BAB III KONDISI PSIKOLOGI ANAK DI USIA 7 SAMPAI 10 TAHUN
A. Pertumbuhan Biologis Anak Pertumbuhan merupakan proses yang berkesinambungan, mulai dari keadaan sederhana sampai pada keadaan yang kompleks. Kesinambungan pertumbuhan ini pada manusia dapat kita renungkan, bagaimana
bayi yang
lemah tergantung, tidak berkecakapan secara berangsur-angsur dapat menjadi orang yang kuat, berdiri sendiri dan berkecakapan dalam menghadapi ujian hidup. Hal ini, disebabkan karena manusia tumbuh terus melalui urutan-urutan yang teratur di dalam organisasinya Bayangkan perubahan tingkah laku manusia sejak lahir sampai dewasa. Manusia mulai hidup dalam keadaan tak berdaya, bergerak-gerak kandungan. Struktur tubuh semakin sempurna, tubuh semakin besar. Waktu dilahirkan, bayi dalam keadaan lemah, hanya dapat berbaring dan bergerak-gerak. Lama kelamaan bayi dapat memiringkan badan menelungkup, merayap, dan seterusnya. Kita tidak dapat menjumpai seorang anak yang bisa berjalan sebelum ia dapat merangkak dan belajar berdiri. Ini semua menunjukkan, bahwa pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan teratur. Tentu saja pertumbuhan perlu dibantu dengan kegiatan latihan atau belajar.1 Oleh karenanya ada beberapa hal yang dapat mempercepat pertumbuhan bilogis anak, di antaranya adalah kondisi-kondisi internal seperti gizi, aktifitas, istirahat, tekanan kejiwaan, kesehatan jasmani, dan sebagainya sangat menentukan
kecepatan
pertumbuhan
serta
keterlibatan
potensi-potensi
pertumbuhan pada individu. Lingkungan di mana individu hidup yang jelek dan kurang bersih akan menganggu kesehatan, lingkungan sosial yang kacau dan kurang toleran akan mengganggu ketenangan jiwa, lingkungan yang sibuk dan menentang aktifitas
1
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 69
25
26
akan mengurangi istirahat. Keadaan lingkungan eksternal semacam itu sangat mempengaruhi kecepatan dan keterlibatan potensi-potensi pertumbuhan pada individu. Apabila kondisi lingkungan eksternal positif, maka pertumbuhan akan lebih cepat dan keterlibatan potensi-potensi pertumbuhan lebih luas. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan perubahan tubuh yang menjadi lebih besar, lebih berat, atau lebih banyak. Secara kuantitatif, pertumbuhan fisk dapat diukur dengan inci, centimeter, meter, gram, ons, kilogram, dan sebagainya. Jantung semakin besar, tulang semakin panjang, keras, dan berat, daging semakin besar, kenyal, dan liat. Pertumbuhan tidak selaku diikuti dengan perkembangan. Anak atau orang dewasa dapat tumbuh menjadi sangat gemuk dan berat, namun pertumbuhan semacam itu belum tentu diikuti dengan kematangan yang berarti atau efektifitas peribadi yang besar. Dalam pertumbuhan meliputi pertumbuhan kelenjar, pertumbuhan badan pada umumnya, pertumbuhan sistem saraf, dan pertumbuhan seksual. Pertumbuhan kelenjar terjadi secara pesat sejak lahir sampai umur 10 tahun, dan pada umur 12 tahun kecepatannya menurun sampai umur 20 tahun. Pertumbuhan badan terjadi secara pesat pada tahun pertama, kemudian pada tahun kedua tumbuh konstan hingga umur 12 tahun, dan setelah itu sejak masa pubertas tumbuh secara pesat hingga umur 20 tahun. Pertumbuhan sistem saraf terjadi sejak lahir secara pesat sampai umur empat tahun, setelah itu kecepatannya berkurang sampai umur 12 tahun. Dari umur 12 tahun sampai umur 20 tahun pertumbuhan sistem saraf kecepatannya
tetap. Pertumbuhan seksual terjadi
