BAB III KONTROL PADA STRUKTUR III.1 Klasifikasi Kontrol pada Struktur Sistem kontrol aktif adalah suatu sistem yang menggunakan tambahan energi luar. Sistem kontrol aktif dioperasikan dengan sistem kalang-terbuka maupun kalangtertutup. Sistem kontrol aktif kalang-terbuka adalah sistem dimana gaya kontrol ditentukan oleh kondisi awal sistem. Ini berarti bahwa gaya kontrol diketahui sebelumnya dari informasi yang diberikan oleh konfigurasi sistem, keadaan awal, dan gangguan yang diberikan. Sistem kontrol aktif kalang-tertutup adalah sistem dimana gaya kontrol tergantung pada keadaan sistem pada saat itu. Sehingga kontrol aktif kalang-tertutup dapat disebut juga sistem kontrol umpan balik. Sistem kontrol umpan balik merupakan sistem yang cocok digunakan dalam aplikasi teknik sipil, karena adanya ketidaktentuan parameter struktur dan beban yang diterima struktur. Sistem kontrol pasif tidak membutuhkan tambahan energi luar dalam beroperasi. Banyak sistem kontrol pasif bekerja sebagai kontrol kalang-tertutup. Setiap mekanisme kontrol membangkitkan gaya kontrol yang dibutuhkan bila struktur diganggu atau responnya melebihi batas-batas tertentu. Dengan demikian keadaan struktur pada saat itu adalah satu-satunya yang memaksa mekanisme kontrol untuk membangkitkan gaya yang dibutuhkan untuk mengontrol keadaan struktur berikutnya. Klasifikasi kontrol struktur digambarkan pada gambar berikut:
Gambar III.1 Klasifikasi kontrol pada struktur
14
III.2 Klasifikasi Kontrol Aktif pada Struktur Sistem kontrol aktif pada struktur mempunyai konfigurasi dasar seperti yang diperlihatkan secara skematis sebagai berikut:
Gambar III.2 Diagram skematik kontrol aktif pada struktur Konfigurasi tersebut terdiri dari: •
Sensor-sensor yang diletakkan di berbagai tempat pada struktur untuk mengukur gaya luar atau respon struktur atau keduanya
•
Alat untuk memproses informasi yang diukur dan menghitung gaya kontrol yang diperlukan berdasakan suatu algoritma kontrol.
•
Aktuator, biasanya digerakkan oleh sumber energi luar untuk menghasilkan gaya kontrol yang dibutuhkan,
Pada kontrol kalang-tertutup, maka hanya respon struktur yang diukur dengan dimonitor secara kontinyu dan informasi ini digunakan untuk memberikan koreksi yang kontinyu terhadap gaya kontrol yang diberikan. Sedangkan pada mekanisme kontrol kalang-terbuka, maka besarnya gaya luar yang diukur. Pada kasus dimana informasi keduanya, yaitu respon struktur dan besarnya gaya luar digunakan untuk merencanakan gaya kontrol, maka istilah closed-open-loop digunakan.
