Bab III Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur Kepemimpinan pendidikan terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan dan pendidikan.Lembaga pendidikan merupakan wadah tempat kepemimpinan berlangsung, yaitu sekolah atau madrasah. Sedangkan kepemimpinan adalah kecakapan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, menarik, memotivasi orang-orang dalam organisasi agar dapat bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi orang lain? Keberhasilan kepemimpinan pendidikan seseorang akan tergantung pada
kecakapannya
mengubah motivasi dan “mind set” orang-orang dalam organisasi atau lembaga pendidikan. Seorang pemimpin harus dapat mengubah pola pikir orang-orang dalam organisasi sesuai dengan pola pikirnya, dan mengubah motivasinya, yang ekstrinsik menjadi motivasi intrinsik. Dengan perubahan kedua hal tersebut maka seorang pemimpin dapat mempengaruhi orangorang untuk bekerja maksimum dengan menggunakan semua potensi yang dimilikinya. Dalam pandangan ini maka kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai:
Leadership is the art of influencing other to their maximum performance to accomplish any task, objective or project (Cohen, 1990:9). Kepemimpinan merupakan seni mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja maksimum bagi penyelesaian suatu tugas atau proyek. Bahkan pendapat Jenderal Patton yang dikutip Cohen adalah: “Leadership is the art of getting your subordinate to do the impossible” (Cohen, 1990:7).Artinya kepemimpinan merupakan seni mempengaruhi bawahan dalam organisasi untuk melakukan suatu yang dianggap tidak mungkin dikerjakan atau diselesaikan. Apakah mungkin definisi kepemimpinan dalam militer dapat diterapkan dalam dunia pendidikan? Mengapa
tidak?
Karena
dengan
motivasi
intrinsik
orang
akan
bekerja
maksimum
menggunakan semua potensi yang dimilikinya. Masalahnya bagaimana mengubah motivasi seseorang dan mengubah mind set-nya.
A. Efektivitas Kepemimpinan Kecakapan seorang pemimpin dalam mengubah motivasi dan mind set bawahannya merupakan efektivitas kepemimpinan seseorang. Bagaimana kebiasaan seorang pemimpin yang kurang efektif? Covey (1997:6) mengemukakan tujuh kebiasaan pemimpin yang tidak efektif yaitu: Bersikap reaktif: tidak percaya diri dan menyalahkan orang lain Bekerja tanpa mengacu pada suatu tujuan yang jelas Melakukan hal-hal mendesak terlebih dahulu Berfikir menang/kalah Minta dipahami terlebih dahulu Bila anda tidak bisa menang, berkompromi Takut pada perubahan dan menolak perbaikan.
28 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
Maka, sebelum seorang pemimpin mampu mempengaruhi orang lain dan mengubah motivasi sertamind set-nya, maka ia sendiri harus memiliki kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Cohen (1990:17) sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Be willing to take risks Be innovative Take charge Have high expectations Maintain a positive attitude Get out in front
Pertama, seorang pemimpin harus berani mengambil resiko, sudah pasti resiko yang terperhitungkan (countable risk). Seekor kura-kura baru bisa bergerak kedepan apabila terlebih dahulu ia mengeluarkan kepalanya untuk melihat situasi. Berarti kura-kura tersebut telah berani mengambil resiko dengan mengeluarkan kepalanya agar ia dapat berjalan maju. Kedua, seorang pemimpin harus kreatif dan inovatif, karena banyak cara untuk “menarik” orang-orang dalam organisasi untuk maju. Ketiga, seorang pemimpin harus mau memulai kerja untuk menyelesaikan tugas agar diikuti oleh orang-orang dalam organisasi, bukan hanya sekedar memerintah. Keempat, seorang pemimpin harus memiliki keyakinan bahwa pekerjaan akan terselesaikan dan target akan tercapai, sehingga orang-orang dalam organisasi juga akan terpengaruhi untuk memiliki keyakinan dan akan menyelesaikan seluruh tugasnya. Ibda bi nafsika, mulailah dari diri sendiri. Kelima, seorang pemimpin harus memiliki sikap positif dengan selalu berfikir positif. Keenam, tidak bisa memimpin dari belakang melainkan dari depan. Pola kepemimpinan yang baik adalah ing ngarso–sung tulododi depan, seorang pemimpin memberikan keteladanan.
Seorang pemimpin harus menyadari bagaimana seharusnya menjadi pemimpin, apa yang harus diketahuinya dan apa yang harus dilakukannya. Dengan mengadaptasi dari kepemimpinan Angkatan Darat Amerika Hesselbein dan Shinseki (2004:9) menjelaskan bahwa masyarakat menginginkan seorang pemimpin yang: Honest Competent Forward looking Inspiring Masyarakat Indonesia menyadari betul perlunya pemimpin yang jujur dan adil, sehingga ada istilah tunggulah kehancurannya apabila kita salah memilih dan menunjuk pemimpin. Maksudnya adalah meskipun pemimpin kita cerdas dan produktif tetapi apabila ia tidak jujur dan tidak adil, tidak
mungkin
dapat
mensejahterakan
masyarakat.
Kejujuran
dan
keadilan
adalah
kompetensikepribadian yang merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin. Seorang pemimpin juga harus kompeten yaitu memiliki ilmu yang dapat diamalkannya dengan soleh.Pemimpin
yang
kompeten
menggambarkan
kepribadian
yang
integral
(integrated
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 29
personality), satunya ucapan, sikap dan perbuatan. Dengan kata lain pemimpin yang kompeten bukan seorang yang munafik. Seorang pemimpin yang forward looking adalah pemimpin yang visioner, yang pandangannya jauh kedepan kearah visi yang merupakan elaborasi dari keyakinannya. Visinya berintikan nilai-nilai agama atau keyakinannya sehingga akan menjadi source of power bagi para pengikutnya.
