27
BAB II PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN WARIS POLIGAMI
A. Pengertian Mediator Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, perumahan, sengketa konsumen dan sebagainya yang merupakan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa yang cepat, efektif dan efisien.56 Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Para penulis dan sarjana Indonesia kemudian lebih suka mengubahnya ke bahasa Indonesia menjadi “mediasi” seperti halnya istilah-istilah lainnya, yaitu negotiation menjadi “negosiasi”, arbitration menjadi arbitrase dan ligitation menjadi “litigasi”. Orang awam yang tidak jarang salah sebut atau menyamakan antara mediasi dan “meditasi” yang berasal dari kosakata Inggris mediation yang berarti bersemedi. Sudah pasti keduanya amat berbeda karena mediasi berkaitan dengan cara penyelesaian sengketa atau bernuansa sosial dan legal, sedangkan meditasi berkaitan dengan cara pencarian ketenangan batin atau bernuansa spiritual.
56
Bambang Sutiyono, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Solusi dan Antisipasi Bagi Peminat Bisnis dalam menghadapi Sengketa Kini dan Mendatang, (Yogyakarta: Citra Media, 2008), hal 53
27
Universitas Sumatera Utara
28
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi.57 Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak netral tersebut mediator dengan tugas memberikan bantuan procedural dan substansi. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana para pihak yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Pihak luar tersebut disebut dengan mediator, yang tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaiakan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.58 Defenisi mediasi yang terdapat di dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 ini tidak jauh berbeda dengan definisi para ahli. Namun, di dalam PERMA No.1 Tahun 2008 ini mediasi lebih menekankan bahwa yang penting di dalam sebuah mediasi itu adalah mediator. Mediator harus mampu mencari alternatif-alternatif penyelesaian sengketa tersebut. Apabila para pihak sudah tidak menemukan lagi jalan keluar untuk menyelesaikan sengketa tersebut maka mediator tersebut harus dapat memberikan solusi-solusi kepada para pihak.Solusi-solusi tersebut haruslah kesepakatan bersama dari si para pihak yang bersengketa. Disinilah terlihat jelas peran penting mediator. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (nonintervensi) tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa diterima kehadirannya 57
Beberapa Definisi tentang Mediasi dapat dibaca dalam Gunawan Wijaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), hal 90-92 58 Khotibul umam, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Yogyakarta, penerbit pustaka yustisia,2010) hal.10
Universitas Sumatera Utara
29
oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dalam mediasi tersebut disebut “mediator” atau “penengah”, yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Mediator disini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, melainkan di tangan para pihak yang bersengketa.59 Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar bila tidak ada negosiasi tidak ada mediasi.60 Dari beberapa rumusan mengenai batasan mediasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa mediasi merupakan cara penyelsaian sengketa di luar pengadilan melalui kesepakatan dirundingkan para pihak sengketa yang dibantu oleh pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak berpihak kepada siapa pun. Pihak ketiga itu disebut dengan mediator, dalam mediasi ini mediator tidak mempunyai hak untuk memutus sengketa tersebut. Mediator hanya membantu para pihak sengketa dengan memberikan solusi-solusi yang dapat membuka pikiran para 59 60
Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Mediasi dan Perdamaian, (Jakarta: MA-RI, 2004)
hal 61
Universitas Sumatera Utara
30
pihak dalam penyelesaian sengketa tersebut. Solusi-solusi tersebut diperundingkan oleh para pihak untuk mencapai kesepakatan bersama tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Dengan kata lain mediator merupakan penengah di dalam sebuah persengketaan. Dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Mediator adalah pihak yang bersifat netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediator yang dimaksud dalam Perma ini adalah mediator yang menjalankan tugasnya pada Pengadilan. Mediator yang bertugas pada Pengadilan dapat saja berasal dari hakim Pengadilan atau dari mediator luar Pengadilan. Hakim mediator adalah hakim yang menjalankan tugas mediasi setelah ada penunjukan dari ketua majelis Mediator dalam memediasi para pihak bertindak netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak, karena pemihakan mediator kepada salah satu pihak akan mengancam gagalnya mediasi. Mediator berupaya menemukan kemungkinan alternatif penyelesaian sengketa para pihak. Mediator juga dituntut untuk memilki sejumlah keterampilan (skill) yang dapat membantunya mencari sejumlah kemungkinan penyelesaian sengketa. B. Peranan dan Fungsi Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Pada
persengketaan,
perbedaan
pendapat
dan
perdebatan
yang
berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan.