15
Peralatan yang dapat digunakan dapat diklasifikasikan dalam empat kategori, yaitu peredam massa aktif, tendon aktif, penambahan massa, redaman, kekakuan, dan kontrol pulsa. Penyerap dinamik atau peredam massa dapat dirangkaikan dengan sumber energi luar dan sebuah aktuator elektrohidrolik untuk membentuk peredam massa. Aktuator dioperasikan sebagai kontrol aktif. Algoritma kontrol aktif diimplementasikan dengan menggunakan bantuan komputer. Tendon aktif atau kabel digunakan dengan menarik tendon dengan menggunakan hydraulic rams. Gaya internal dibangkitkan, yang digunakan untuk menyesuaikan deformasi struktur. Sensor perpindahan dan kecepatan digunakan untuk memonitor respon akibat gaya luar. Jika respon melebihi batas tertentu, pengontrol menentukan penyesuaian yang dibutuhkan dengan penambahan algoritma kontrol, dan mengaktifkan aktuator hidrolik yang menegangkan tendon. Kategori ketiga dari sistem kontrol aktif untuk bangunan tinggi adalah penambahan struktur tambahan yang dipasang pada puncak bangunan yang mirip dengan sayap pesawat terbang dengan geometri yang dapat berubah-ubah. Struktur tambahan ini dapat bergerak dan posisinya dihitung berdasar pengukuran deformasi pada saat itu. Kontrol pulsa merupakan kategori ke-empat dalam kontrol aktif pada struktur. Pulsa diberikan selama periode waktu yang pendek dalam bentuk udara dan jet gas atau tendon prestressed. Dorongan ini diberikan dengan menggunakan pembangkit pulsa yang diletakkan pada posisi yang berbeda-beda pada struktur. Dorongan ini diberikan pada struktur dalam interval waktu diskrit, dan intensitasnya dihitung berdasar algoritma kontrol yang berdasar pengukuran respon pada lokasi yang berbeda-beda pada struktur. III.3 Peredam massa pasif dan peredam massa aktif Respon bangunan bertingkat tinggi terhadap beban dinamis, gempa bumi, dan angin merupakan hal penting dalam perencanaan struktur. Diantara bermacam-macam peralatan kontrol yang telah dikembangkan, suatu alat kontrol pasif yang berdasarkan penggunaan massa tambahan sebagai sistem penyerap energi telah dipelajari secara
16
intensif dan sudah dipasang pada beberapa bangunan bertingkat tinggi. Alat kontrol itu disebut dengan peredam massa pasif (tuned mass damper). Adapun beberapa contoh-contoh bangunan yang menggunakan TMD (tuned mass damper) adalah sebagai berikut: -
Hancock Tower di Boston, Massachusetts. Dengan reduksi respon struktur 50%
-
Bangunan Citicorp Center di Manhattan, New York. Dengan reduksi respon struktur 40%.
-
Chiba Port Tower di Chiba. Dengan reduksi respon struktur antara 40% - 50%
-
Sydney Tower, di Sydney. Dengan reduksi respon struktur antara 40% - 50%
-
Higashimyama Sky Tower di Nagoya. Dengan reduksi respon struktur antara 30% - 50%
Sebuah TMD terdiri dari massa inersia yang dikerjakan pada lokasi bangunan dengan pergerakan maksimum, biasanya diletakan pada lantai atas. TMD meneruskan gaya inersia ke rangka bangunan untuk mereduksi getarannya yang keefektivitasannya dihitung berdasarkan karakteristik dinamik dan jumlah dari massa tambahan yang bekerja. Dalam perkembangan kontrol vibrasi dari struktur, kontrol pasif disukai karena kemudahannya dan ketahanannya, yaitu alat yang tetap berfungsi tanpa sumber energi dari luar dan tidak memiliki resiko yang signifikan dalam menyebabkan kondisi yang tidak stabil. Akan tetapi tanpa kegunaan dari mekanisme kontrol, kontrol pasif ini tidak mampu mengatur variasi pada berbagai parameter dari sistem. Sehingga dikembangkan kontrol aktif dengan alat yang lebih kecil yang mampu mengontrol vibrasi pada struktur dengan respon yang berubah-ubah. Sistem inersia yang dilengkapi dengan sebuah analisis kontrol dengan komputer untuk mengukur signal respon dan menghasilkan gaya kontrol, berdasarkan umpan balik dari kecepatan dan percepatan dari struktur yang sering juga disebut peredam massa aktif .
17
Adapun beberapa contoh-contoh bangunan yang menggunakan ATMD (active tuned mass damper) adalah sebagai berikut: -
Kansai Int’L Airport Control Tower di Osaka. Dapat mereduksi respon struktur akibat angin sebesar 50%.
-
LTC Bank of Japan di Tokyo. Mereduksi percepatan maksimum akibat angin sampai 50%.