secara mencolok mulai pada masa pubertas. Pada anak laki-laki, pubertas umumnya dimulai pada umur 12 atau 13 tahun, sedangkan pada anak perempuan lebih awal yaitu sejak menstruasi yang pertama pada sekitar 10 sampai 16 tahun, sehingga rata-rata menjelang umur 12 tahun.2 Perubahan fungsi-fungsi kepribadian manusia berhubungan dengan aspek jasmaniah dan aspek kejiwaan. Fungsi-fungsi kepribadian yang jasmaniah, misalnya: 2
Ibid., hlm. 75
27
1) Fungsi motorik pada bagian-bagian tubuh 2) Fungsi sesnsoris pada alat-alat indera. 3) Fungsi neurotik pada sistema saraf 4) Fungsi seksual pada bagian-bagian tubuh yang erotis 5) Fungsi pernapasan pada alat pernapasan 6) Fungsi peredaran darah pada jantung dan urat-urat nadi 7) Fungsi pencernaan makanan pada alat pencernaan.3
Oleh sebab itulah pada masa kanak-kanak (2-12 tahun), perkembangan pribadi dimulai dengan makin berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan pengamatan. Perkembangan fungsi ini memperkuat perkembangan fungsi pengamatan pada anak. Bahkan dapat dikatakan, bahwa perkembangan setiap aspek kejiwaan anak pada masa ini sangat didominasi oleh pengamatannya. Dengan demikian, ketika anak sudah melalukan pengamatan-pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, maka sejak itulah perkembangan intelektual anak sudah mulai terbentuk. Tahap perkembangan intelektual anak dimulai ketika anak sudah dapat berfikir atau mencari hubungan antara kesan secara logis serta membuat keputusan tentang apa yang dihubung-hubungkannya secara logis. Perkembangan intelektual ini biasanya dimulai pada masa anak telah siap memasuki sekolah dasar. Dengan berkembangnya fungsi pikiran anak, maka anak sudah dapat menerima pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain pada usia ini, anak tersebut dikatakan sebagai masa bersekolah anak, sehingga ada beberapa ciri pribadi, di antaranya adalah: a. Kritis dan realistis b. Banyak ingin tahu dan suka belajar c. Ada perhatian terhadap hal-hal yang praktis dan kongkret dalam kehidupan sehari-hari
3
Ibid., hlm. 79
28
d. Mulai timbul minat terhadap bidang-bidang pelajaran tertentu e. Anak suka minta bantuan kepada orang dewasa dalam menyelesaikan tugastugas belajarnya f. Anak mulai ingin bekerja sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar g. Mendambakan angka-angka raport yang tinggi tanpa memikirkan tingkat prestasi belajarnya h. Anak suka berkelompok dan memilih teman-teman sebaya dalam bermain dan belajar.4
B. Perkembangan Psikologis Anak Sebelum berbicara tentang psikologi anak usia 7-10 tahun, perlu dijelaskan bahwa arti psikologi anak secara definitive. Abu Ahmadi dalam bukunya Psikologi Perkembangan5 memaparkan beberapa pendapat tentang psikologi anak atau lebih dikenal dengan psikologi perkembangan, di antaranya adalah: a) Kartini Kartono menjelaskan bahwa psikologi perkembangan (psikologi anak) adalah suatu ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia yang
dimulai dengan periode masa bayi, anak pemain, anak sekolah, masa remaja, sampai periode adolesens menjelang dewasa. b) Encyclopedia Internasional mendefinisikan: “Developmental psychology is a branch of psychology devoted been placed on the search for those elements of behavior in the child which are though to be prerequisiete for complex adult behavior”. (Psikologi perkembangan adalah suatu cabang dari psikologi yang mengetengahkan pembahasan tentang perilaku anak. Secara histories titik berat pembahasannya pada penganalisaan elemen-elemen perilaku anak yang dimungkinkan akan menjadi sarat terbentuknya perilaku dewasa yang kompleks).
