65
BAB III IMPLEMENTASI MANAJEMEN KONFLIK DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DARUL AMANAH A. Letak Geografis dan Keadaan Sosiologis 1. Letak Geografis Yayasan Darul Amanah berkedudukan dan berkantor pusat di: Jl. Plantungan-Sukorejo KM 4 .Ngadiwarno Sukorejo Kendal Jawa Tengah (51363) Telp. (0294) 452473 / 452105.1 Letak yang semacam ini sangatlah strategis, sebab berada di tepi jalan raya jurusan Pekalongan-Sukorejo, sehingga transportasinya sangatlah mudah. Kemudian dekatnya pesantren dengan pasar, bank, puskesmas, kantor pos, kantor polisi, kantor kecamatan dan lain-lain, sangat membantu dalam rangka memenuhi segala kebutuhan pondok dan para santri. Secara geografis letak Darul Amanah di atas ketinggian 1500 m dari permukaan air laut. Suhu udara berkisar 15 s/d 28 derajat celcius. Di sebelah Timur PPDA adalah perkampungan Kabunan Desa Ngadiwarno, sedangkan sekelilingnya adalah perkebunan, sawah, dan hutan pinus. Batas wilayah Desa Ngadiwarno yaitu: sebelah Timur berbatasan dengan Desa Selokaton, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jurang Agung Kec. Plantungan, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Peron, sebelah Tenggara berbatasan dengan Desa Damarjati, dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Gondoharum Kec. Pageruyung. 2. Keadaan Sosiologis Keadaan masyarakat di sekitar pondok pesantren Darul Amanah sangat majemuk, baik tingkat perekonomian, mata pencaharian, pendidikan, maupun 1
Anggaran Dasar Yayasan Darul Amanah, Pasal 1 Tentang Nama dan Kedudukan. Dalam Profil PPDA, (Sukorejo: Yayasan PPDA, 1990).
66
keagamaan. Ekonomi Rakyat Desa Ngadiwarno masih rendah, kebanyakan dari mereka berada pada posisi menengah ke bawah. Walaupun terdapat puskesmas, pasar dan terminal kecil, namun hal itu kurang begitu memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian masyarakat2. Pendidikan masyarakat di sana pun masih rendah, 60% berpendidikan SD, 20 % pendidikan SMP, 7 % pendidikan SMA, 5 % pendidikan Perguruan Tinggi, dan 8 % adalah tidak tamat SD. Dengan demikian dukungan moral sangatlah besar terhadap eksistensi pondok pesantren Darul Amanah, hal ini bisa dilihat ketika penyelenggaraan berbagai kegiatan pesantren, seperti pendirian dan pembangunan PPDA, pengajian umum, akhirussanah, wisuda, dan lain-lain.
B. Visi dan Misi Yayasan PPDA 1. Visi: Terbentuknya lembaga pendidikan agama yang Islami dan bermutu yang mampu melahirkan generasi yang
menguasai ilmu-ilmu agama,
menguasai Iptek, berfikir bebas, mandiri, berakhlak mulia serta memiliki kerangka karangan yang konstruktif, prospektif dan inovatif. 2. Misi: a. Melaksanakan pendidikan dan proses belajar mengajar (PBM) yang mengarah pada pendidikan Islami b. Melaksanakan pendidikan dan PBM yang menyeimbangkan pengajaran ilmu agama dan ilmu umum serta teknologi c. Menyelenggarakan pendidikan ketrampilan yang tepat guna bagi santri. d. Menyelenggarakan pendidikan yang memberi ruang bagi siswa untuk berfikir bebas, berinovasi dan berkreasi3. 2
Sebab selama ini masih terkesan sepi dan kurang maju. Matapencaharian masyarakatnya 70% adalah petani, sedangkan yang 30% adalah terdiri dari pegawai negeri, wiraswasta, pengusaha kecil, buruh dan pedagang. Ibid. 3 YPPDA, “Bab I Pendahuluan; Visi-Misi Pesantren Darul Amanah”, dalam: Profil PPDA, (Sukorejo: YPPDA, 2004)
67
e. Pondok pesantren (secara umum) mempunyai misi untuk mengadakan pengkaderan umat untuk menjadi pemuka agama yang menjadi panutan masyarakat dalam kehidupan Islam4. Sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an:
“ Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka dapat menjaga diri”. (QS. At-taubah: 122).5 C. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangannya 1. Masa Pendirian Pondok Pesantren Darul Amanah Ngadiwarno Sukorejo Kendal adalah Filial Pesantren Darunnajah Jakarta, mengapa demikian?, Karena Pesantren Darunnajah Jakarta membuka 28 Filial dan Pesantren Darul Amanah adalah Filial yang ke-10. Pondok pesantren Darul Amanah termasuk juga Pesantren Alumni Gontor. Karena, Pesantren Darul Amanah kurikulumnya, disiplinnya, tata tertib, dan lain-lain hampir seperti Gontor, termasuk pula Pimpinannya adalah alumni Gontor. Pada tahun 1990, tiga orang alumni pondok modern Gontor, yaitu: KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc., KH. Mas’ud Abdul Qodir, dan Ust. Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I, serta seorang tokoh masyarakat yaitu Slamet Prawiro, mereka bermusyawarah dan akhirnya bermufakat untuk mendirikan sebuah 4