-
Ando Nishikicho Building di Tokyo. Mereduksi perpindahan dan percepatan pada arah x sebesar 58% dan 69% dan juga perpindahan pada arah y sebesar 30% dan percepatan sebesar 52%.
-
Osaka Resort City (ORC) 200 Symbol Tower di Osaka. Mereduksi respon struktur 1/2 sampai 1/3.
-
Shinjuku Park Tower di Tokyo. Dengan reduksi respon struktur 50% selama terjadi angin topan pada 1996.
Walaupun sistem kontrol aktif ini menghasilkan massa redaman yang lebih kecil dan memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi, tetapi kelemahan dari sistem ini adalah biaya operasi dan perawatan yang lebih mahal dari kontrol pasif. III.3.1 Peredam Massa Pasif Peredam massa pasif telah dipelajari secara teoristik sejak tahun 1928 oleh Ormondroyd dan Den Hartog. Idenya adalah meletakan suatu osilator kecil pada sistem yang akan dikendalikan responnya (sistem utama) dan kemudian mengatur frekuensi osilator tersebut sedemikian sehingga energi getaran pada sistem utama ditransfer ke osilator. Pengaturan frekuensi osilator umumnya dilakukan dengan menyesuaikan massa osilator sehingga sistem peredam ini disebut tuned mass damper (TMD). Gambar berikut mendeskripsikan sistem struktur TMD secara skematis:
18
Gambar III.3 Sistem Bangunan TMD Dalam Gambar III.3, bangunan dimodelkan sebagai sistem berderajat kebebasan tunggal dengan massa m, konstanta redaman c, dan konstanta pegas k, yang masingmasing merepresentasikan massa, redaman, dan kekakuan ragam pertama dari bangunan itu; f(t) merepresentasikan pengaruh luar, misalnya gaya angin; md, cd, dan kd masing-masing merepresentasikan massa, redaman, dan kekakuan yang berhubungan dengan TMD ini membentuk sisitem dinamik baru berderajat kebebasan dua. Persamaan gerak sistem bangunan TMD dapat ditulis sebagai berikut: ⋅⋅ ⎡m 0 ⎤ ⎧⎪ x ⎫⎪ ⎡c + c d ⎢ 0 m ⎥ ⎨ ⋅⋅ ⎬ + ⎢ − c d ⎦ ⎪y ⎪ d ⎣ ⎩ ⎭ ⎣
⋅ − c d ⎤ ⎧⎪ x ⎫⎪ ⎡k + k d ⎨⋅⎬+ c d ⎥⎦ ⎪ y ⎪ ⎢⎣ − k d ⎩ ⎭
− k d ⎤ ⎧ x ⎫ ⎧f ( t )⎫ ⎨ ⎬=⎨ ⎬ k d ⎥⎦ ⎩ y ⎭ ⎩ 0 ⎭
(3.1)
x(t) dan y(t) masing-masing menyatakan perpindahan dari massa m dan massa md terhadap suatu sumbu refrensi tetap. Agar respon sistem utama (struktur gedung) dapat diminimalkan, maka karekteristik md dan kd harus diatur besarnya sehingga optimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja TMD adalah sebagai berikut: 1. rasio antara massa TMD dan massa sistem utama
µ=
md m
19
2. rasio frekuensi
r=
ωd , ω
dimana ω d =
kd md
3. rasio redaman dari sistem TMD
ξd =
cd 2m d ω d
Menurut Den Hartog parameter-parameter optimum TMD adalah sebagai berikut: - rasio frekuensi f opt =
1 1+ µ
(3.2)
- rasio damper peredam ζ d ,opt =
3µ 8(1 + µ )
(3.3)
Sehingga nilai optimum dari redaman dan kekakuan peredam adalah sebagai berikut: 2 k opt = f opt Ω 2m
(3.4)
c opt = 2ζ opt f opt Ωm
(3.5)
Dimana: µ = rasio massa tuned terhadap massa lantai Ω = frekuensi natural struktur m = massa peredam
20
III.3.2 Peredam Massa Aktif Peredam massa aktif merupakan penyempurnaan dari sistem kontrol pasif, yaitu TMD. Model struktur utama dengan sistem ATMD dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar III.4 Sistem bangunan ATMD Dari Gambar III.4 terlihat sistem TMD dihubungkan dengan aktuator (pembangkit gaya)
yang
aktifitasnya
dikontrol
oleh
komputer.