Inspiring leader adalah pemimpin yang dapat menjadi sumber inspirasi para pengikutnya, kaya dengan kreasi dan inovasi sehingga kreasi dan inovasinya turun ke para pengikutnya. Para pakar manajemen dan kepemimpinan banyak yang berpendapat bahwa kreasi dan inovasi turun dari atas kebawah, dari pemimpin ke orang-orang yang dipimpinnya. Dalam kepemimpinan Angkatan Darat Amerika yang
dikemukakan oleh Hesselbein dan
Shinseki (2004:11) nilai-nilai yang harus dimiliki seorang pemimpin membangun akronim LDRSHIP yaitu: Loyality Duty Respect Selfless service Honor Integrity Personal coverage Loyalitas, disiplin dalam tugas, simpati dan empati, layanan yang ikhlas, harga diri dan menghargai orang, integritas pribadi dan keberanian harus menjadi sistem nilai pemimpin, bukan hanya di angkatan bersenjata (ABRI) melainkan juga sistem nilai pemimpin pada umumnya. Sistem nilai seorang pemimpin akan mempengaruhi tindakannya yang akan diteladani oleh pengikutnya. Sistem nilai kepemimpinan lain yang harus dimiliki antara lain adalah percaya diri, kesadaran budaya, disiplin diri sendiri, inisiasi, penguasaan diri, keseimbangan atau stabilitas. Disamping memiliki nilai-nilai yang telah di uraikan tersebut, seorang pemimpin juga di harapkan memiliki kecakapan dasar kepemimpinan. Ada empat kecakapan dasar kepemimpinan
yang dikemukakan Hesselbein dan Shinseki
(2004:12) yaitu: Interpersonal skills, yang meliputi memfasilitasi pembelajaran, konseling, memotivasi, pemberdayaan staff, dan membangun kelompok. Conceptual skills, yang meliputi berfikir kreatif, inovatif, analisis sistematik, kritis dan etis, sebagai landasan bagi pengambilan keputusan. Technical skills, yaitu kecakapan yang berkaitan dengan penyelesaian jabatan, pekerjaan dan tugas, dengan penuh tanggung jawab. Tactical skills, yang meliputi kecakapan negosiasi, hubungan masyarakat, pembiayaan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pencapaian tujuan.
30 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
Berdasarkan pemilikan nilai-nilai kepemimpinan dan kecakapan dasar tersebut, apa yang menjadi tugas yang harus dikerjakan seorang pemimpin, Hesselbein dan Shinseki (2004:15) mengemukakan tiga wilayah kegiatan yaitu: influencing, operating, dan improving. Mempengaruhi orang-orang agar organisasi berjalan serta meningkatkannya merupakan tiga kata kunci tugas seorang pemimpin, sehingga menjadi tumpuan keberhasilan manajemen organisasi. Uraian teoritis konseptual yang telah diuraikan tersebut, dapat dijadikan landasan bagi kepemimpinan pendidikan di sekolah yang secara operasional dapat dibahas berdasarkan bab II terdahulu.
B. Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur Dalam millenium ketiga yang penuh dengan ketidakpastian (uncertainty) karena cepatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi,akibat dari dorongan teknologi informatika dan komunikasi, maka dunia pendidikan harus mengubah orientasinya yaitu kearah pembangunan masyarakat belajar (learning society) dan masyarakat ilmiah (scientific society). Orientasi ke depan, dan merumuskan peluang yang ada, merupakan tugas pemimpin pendidikan agar dapat memanfaatkan peluang tersebut dalam membangun SDM sesuai tuntutan masyarakat millenium III. Berkaitan dengan peluang, Batten (1989:85) mengutip pendapat Thomas Edison bahwa:there
is much more opportunity than there are people to see it. Artinya bahwa peluang yang dapat dirumuskan orang-orang masa kini hanya sedikit dibanding dengan peluang yang ada. Dengan kata lain dari peluang yang begitu banyak hanya sedikit yang dapat dilihat oleh manusia. Oleh karena itu lembaga pendidikan sebaiknya dipimpin oleh orangorang yang memiliki jiwa kewirausahaan (intrapreneurship), seperti yang ditetapkan dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007, yaitu kompetensi kewirausahaan, sehingga banyak peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai dan sikap kewirausahaan lulusan lembaga pendidikan.
C. Kewirausahaan (Intrapreneurship) Kewirausahaan dalam artiintrapreneurship dapat diterjemahkan dengan intra, berarti „masuk ke dalam‟ dan preneursama dengan pendre (bahasa Perancis) berarti „mengusahakan atau mengambil‟. Jadi, intrapreneur berarti intrausahawan, atau agen pengembangan usaha (Lassem, 1992:3).Istilah intrapreneurdigunakan pertama kali oleh Norman Macrea tahun 1976 di Inggris, untuk para manajer professional dan “juru masa depan” yang ingin mendirikan bisnis baru dan kecil dalam organisasi lama dan organisasi yang ada (Lessem, 1992:6). Bird (1989:3) mengemukakan: “entrepreneurship is the creation of value through the creation of the organization”. Penciptaan nilai terjadi dengan penemuan, layanan, transaksi, teknologi, pemasaran, dan sebagainya bagi masyarakat melalui suatu organisasi.
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 31
Kao (1991:14)mendefinisikan kewirausahaandengan : “…Entrepreneurship is the attempt to create value through recognition
of the business opportunity, the management of risk taking appropriate to the opportunity, and through the communicative and management skills to mobilize human, financial and material resources necessary to bring a project to fruition”. Artinya bahwa kewirausahaan adalah upaya penciptaan nilai,dan perumusan peluang, mengelola peluang melalui orang-orang dalam organisasi, dana dan fasilitas dan sumber daya lain agar peluang tersebut menghasilkan. Dari definisi tersebut dapat ditetapkan bahwa sifat utama seorang wirausaha adalah creator (Bird 1989:51, Kao 1991, Kuratko & Hodgetts, 1989), yang berarti sebagai innovator, inventor dan juga change agent (Kuratko&Hodgetts, 1989:6) yang sangat penting bagi pengembangan usaha dan organisasi, seperti yang diungkapkan Kao: “….An innovator or developer who recognize and sizes upon
opportunities, converts these opportunities into workable/marketable ideas, adds values through time, effort, money, or skills, assumes the risk of competitive market place to implement these ideas, and realizes the rewards from these efforts”.
Artinya seorang wirausaha adalah inovator atau pengembang yang melihat adanya peluang, mengubahnya menjadi gagasan praktis, penambahan nilai melalui waktu, kegiatan, uang, kecakapan, memperhitungkan resiko, pemasaran untuk pelaksanaan gagasan tersebut dan merealisasikannya hingga memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, kunci keberhasilan seorang wirausaha terletak pada kreativitas dan inovasinya, sesuai dengan pendapat Druker (1985:17).