KH. Mas’ud abdul Qodir, Khutbatul Arsy; Pekan Perkenalan di TMI PPDA, (KabunanSukorejo-Kendal: PPDA, 2002/2003), hlm. 6-7
68
pondok pesantren di atas sebidang tanah seluas 6.000 m2 wakaf dari Hj. Aminah dan suaminya H. Sulaiman. Pondok pesantren tersebut diberi nama”Darul Amanah”. KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc. Adalah pimpinan pesantren Darunnajah Cipining, Bogor. Beliau berasal dari Desa Parakan Sebaran Kec. Pageruyung, sebuah Desa tetangga dari Desa Ngadiwarno dimana pesantren Darul Amanah berada. Selain sebagai kakak kandung Ust. Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I, beliau juga kawan akrab KH. Mas’ud Abdul Qodir sejak di pesantren Dondong, Mangkang, Semarang, hingga sampai di KMI Pondok Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur6. Sementara Slamet Prawiro, selain mantan Kepala Desa Parakan Sebaran, beliau juga mantan pejuang ’45 yang tergabung dalam Veteran RI. Dari hasil lobi beliau, Hj. Aminah dan H. Sulaiman menyerahkan tanahnya untuk diwakafkan. Setelah melalui musyawarah yang panjang maka akhirnya pada tanggal 23 Mei 1990 secara resmi dibuka pesantren Darul Amanah, dengan KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc. sebagai ketua Yayasan, KH. Mas’ud sebagai Pimpinan Pesantren, dengan jumlah santri pertama sebanyak 60 santri.
2. Keadaan Santri Pada awal berdirinya pesantren Darul Amanah membuka pendidikan tingkat Aliyah (MA) dengan santri sejumlah 60 anak putra dan putri. Sementara santriwan (putra) menempati rumah pimpinan pesantren yang ada 5
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilisd: II (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1995), cet. Ke-2, hlm. 1700. 6 Darunnajah Cipining adalah pesantren cabang Darunnajah Jakarta. Sedangkan KH. Jamhari Abdul jalal, Lc. adalah menantu KH. Abdul Manaf Muhayyar pendiri Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan. Dari rangkaian hubungan ini akhirnya Darul Amanah adalah filial pesantren Darunnajah Jakarta. KH. Mas’ud Abdul Qodir dan Ustadz Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I, pada mulanya mereka adalah para ustadz di sebuah Madrasah Tsanawiyah di Kec. Pageruyung Kab. Kendal. Setelah menerima wakaf berupa sebidang tanah, akhirnya bersama pendiri yang lain berkonsultasi mengurus pendirian dan pengelolaan pesantren yang didirikan. KH. Mas’ud abdul Qodir, op.cit., hlm. 6
69
di sebelah Barat Puskesmas Sukorejo II (Kabunan) selama 2 bulan. Kemudian pindah ke kampus Pesantren (gedung Ibnu Sina), sedangkan untuk santri putri sementara waktu bertempat di rumah Bpk. H. Sulaiman (Kabunan) selama 9 bulan. Berikut ini deskripsi data perkembangan santri sejak berdirinya: 1. Data Perkembangan Santri: Tahun Pelajaran 1990 / 1991
:
60 anak
Tahun Pelajaran 1991 / 1992
: 190 anak
Tahun Pelajaran 1992 / 1993
: 335 anak
Tahun Pelajaran 1993 / 1994
: 415 anak
Tahun Pelajaran 1994 / 1995
: 505 anak
Tahun Pelajaran 1995 / 1996
: 650 anak
Tahun Pelajaran 1996 / 1997
: 817 anak
Tahun Pelajaran 1997 / 1998
: 835 anak
Tahun Pelajaran 1998 / 1999
: 1.028 anak
Tahun Pelajaran 1999 / 2000
: 1.082 anak
Tahun Pelajaran 2000 / 2001
: 1.161 anak
Tahun Pelajaran 2001 / 2002
: 1.225 anak
Tahun Pelajaran 2002 / 2003
: 1.120 anak
2. Pembagian Santri Mukim dan Lajo pada tahun 2002/2003: Santri yang Mukim
: 630 anak
Santri yang Lajo
: 490 anak +
Jumlah
: 1.120 anak
Mereka itu berasal dari Sumatra, Kalimantan, Batam, Banten, Bengkulu, DKI Jakarta, Bogor, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Ungaran, Jepara, Blora, Ngawi, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Banjar Negara, Purwokerto, Kebumen, dan Purbalingga.