Aktuator
inilah
yang
membangkitkan gaya kontrol u(t). Prinsip kontrol umpan balik digunakan untuk menentukan u(t). Persamaan gerak ATMD dapat ditulis sebagai berikut: ⋅⋅ ⎡m 0 ⎤ ⎧⎪ x ⎫⎪ ⎡c + c d ⎢ 0 m ⎥ ⎨ ⋅⋅ ⎬ + ⎢ − c d ⎦ ⎪y ⎪ d ⎣ ⎩ ⎭ ⎣
⋅ − c d ⎤ ⎧⎪ x ⎫⎪ ⎡k + k d ⎨⋅⎬+ c d ⎥⎦ ⎪ y ⎪ ⎢⎣ − k d ⎩ ⎭
− k d ⎤ ⎧ x ⎫ ⎧f (t )⎫ ⎧ − 1⎫ ⎨ ⎬=⎨ ⎬ + ⎨ ⎬u ( t ) k d ⎥⎦ ⎩ y ⎭ ⎩ 0 ⎭ ⎩ 1 ⎭
(3.6)
III.4 Analisis Ruang Keadaan Langkah pertama dalam studi analisis adalah memodelkan sistem tersebut dengan menggunakan model matematik. Sesuai dengan konsep, karena kemampuannya yang dapat menggambarkan sistem tentang kondisi sistem saat itu yang dinyatakan dengan keadaan (state) sistem. Sesuai dalam notasi dan analitis, karena pendekatan statespace menggunakan matriks vektor yang memberikan persamaan sistem dan membentuk solusi dalam penulisan yang kompak. Kesesuaian pendekatan state-space
21
dalam solusi numerik dengan analitis adalah suatu keuntungan tambahan, khususnya bagi sistem yang berubah terhadap waktu (time-varying), dan untuk sistem non linier. Dalam menganalisis sistem dinamik, persamaan diferensial yang khusus diperlukan untuk menghubungkan variabel-variabel dinamik dengan turunannya dalam beberapa tingkat (orde). Dengan metode state-space, semua persamaan diferensial dalam model matematika dalam orde berapapun, dapat dinyatakan sebagai persamaan diferensial tingkat satu, yaitu hanya variabel dinamik dan turunan pertamanya (terhadap waktu) saja. Dalam notasi vektor, dengan menggunakan definisi vektor keadaan dan vektor kontrol, model dinamika linier dinyatakan sebagai: ⋅
z =
dz = A(t ) z + B (t )u dt
Dimana A(t) dan B(t) adalah matriks yang diberikan oleh
⎡ a11 (t ) a12 (t ) ⎢a (t ) a (t ) 22 A(t ) = ⎢ 21 ⎢ ... ... ⎢ ⎣a k 1 (t ) a k 2 (t )
... a1k (t ) ⎤ ... a 2 k (t )⎥⎥ ... ... ⎥ ⎥ ... a kk (t ) ⎦ (3.7)
⎡b11 (t ) b12 (t ) ⎢b (t ) b (t ) 22 B(t ) = ⎢ 21 ⎢ ... ... ⎢ ⎣bk1 (t ) bk 2 (t )
... b1l (t ) ⎤ ... b2l (t )⎥⎥ ... ... ⎥ ⎥ ... bkl (t ) ⎦
Matriks A(t) selalu merupakan matriks bujursangkar (k x k), sedangkan matriks B(t) tidak selalu bujursangkar. Banyak sistem memiliki jumlah input l lebih kecil dari jumlah variabel keadaan. Bila sistem time-invariant, matriks A dan B tidak merupakan fungsi terhadap waktu. Kontrol pada struktur merupakan sistem dinamik linier dan time-invariant. Sehingga persamaan dinamik menjadi: ⋅
z = Az + Bu
22
(3.8)
Dimana A dan B adalah matriks konstan. ⋅⋅
Persamaan gerak sistem struktur n-DOF yang dibebani dengan beban gempa x g (t ) dan dikontrol dengan gaya kontrol U(t) adalah sebagai berikut: ⋅⋅
⋅
⋅⋅
M x(t) + C x(t) + Kx(t) = -M .1. x g (t) + HU(t)
(3.9)