Universitas Sumatera Utara
31
Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi, sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan kepentingan pihak lainya. Agar tercipta proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasayarat yang harus dipenuhi adalah kedua belah pihak harus sama-sama memperthatikan atau menjunjung tinggi hak untuk mendengar. Dengan persayaratan tersebut proses dialog dan pencarian titik temu yang akan menjadi proses penyelesaian sengketa baru dapat berjalan. Proses penyelesaian sengketa mengharuskan para pihak mengembangkan penyelesaian agar dapat diterima bersama. Pelaksanaan perdamaian dengan dua cara, yakni di luar sidang Pengadilan atau melalui sidang Pengadilan. Di luar sidang Pengadilan, penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan oleh para pihak yang berdamai baik dengan adanya pihak penengah atau dengan kesepakatan para pihak saja. Ada pun yang dimaksud dengan pelaksanaan perdamaian yang dipaparkan di atas adalah menyangkut tempat dan waktu pelaksanaan perjanjian perdamaian yang diadakan oleh para pihak yang dapat diklasifikasikan kepada : 1. Perdamaian melalui sidang Pengadilan Perdamaian melalui sidang Pengadilan berlainan caranya dengan perdamaian di luar sidang Pengadilan, perdamaian melalui sidang Pengadilan dilangsungkan pada saat perkara tersebut diproses di depan sidang Pengadilan (gugatan sedang berjalan). Di dalam ketentuan undang-undang ditentukan, bahwa sebelum perkara itu diproses (dapat juga selama diproses, sebelum adanya kekuatan hukum tetap) Hakim harus menganjurkan agar para pihak yang bersengketa berdamai.Dalam hal ini tentunya
Universitas Sumatera Utara
32
peranan Hakim sangat menentukan.Andainya Hakim berhasil untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa, maka dibuatlah akta perdamaian dan kedua belah pihak yang bersengketa dihukum untuk menaati isi dari akta perdamaian tersebut. 2.
Perdamaian di luar Pengadilan Pada persengketaan selalu terdapat dua atau lebih pihak yang bersengketa,
dalam persengketaan dapat saja pihak-pihak yang bersengketa menyelesaikan sendiri.Dalam hal ini seperti para pihak yang bersengketa meminta bantuan kepada sanak keluarga pemuka masyarakat atau pihak lainnya, dalam upaya mencari penyelesaian sengketa tersebut di luar sidang secara damai. Namun tidak menutupi untuk timbulnya sengketa yang sama dikemudian hari, seperti dalam hal sengketa waris, awalnya telah sepakat harta warisan tidak dibagi dahulu namun dengan pernyataan tersebut adanya ahli waris yang menguasai secara utuh seakan-akan milik pribadi, menghilangkan hak waris dari ahli waris lainya. Sedangkan awalnya kesepatakan tidak membagi harta warisan terdahulu dengan maksud dikelola bersama dan dinikmati bersama, namun kenyataanya tidak demikian. Untuk menghindari timbulnya kembali persoalan yang sama dikemudian hari, maka dalam praktek sering perjanjian perdamaian itu dilaksananakan secara tertulis, yaitu dibuat dengan akta perdamaian. Penyelesaian sengketa adanya pilihan jalur Pengadilan dan jalur di luar Pengadilan. Namun adanya pilihan penyelesaian sengketa di luar Pengadilan lebih cendrung masyarakat untuk memilih penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, karena adanya faktor-faktor yang lebih kearah kebaikan dan kekeluargaan. Adanya
Universitas Sumatera Utara
33
pilihan proses penyelesaian sengketa di luar Pengadilan yaitu Alternative Dispute Resolution (ADR), arbitrase dan musyawarah yang kesemua proses tersebut bertujuanya kepada perdamaian yang sesuai dengan kehendak para pihak yang bersengketa. Alternative Dispute Resolution dan arbitrase lebih kepada permasalahan hukum bisnis, yang mana bersifat tertutup dan tidak memakan waktu lama seperti hal penyelesaian kasus hukum melalui jalur Pengadilan. Pada permasalahan yang timbul di ranah hukum perdata di luar dari hukum bisnis, yang mana telah masuk kejalur Pengadilan tetap adanya proses perdamaian untuk awalnya, dimana ada ditunjuknya hakim untuk melaskanakan perdamaian tersebut, jika perdamaian dapat terwujud dengan keinginan kedua belah pihak yang tidak adanya unsur paksaan, maka akan adanya putusan hakim mengenai perdamaian tersebut.61 Alternative Dispute Resolution dan arbitrase lebih kepada permasalahan hukum bisnis. Namun tidak menutupi pada ADR adanya sistem penyelesaian sengketa yang dapat juga diterapkan untuk kasus perdata selain kasus perdata dibidang hukum bisnis, karena tujuannya sama yaitu berujung pada perdamaian dan yang mana bersifat tertutup dan tidak memakan waktu lama seperti hal penyelesaian kasus hukum melalui jalur Pengadilan, yaitu negosisasi dan mediasi. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan
