti dalam mediasi, juga dikenal dalam sistem Hukum Islam. Walaupun disebut dengan mediasi, namun penyelesaian sengketa yang digunakan menyerupai pola yang digunakan dalam mediasi. Dalam sistem hukum Islam dikenal apa yang disebut istilah islah dan hakam. Tahkim yakni berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusannya untuk meyelesaiakan persengketaan mereka, berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk memutuskan/menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara mereka.117 Lembaga Tahkim telah dikenal sejak sebelum masa islam. Orang-orang Nasrani apabila mengalami perselisihan di antara mereka mengajukan perselisihan 116
Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat Dalam Islam (Jakarta:Khalifa, 2004), hal 328 117 Enksiklopedia Hukum Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), 1750
86
Universitas Sumatera Utara
87
kepada Paus untuk diselesaikan secara damai. Hakam atau juru damai dalam tahkim dapat terdiri dari satu oarng atau lebih. Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang mengankat dan mengutus hakam atau mediator dalam sengketa syiqoq. Mazhab Hanafi, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa berdasarkan zhahir ayat 35 surat anNisa’ bahwa hakam atau mediator diangkat oleh pihak keluarga suami atau istri, dan bukan suami atau istri secara langsung.118Pandangan ini berbeda dengan dengan pandangan Wahbah Zuhaili dan Sayyid Sabiq bahwa hakam dapat diangkat oleh suami istri yang disetujui oleh mereka. Islah adalah ajaran Islam yang bermakna lebih menonjolkan metode penyelesaian atau konflik secara damai dengan mengesampingkan perbedaanperbedaan yang menjadi akar perselisihan. Intinya bahwa para pihak yang berselisih diperintahkan untuk mengiklaskan “kesalahan” masing-masing dan diamalkan untuk saling memaafkan. Pengertian islah juga sangat berkembang penggunaanya di kalangan masyarakat Islam secara luas, baik untuk menyelesaikan kasus-kasus perselisihan ekonomi, bisnis maupun non ekonomi bisnis.Konteks islah dapat diidentikkan dengan mediasi atau konsiliasi.119 Selain islah dikenal juga istilah hakam, hakam mempunyai pengertian yang sama dengan mediasi. Dalam sistem Hukum Islam biasanya berfungsi untuk 118 Kholis Firmansyah, Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kota Malang Terhadap PERMA No.01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi, skripsi (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2008) 119 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 1993), hal 62
Universitas Sumatera Utara
88
menyelesaikan perselisihan perkawinan yang disebut dengan syiqaq. Mengenai pengertian hukum, para ahli Hukum Islam memberikan pengertian yang berbedabeda. Namun dari pengertian yang berbeda-beda tersebut dapat disimpulkan bahwa hakam merupakan pihak ketiga yang mengikatkan diri ke dalam yang terjadi di antara suami/istri sebagai pihak yang akan menengahi atau menyelesaikan sengketa di antara mereka.120 Sebagai pedoman, pengertian hakam dapat diambil dari penjelasan Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2006 jo Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Dikatakan bahwa hakam adalah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak keluarga suami atau pihak keluarga istri atau pihak lain untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan terhadap syiqaq. Dari bunyi penjelasan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi hakam hanyalah untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan, bukan untuk menjatuhkan putusan. Dari definisi di atas menunjukkan bahwa pemilihan dan pengangkatan seorang juru damai (hakam) dilakukan secara sukarela oleh kedua belah pihak yang terlibat persengketaaan. Setelah hakam berusaha sekuat tenaga untuk mencari upaya perdamaian di antara suami-istri, maka kewajiban dari hakam berakhir. Hakam kemudian melaporkan kepada hakim tentang usaha yang mereka ambil terhadap para pihak
120
Nailul Sukri, Kedudukan Mediasi dan Tahkim di Indonesia, Skripsi Fakultas Syariah IAIN Syarif Hidayatullah, 1992, hal 30
Universitas Sumatera Utara
89
(suami-istri).