Dimana M, C, dan K berturut-turut adalah nxn matriks massa struktur, nxn matriks redaman, dan nxn matriks kekakuan struktur. x(t), turunan pertama dan keduanya berturut-turut adalah perpindahan, kecepatan, dan percepatan. 1 adalah n-vektor dengan elemennya 1, U(t) adalah r-vektor gaya kontrol, dan H adalah nxr matrik yang mendefinisikan lokasi gaya kontrol. Persamaan 3.9 disusun dalam bentuk persamaan 2n-state space, dimana sistem persamaan difrensial orde-2 dapat diubah menjadi persamaan nonlinier difrensial orde-1 sebagai berikut: ⋅
⋅⋅
Z(t ) = AZ(t ) + BU(t ) + W x g (t)
(3.10)
Dimana Z(t) adalah 2n-vektor state: ⎡ X(t )⎤ Z( t ) = ⎢ ⋅ ⎥ ⎣⎢ X(t )⎦⎥
(3.11)
A adalah matrik 2n x 2n dengan susunan berikut: ⎡ 0 A=⎢ −1 ⎣− M K
I ⎤ − M −1 C⎥⎦
(3.12)
B adalah matrik 2n x r, dan W adalah 2n-vektor sebagai berikut: ⎡ 0 ⎤ B = ⎢ −1 ⎥ ⎣M H ⎦
(3.13)
0 ⎤ ⎡ W=⎢ ⎥ −1 ⎣ − M M .1⎦
(3.14)
23
III.5 Kontrol Optimal
Suatu sistem kontrol yang optimal adalah suatu sistem yang desainnya mengoptimalkan (meminimumkan atau memaksimumkan, tergantung kasusnya) nilai fungsi sebagai indeks-perfomansi (performance-index). Konsep pengoptimalan sistem kontrol terdiri dari pemilihan indeks-performansi dan desain yang menghasilkan sistem kontrol optimal yang dibatasi oleh faktor-faktor pembatas (constraint) secara fisis. Dalam perancangan suatu sistem kontrol optimal, ada tujuan yang ditetapkan untuk sistem kontrol yang akan dibuat, yang dibatasi oleh beberapa ukuran deviasi dari keadaan ideal. Ukuran ini biasanya didapatkan dari kriteria optimasi, atau indeksperformansi. Indeks-performansi adalah fungsi yang nilainya menunjukkan bagaimana baiknya perilaku sistem aktual dibandingkan dengan perilaku yang diinginkan. Dalam banyak hal, kelakuan sistem dioptimalkan dengan memilih gaya kontrol u(t) dengan cara meminimumkan (atau memaksimumkan, tergantung kasusnya) indeksperformansi. Pemilihan indeks-performansi yang sesuai adalah penting, karena untuk sistem yang berderajat besar indeks ini menentukan sifat sistem kontrol optimal yang dihasilkan. Oleh karena itu, sistem kontrol yang dihasilkan adalah linier, non-linier, stationer atau time varying, akan tergantung dari bentuk indeks ini. Indeks ini harus diformulasikan berdasarkan hal-hal yang dibutuhkan. Masalah kebutuhan biasanya tidak hanya kebutuhan kinerja (performance) sistem, tetapi juga dibatasi oleh bentuk kontrol, sehingga dapat direalisasikan secara fisik. Untuk suatu kasus tertentu, penggunaan teori optimal dalam pemilihan indeksperformansi untuk perancangan sistem mengalami hambatan dengan adanya perbedaan antara kemungkinan analitis dengan kegunaan praktis. Dengan demikian, sangat diperlukan bahwa kriteria untuk kontrol optimal tidak berasal dari matematis, tetapi dari pandangan praktis. Pada umumnya pemilihan indeks-performansi juga mempertimbangkan kesepakatan antara evaluasi yang menentukan dari perilaku sistem dan masalah matematis yang mudah dipecahkan.