“…innovation is a specific tool of entrepreneur, the means by which
they exploit change as an opportunity for a different business or a different services. Artinya bahwa inovasi itu adalah alat khusus seorang wirausaha, dalam memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis baru atau layanan yang berbeda. Pendapat Drucker ini memperkuat pernyataan Bird, bahwa seorang entrepreneur adalah seorang creator, dan seorang innovator merupakan salah satu tipe intrapreneur (Lessem, 1992) yang mampu menampilkan gagasan dan menciptakan suatu citra.Menghasilkan uang hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan. Sifat seorang intrapreneur tipe innovator adalah membentuk suatu yang khayali menjadi kenyataan fisik, menimba dari sumber asal seni atau ilmu pengetahuan dan teknologi, dan merealisasikan hal-hal penting yang tersembunyi, serta menguasai lingkungan dan memperbaiki masyarakat, tempat ia tinggal, dengan gagasannya (Lessem, 1992:43). Kewirausahaan yang dikemukakan Lessem ini sesuai dengan tuntutan kepemimpinan intrapreneur dalam era millenium III saat ini, yang dapat membangun pendidikan sebagai fondasi pembangunan nasional. Begitu pentingnya kreativitas untuk dimiliki dan digunakan, Rasulullah Saw bersabda:
32 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
”…barang siapa di dalam Islam menemukan kreasi baru yang baik,
kemudian diamalkan sesudahnya, maka kepadanya akan diberikan pahala sebanyak orang yang memperoleh manfaat dari kreasi itu dan pahala itu tidak putus-putusnya“ (HR. Muslim dikutip Munawir). Mengapa tidak begitu mudah orang menjadi kreatif dan inovatif, Bird (1989) mengemukakan beberapa hambatan munculnya kreativitas, antara lain takut membuat kesalahan atau takut gagal, tidak senang pada “chaos” dan berkeinginan besar kepada keteraturan, senang menilai ide orang yang akhirnya menjadi kurang senang memunculkan ide sendiri, tidak sabar, terburuburu, kurang kompetitif, kurang mampu untuk relaks dan inkubasi, pasrah, kurang senang tantangan, kurang mampu memfokuskan satu ide, dan kurang mampu membedakan atara fantasi dan kenyataan Kuratko dan Hodgetts (1989:38-39) mengemukakan tahapan proses kreatif adalah sebagai berikut :
Pertama, latar belakang berupa akumulasi pengetahuan.Kreasi yang berhasil dimulai dengan investigasi dan pengumpulan informasi, melalui membaca, diskusi, kerja lapangan, seminar, dan workshop. Kedua, proses inkubasi. Individu yang kreatif memberikan kesempatan pada bawah sadarnya untuk memproses hasil tahap satu, yang disebut oleh B.J. Bird (1989) dengan istilah sleep on it. Menghindari masalah itu, memungkinkan bawah sadar mengerjakan masalah itu hingga muncul kreativitas dengan cara ikut kegiatan yang tidak perlu menggunakan akal, ingat kembali masalah itu sebelum tidur, dan relaks atau meditasi.
Ketiga, munculnya ide secara tiba-tiba, baik menyeluruh ataupun bertahap, yang disebut oleh Kuratko dan Hodgetts sebagai the idea experience. Keempat, evaluasi dan implementasi. Kadang-kadang ide yang muncul dalam fase ketiga masih sangat kasar, perlu dimodifikasi, diuji dan proses finalisasi melalui diskusi dengan teman atau seorang ahli dengan tetap memikirkan masalahnya.
Karakteristik seorang kreatif adalah pandai, tidak perlu genius, karena kreativitas tidak selalu berhubungan dengan intelegensia tinggi, bisa membangkitkan ide baru dalam waktu singkat, selalu berpikir positif, sensitif terhadap lingkungan dan perasaan orang lain, mampu menetapkan keputusan dan tidak selalu memerlukan persetujuan kelompok, termotivasi oleh problema yang menantang, fantasinya hidup, fleksibel, tidak dogmatis, dan tidak kaku, dan lebih memperhatikan makna dan implikasinya, dibanding rinciannya. Sumber-sumber inovasi dan kreativitas, antara lain adalah kejadian yang tak terduga, ketidaksesuaian, perbedaan antara harapan dan realita, proses memenuhi kebutuhan, perubahan sosial, industridan pasar, perubahan demografi (perubahan populasi, usia penduduk), perubahan jabatan, wilayah, perubahan persepsi, dan konsep yang padat pengetahuan. Kreativitas
sebenarnya
merupakan alat
seorang
wirausaha
dalam
memandang
dan
memanfaatkan sumber inovasi.
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 33
Entrepreneurship yaitu kewirausahaan yang terjadi dalam perusahaan pribadi seorang wirausaha, sehingga tidak terikat oleh aturan-aturan yang akan “mengekang” perilakunya. Sedangkan intrapreneurship adalah perilaku kewirausahaan seseorang yang terikat oleh suatu peraturan dan perundang-undangan tertentu. Seorang kepala sekolah terikat oleh UndangUndang Sistem Pendidikan NasionalTahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005, namun dalam era global, mereka dipersyaratkan memiliki kewirausahaan, bila ingin lembaganya mampu menanggulangi era ketidakpastian, dan mampu maju dan berkembang. Pada era global yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian, Drucker(1985:168) menyarankan agar perubahan yang terjadi hendaknya dipandang sebagai suatu kesempatan (opportunity) dan jangan dipandang sebagai ancaman. Oleh karena itu seorang pemimpin tidak lagi tut wuri handayani atau mendorong dari belakang, melainkan menarik dari depan karena menurut Cohen, seharusnya kepemimpinan itupulling not pushing. Dalam menghadapi staffnya, kesalahan terbesar seorang
pemimpin
adalah tidak mengetahui motivasi staffnya”. (Cohen, 1985:139) Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, dimensi utama pertama seorang wiraswata adalah kreativitas dan kemampuan berinovasi.Bergerak ke dimensi kedua, terlihat jelas kreatif dan inovatif tidak cukup untuk seorang wirausaha, kadang-kadang seorang pemikir kreatif tidak mampu menjelaskan sesuatu.Perlu bergerak lebih jauh dalam mengidentifikasi peluang dan memburunya, hingga memperoleh keuntungan.