Selanjutnya,
keputusan
akan
diambil
oleh
hakim
dengan
mempertimbangkan masukan dari hakam. Dengan demikian, bahwa hakam dalam Hukum Islam ini mempunyai kesamaan dengan mediator keduanya (baik mediator maupun hakam) tidak mempunyai kewenangan untuk memutus. Keduanya merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Bahwa pola penyelesaian sengketa melalui mediasi telah dikenal pula dengan sistem Hukum Islam. Islah dan hakam dapat dikembangkan untuk menjadi metode penyelesaian berbagai jenis sengketa, termasuk sengketa perdata dan bisnis sebagai mana ajaran Islam yang memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi antara manusia dengan cara perdamaian (islah) sesuai firman Allah swt. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat (49) : 9 yang berbunyi “jika ada dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil”. Walaupun pranata hakam dalam system Hukum Islam digunakan untuk menyelesaikan masalah perceraian, hal ini dapat diterapkan juga pada bidang-bidang sengketa yang lainnya. Mengingat
peranan
mediator
sangat
menentukan
efektivitas
proses
penyelesaian sengketa pembagian waris poligami, maka seorang mediator harus memiliki persyaratan dan kualifikasi tertentu. Kualifikasi seorang mediator dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu dari sisi eksternal mediator tersebut dan juga dari sisi internal mediator tersebut.
Universitas Sumatera Utara
90
Ketrampilan seorang mediator sangatlah diperlukan demi keberhasilan mediasi yang dilakukannya. Mediator dalam menjalankan mediasi harus memiliki sejumlah ketrampilan, yaitu ketrampilan mendengarkan, ketrampilan membangun rasa memiliki bersama, ketrampilan memecahkan masalah, ketrampilan meredam ketegangan, dan ketrampilan merumuskan kesepakatan.121 Ketrampilan dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan mediasi. Ketrampilan harus diasah dan dipraktekkan secara terus menerus, sehingga memiliki ketajaman dalam menganalisis, menyususn langkah kerja, dan menyiapkan solusi dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak antara lain : 1. Ketrampilan mendengarkan Ketrampilan mendengarkan sangat penting bagi mediator dan dariketrampilan mendengar ini akan memunculkan kepercayaan dari para pihakbahwa mediator benar-benar memahami dan mendalami persoalan mereka.Mediator akan diterima para pihak sebagai juru damai. Dengan diterimanyamediator oleh para pihak akan memudahkan membangun kekuasaansebagai mediator. Kekuasaan ini bukan untuk mendominasi dan menekanpara pihak akan tetapi menerima tawaran solusi, tetapi menciptakan ruangaman dalam membangun komunikasi konstruktif.122 Ketrampilan mendengar disebut juga dengan pendengar aktif. Konsep pendengar aktif ini menegaskan bahwa menjadi pendengar yang baik buka suatu kegiatan yang pasif. Namun berkaitan dengan kerja keras.Pendengar harus secara
121 122
Syahrizal Op,cit., hal 91 Ibid., hal 92
Universitas Sumatera Utara
91
fisik menunjukkan perhatiannya, dapat berkonsentrasi penuh, mampu mendorong para pihak untuk berkomunikasi dapat menunjukkan suatu sikap keprihatinan dengan tidak berpihak, tidak bersifat mengadili orang lain, tidak disibukkan untuk melakukan berbagai tanggapan dan tidak terganggu oleh hal-hal yang tidak relevan. 123 2. Ketrampilan Membangun rasa memiliki bersama Ketrampilan membangun rasa memilki bersama dimulai dengan sikap empati yang ditunjukkan mediator terhadap persoalan para pihak.Mediator harus mengetahui, mengidentifikasi dan memahami perasaan yang dialami para pihak yang bersengketa.Mediator juga harus membantu menumbuhkan rasa memilki bersama dengan para pihak, guna merumuskan berbagai solusi atas berbagai persoalan mereka. Membangun rasa memiliki bersama dapat dilakukan mediator dengan menjernihkan berbagai persoalan, mengidentifikasikan keprihatinan bersama dan menitikberatkkan pada kepentingankedua belah pihak. 3. Ketrampilan memecahkan masalah Ketrampilan yang sangat esensial di antara ketrampilan lainnya adalah ketrampilan memecahkan masalah, karena inti dari mediasi adalah menyelesaikan persengketaan yang terjadi antara para pihak. Dalam memecahkan masalah, mediator melakukan beberapa langkah penting yaitu; mengajak para pihak untuk fokus pada hal-hal positif, fokus pada persmaan kepentingan dan kebutuhan, fokus pada penyelesaian masalah untuk masa depan, memperlunak tuntutan, ancman dan
123
Said Faisal, Mediasi dan Perdamaian, Mahkamah Agung Republik Indonesia, hal 79
Universitas Sumatera Utara
92