24
Memilih indeks-performansi yang sesuai untuk masalah yang ada sangat sulit, khususnya untuk masalah yang kompleks. III.5.1 Konsep Kontrol Optimal Klasik
Beberapa macam tipe kontrol struktur aktif adalah sebagai berikut: •
Kontrol Closed Loop. Kontrol ini bekerja dengan cara memonitor respon struktur secara terus menerus dan informasi ini digunakan untuk mengoreksi gaya kontrol yang diberikan secara terus menerus.
•
Kontrol Open Loop atau disebut juga kontrol umpan maju adalah bila gaya kontrol ditentukan hanya berdasarkan gaya luar yang diukur. Untuk struktur yang dibebani dengan eksitasi gempa dilakukan dengan mengukur percepatan gempa pada dasar struktur.
•
Kontrol Closed Open Loop. Kontrol ini bekerja dengan menggunakan informasi respon struktur dan gaya luar digunakan bersama-sama untuk mendesain gaya kontrol.
Dalam teori kontrol optimal klasik, gaya kontrol U(t) dipilih sedemikian sehingga indeks performansi yang didefinisikan sebagai: tf
⋅
⋅
J = J 1 [Z(t 0 ), Z(t f ), t 0 , t f ] + ∫ J 2 ( Z, Z, U , U , t )dt
(3.15)
t0
Diminimumkan dengan kondisi batas persamaan 3.9. Indeks performansi J mempunyai 2 (dua) suku. Suku pertama, J1 adalah fungsi kondisi awal dan akhir yang hanya bergantung dari waktu awal dan akhir, yaitu hanya dievaluasi pada dua kondisi tersebut saja. Suku kedua adalah integral yang dievaluasi sepanjang interval waktu kontrol. Pada persamaan 3.15, J adalah suatu fungsi skalar yang diminimumkan terhadap U(t) untuk memenuhi kondisi batas yang ditentukan oleh persamaan 3.9. Kondisi batas lainnya juga dapat dipilih, misalnya batas toleransi respon struktur (perpindahan dan kecepatan), yaitu: Z( t ) ≤ b
25
(3.16)
Bentuk indeks performansi yang biasanya digunakan dalam kontrol struktur adalah dalam bentuk kuadratik Z(t) dan U(t). Dengan t0 = 0, yaitu: J=
∫ (Z
tf
T
)
(t )QZ(t ) + U T (t )RU(t ) dt
(3.17)
ti
Interval waktu [0,tf] didefinisikan lebih lama dari eksitasi gaya luar. Q adalah matrik 2n x 2n semi definit positif, dan R adalah r x r matrik definit positif. Solusi kontrol optimal yang didefinisikan oleh persamaan 3.9 dengan kondisi batas persamaan 3.9 adalah dengan membentuk Lagrangian dengan menggandengkan dua persamaan ini dengan pengali lagrangian yang merupakan fungsi waktu, sebagai berikut: ⋅⋅ ⋅ ⎧ ⎡ ⎤⎫ α = ∫ ⎨ Z T (t )QZ(t ) + U T (t )RU(t ) + λT (t )⎢ AZ(t ) + BU(t ) + W x g (t) - Z(t )⎥ ⎬dt (3.18) ⎣ ⎦⎭ 0 ⎩ tf
Dimana λ(t) adalah 2n-vektor yang merupakan costate variable (atau pengali lagrangian). Syarat perlu yang mendefinisikan kontrol optimal didapat dari variasi pertama α, yaitu: ⎡⎛ ⋅ T ∂Η ⎞ ∂Η ⎤ ⎟⎟δz + δu ⎥dt δα = −λ ( t f )δz( t f ) + λ (0)δz(0) + ∫ ⎢⎜⎜ λ + ∂u ⎦⎥ ∂z ⎠ ⎢⎝ 0 ⎣ tf