Promotor, adalah karakteristik seorang yang ingin bertindak dalam kerangka waktu sangat singkat dan memanfaatkan peluang. Dalam hal ini, promotor mungkin lebih atau kurang efektif, tetapi ia terikat komitmen secara revolusioner. Seorang trustee membutuhkan waktu panjang dalam komitmennya, bertindak perlahan seperti tidak ada perkembangan. Kunci kerberhasilan seorang wirausaha adalah pengetahuan bidang yang akan dihadapinya, dan kemampuan mengembangkan elemen-elemen yang tidak terlihat dari suatu pola atau peluang, sehingga dapat dilakukan estimasi. Kepala sekolah adalah manajer dan juga pemimpin lembaga pendidikan yang memiliki visi, misi, dan tujuan. Kalaulah manajer bekerja untuk
mempertahankan sesuatu sesuai dengan
aturannya, dengan cara memperhatikan operasi harian, seorang manajer dan pemimpin yang intrapreneur akan berbuat lebih strategik, dengan keberanian mengambil risiko. Seorang manajer akan dikendalikan oleh kondisi komponen sumber daya yang ada dengan mendayagunakannya. Seorang manajer dan pemimpin yangintrapreneur dikendalikan oleh kesempatan dengan bertanya pada dirinya, bagaimana memberdayakan sumber daya yang ada dan menggali sumber daya baru untuk dapat memperoleh keuntungan dari peluang yang dihadapi. Manajer akan berorientasi transaksional dengan pegawainya, tetapi manajer dan pemimpin yang intrapreneur akan menumbuhkan motivasi pada pegawainya. Nilai dan sikapkewirausahaan, membedakan seorang manajer konvensional dengan seorang
manajer dan pemimpin intrapreneur, baik dalam unjuk kerja manajerial, maupun hasil dan dampaknya.Peningkatan
keberhasilan
sekolah,
mensyaratkan
peningkatan
fungsi
setiap
komponen dan sumbangannya secara integral.
34 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
D. Kompetensi Sekolah
Manajerial
dan
Kepemimpinan
IntrapreneurKepala
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.13 Tahun 2007, seorang kepala sekolah harus memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi manajerial dan kompetensi kewirausahaan yang akan dibahas dalam sub bab ini. Kompetensi manajerial kepala sekolah tidak akan bisa terlepas dari kompetensi kewirausahaan (intrapreneurship) yang merupakan salah satu sikap utama dari seorang pemimpin pendidikan. Penulis mendukung pendapat Sallis (1993:13) bahwa kepemimpinan merupakan tumpuan keberhasilan manajemen (termasuk manajemen sekolah), tetapi dalam milllenium III saat ini diperlukan kepemimpinan intrapreneuratau kepemimpinan wirausaha atau kepemimpinan wirausaha (intrapreneurial leader). Kuratko dan Hodgetts mengemukakan, “Kewirausahaan berdasarkan pada prinsip sama, apakah wirausaha itu berada di perusahaan besar atau kecil yang baru dimulai. Tidak ada perbedaan Kewirausahaan baik dalam dunia bisnis, jasa layanan, pemerintahan atau lembaga nonpemerintah. Aturannya dan inovasinya sama saja. Dalam semua hal tersebut, ada disiplin yang disebut dengan entrepreneurial management(Kuratko, Hodgetts, 1989:30). Bertitik tolak dari pendapat ini, disadari betul pentingnya sikap Kewirausahaan dalam manajemen dan kepemimpinan pendidikan yang diharapkan mampu memberdayakan sekolah sebagai pusat pembangunan masyarakat (social development center) dalam era global di millenium III. Berikut ini, profil Kepala Sekolah yang memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan pendidikan intrapreneur yang diharapkan mampu meningkatkan keberhasilan sekolah.
Pertama, kemampuan manajemen dan kepemimpinan intrapreneurkepala sekolah dalam menetapkan arah. Perilaku organisasi sekolah sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu menetapkan arah lembaga pendidikan yang berorientasi masa depan. Meninjau sikap kepemimpinan dalam menghadapi masa depan, Siagian (1991:14) membagi tiga kelompok pemimpin dalam orientasi masa depan, yaitu tradisionalis, pemimpin yang berorientasi masa lalu dan bernostalgia dengan masa lalu; opportunities, pemimpin yang berorientasi pada masa kini dan berkeinginan segera menikmati hasil usahanya.Biasanya mereka berwawasan sempit dan tidak mau mengambil resiko; developmentalist, pemimpin yang berorientasi masa depan tanpa mengurangi perlunya orientasi masa kini dan mengingat masa lalu. Sikap pemimpin yang terakhir inilah yang dibutuhkan sekolah dalam menghadapi tantangan masa depan, yaitu pemimpin yang menggunakan pendekatan normative perspektif dengan orientasi masa depan (Engkoswara 1986:4),yang mampu thinking globally,acting locally and
perceive newly. (Willis W Hartman, 1985, dikutip Engkoswara, 1986:5).
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 35
Kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin pendidikan intrapreneurharus mampu mengonsepsikan kecenderungan kebutuhan hasil pendidikan masa depan dan peluang-peluang yang ada untuk dapat dijabarkan dalam penyelenggara pendidikan. Dalam menghadapi masa depan, mencari, bahkan menciptakan peluang dan mengelola risikonya (risk management), Bird mengutip pendapat Frank Knight (1921) bahwa ada lima dimensi dalam pengelolaan risiko, yaitu kemampuan menilai masa depan dengan tepat, dalam arti membaca nilai-nilai yang ada di masyarakat, kemampuan menetapkan sarana mencapai masa depan, kemampuan membuat rencana, meyakini terhadap hasil penilaian masa depan dan mencapainya, dan kemauan untuk menyesuaikan antara luck andone‟s purpose. (Bird, 1989 : 88). Melalui kemampuannya memandang peluang dan memformulasikannya (Bird 1989;4 Lessem 1992:43; Kao 1991:14; Kuratko & Hodgetts 1989), seorang intrapreneur mampu menetapkan tujuan organisasi yang berorientasi masa depan, antara lain dalam konteks menetapkan hubungan organisasinya dengan masyarakat lingkungannya, khususnya dalam era global di millennium III. Oleh karena itu, dalam rangka meraih peluang, Ronsolt (1984) yang dikutip Bird (1989) berpendapat bahwa strategi inovasi merupakan salah satu strategi menghadapi lingkungan yang berubah.Secara operasional menetapkan arah sekolah ke masa depan adalah dengan menetapkan visi yang berintikan nilai-nilai keyakinan atau agama.