70
3. Tenaga Pengajar Program pendidikan
dan pengelolaan para santri selama 24 jam,
dilaksanakan oleh para Asatidz / Asatidzah yang berasal dari tamatan pondok modern Gontor beserta pesantren alumninya, pesantren Darunnajah Jakarta, dan Perguruan Tinggi seperti: IKIP, IAIN, .dan Perguruan Tinggi lainnya. Jumlah tenaga pengajar sampai tahun pelajaran 1997/1998 sebanyak 50 orang, untuk tahun pelajaran 2000/2001 sebanyak 62 orang, tahun 2001/2002 sebanyak 64 orang, tahun 2002/2003 sebanyak 67 orang, dan tahun pelajaran 2003/2004 sebanyak 67 orang.
4. Keadaan Bangunan Pada malam tanggal 21 Pebruari 1990 dikumpulkanlah Tokoh Desa Kabunan di rumah bapak H. Sulaiman untuk minta dukungan berdirinya pondok pesantren, mereka menyambut secara positif, bahkan mereka sepakat untuk membantu berupa tenaga, material, termasuk pula tenaga tukang. Pada hari berikutnya, siang hari tanggal 22 Pebruari 1990 dilakukan penyerahan tanah wakaf seluas 6000 m2 dan dilanjutkan tanggal 24 Pebruari 1990 membentuk pengurus Yayasan yang terdiri dari 20 personal dari berbagai daerah. Semua itu dilakukan di rumah bapak H. Sulaiman. Pengurus Yayasan bersepakat memberikan amal jariyahnya untuk pembangunan pesantren tersebut7. Peletakan batu pertama pesantren Darul Amanah pada tanggal 23 Mei 1990 oleh bapak KH. Ahmad dari Watusongol Magelang, bapak KH.
7 Seperti H. Muhson menyumbangkan material seharga Rp. 3.000.000,- (1990), Pimpinan Pesantren KH. Mas’ud Abdul Qodir menjual tanah 2 tempat seharga Rp. 3.000.000,- (1990), begitu pula pengurus yang lain menyumbangkan material seperti bata merah, kayu, dan lain-lain.Pada tanggal 26 Pebruari 1990 dikumpulkanlah para alumni pesantren Gontor se Kabupaten Kendal yang jumlahnya 144 orang, untuk menginformasikan rencana pendirian pesantren ala Gontor. Ternyata mereka menyambut dengan senang hati, bahkan mereka bersepakat untuk mengumpulkan uangnya masingmasing @ Rp. 50.000,- sebagai amal jariyah pembangunan pesantren Darul Amanah. KH. Mas’ud abdul Qodir, op.cit. hlm. 7
71
Muhaimin dari Parakan, bapak Kyai Junaedi dari Brangsong dan ketua Pengurus Yayasan. Pada tanggal 15 Juni 1990 dibuka “Pendaftaran Siswa Baru” tingkat MA yang sekretariatnya di rumah Ibu Ribut dan bapak Rowad. Dari pertama masuk sekolah hanya satu lokal yang telah siap ditempati untuk ruang kelas, sehingga sementara waktu kelas putra-putri dijadikan satu. Dua bulan kemudian tersedia asrama putra (gedung Ibnu Sina). Pada tahun ke dua segenap Pengurus Yayasan dan Dewan Guru mencari dana keluar daerah termasuk ke Jakarta dan tempat lain. Di Jakarta mendapat bantuan gedung Robithoh I dari Robithoh Alam Islami, 1 buah Masjid bantuan dari DDI dan Yayasan Al-Islah, 1 perangkat diesel listrik dan gedung Dzulqurnain dari bapak H. Dzulqurnain dan bapak KH. Anwar Sanusi. Pada tahun ke-lima mendapat bantuan ke-2 dari Robithoh Alam Islami sehingga gedung tersebut diberi nama Robithoh II, sedangkan gedung yang lain berasal dari usaha pesantren, koprasi, wali santri, dapur umum, dan lainlain. Keadaan gedung semi permanen maupun permanen sampai saat ini sebanyak 62 lokal.