T
T
(3.19)
Dimana H adalah Hamiltonian yang didefinisikan oleh integral pada persamaan 3.18. Karena Z(0) = Z0, suatu konstan, maka δZ (0)=0. Untuk memenuhi δα = 0, maka: ∂Η =0, 0 ≤ t ≤ tf ∂u ⋅
λ( t ) +
∂Η =0 ∂z
(3.20) (3.21)
Dengan kondisi batas: λT (tf) = 0
Persamaan 3.20 sampai 3.22 adalah syarat perlu untuk kontrol optimal. Dengan menyelesaikan persamaan-persamaan diatas, maka:
26
(3.22)
⋅
λ (t ) = − A T λ (t ) − 2QZ(t ), λT (t f ) = 0
(3.23)
1 U( t ) = − R − 1 B T λ ( t ) 2
(3.24)
Untuk kasus umum, yaitu gaya kontrol U(t) atau λ(t) ditentukan berdasarkan respon dan eksitasi gaya luar, maka: λ ( t ) = P ( t )Z( t ) + q( t ) , λ ( t f ) = 0
(3.25)
Dimana suku pertama persamaan 3.25 menunjukan kontrol close-loop, dan suku kedua kontrol open-loop. Matrik P(t) dan vektor q(t) yang tidak diketahui dapat ditentukan dengan mensubstitusikan persamaan 3.25 ke persamaan 3.21, 3.23, dan 3.24, sehingga didapat: ⋅ 1 ⎤ ⎡⋅ −1 T T P ( t ) P ( t ) A P ( t ) BR B P ( t ) A P ( t ) 2 Q Z ( t ) + q (t ) + − + + ⎥ ⎢ 2 ⎦ ⎣ ⋅⋅ ⎤ ⎡1 − ⎢ P(t )BR −1B T − A T ⎥ q(t ) + P(t )W x g (t ) = 0 ⎦ ⎣2
(3.26)
III.5.1.1 Kontrol Closed Loop
Untuk kasus dimana gaya kontrol ditentukan berdasarkan respon struktur saja, dalam hal ini q(t) = 0, maka persamaan 3.26 direduksi menjadi:
1 ⎤ ⎡⋅ −1 T T ⎢ P(t ) + P(t )A − 2 P(t )BR B P(t ) + A P(t ) + 2Q ⎥ Z(t ) ⎦ ⎣ ⋅⋅
+ P(t )W x g (t ) = 0 , P(t f ) = 0
(3.27)
Bila eksitasi dasar sama dengan nol, maka persamaan 3.27 menjadi: ⋅
P( t ) + P( t ) A −
1 P(t )BR −1 B T P(t ) + A T P(t ) + 2Q = 0 , P(t f ) = 0 2
(3.28)
Dalam teori kontrol optimal, persamaan 3.28 adalah persamaan Riccati, dan P(t) adalah matrik Riccati. Karena P(t) ditentukan pada t = tf, maka persamaan 3.28 diselesaikan dengan cara mundur terhadap waktu. Dengan mensubstitusikan q(t) = 0
27
ke persamaan 3.21, maka vektor gaya kontrol U(t) mempunyai hubungan linier dengan Z(t), yaitu:
1 U(t ) = − R −1 B T P(t )Z(t ) = G (t )Z(t ) 2
(3.29)
Dimana G(t) adalah matrik pengali,
1 G ( t ) = − R − 1 B T P( t ) 2
(3.30)
Sudah dikatakan bahwa matrik Riccati pada persamaan 3.28 hanya tergantung dari karakteristik struktur dan matrik bobot Q dan R. Untuk struktur, pengalaman menunjukan bahwa matrik Riccati P(t) tetap konstan selama eksitasi gempa dan ⋅
menurun secara cepat menuju nol saat mendekati tf. Sehingga P(t)=P, dan P(t ) = 0, sehingga persamaan 3.28 menjadi:
PA −
1 PBR −1 B T P + A T P + 2Q = 0 2