4
Ibid., hlm. 95-97
5
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 4
29
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut kiranya dapat diambil pemahaman yang lebih sederhana tentang pengertian
psikologi
perkembangan yakni suatu cabang dari psikologi yang membahas tentang gejala jiwa seseorang, baik yang menyangkut perkembangan ataupun kemunduran perilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa. Dalam proses perkembangan anak dalam kenyataannya memang tidak dapat dihindari adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya. Baik dalam proses pertumbuhan/ biologisnya ataupun proses perkembangan (psikisnya) dari seorang anak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak, yaitu: a. Faktor sebelum lahir, yakni adanya gejala-gejala tertentu yang terjadi sewaktu anak masih dalam kandungan. b. Faktor pada waktu lahir, yakni terjadinya suatu gangguan pada saat-saat anak dilahirkan. c. Faktor setelah lahir, yakni peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi setelah anak lahir, terkadang menimbulkan terhambatnya pertumbuhan anak. d. Faktor psikologis, yakni adanya kejadian-kejadian tertentu yang menghambat berfungsinya sikis, terutama yang menyangkut perkembangan intelegensi dan emosi yang berdampak pada proses pertumbuhan anak.6
Ini artinya pertumbuhan dan perkembangan anak memang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik intern maupun ekstern.7 Oleh sebab itu untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak, maka perlu dilihat adanya perubahan atau perkembangan yang bersifat structure, content maupun function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan dan konten intelektualnya berubah/ berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan; masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikiran anak. 6 7
Ibid., hlm. 31
Untuk mengetahui lebih jauh perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat ditelusuri dalam Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Rineka Cipta, 2003, hlm195-dst
30
Secara kongkret Pieget menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh M. Dalyono8, bahwa tahap-tahap perkembangan, yaitu: 1) Kematangan; 2) Pengalaman fisik/ lingkungan; 3) Transmisi sosial; 4) Equlibrium atau self regulation.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa perkembangan anak, yaitu umur 212 tahun dapat dilihat dari makin berkembangnya fungsi-fungsi indera anak untuk mengadakan pengamatan. Perkembangan fungsi ini memperkuat perkembangan fungsi pengamatan pada anak. Bahkan dapat dikatakan, bahwa perkembangan setiap kejiwaan anak pada saat ini sangat didominasi oleh pengamatannya. Oleh karena itu lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologi anak. Tentunya faktor intern anak tersebut, yaitu kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi, maupun cara belajar.9 Pada usia-usia inilah pendidikan agama pada anak harus ditanamkan, karena perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun. Seorang anak yang pada masa anak tidak mendapatkan pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama. Hal tersebut disebabkan, agama masuk ke dalam pribadi anak bersamaan dengan pertumbuhan pribadinya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu, sejak dalam kandungan. Karena dalam pengamatan ahli jiwa terhadap orang-orang yang mengalami kesukaran kejiwaan,
8 9
M. Dalyono, op.cit., hlm. 39
Aspek anak secara keseluruhan, umur mental, permasalahan tingkah laku yang berhubungan pola-pola pertumbuhan, serta penyesuai pribadi dan social juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan psikologi anak. Penjelasan lebih lanjut baca Ahmad Mudzakir & Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hlm. 69-70
31
tampah bahwa keadaan dan sikap orang tua ketika si anak dalam kandungan telah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jiwa si anak di kemudian hari. Artinya perkembangan psikologi keagamaan anak sangat dipengaruhi orang tua dan lingkungannya. Kata-kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan agama pada anak. Sebelum anak dapat bicara, dia telah dapat melihat, mendengar kata-kata yang barangkali belum mempunyai arti apa-apa baginya. Namun pertumbuhan agama mulai ketika itu.karena Allah akan mempunyai arti tersendiri bagi anak, sesuai dengan pengamatannya terhadap orang tuanya ketika mengucapkannya. Si anak menerima saja apa yang dikatakan oleh orang tua kepadanya. Dia belum mempunyai kemampuan untuk memikirkan kata itu. Bagi si anak, orang tuanya adalah benar, berkuasa, pandai dan menentukan. Oleh karena itu maka pertumbuhan agama pada anak tidak sama antara satu dengan yang lain, karena tergantung pada orang tuanya sendiri.10 Demikian kondisi psikologi atau kejiwaan pada anak, di mana faktor intern dan ekstern adalah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa mereka. Oleh karena itu keagamaan anak adalah tergantung pada masa ini, kalau pendidikan agamanya baik, maka diharapkan dewasanya pondasi agamanya akan kuat, akan tetapi kalau pendidikan agamanya kurang bahkan tidak diperhatikan sama sekali maka keagamaan anak pada usia dewasa dapat dikatakan tidak berbekas sama bahkan anak tersebut dapat mengarah pada ateis.
C. Sikap Keberagamaan Anak Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronolologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat
10
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm. 58-59
32
kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (maturity). Seorang anak yang normal, dalam usia tujuh tahun (jasmani) umumnya sudah matang untuk sekolah. Maksudnya di usia tersebut anak-anak yang normal sudah mampu mengikuti program sekolah. Di usia itu anak-anak sudah dapat menahan
diri untuk mematuhi peraturan dan disiplin sekolah sertsa sudah
memiliki kemampuan untuk dapat mengikuti pengajaran yang diberikan kepadanya. Anak-anak yang normal memiliki tingkat perkembangan yang sejajar antara jasmani dan rohaninya. Tetapi dalam kenyataan sehari-hari tak jarang dijumpai ada anak-anak yang memiliki perkembangan jasmani dan rohani yang berbeda. Terkadang secara jasmani perkembangannya sudah mencapai tingkat usia kronologis tertentu, namun belum memiliki kematangan yang seimbang dengan tingkat usianya. Anak-anak seperti ini disebut dengan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan rohaninya, yang kebanyakan disebabkan hamatan mental (mental handicaped). Sebaliknya ada anak-anak yang perkembangan rohaninya mendahului perkembangan jasmaninya. Anak-anak seperti ini dinamai anak yang mengalami percepatan kematangan yang umumnya dikarenakan adanya kemampuan bakat tertentu yang istimewa (gifted children). Seperti halnya dalam tingkat perkembangan yang dicapai di usia anakanak, maka kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan kematangan rohani. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pula kematangan rohani seperti kematangan berpikir,
kematangan
kepribadian
maupun
kematangan
emosi.