5. Program Pendidikan Program TMI lama belajar 6 tahun, tahun ke-3 mengikuti ujian MTs dan mereka tidak keluar dan selesai di Darul Amanah, tetapi masih melanjutkan / naik kelas IV (1 MA) tanpa dikenakan biaya sebagaimana santri baru, tidak ada pengambilan STTB dan STK MTs serta tidak ada perpisahan kelas III. Dengan demikian program TMI ini menonjolkan pesantrennya, bukan MTs atau MA – nya, sehingga istilah yang dipakai adalah kelas I sampai kelas VI. Raport dan STTB santri ada 2 macam, yaitu Negeri dan Pesantren. Pelajarannya merupakan perpaduan antara kurikulum Gontor, Depag, dan Pesantren Salafiyah. MTs = SLTP + Pelajaran Departemen Agama TMI = MTs + Pelajaran Gontor + Kitab Kuning
72
Pelajaran agama 100% dan pelajaran umum 100%, sehingga biayanya sedikit lebih mahal dibanding sekolah lain. Namun kenyataan sebenarnya justru
lebih
murah
karena
pelajaran
yang
didapat
lebih
banyak,
ekstrakulikulernya pun lebih banyak8.
6. Perkembangan Fisik Pada awal berdirinya pesantren Darul Amanah hanya mempunyai 6 lokal sebagai tempat belajar dan asrama bagi santri mukim. Padahal pada tahun itu juga terdapat santri putra dan santri putri yang harus ditampung. Karena belum siapnya ruangan untuk putri maka sementara ditampung di rumah Bpk. H. Sulaiman selama lebih kurang 1 tahun dan di rumah Bapak KH. Mas’ud Abdul Qodir selama lebih kurang 2 tahun. Satu tahun kemudian menambah 4 lokal untuk semi permanen yang merupakan waqaf dari bebarapa orang, termasuk Bpk. H. Abdul Jalal yang mewakafkan 1 pohon sengon Jawa. Pada tahun 1992 dibangun 3 lokal permanen yang merupakan sumbangan dari Robithoh Alam Islami dan 2 lokal permanen sumbangan dari Bpk. H. Dzulkurnain dari Jakarta. Hingga tahun ini pesantren Darul Amanah memiliki ruang belajar dan asrama sebanyak 58 lokal, 1 buah Masjid berukuran 15 x 17 m, 5 buah koprasi / kantin, lapangan olah raga, 21 unit komputer, 1 buah kiostel, 3 pesawat telephon, sebuah laboratorium, dan perpustakaan. Sedangkan tanah lokasi pesantren yang semula hanya 6000 m2, setiap tahunnya selalu bertambah dan hingga tahun 2003 tanah lokasi pesantren sudah mencapai lebih kurang 45.000 m2 (4,5 Hektar) dan semua itu langsung disertifikatkan atas nama Yayasan Pondok Pesantren Darul Amanah. 8
Seperti ketrampilan menjahit, sablon, pramuka, komputer, seni bela diri, seni baca alQur’an, latihan pidato, berorganisasi, olah raga, marcingband, qosidah rebana, dan lain-lain. Tenaga pengajarnya tidak ada perbedaan antara pengajaran MTs dan MA, yang ada hanyalah mengajar kelas I sampai kelas VI. Sedangkan belajar terbimbing adalah merupakan kegiatan rutin setiap malam, dan pembimbingan dilakukan oleh guru-guru yang mukim selama 24 jam. Ibid.
73
7. Perkembangan Santri Pada awal berdirinya pondok pesantren Darul Amanah hanya mempunyai santri 60 orang, tahun demi tahun animo masyarakat untuk memondokkan anaknya ke pesantren Darul Amanah terus meningkat. Dan di tahun 2003 / 2004 ini jumlah santrinya lebih dari 1000 santri, yang mengambil jenjang pendidikan MTs dan MA. Prestasi yang diraih para santri selalu meningkat, baik nilai, kesenian, ketrampilan, kejuaraan-kejuaraan lomba yang diadakan di dalam maupun di luar pesantren Darul Amanah.