penawaran terakhir, dan mengubah suatu permintaan atau posisi absolut menjadi suatu bentuk penyelesaian. 4. Ketrampilan meredam ketegangan Mediator dapat mengambil sejumlah tindakan yang merupakan ketrampilan dalam
mengelola dan
meredam
kemarahan
dari
dua belah
pihak
yang
bersengketa.Mediator harus memposisikan diri sebagai penengah dan tempat para pihak menumpahkan kemrahannya.Mediator harus bisa mencegah pengungkapan kemarahan tidak secara langsung ditujukan kepada masing-masing pihak, tetapi mereka harus menyatakan kemarahannya dihadapan mediator. Jadi pengungkapan kemarahan para pihak harus ditanggapi positif dan tenang oleh seorang mediator, karena melalui pengungkapan kemarahan akan dapat ditemukan esensi atau penyebab utama terjadi sengketa di antara para pihak. 5. Ketrampilan Merumuskan Kesepakatan Ketika para pihak sudah mencapai kesepakatan dalam mediasi, maka tugas mediator harus merumuskan kesepakatan tersebut dalam bentuk tulisan.Mediator juga mengajak para pihak secara bersama-sama memberikan tanggapan, apakah kesepakatan tersebut sudah berlangsung, apakah sudah mencakup hal-hal yang esensial ataukah mereka bersedia melaksanakannya. Bila para pihak telah memahami rumusan kesepakatan dengan baik dan mereka akan melaksanakannya, maka para pihak dapat membubuhkan tandatangannya. Dengan penandatangan kesepakatan tersebut, maka secara forma proses mediasi sudah selesai.
Universitas Sumatera Utara
93
Apabila suatu perkara diajukan ke persidangan, maka berdasarkan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg, Hakim Pengadilan Negeri wajib lebih dahulu berusaha mendamaikan pihak yang bersengketa melalui. Namun, dalam hal mediasi di luar pengadilan
para pihak memilih sendiri mediator
yang berwenang untuk
menyelesaikan sengketa di antara mereka. Dalam kasus yang diangkat dalam tesis ini, para pihak sebelumnya sudah berusaha menempuh jalur hukum terlebih dahulu, seperti yang dijelaskan dalam contoh kasus pada Bab III huruf C sebelumnya, tentu sebelumnya mereka sudah melalui tahap mediasi dari Pengadilan Negeri, namun belum juga mencapai kepuasan masing-masing pihak hingga kasus yang sudah diputuskan pada tingkat Pengadilan Tinggi, kemudian berlanjut ke jalur kasasi dan sedang diproses di Mahkamah Agung Republik Indonesia, sebelum akhirnya para pihak sepakat untuk melakukan mediasi di luar pengadilan. Pada pelaksanaan pembagian harta warisan tidaklah semudah yang tertuang dalam kertas atau sebatas teori, dalam pembagian waris adanya faktor penghambat atau kendala yang dihadapi dalam penyelesaiannya. Terutama dalam hal pembagian yang mana harta peninggalan terbatas namun ahli warisnya banyak sehingga banyak pula keinginan yang timbul dari ahli waris tersebut terhadap pembagian harta peninggalan. Kendala yang timbul dari pelaksanaan pembagian waris kebanyakan kendala tersebut timbul dari dalam keluarga sendiri. Salah satu kendala yang sering dihadapi adalah hal ketidakpuasan ahli waris dalam mendapatkan bagian masing-masing, sehingga timbulnya ketamakan untuk
Universitas Sumatera Utara
94
menguasai keseluruhan atau bagian yang menguntungkan saja bagi ahli waris. Dalam hal ini kendala pembagian warisan terdapat pada faktor ketidak inginan membagi warisan namun penguasaan sepihak terhadap harta warisan tersebut. Penjelasan mengenai kendala atau faktor penghambat di atas merupakan hal menjelang pelaksanaan penentuan pembagian, namun jika penentuan pembagian telah dilaksanakan melalui akta perdamaian yang mana kesepakatan mengenai bagian masing-masing ahli waris, maka kendala yang timbul merupakan cara untuk membagi langsung kepada individu ahli waris itu sendiri. Seperti contoh jika harta peninggalan berupa tanah dan bangunan hanya ada 2, sedangkan ahli waris ada tujuh dan bagian untuk masing-masing mendapat 1/7 (sepertujuh) bagian. Dalam hal itu untuk mudahnya dapat ditempuh dengan menjual harta peninggalan dan hasil penjualan dibagi sama rata kepada keseluruhan ahli waris. Faktor lainnya yang menghambat mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian waris poligami dalam kasus yang diangkat dalam tesis ini, yaitu tidak hadirnya para pihak yang bersengketa yang hanya diwakilkan kepada orang lain dengan memakai surat kuasa, sehingga mediator tidak dapat langsung mendengarkan keinginan para pihak yang bersengketa, meskipun sudah cukup jelas mendengarkan keinginan mereka dari kuasa masing-masing pihak, tetapi tetap saja sulit untuk mencapai kesepakatan karena pihak yang bersengketa tidak hadir dan kesepakatan disampaikan hanya melalui kuasa masing-masing pihak.