61
Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase, (Jakarta : Ghalia Indonesia,2000) hal 48.
Universitas Sumatera Utara
34
penyelesaian tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan.62 Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak. Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan, yang memiliki unsur-unsur : a. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan. b. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian. c. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung. d. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengeketa. Peran mediator sebagai sebuah garis rentang dari sisi peran terlemah hingga yang terkuat. Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanankan peran sebagai berikut:
62
Ibid, hal.49.
Universitas Sumatera Utara
35
1) Penyelenggara pertemuan; 2) Pemimpin diskusi netral; 3) Pemelihara atau penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradap; 4) Pengendali emosi para pihak; 5) Pendorong pihak atau perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya. Sisi peran yang kuat mediator adalah bila dalam perundingan mediator mengerjakan atau melakukan hal-hal sebagai berikut: a.
Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan.
b.
Merumuskan titik temu atau kesepakatan para pihak.
c.
Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengeketa atau kasus bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan, melainkan untuk diselesaikan.
d.
Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah.
e.
Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah. Menurut Fuller dan Riskin yang dikutip oleh Suyud Margono dalam bukunya,
ada 7 (tujuh) fungsi mediator :63 1) Sebagai katalisator, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi.
63
Ibid, hal . 60.
Universitas Sumatera Utara
36
2) Sebagai pendidik berarti seseorang harus berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usuaha dari para pihak. Oleh sebab itu, mediator harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan di antara para pihak. 3) Sebagai penerjemah, berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul. 4) Sebagai narasumber, berarti mediator harus mendaya gunakan sumber-sumber informasi yang tersedia. 5) Sebagai penyandang berita jelek, berarti seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. Untuk itu mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan. 6) Sebagai agen realitas, berarti mediator harus berusaha memberi pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasaranya tidak mungkin atau tidak masuk akal tercapai melalui perundingan. 7) Sebagai kambing hitam, berarti seorang mediator harus siap disalahkan, contohnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan. Proses mediasi adanya tahapan-tahapan yang dilewati, yang mana harus berurutan, sehingga sinkron permasalahan yag akan diselesaikan, yaitu: a) Sepakat untuk menempuh proses mediasi
Universitas Sumatera Utara
37
Kesepakatan merupakan merupakan awal untuk memulai mediasi, para pihak yang bersengketa harus menyetujui dan mematuhi aturan dalam mediasi, sehingga lebih mudah utnuk mencapai kesepakatan.Tidak hanya sepihak saja, melaiankan kedua belah pihak. b) Memahami masalah-masalah Baik bagi para pihak yang bersengketa maupun mediator harus memahami betul duduk permasalahan yang ada.Terutama mediator, karena mediator tidak boleh berpihak dan mendengar dari satu sisi saja, harus kedua sisi dari pihak yang bersengketa. c) Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan permasalahan Maksud dari membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan permasalahan ialah dimana mediator memberikan pilihan dalam pemecahan permasalahan, pilihan tersebut tidak memberatkan kedua belah pihak yang bersengketa, dimana para pihak nyaman dengan pilihan-pilihan yang ditawarkan, sehingga adanya keterbukaan pemikiran bagi para pihak yang bersengketa bahwa sengketa bukan lah pertarungan menang atau kalah, melainkan benang kusut yang harus dirapikan namun tidak merusak benang tersebut. d) Mencapai kesepakatan Proses yang telah dilewati dari tahap awal hingga tahap ketiga dengan menentukan pilihan pemecahan permasalahan, maka adanya kesepakatan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Kesepakatan tersebut dituangkan