Apa yang disebut visi? Penulis mendefinisikan visi sebagai elaborasi rasional dari keyakinan pemimpin dan mayoritas orang-orang dalam organisasi dan masyarakat lingkungan organisasi.Artinya bahwa visi sebagai pandangan jauh kedepan tentang produk pendidikan dijabarkan secara rasional dari nilai-nilai agama.Perusahaan-perusahaan di Jepang berpendapat bahwa visi yang baik adalah visi yang berintikan nilai agama.Contoh visi pendidikan yang menggunakan nilai-nilai agama adalah SD Ar Rafi‟ Bandung. Visi SD Ar Rafi‟ Bandung:
Lulusan SD Ar Rafi‟ adalah sosok ulul albab (Q.S. Ali Imran[3]:190-191), muslim yang kaaffah (Q.S. Al Baqarah[2]:208), calon pemimpin masa depan (Q.S. Al Baqarah[2]:30). Apabila visi tersebut dimiliki oleh semua guru dan staff di Ar Rafi‟, maka mereka akan berpikir bahwa “perintah” mendidik siswa Ar Rafi‟ menjadi ulul albab, muslim yang kaaffah dan pemimpin masa depan, adalah perintah Allah Swt. kepada mereka. Mereka akan berusaha dengan segala potensi yang dimilikinya untuk mengusahakan pencapaian visi. Dengan demikian visi tersebut akan menjadi source of power bagi mereka.
36 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
Kedua, kemampuan manajemen dan kepemimpinan intrapreneurkepala sekolah dalam mengorganisasikan sekolah. Sekolah sebagai suatu sistem sosial saat ini berada dalam era global yang ditandai olehinformation age–rules, uncertain economy, fluid market and suppliers, international
competition, dan rapid unpredictable technological innovation, (Covey, 1991:283). Millenium III yang dilandasi oleh teknologi informatika dan komunikasi, mendorong ketidakpastian ekonomi, pasar dan suplyers, terjadinya persaingan internasional dan inovasi yang tak terduga, mendorong sekolah untuk lebih tepat menetapkan arah, oleh karena itu visi yang berlandaskan nilai agama akan lebih menjamin kebenarannya. Untuk menghadapi era global tersebut, Toffler (1989:359) mengemukakan bahwa kita harus menciptakan dewan masa depan di setiap sekolah yang dibentuk para siswa dengan bantuan guru dan pakar pendidikan, oleh Komite Sekolah. Selanjutnya Toffler (1989:361) menyarankan agar ada gerakan pembaruan pendidikan dengan tiga sasaran, yaitu mentransformasi struktur organisasi sistem pendidikan, merevolusionerkan kurikulum, dan mengorientasi ke masa depan. Ide Toffler yang sudah berusia 20 tahun lebih ini masih berlaku di Indonesia, khususnya di SD. Organisasi sekolah dasar (SD) saat ini tidak memungkinkan terjadinya manajemen peningkatan mutu pendidikan. Organisasi saat ini tidak mungkin melaksanakan MBS, padahal fungsi SD sangat menentukan keberhasilan peningkatan mutu pendidikan nasional. Sedangkan dalam hal kurikulum, Indonesia sudah berhasil menetapkan kurikulum berbasis kompetensi, yang secara konsep berorientasi pada pembangunan SDM yang cerdas, kompetitif, produktif dan berakhlak mulia, sayang kendalanya cukup banyak bagi implementasi yang konsisten dengan konsep. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) secara konsep merupakan sekolah yang berorientasi masa depan, namun implementasinya masih dipertanyakan. Pendidikan dasar dan menengah, harus mampu memantapkan dirinya mempromosikan pendidikan ke arah masa depan, menyiapkan tamatan dengan kemampuan menanggulangi ( cope
ability), cepat dan efisien dalam beradaptasi dengan perubahan yang terus-menerus, serta memahami masa lalu dan masa kini (Toffler, 1989:359). Seorang pemimpin intrapreneur harus mampu mengembangkan organisasi dan orang-orang dalam organisasi secara bersama-sama.Ia bukan hanya mampu menetapkan tujuan organisasi, melainkan mencapai hasilnya melalui keberanian mengambil resiko, merencanakan taktis, bernegosiasi, berkomunikasi antar pribadi, dan memecahkan masalah (Lessem 1992:106). Kepala sekolah intrapreneurharus mampu membangun lembaganya sebagai suatu sistem sosial terbuka, menetapkan organisasi formal sekolah, dan memanfaatkan organisasi informal, sehingga terbentuk pola prilaku organisasi yang kondusif untuk pertumbuhan dan pengembangan organisasi. Seorang intrapreneur adalah seorang change agent (Kuratko, Hodgetts 1989:6) sangat dibutuhkan dalam mengembangkan organisasi yang tangguh dalam era “ketidakpastian” akibat globalisasi dalam semua aspek. Organisasi sekolah dasar dan menengah harus menggambarkan organisasi kreatif yang mampu menghasilkan lulusan yang kreatif.Sekolah dapat berfungsi sebagai agen pengembangan
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 37
masyarakat (fungsi progressif), selain mempertahankan nilai-nilai tradisional yang baik (fungsi konservatif). Ciri–ciri organisasi kreatif, dikemukakan Steiner dan dikutip Suhardi (1980), yaitu memiliki staff yang memiliki ide, memiliki saluran komunikasi terbuka, memiliki perencanaan jangka panjang, melakukan eksperimen dengan ide baru, menyeleksi staff secara objektif, mengatur organisasi agar tidak kaku, membiarkan para pencipta berkembang, dan tersedia unit khusus, melakukan investasi dalam riset dasar, dan merangsang hubungan dengan sumber “luar”. Kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin intrapreneur harus mampu menciptakan organisasi kreatif yang mampu mewadahistaff dan guru yang kreatif dalam membelajarkan siswa agar menjadi lulusan yang adaptif, produktif, dan kreatif. Bagaimana mewadahi orang-orang dalam organisasi dengan struktur yang kokoh? Allah Swt. dalam surat AshShaff (Q.S.61:4) berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Berperang dalam ayat ini, merupakan perintah Allah Swt. untuk memerangi kebodohan, kefasikan (Q.S.Ash Shaff [61]:5), kebatilan dan semua kelemahan dan kekurangan yang terjadi di masyarakat melalui pendidikan. Bagaimana cara memeranginya, yaitu melalui barisan orang-orang dalam organisasi yang terstruktur seperti suatu konstruksi bangunan yang tersusun kokoh. Orang-orang dalam organisasi terhubung satu sama lain, dan saling ketergantungan satu sama lain, seperti konstruksi kuda-kuda sebuah bangunan yang dapat menyangga beratnya atap genting. Proses pengorganisasian adalah proses menyamakan arah tujuan orang-orang dalam organisasi ke arah visi organisasi dengan bersama-sama melaksanakan misi organisasi. Proses pengorganisasian dapat diibaratkan sebagai proses penyelarasan molekul-molekul magnit (magnikul) dalam sebatang besi lunak sehingga menjadi magnit yang memiliki kekuatan atau daya magnit dengan kedua kutubnya, seperti yang digambarkan dalam gambar3.1 dan gambar3.2 berikut ini.