Universitas Sumatera Utara
95
B. Upaya yang Dilakukan Mediator dalam Menangani Penyelesaian Pembagian Waris Poligami Dalam
menyelesaikan
permasalahan
yang
dialami
mediator
dalam
penyelesaian sengketa pembagian waris poligami, mediator telah mengupayakan beberapa bentuk cara penyelesaian, diantaranya dengan : 1. Meningkatkan Kepercayaan Para Pihak Terhadap Mediator Seorang mediator harus mampu mengembangkan kepercayaan para pihak terhadap peran mediator, hal tersebut merupakan sikap yang harus ditunjukan oleh mediator kepada para pihak bahwa mediator tidak memiliki kepentingan apa pun terhadap sengketa pembagian waris seseorang yang berpoligami tersebut. Mediator hanya membantu para pihak untuk mengakhiri perselisihan. Mediator dalam memfasilitasi dan melakukan negosiasi antarpara pihak yang berselisih harus bersifat netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak dalam menjalankan proses mediasi tersebut. Seorang mediator harus mampu mendengarkan permasalahan dari setiap pihak secara seimbang dan dapat menunjukan sikap empati kepada para pihak, dimana mediator harus memiliki rasa peduli terhadap sengketa tersebut.Rasa empati ini ditunjukan mediator dengan berusaha secara sungguh-sungguh untuk mencari jalan keluar terbaik dari perselisihan yang sedang terjadi yang menguntungkan kedua belah pihak secara adil. Dengan terciptanya rasa kepercayaan para pihak kepada mediator maka dapat terjalin komunikasi yang baik sehingga kepentingan kedua belah pihak dapat disampaikan dengan keterbukaan dan para pihak dibantu mediator
Universitas Sumatera Utara
96
dapat mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang sedang mereka hadapi. 2. Mendengarkan dan Memahami Masing-masing Pihak yang Bersengketa Tugas mediator yang paling utama adalah mendengarkan masing-masing pihak, setelah mendengarkan kemudian memahami maksud dan tujuan kedua belah pihak yang bersengketa sebelum akhirnya memberikan solusi kepada mereka. Mediator harus bersikap diam dan netral dalam mendengarkan para pihak hingga kedua belah pihak selesai menyampaikan maksud mereka masing-masing dan mediator memahami maksud mereka tersebut. 3. Memberikan Nasehat dan Solusi Kepada Para Pihak Dalam memberikan nasihat dan solusi para pihak sekali lagi mediator harus besikap netral dan tidak memihak pihak manapun. Biasanya dalam memberikan nasihat dan solusi, mediator berusaha sebisa mungkin untuk memberikan pilihan yang menguntungkan kedua belah pihak atau setidaknya tidak merugikan pihak yang satu dan menguntungkan pihak yang lain, karena dengan begitu tidak akan tercapai kata sepakat dan damai dari keduanya. Namun tidak jarang terjadi ada pihak yang masih masih belum puas dengan pilihan yang diberikan mediator kepadanya, meski menurut mediator pilihan-pilihan yang diberikannya tersebut sudah cukup adil bagi para pihak. Dalam kasus yang diangkat dalam tesis ini, yang menjadi sengketa para pihak adalah 20 (dua puluh) lembar saham yang diperebutkan oleh para ahli waris yang terdiri dari 13 (tiga belas) orang anak dari 5 (lima) orang istri yang pernah dinikahi almarhum, yang akhirnya disepakati oleh para pihak dengan pembagian yang mereka
Universitas Sumatera Utara
97
sepakati. Dari kelima orang istri tersebut, istri pertama sampai istri ketiga sudah meninggal terlebih dahulu dari almarhum, istri yang masih hidup yaitu istri keempat dan kelima, tidak mendapat bagian dari sengketa saham ini, karena pembagian didasarkan dengan Akte Wasiat Nomor 25 tertanggal 22 November 1997 yang ditinggalkan oleh almarhum yang menjelaskan 13 (tiga belas) anaknya saja yang menjadi ahli waris.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Peranan mediator dalam menyelesaikan sengketa pembagian waris terhadap perkawinan poligami adalah sebagai penengah, yang mana seorang mediator berperan untuk dapat menjembatani dua kepentingan yang berbeda antar para pihak yang sedang bersengketa. Di mana untuk menjalankan perannya tersebut, seorang mediator menjalankan tugasnya secara aktif dalam membantu para pihak dengan memberikan pemahamannya yang benar tentang sengketa yang sedang dihadapi dengan membangun komunikasi yang baik di antara para pihak sehingga para pihak dapat mengemukakan pandangan dan tuntutan masingmasing secara terbuka. Pada akhirnya, seorang mediator dapat memberikan pilihan-pilihan penyelesaian perselisihan yang akan disepakati para pihak yang sekaligus mengakhiri persengketaan di antara ahli waris almarhum yang bersengketa yaitu ke-13 (tigabelas) orang anaknya dari 5 (lima) orang istri yang pernah dinikahinya.