dalam
bentuk
tulisan
dan
lebih
baik
dalam
bentuk
Universitas Sumatera Utara
38
otentik.kesepakatan yang telah ditentukan merupakan peraturan bagi para pihak yang bersengketa untuk tunduk dan terikat dengan kesepakatan tersebut. e) Melaksanakan kesepakatan Tahap
terakhir
merupakan
tahap
pelaksanaan
dimana
para
pihak
melaksanakan kesepakatan yang telah dipilih dan ditentukan.Kesepakatan tersebut merupakan Undang-undang bagi para pihak yang awalnya berengeketa dan harus dilaksanakan sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa keberatan. Pada permasalahan yang timbul di ranah hukum perdata di luar dari hukum bisnis, yang mana telah masuk kejalur Pengadilan tetap adanya proses perdamaian untuk awalnya, dimana ada ditunjuknya Hakim untuk melaskanakan perdamaian tersebut, jika perdamaian dapat terwujud dengan keinginan kedua belah pihak yang tidak adanya unsur paksaan, maka akan adanya putusan Hakim mengenai perdamaian tersebut. Selain pilihan perdamaian yang diceritakan di atas, adanya juga jalur musyawarah yang paling awal ditempuh bagi pihak bersengketa, terutama untuk sengketa waris. Pada masyarakat Indonesia mengenai waris masih hal yang tabu dan jika terbuka ke umum maka menjadi suatu aib bagi keluarga pewaris. Karena itulah para ahli waris lebih cendrung kepada musyawarah dengan cara kekeluargaan untuk menyelesaikan sengketa waris. Musyawarah yang dilaksanakan bertujuan untuk menghindari atau menyelesaikan permasalahan yang timbul, yang mana diharapkan hasilnya merupakan perdamaian.
Universitas Sumatera Utara
39
Perdamaian merupakan jalur yang dipilih dan ditempuh untuk menghindari dan menyelesaikan permasalahan di luar persidangan. Ada beberapa alasan pemilihan penyelesaian permasalahan melalui perdamaian yaitu dikarenakan lebih efisien waktu dan biaya yang tidak terlalu besar.“Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”.64 1.
Peranan Mediator Dalam Mediasi Gagal tidaknya mediasi juga sangat ditentukan oleh orang peran yang
ditampilkan oleh mediator.Ia berperan aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antar para pihak, meminpin pertemuan dan mengendalikan pertemuan, menjaga kesinambungan proses mediasi dan menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan Mediator sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan para pihak yang bersengketa. Mediator harus membangun interaksi dan komunikasi positif, sehingga ia mampu meyelami kepentingan para pihak dan berusaha menwarkan alternatif dalam pemenuhan kepentingan tersebut. Dalam memandu proses komunikasi, mediator ikut mengarahkan para pihak agar membicarakan secara bertahap upaya yang mungkin ditempuh keduanya dalam rangka mengakhiri sengketa. Ada beberapa peran mediator yang sering yang ditemukan ketika proses mediasi berjalan. Peran tersebut antara lain65 1. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak. 64
Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional (Jakarta: Kencana, 2009), hal 22 65
Universitas Sumatera Utara
40
2. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan menguatkan suasana yang baik. 3. Membantu para pihak untuk mengahadapi situasi atau kenyataan. 4. Mengajar para pihak dalam proses dan ketrampilan tawar menawar. 5. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian masalah. Peran mediator akan terwujud apabila mediator mempunyai sejumlah keahlian (skill). Keahlian ini diperoleh melalui sejumlah pendidikan, pelatihan (training) dan sejumlah pengalaman dalam meyelesaiakan konflik atau sengketa. Mediator sebagai pihak yang netral dapat menampilkan peran sesuai dengan kapasitasnya.Mediator dapat menjalankan perannya mulai dari peran terlemah sampai peran yang terkuat.Ada beberapa peran mediator yang termasuk dalam peran terlemah dan terkuat. Peran-peran ini menunjukkan tingkat tinggi rendahnya kapasitas dan keahlian (skill) yang dimiliki oleh seorang mediator Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah kontinum atau garis rentang.Yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat.66 Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya menjalankan perannya sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan pertemuan. 2. Pemimpin diskusi rapat. 3. Pemelihara atau penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradab. 66