Gambar3.1: Arah Molekul Magnet dalam BesiLunak yang “Berserakan”
38 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
Gambar3.2: Arah Molekul dalam Magnet
Gambar3.2 menggambarkan tujuan organisasi yang didukung oleh tujuan semua orang-orang dalam organisasi. Mereka memiliki misi yang sama sehingga menjadikan kekuatan organisasi untuk melaksanakan misi organisasi sebagai pusat pembangunan masyarakat.Gambar 3.2 menggambarkan organisasi yang solid sehingga berfungsi di lingkungannya.
Ketiga, kemampuan manajemen dan kepemimpinan intrapreneurdalam memotivasi dan membangun kreativitas. Kemampuan kepala sekolah dalam memotivasi staff dan guru, memegang peran penting dalam mencapai tujuan sekolah.Motivasi staff dan guru merupakan kekuatan yang mendorong efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan.Staff dan guru harus dimotivasi untuk berbuat sebaikbaiknya (achievement motivation) agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan standar, dengan pertanggungjawaban untuk berhasil dan keberhasilannya tersebut terikat dengan harga dirinya. Pelatihan dalam motivasi dan perolehan (achievement motivation and training) adalah mengubah posisi sikap takut gagal, ke posisi harapan berhasil (Mc Cleland, 1985: 606; Bird, 1989: 80).Peran kepala sekolah sebagai agen perubahan berfungsi dalam upaya memotivasi prestasi staff.Prestasi kerja, pengembangan, dan tanggung jawab merupakan motivator yang menumbuhkan kepuasan kerja (Pongtuluran, Tilaar, 1989: 44). Guru juga merupakan manager of learning, kreativitas, dan kepemimpinan guru di kelas merupakan salah satu unsur yang mampu meningkatkan keberhasilan pembelajaran siswa. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikanintrapreneur harus mampu berfungsi sebagai
agent of change bagi orang-orang dalam organisasi dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin kreatif dan motivated. Menurut Gellerment (1970), seorang pemimpin harus memiliki competence motive, yaitu
desire for job mastery and professional growth. Proses memotivasi akan sangat terkait dengan imajinasi, originalitas, fantasi dan curiosity (Arasteh, 1976). Semua itu merupakan aspek-aspek kreativitas yang dimiliki seorang intrapreneur. Dengan demikian, kepala sekolah intrapreneurakan memiliki kemampuan memotivasi prestasi dan kepuasan kerja staff dan guru, dan membangun kreativitas kepemimpinan staff dan guru.
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 39
Kunci keberhasilan utama seorang pemimpin adalah keterampilannya sebagai change agent untuk mengembangkan organisasi agar berfungsi sebagai organical system, melalui keterampilan memotivasi prestasi dan kepuasan kerja staff, sertakreativitas kepemimpinan dari staff. Kepala sekolah yang ingin berperan sebagai agent of change harus memiliki perhatian terhadap sumber inovasi, motivasi,dan perubahan, sumber dana, dukungan masyarakat, pelatihan staff, dan program perubahan yang mantap (Lipham, Rankin, Hoeh, 1985:121). Dalam fungsi sebagai agen perubahan sekolahnya, maka pemimpin pendidikan harus berorientasi ke masa depan. Kepala sekolah, guru dan staff yang bekerja karena perintah jabatan atau karena gaji yang diterima, maka mereka memiliki motivasi yang ekstrinsik, dalam bahasa ummat muslim mereka dapat dikelompokkan pada orang-orang yang hubbud dunya wa inkarul-hag (mencintai dunia dan mengingkari kebenaran) seperti yang difirmankan Allah Swt. dalam surat Ar-Rum (Q.S. 30:7): “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai”.
Karena mereka, dari hasil kerjanya atau amalnya hanya akan memperoleh gaji, uang, kenaikkan jabatan yang bersifat duniawi.Mereka melupakan adanya kehidupan akhirat yang kekal yang dihadapinya setelah kematiannya.
Mereka tidak melakukan amal soleh, karena bekerjanya tidak dilandasi oleh keikhlasan.Tidak dilandasi oleh keimanan kepada Allah Swt. yang telah menciptakannya.Merekatidak akan mendapat pahala yang akan menghindarkan dirinya dari azab neraka, padahal mereka berdo‟a: “Wahai Tuhan kami!Anugrahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari api neraka.” (Q.S. AlBaqarah [2]:201) Dia berdo‟a dengan ucapan tetapi perbuatannya tidak sesuai dengan ucapannya, dia
termotivasi, terdorong oleh segala sesuatu yang datang dari luar dirinya (eksternal), dia memiliki motivasi yang ekstrinsik. Apabila semua guru dan staff memiliki motivasi yang ekstrinsik, orientasinya ke arah yang berbeda-beda, maka organisasi tidak akan berfungsi sebagai satu sistem yang punya kekuatan keluar, layaknya seperti sepotong besi lunak yang tidak memiliki gaya magnit. Dengan mengubah motivasi mereka menjadi motivasi intrinsik (dorongan dari hati nurani), mereka bekerja, secara hukum berdasarkan perintah jabatan, tetapi mereka berpikir bahwa tidak mungkin SK (Surat Keputusan) akan mereka peroleh tanpa izin Allah Swt. oleh karena itu mereka bekerja sebagai ibadah yang akan mendapatkan pahala terus menerus dan bekal mereka untuk terhindar dari azab neraka. Visi yang berintikan nilai agama, apabila dimiliki oleh semua orang-orang dalam organisasi, akan mengubah motivasi mereka dari ekstrinsik menjadi intrinsik. Oleh karena itu visi yang berintikan nilai agama kan menjadi source of power bagi orang-orang dalam organisasi. Tugas seorang manajer dan pemimpin pendidikan intrapreneuradalah mengupayakan agar visi yang berintikan nilai agama tersebut dimiliki oleh orang-orang dalam organisasi dan juga masyarakat lingkungan organisasi.