2.
Mekanisme penyelesaian sengketa pembagian waris poligami yang dilakukan oleh mediator adalah yang pertama, para pihak sepakat untuk menempuh proses mediasi. Kesepakatanmerupakan awal untuk memulai mediasi, para pihak yang bersengketa harus menyetujui dan mematuhi aturan dalam mediasi, sehingga lebih mudah untuk mencapai kesepakatan. Kedua, memahami masalah-masalah
98
Universitas Sumatera Utara
99
baik bagi para pihak yang bersengketa maupun mediator harus memahami betul duduk permasalahan yang ada. Adapun mediator tidak boleh berpihak dan mendengar dari satu sisi saja, harus dari pihak yang bersengketa. Ketiga, memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah, sebagai solusi yang tidak menberatkan kedua belah pihak. Keempat, mencapai kesepakatan. Proses yang telah dilewati dari tahap awal hingga tahap ketiga dengan menentukan pilihan pemecahan permasalahan, maka adanya kesepakatan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan baik berupa kesepakatan perdamaian yang dikeluarkan oleh hakim mediator atau lebih baik lagi dibuat dalam bentuk otentik berupa akta perdamaian yang dibuat dihadapan notaris. Kesepakatan yang telah dibuat merupakan peraturan bagi para pihak yang bersengketa untuk tunduk dan terikat dengan kesepakatan tersebut. Kelima,
melaksanakan
kesepakatan.
Tahap
terakhir
merupakan
tahap
pelaksanaan dimana para pihak melaksanakan kesepakatan yang telah dipilih dan ditentukan. Kesepakatan tersebut merupakan Undang-undang bagi para pihak yang awalnya bersengeketa dan harus dipatuhi. 3.
Faktor-faktor yang menghambat dalam proses penyelesaian sengketa pembagian waris poligami yang dihadapi mediator, pertama adalah sulitnya menemukan kesepakatan para pihak karena adanya ketidakpuasan ahli waris dalam mendapatkan bagian masing-masing, sehingga timbulnya ketamakan untuk menguasai keseluruhan atau bagian yang menguntungkan saja bagi ahli waris. Kedua, tidak hadirnya para pihak yang bersengketa yang hanya diwakilkan oleh
Universitas Sumatera Utara
100
kuasa masing-masing pihak sehingga sulit mendengarkan secara langsung keinginan para pihak yang disampaikan melalui kuasa masing-masing saja. B. Saran 1.
Bertindak sebagai seorang Mediator atau penengah dalam penyelesaian masalah hendaknya dapat berperan dengan baik dan tidak memihak salah satu pihak.
2.
Mekanisme penyelesaian sengketa mediator yang secara umum diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 kebanyakan mengatur tentang mediasi di pengadilan, dan hanya beberapa pasal yang membahas atau mengatur tentang mediasi di luar pengadilan, hendaknya pemerintah membuat peraturan yang mengatur secara khusus mediasi di luar pengadilan.
3.
Penyelesaian sengketa oleh mediator hendaknya dilakukan dengan cara, memahami masalah-masalah sengketa yang dihadapinya tersebut, mendengar pendapat dari kedua belah pihak yang bersengketa dan bersikap netral/tidak memihak, memberikan solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan persengketaan di antara mereka hingga tercapainya kesepakatan antara keduanya.
Universitas Sumatera Utara