Howard Raiffa, The Art & Science of Negotiation (Cambridge Harvard University Press, 1982) hal, 218-219
Universitas Sumatera Utara
41
4. Pengendali emosi para pihak. 5. Pendorong
pihak/perunding
yang
kurang
mampu
atau
segan
mengemukakan pandangannya. Sedangkan sisi peran yang kuat diperlihatkan oleh mediator, apabila mediator bertindak atau mengerjakan hal-hal dalam proses perundingan, sebagai berikut: 1. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan. 2. Merumuskan titik temu atau kesepakatan dari para pihak. 3. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi untuk diselesaikan. 4. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah. 5. Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah. Kovach menyebutkan peran mediator mencakup hal-hal berikut: 67 1. Mengarahkan komunikasi di antara para pihak. 2. Memfasilitasi atau memimpin proses persidangan. 3. Mengevaluasi kemajuan proses perundingan. 4. Membantu para pihak untuk mempelajari dan memahami pokok masalah dan berlangsungnya proses perundingans secara baik. 5. Mengajukan usul atau gagasan tentang proses dan penyelesaian sengketa. 6. Mendorong para pihak ke arah penyelesaian.
67
M. Zaidun dikutip dari Kimberlee K. Kovach, Mediation Principle and Practice, (West Publishing Co., Ct. Paul, 1994), hal 28-29
Universitas Sumatera Utara
42
7. Mendorong kemampuan diri dan pemberdayaan para pihak untuk melaksanakan proses perundingan. 8. Mengendalikan jalannya proses perundingan. Leonard L. Riskin, menyebutkan peran mediator sebagai berikut : 68 1. Mendesak para juru runding agar setuju atau berkeinginan untuk berbicara. 2. Membantu para peserta perundingan untuk memahami proses mediasi. 3. Membawa peran para pihak. 4. Membantu para juru runding untuk menyepakati agenda perundingan. 5. Menyusun agenda. 6. Menyediakan suasana yang menyenangkan bagi berlangsungnya proses perundingan. 7. Memelihara tertiban perundingan. 8. Membantu para juru runding untuk memahami masalah. 9. Melarutkan harapan-harapan yang tidak realistis. 10. Membantu juru runding untuk mengembangkan usulan-usulan mereka. 11. Membantu juru runding untuk melaksanakan perundingan. 12. Membujuk juru runding agar menerima sebuah penyelesaian tertentu. Menurut Fuller, mediator memiliki beberapa fungsi, yaitu katalisator, pendidik, penerjemah, narasumber, penyandang berita jelek, agen realitas dan sebagai
68
Leonard L. Riskin dan James E. Wesbrook, Dispute Resolution and Lawyers, (West Publishing Co., St. Paul Minnesota, 1987), hal 92
Universitas Sumatera Utara
43
kambing hitam (scapegoat).69 Fungsi sebagai “katalisator” diperlihatkan dengan kemampuan mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi di antara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni menyebarkan terjadinya salah pengertian dan polaritas di antara para pihak. Sebagai “pendidik” dimaksudkan berusaha memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak. Sebagai “penerjemah”, mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya melalui bahasa, atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak lainnya, tetapi tanpa mengurang maksud atau sasaran yang hendak dicapai oleh si pengusul. Sebagai “narasumber”, mediator harus mampu mendayagunakan atau melipatgandakan kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia, mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima perkataan dan ungkapan yang tidak enak dan kasar dari salah satu pihak. Sebagai “agen realitas”, mediator harus memberitahu atau member pengertian secara terus terang kepada satu atau tidak masuk akal untuk dicapai melalui sebuah proses perundingan. Sebagai “kambing hitam”, mediator harus siap menjadi pihak yang dipersalahkan apabila orang-oang yang dimediasi tidak merasa sepenuhnya puas terhadap prasyaratprasyarat dalam kesepakatan.