40 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
Keempat, kemampuan manajemen dan kepemimpinan intrapreneur kepala sekolah dalam komunikasi. Komunikasi merupakan bagian sentral dalam suatu organisasi. Dengan komunikasi yang baik, hubungan kerja dalam organisasi akan berjalan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Pentingnya keterampilan komunikasi bagi seorang pemimpin, dikemukakan Batten(1989) dengan mengutip pendapat Napoleon Bonaparte“we rule the world by our words”
(Batten,
1989:59). Artinya mengendalikan atau mengontrol suatu organisasi dilakukan pemimpin intrapreneur dengan proses komunikasi. Fungsi komunikasi, yaitu mempersatukan seluruh kegiatan organisasi, mengubah perilaku para anggota dalam suatu organisasi, alat agar informasi dan data disampaikan kepada seluruh anggota organisasi, (Pongtuluran, Tilaar, 1989: 36). Komunikasi yang bagaimana yang dapat mengendalikan jalannya organisasi agar organisasi dapat mencapai tujuannya dengan efektif? Komunikasi efektif adalah shared meaning, shared under standing (Batten, 1989:60) agar pelaksanaan tugas staff bisa berhasil. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua arah antara pemimpin dengan orang-orang dalam organisasi yang menghasilkan kesamaan persepsi dan pemahaman terhadap visi, misi dan tujuan organisasi. Keterampilan kepala sekolah dalam komunikasi juga menentukan keberhasilannya dalam tugasnya sebagai agen perubahan bagi sekolah dan masyarakat dan menetapkan pola perilaku organisasi bersama staffnya agar sekolah berhasil mencapai visi dan tujuan. Ada satu kaidah komunikasi yang ditetapkan Allah Swt. dalam surat Ash Shaff (Q.S. 61:2-3), (2) Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (3) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Artinya apabila seorang pemimpin pendidikan menyampaikan (mengkomunikasikan) sesuatu kepada seluruh anggota organisasi sekolah maka ia diingatkan Allah Swt. apakah hal-hal yang disampaikannya itu telah dilakukan oleh dirinya? Apabila tidak, maka kebencian Allah Swt. sangat besar kepada pemimpin pendidikan yang memerintahkan sesuatu tetapi ia sendiri tidak atau belum melakukannya. Guru adalah pemimpin pendidikan, apabila guru di kelas memerintahkan kepada siswanya untuk belajar, tetapi guru tersebut tidak mau belajar, maka ia akan mendapat kebencian dari Allah Swt. yang sangat besar. Penulis teringat pada tahun 1981 Pak Daud Yusuf yang waktu itu menjadi Menteri Pendidikan berpesan untuk disampaikan kepada guru-guru dan Kepala Sekolah yaitu: “Hai bapak-ibu guru, berhentilah Anda jadi guru apabila Anda telah berhenti belajar.” Peringatan dari Pak Daud Yusuf ini dapat dimengerti karena apabila guru yang sudah tidak mau belajar, masih tetap jadi guru maka ia akan dapat kebencian dari AllahSwt.Naudzubillahi
mindzalik.Padahal yang kita cari adalah keridhoan-Nya.
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 41
Kelima, kemampuan manajemen dan kepemimpinan intrapreneurdalam mengambil keputusan Pemecahan masalah (problem solving) dan pengambilan keputusan (decision making) merupakan tugas harian kepala sekolah. Kewenangan yang diberikan kepada kepala sekolah pada hakikatnya adalah kewenangan dan tanggung jawab mengambil keputusan dan menjamin pelaksanaannya (Atmosudirdjo:46). Demikian juga proses manajemen pendidikan pada esensinya adalah proses pengambilan keputusan. Pendekatan sistem dalam manajemen pendidikan sangat relevan untuk analisis pengambilan keputusan. Langkah-langkah mengambil keputusan berdasarkan pendekatan sistem meliputi lima langkah, yaitu:
Identifying the nature of the problem, determining solution requirements and alternatives, choosing a solution strategy from alternatives, implementing the solution strategy, dan determining performance effectiveness (Lipham & Hoeh, 1974:153).
Lipham dan Hoeh menetapkan langkah-langkah pengambilan keputusan sebagai berikut:
Identifikasi masalah
Menetapkan beberapa alternatif solusi
Merumuskan strategi untuk memilih alternatif solusi
Implementasi solusi yang strategik
Menetapkan efektivitas hasil kegiatan
Identik dengan itu, Pongtuluran dan Tilaar (1989:45) mengemukakan langkah-langkah pengambilan keputusan sebagai berikut:
Merumuskan masalah, menghimpun data dan informasi, dan menganalisa masalah, melakukan diagnosis, apa sebab terjadinya suatu masalah dan seberapa luas pengaruhnya, merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, menguji alternatif-alternatif tersebut dengan berbagai kriteria, serta menentukan alternatif dan mengambil keputusan. Efektivitas kepemimpinan sangat berkaitan dan bahkan kemampuan mengambil keputusan dewasa ini pada umumnya diterima sebagai inti kepemimpinan (Siagian, 1991:46). Kemampuan mengambil keputusan merupakan kriteria utama dalam mengukur efektivitas kepemimpinan, khususnya keputusan futuristik, mengenai hari depan dan efeknya berlangsung dan bergema di hari-hari mendatang, yang terdiri atas ketidakpastian (Atmosoedirjo:2). Proses pengambilan keputusan secara analitis sistematik ini diyakini kebenarannya, karena Allah Swt. berfirman dalam suratAl Insyirah (Q.S. 94:5-6), (5). Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (6). Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
42 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
Dalam kesulitan ada kemudahan, dapat diartikan bahwa dalam masalah ada solusi, oleh karena itu masalah tersebut harus dipecahkan, diurai atau dianalisis. Selanjutnya pecahan masalah tersebut disintesis, dicari beberapa alternatif sintesis yang merupakan alternatif solusi,kemudian dipilih, mana yang akan dijadikan solusi strategik.