Tetapi
perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini adakalanya tidak berjalan sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata belum matang.11 Keterlambatan pencapaian kematangan rohani ini menurut ahli psikologi pendidikan sebagai keterlambatan dalam perkembangan kepribadian.
11
Jaluddin, Psikologi Agama, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hlm. 107
33
Faktor intern anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: 1) konstitusi tubuh; 2) struktur dan keadaan fisik; 3) koordinasi motorik; 4) kemampuan mental dan bakat khusus: intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus; 5) emosionalitasi. Semua faktor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya perkembangan kepribadian seseorang. Selanjutnya yang termasuk pengaruh faktor lingkungan adalah: 1) keluarga; 2) sekolah. Selain itu ada faktor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian
seseorang, yaitu kebudayaan tempat seseorang dibesarkan.
Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan memberi pengaruh dalam membentuk pola dan sikap, yang merupakan unsur dalam kepribadian seseorang. Demikian pula halnya dengan kematangan beragama.12 Kematangan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama. Jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah terbaik. Keyakinaan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. Sebaliknya dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatarbelakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian, pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masingmasing.
12
Ibid., hlm. 108-109
34
Secara rinci tingkat keberagamaan anak dapat diklasifikasikan sebagai 13
berikut : a. Unreflective (tidak mendalam) Pada tipe ini memandang agama dan ajaranya sebagai sesuatu yang diterima apa adanya dan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada beberapa orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain. b. Egosentris Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang mendapat kasih sayang dan selalu mengalami tekanan akan bersifat kekanak-kanakan (childish) dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal yang demikian mengganggu pertumbuhan keagamaannya. c. Anthromorphis Pada tipe ini pemahaman anak terhadap konsep ke-Tuhan-an diidentikkan atau digambarkan dengan aspek-aspek kemanusiaan. Mereka beranggapan bahwa berikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. d. Verbalis dan Ritualis Pada tipe ini ternyata dalam kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah 13
Ibid., hlm. 68-70
35
yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka. e. Imitatif Tipe ini menyatakan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Para ahli jiwa menganggap bahwa dalam segala hal anak merupakan penuiru yang ulung. f. Rasa heran Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang berakhir pada anak. Berbeda dengan rasa kagum yang ada para orang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini belum bersifatkritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.14
Dengan demikian anak-anak bukanlah orang dewasa yang kecil, oleh karena itu, agama yang cocok untuk orang dewasa tidak akan cocok bagi anakanak. Kalau ingin agama mempunyai arti bagi anak-anak, hedaklah disajikan dengan cara yang lebih kongkrit, dengan bahasa yang dipahaminya dan kurang bersifat dogmatis. Hal tersebut disebabkan supaya kebutuhannya untuk tahu (curiosity) dapat terpenuhi. Latihan-latihan keagamaan hendaklah dilakukan sedemikian rupa sehingga menumbuhkan nilai-nilai dan rasa aman, karena mempunyai nilai-nilai tersebut sangat diperlukan dalam pertumbuhan kepribadian anak. Kepercayaan anak-anak bertumbuh melalui latihan-latihan dan didikan yang diterimanya dalam lingkungannya. Apabila latihan-latihan agama dilalaikan pada waktu kecil, atau diberikan dengan cara kaku, salah atau tidak cocok, dengan anak-anak, maka waktu dewasa nanti, ia akan cenderung kepada atheis atau kurang peduli terhadap agama, atau kurang merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Dan sebaliknya, semakin banyak si anak mendapat latihan-latihan 14
Ibid., hlm. 72
36
keagamaan di waktu kecil, sewaktu dewasanya sehari-hari nanti akan semakin terasa kebutuhannya kepada agama.15 Dengan demikian keberagamaan anak banyak dipengaruhi beberapa faktor, sehingga tinggal bagaimana si pendidik (orang tua, guru dan sebagainya) dapat berperan aktif demi membentuk watak dan mental anak supaya beragama dan mempunyai sopan santun (berakhlak).
15
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 41