69
Lon Fuller dapat dilihat dalam Lonard R. Riskin dan James E. Westbook, Dispute Resolution and Lawyers, Abridged Edition, (West Publishing. Co., St. Paul Minm, 1987), hal 95-96
Universitas Sumatera Utara
44
Mediator menampilkan peran yang terlemah bila dalam proses mediasi, ia hanya melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan pertemuan. 2. Memimpin diskusi. 3. Memelihara atau menjaga aturan agar proses perundingan berlangsung secara baik. 4. Mengendalikan emosi para pihak. 5. Mendorong para pihak yang kurang mampu atau segan dalam mengemukakan pandangannya. Sedangkan mediator yang menampilkan peran kuat, ketika dalam proses mediasi ia mampu melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Mempersiapkan dan membuat notulensi pertemuan. 2. Merumuskan titik temu atau kesepakatan dari para pihak. 3. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah sebuah pertarungan untuk dimenangkan, tetapi sengketa harus diselesaikan. 4. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah . 5. Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah. 6. Membujuk para pihak untuk menerima ususlan tertentu dalam rangka penyelesaian sengketa. Peran-peran tersebut di atas harus diketahui secara baik oleh seseorang yang akan menjadi mediator dan hakim yang menjadi mediator di Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa. Mediator harus berupaya melakukan yang terbaik agar
Universitas Sumatera Utara
45
proses mediasi berjalan maksimal sehingga para pihak merasa puas dengan keputusan yang mereka buat atas bantuan mediator. 2.
Fungsi Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Sengketa merupakan salah satu hal yang bisa muncul kapan saja dalam
kehidupan manusia. Sengketa dapat terjadi mulai dari lingkup keluarga hingga lingkup hukum.Sejak dulu kala, penyelesaian sengketa sudah ada dalam latar budaya masyarakat Indonesia sebagai pola penyelesaian sengketa berdasarkan musyawarah, misalnya rembuk desa dan kerapatan adat. Dalam penyelesaian sengketa hukum, ada beberapa pilihan dalam menyelesaikan sengketa hukum. Penyelesaian sengketa hukum yang paling sering dilakukan dan paling dikenal oleh masyarakat adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Namun demikian, penyelesaian sengketa melalui pengadilan terkadang tidak memberikan penyelesaian sebagaimana diinginkan oleh kedua belah pihak. Penyelesaian sengketa di pengadilan juga dikenal memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal. Untuk mengakomodir keinginan-keinginan para pihak ini, kemudian muncul beberapa alternatif untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak. Beberapa alternatif tersebut antara lain: negosiasi, mediasi, evaluasi dini, pendapat atau penilaian ahli, pencarian fakta, dispute review board, dan office of special project facilitator. Alternatif penyelesaian sengketa ini memiliki beberapa keuntungan antara lain cepat dan murah, adanya kontrol dari para pihak terhadap proses yang berjalan dan hasilnya karena pihak yang mempunyai kepentingan aktif dalam
menyampaikan
pendapatnya,
dapat
menyelesaikan
sengketa
secara
Universitas Sumatera Utara
46
tuntas/holistik, dan meningkatkan kualitas keputusan yang dihasilkan dan kemampuan para pihak untuk menerimanya. Mediasi, seperti alternatif penyelesaian sengketa lainnya, berkembang akibat lambannya penyelesaian sengketa di pengadilan. Mediasi muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya, dan kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks. “Mediation is not easy to define”.70Mediasi bukanlah sesuatu yang mudah untuk didefinisikan. Hal ini terkait dengan dimensi mediasi yang sangat jamak dan tidak terbatas. Mediasi tidak memberi satu model yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan lainnya.71 Dalam peraturan Indonesia, pengertian mediasi dapat ditemukan di Pasal 1 butir tujuh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 yaitu cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Selain dalam peraturan ada beberapa sarjana yang mencoba untuk mendefinisikan mediasi. Gary Goodpaster menyatakan bahwa “Mediasi” adalah proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang bersengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.72 Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa ada unsur-unsur mendasar dari definisi mediasi, antara lain: 1. Adanya sengketa yang harus diselesaikan