(3.31)
Dengan demikian faktor pengali G(t) juga menjadi konstan:
1 G ( t ) = G = − R −1 B T P 2
(3.32)
Dengan mensubstitusikan persamaan 3.32 ke persamaan 3.21, maka didapat: ⋅
⋅⋅
Z(t ) = [A + BG ]Z(t ) + W x g (t)
(3.33)
Dari persamaan 3.33 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh kontrol closed-loop adalah dalam memodifikasi struktur dimana sistem matrik diubah dari A menjadi [A + BG ] (system closed-loop). Karena penurunan persamaan 3.28 dilakukan dengan asumsi bahwa eksitasi dasar sama dengan nol, maka gaya kontrol optimal closed-loop untuk struktur yang ⋅⋅
dibebani gempa. Ini akan merupakan gaya kontrol optimal jika x g (t) = 0.
28
III.5.1.2 Kontrol Open Loop
Untuk kontrol optimal open-loop, vektor kontrol tergantung hanya dari eksitasi gempa, dalam hal ini gaya kontrol tidak bergantung dari respon struktur Z(t). Dengan demikian persamaan 3.21 menjadi: λ ( t ) = q( t )
(3.34)
Dan persamaan 3.26 direduksi menjadi: ⋅
q(t ) = − A T q(t ) − 2QZ(t ) , q(t f ) = 0
(3.35)
Yang identik dengan persamaan 3.27. Dengan demikian gaya kontrol adalah:
1 U(t ) = − R −1 B T q(t ) 2
(3.36)
Dan persamaan 3.9 akan menjadi: ⋅ ⋅⋅ 1 Z(t ) = AZ(t ) − BR −1 B T q(t ) + W x g (t ) , Z(0) = 0 2
(3.37)
Vektor state Z(t) dan vektor q(t) dapat diselesaikan dari persamaan 3.35 dan 3.36. Tetapi kontrol open-loop tidak dapat diimplementasikan untuk kontrol struktur karena q(t) harus dicari secara mundur dari waktu akhir tf. Hal ini mengharuskan ⋅⋅
eksitasi gempa x g (t) harus diketahui sebelumnya, dimana tidak mungkin dilakukan. III.5.1.3 Kontrol Closed-Open Loop
Bila gaya kontrol U(t) seperti dinyatakan persamaan 3.21, maka gaya kontrol yang didapat dikatakan kontrol optimal closed-open-loop. Dalam hal ini, vektor kontrol dihitung dari respon struktur yang diukur dan percepatan gempa. Matrik Riccati P dan vektor q(t) didapatkan dari persamaan 3.26 sebagai berikut:
PA −
1 PBR −1 B T P + A T P + 2Q = 0 2
⋅ ⋅⋅ ⎤ ⎡1 q(t ) − ⎢ PBR −1 − A T ⎥ q(t ) + P(t )W x g (t ) = 0 ⎦ ⎣2
29
(3.38) (3.39)
Tidak seperti halnya kontrol closed-loop, dimana matrik pengali didapatkan dengan mengabaikan eksitasi gempa, maka kontrol optimal closed-open-loop yang diberikan oleh persamaan 3.38 dan 3.39 menggunakan informasi eksitasi gempa. Tetapi kontrol optimal closed-open-loop tidak dapat dilaksanakan, karena q(t) dalam persamaan 3.39 harus dicari solusinya secara mundur dari waktu akhir tf, yang ⋅⋅
menunjukan bahwa riwayat waktu percepatan gempa x g (t) harus diketahui sebelumnya, dan hal ini tidak mungkin dilakukan.
30