Langkah-langkah berpikir analisis, sintesis dan evaluasi ini merupakan domain kognitif yang ditetapkan Bloom, yang dijadikan landasan pembelajaran kognitif tingkat tinggi yaitu kecakapan berpikir oleh guru-guru di sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah. Inilah salah satu kecakapan dasar yang harus dimiliki lulusan pendidikan dasar yang akan menentukan keberhasilan mereka di pendidikan menengah dan tinggi, bahwa pada kehidupan bermasyarakat sebagai sosok pemimpin di muka bumi. Kepala sekolah sebagai pemimpin intrapreneur harus memiliki keterampilan mengambil keputusan yang futuristik, khususnya
keputusan dalam memanfaatkan peluang masa depan
yang dikonsepsikannya dengan proses heuristik kreatif. Masa depan yang tidak pasti, merupakan masalah. Pengambilan keputusan yang futuristik, berarti memecahkan masalah dan menetapkannya. Salah satu tugas utama pemimpin adalah mengambil keputusan.Cara mengambil keputusan secarakreatif digambarkan oleh Bird (1989:41) dalam gambar2.3, yang dimulai dengan formulasi masalah, diikuti langkah atau tahapan yang logis, hingga implementasi solusi. Proses kreatif (gambar 2.4) dimulai dengan vague feeling, yang oleh Bird (1989) disebut sebagai experience of doubt, uneasiness, and wonder “a diffuse feeling about things
not fitting into place” Langkah kedua adalah menemukan dan memformulasikan masalah dan bukan mendefinisikan masalah yang telah ada.Menemukan dan memformulasikan masalah mensyaratkan kemampuan berfikir, dan kemampuan mempersepsikan yang berbeda dengan memecahkan masalah biasa. Untuk wirausahawan, memformulasikan masalah berarti membuat ketetapan-ketetapan dalam analisis peluang, dengan mendasarkan pada informasi yang sistematis, analisis rasional dan intuitif. Langkah ketiga, sama seperti pada memecahkan masalah biasa, yaitu mengumpulkan data dan informasi. Langkah keempat yaitu inkubasi, langkah rasional dan sadar terhenti, dan proses di bawah
sadar dimulai untuk memecahkan masalah.
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 43
Define problem
Vague feelings
Set goals
Problem finding
Information and resource search
Information search
Build theory
Illumination / insight
Generate solutions
Incubation
Choose
Expression / invaluation
Implement
Verification / evaluation
A
B
Gambar 3.3: Proses Pemecahan Masalah (Bird, 1989:41)
Gambar 3.4: Proses Kreatif (Bird, 1989:41)
Bird (1989) mengistilahkan proses ini sebagai gestation, mulling over, cooking on the back
burner, dan sleeping on it.Dalam hal ini seseorang menggambarkan dan membayangkan permasalahan tanpa melibatkan kesadarannya. Menyadari permasalahan yang perlu dipecahkan, menyerahkan masalah tersebut kepada Yang Maha Kuasa untuk menyelesaikannya tanpa beban dan tanpa melibatkan kesadaran diri. Dengan kata lain, barang siapa yang menyerahkan semua masalah (musibah) kepada Allah maka Allah Swt.akan memberikan petunjuk-Nya (Q.S.Al Baqarah [2]:156-157). (156) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (157) Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa apabila manusia meminta petunjuk Allah Swt. atas masalah yang dihadapinya maka orang itu bukan hanya akan diberi petunjuk sebagai jawaban atas masalahnya, tetapi ia juga akan mendapat shalawat dan rakhmatNya. Proses ini oleh Bird (1989) disebut sebagai sleeping on it, tidurlah dalam masalah yang kau hadapi. Siapa yang bisa tidur dalam bermasalah?Biasanya orang yang sedang bermasalah tidak bisa tidur, kecuali orang yang sabar.Sebenarnya Allah Swt. bersama dengan orang-orang sabar. (153) Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al Baqarah [2]:153)
44 - Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur
Orang yang sabar dalam menghadapi masalah bisa tidur, karena masalahnya telah disampaikan kepada Yang Maha Pencipta (kreatif), sehingga ia “terbebas” dari masalah, selanjutnya Yang Maha Pencipta memberinya solusi. Jadi proses pemecahan masalah secara kreatif adalah pemecahan masalah oleh Yang Maha Pencipta yang diberikan hanya kepada ummatNya yang sabar, yang dijelaskan Bird dalam langkah berikut ini. Langkah kelima adalah illumination atau insight hasilunconscious work yang oleh Bird diistilahkan sebagai break through atau “aha” atau “comes to us” yang datangnya kadang-kadang dalam bentuk mimpi. Langkah keenam adalah expression atau invention, merupakan hasil dalam bentuk rencana, proposal atau prototype. Langkah terakhir adalah verifikasi atau evaluasi terhadap hasil tersebut dari sisi teknologi, pemasaran, ekonomi, dan sebagainya. Dari langkah pemecahan masalah dengan proses kreatif yang digambarkan tersebut, terlihat keterikatan seorang wirausaha terhadap peluang masa depan dengan mengintegrasikan masa kini, mengandalkan kemampuan kreatif dan intuitif, dan tidak melepaskan keimanan, keikhlasan, dan kepasrahan kepada Allah Swt. Dari seluruh uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa manajemen dan kepemimpinan pendidikan perlu diteliti, khususnya yang berkaitan dengan keberhasilan lembaga sesuai dengan pendapat Covey (1991:246): “… the role of the leader is so crusial to continual success. Leader
deals with–direction,… Management deals with speed. The leader deals with vision with keeping the mission in sight–and with effectiveness and result. Management deals with establishing structure and systems to get those results. It focuses on efficiency, cost benefit analysis, logistics, methods, procedures and policies. Leadership focuses on the top line. Management focuses on the bottom line. Leadership derives its power from values and correct principles. Management organizes to serve selected objective to produce the bottom line. Of course, management and leadership are not mutually exclusive, in fact, it might be said that leadership is the highest component of management”.
Dalam hal ini Covey (1991) menyimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan komponen utama manajemen. Kemampuan manajemen dan kepemimpinan pendidikan sangat penting dimiliki kepala sekolah yang berkaitan dengan continual success. Mengingat sekolah adalah lembaga pendidikan yang mendidik para siswa untuk masa depan, sikap kewirausahaan harus dijadikan landasan dalam manajemen dan kepemimpinan pendidikan, yaitu manajemen dan kepemimpinan pendidikan intrapreneur. Sikap intrapreneurship dalam kemampuan manajemen dan kepemimpinan pendidikan kepala sekolah akan mampu memberikan nilai masa depan yang kreatif.
Bab 3 Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur - 45