70
Laurence Boulle, Mediation:Principle, process, practice, (Sydney: Butterworths, 1996), hal. 3
71
Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 116 72 Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1999) hal. 241
Universitas Sumatera Utara
47
2. Penyelesaian dilaksanakan melalui perundingan 3. Perundingan ditujukan untuk mencapai kesepakatan 4. Adanya peranan mediator dalam membantu penyelesaian. Beberapa alasan mengapa mediasi sebagai altemetif penyelesaian sengketa mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia, antara lain:73 1. Faktor Ekonomis, dimana mediasi sebagai altematif penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu. 2. Faktor ruang lingkup yang dibahas, mediasi memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel. 3. Faktor pembinaan hubungan baik, dimana mediasi yang mengandalkan caracara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang. Dalam mediasi, terdapat dua jenis mediasi yang ditinjau berdasarkan tempat pelaksanaannya yaitu mediasi di pengadilan dan mediasi di luar pengadilan. Kedua jenis mediasi ini tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Dalam melaksanakan mediasi di pengadilan, ada dua tahap yang harus dijalani, yaitu yang pertama adalah mediasi awal litigasi, yakni mediasi yang dilaksanakan sebelum pokok sengketa diperiksa dan yang kedua adalah mediasi yang dilakukan dalam 73
Alasan keberadaan BaMI”, www.badanmediasi.com, diakses pada 1 April 2014
Universitas Sumatera Utara
48
pokok pemeriksaan, yang kemudian terbagi lagi menjadi dua yaitu selama dalam pemeriksaan tingkat pertama dan selama dalam tingkat banding dan kasasi. Sedangkan mediasi di luar pengadilan merupakan mediasi yang dilaksanakan di luar pengadilan, kemudian perdamaian terjadi dimohonkan ke pengadilan untuk dikuatkan dalam akta perdamaian.74 Mediator dalam mediasi bukan berperan untuk mengambil keputusan, melainkan untuk membantu para pihak memahami pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah yang disengketakan. Mediator sebagai pihak yang menentukan efektivitas proses penyelesaian sengketa harus bersikap netral, mendengarkan para pihak secara aktif, mencoba untuk meminimalkan perbedaanperbedaan, serta kemudian menitikberatkan persamaan. Seorang mediator tidak boleh mempengaruhi salah satu pihak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh pihak lainnya.
Mediator
sangat
membutuhkan
kemampuan
personal
yang
memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan masing-masing pihak. Namun demikian, kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berpikir masing-masing pihak, serta kesiapannya untuk memahami dengan empati pandangan para pihak. Mediator perlu memahami dan memberikan reaksi positif atas persepsi masing-masing pihak dengan tujuan membangun hubungan baik dan kepercayaan.75
74
Mahkamah Agung Republik Indonesia,Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008. 75 Gatot P. Soemartono, op.cit, hal. 135
Universitas Sumatera Utara
49
Sebagai pihak netral yang melayani kedua belah pihak, mediator berperan melakukan interaksi dengan para pihak baik secara bersama ataupun secara individu, dan membawa mereka pada tiga tahap sebagai berikut:76 a. Memfokuskan pada upaya membuka komunikasi di antara para pihak; b. Memanfaatkan komunikasi tersebut untuk menjembatani atau menciptakan saling pengertan di antara para pihak (berdasarkan persepsi mereka atas perselisihan tersebut dan kekuatan serta kelemahan masing-masing); dan c. Memfokuskan pada munculnya penyelesaian. Selain dilihat dari pendapat-pendapat para ahli yang menulis mengenai mediasi, tugas-tugas mediator juga diatur dalam peraturan yang berlaku bagi pelaksanaan mediasi di Indonesia. Tugas-tugas ini tercantum dalam Pasal 15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Tugas-tugas tersebut antara lain:77 1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. 2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi. 3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus. 4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. 76 77
Ibid., hal 136. Mahkamah Agung Republik Indonesia, op.cit, pasal 15
Universitas Sumatera Utara
50
Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat kita lihat bahwa mediator bertugas untuk mengarahkan dan memfasilitasi lancarnya komunikasi dan membantu para pihak untuk memahami sengketa yang terjadi di antara keduanya, serta para pihak dapat membuat penilaian yang objektif hingga terciptalah penyelesaian akan sengketa yang dihadapi. Mediasi seringkali menghasilkan kesepakatan di antara kedua belah pihak sehingga manfaat mediasi sangatlah dapat dirasakan. Manfaat mediasi tetap dapat dirasakan meskipun terkadang ada mediasi yang gagal. Hal ini dikarenakan adanya mediasi kemudian mengklarifikasikan persoalan dan kemudian mempersempit permasalahan yang disengketakan. Dalam menyelesaikan sengketa, mediasi memiliki beberapa keuntungan, antara lain: a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa lebih cepat dan murah dibandingkan dengan arbitrase dan pengadilan; b. Mediasi dapat memberbaiki komunikasi antara para pihak yang bersengketa serta menghilangkan konflik yang hampir selalu mengiringi putusan yang bersifat memaksa; c. Mediasi akan memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata; d. Mediasi meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan kelemahan posisi masing-masing pihak; e. Melalui mediasi, dapat diketahui hal-hal atau isu-isu yang tersembunyi yang terkait dengan sengketa yang sebelumnya tidak disadari;
Universitas Sumatera Utara
51
f. Mediasi memberikan para pihak untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasil dari mediasi tersebut. Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi kemudian diharapkan untuk dapat mengurangi ketidakseimbangan posisi para pihak sebagaimana yang dirasakan apabila sengketa diselesaikan melalui lembaga pengadilan maupun arbitrase. Dalam mediasi yang sukses, dihasilkan sebuah perjanjian penyelesaian sengketa yang setelah ditandatangani akan mengikat dan dapat dipaksakan sebagaimana layaknya sebuah kontrak atau perjanjian. Di Indonesia, perjanjian hasil mediasi harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Hal ini tidak hanya berlaku untuk mediasi di dalam pengadilan, tetapi juga untuk mediasi di luar pengadilan. Pasal 17 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 kemudian menyatakan bahwa jika mediasimenghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.78 Kemudian Pasal 6 ayat (6) Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 menyatakan bahwa: “Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.79
78
Mahkamah Agung Republik Indonesia, op.cit, ps. 17 ayat (1) Indonesia, Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, UU Nomor 30 Tahun 1999, LN No. 138 Tahun 1999, TLN No. 3872, ps. 6 ayat (6). 79
Universitas Sumatera Utara
52
Apabila mediasi dilaksanakan di luar pengadilan, sesuai Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, perjanjian tertulis yang telah disepakati oleh para pihak wajib untuk didaftarkan di pengadilan negeri paling lama 30 hari sejak perjanjian tersebut ditandatangani. Dalam hal pelaksanaan mediasi yang dilakukan di pengadilan, hakim dapat mengukuhkan kesepatakan tersebut sebagai suatu akta perdamaian. Akta perdamaian sendiri dalam Pasal 1 butir 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 didefinisikan sebagai akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. 80 Perjanjian tertulis ini biasanya disusun oleh para pihak dengan bantuan mediator. Dalam membantu para pihak menyusun suatu persetujuan mediasi secara tertulis, mediator memfokuskan perhatian untuk terlebih dahulu menghasilkan rancangan perjanjian, ia harus meyakini bahwa para pihak telah memahami sepenuhnya rancangan perjanjian. Perlunya penyusunan rancangan perjanjian diakomodir dalam pasal 17 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik.81
80 81
Mahkamah Agung Republik Indonesia, op.cit, ps. 1 butir 2 Ibid, ps. 17 ayat (3)
Universitas Sumatera Utara