8. Perkembangan Akademik Kurikulum pondok pesantren Darul Amanah adalah memadukan kurikulum Depag, Depdiknas dan kurikulum KMI Gontor. Sedangkan untuk malam harinya adalah pengajaran khas pesantren yaitu pengkajian kitab-kitab kuning. Karena pesantren Darul Amanah ini berorientasi pada pondok modern, maka tata tertib, disiplin, dan manajemen berkiblat ke pondok modern Gontor, Ponorogo. Walau demikian nilai-nilai pondok pesantren salaf (pengajaran berbagai macam kitab kuning) tetap diadopsi juga. Kitab-kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren Darul Amanah adalah sebagai berikut: 1. Bidang Nahwu dan Bahasa Arab, (Meliputi: Jurumiyah, Amrity, Alfiyah, Durusulughoh, Al-Arabiyah, Ta’lim Muta’alim, Al-Hadits dan Qira’aturRosyidah) 2. Bidang Fiqih, (Meliputi: Ushul Fiqh, Tijan Darori, Sulam Munajat, Arba’in Nawawi, Riyadhus Solikhin, Fatkhul Mu’in, dan Mabadi’ul Awwaliyah) 3. Bidang Tafsir, (meliputi: Tafsir Jalalain, dan Tafsir Surat Yaasin) 4. Bidang Akhlak, (meliputi: Ta’lim Muta’alim, Tangkihul Qaul, Irsyadul Iqbal, Nashoikhul ‘Ibad)
74
Untuk pelajaran formal diselenggarakan pada siang hari mulai dari jam 07.00 WIB s / d 13.00 WIB adalah pelajaran Tarbiyatul Mu’alimin AlIslamiyah (TMI), yaitu perpaduan kurikulum Diknas, Depag dan KMI Gontor. Evaluasi pada pelajaran formal (di siang hari) ini mengikuti ujian negara MTs dan MA. Adapun di sore hari para santri mengikuti pelajaran ekstra, seperti: kursus Bahasa Inggris, Bahasa Arab, pramuka, bela diri, komputer, menjahit, seni baca al-Qur’an, dan lain-lain. Guna menunjang keberhasilan pengajaran dan pendidikan, maka pondok pesantren Darul Amanah merekrut tenaga pengajar dari berbagai disiplin ilmu, baik yang berbasis pesantren salaf, pesantren modern, perguruan tinggi Islam maupun perguruan tinggi umum.
D. Sitem Pendidikan PPDA 1. Tujuan Pendidikan Menurut Mastuhu, tujuan pendidikan pesantren adalah “Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim9, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula (pelayan masyarakat) tetapi (juga sebagai) rosul, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan Islam ditengah-tengah masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.10
9
Tujuan Umum terbentuknya pesantren adalah: “membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya”. Tujuan Khusus terbentuknya pesantren adalah: “Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat”. Lihat: Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: LSIK bekerja sama dengan PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 2425. 10 Mastuhu, Op.cit. hlm. 55-56.
75
Sedangkan maksud dan tujuan didirikannya Yayasan Darul Amanah yaitu ikut serta (berpartisipasi) aktif dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, khususnya pada bidang pendidikan, kesehatan, sosial, untuk mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, sejahtera, berpengalaman luas, berakhlak luhur, beramal ikhlas, cinta kepada nusa dan bangsa, serta bertaqwa kepada Allah SWT. dan mampu mengamalkan ajaran-Nya.11
2. Pola Dasar Pendidikan Di pesantren Darul Amanah mengenal 3 pola dasar pendidikan, yaitu Panca Jiwa Pesantren, Panca Bina, dan Panca Dharma. a. Panca Jiwa, yang meliputi: (1). Jiwa Keikhlasan, (2). Jiwa Kesederhanaan, (3). Jiwa Kemandirian, (4). Jiwa Ukhuwah Islamiyah, (5). Jiwa Bebas. b. Panca Bina, yaitu meliputi: 1. Pembinaan Taqwa kepada Allah SWT 2. Pembinaan Akhlak Mulia 3. Pembinaan Kesehatan Fisik 4. Pembinaan Wawasan Ilmu yang luas 5. Pembinaan Kreatifitas dan Ketrampilan c. Panca Dharma, yaitu: (1). Ibadah, (2). Kemasyarakatan, (3). Kader Umat, (4). Dakwah Islamiyah, (5). Cinta Tanah Air.
3. Struktur Organisasi a. Status Kelembagaan Pada umumnya status kelembagaan pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: milik pribadi dan milik institusi (Yayasan). Adapun pesantren Darul Amanah adalah termasuk milik institusi (yaitu milik Yayasan Darul Amanah), dimana yang memiliki kekuasaan tertingginya 11
KH. Mas’ud AQ, dalam: Anggaran Dasar Yayasan Darul Amanah; Pasal 5 tentang
76
adalah Dewan Nadzir. Hal ini bisa dilihat secara jelas dalam AD/ART Yayasan Darul Amanah.12 b. Struktur Organisasi Dewan Nadzir adalah Badan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Yayasan, yang anggotanya adalah Badan Pendiri ataupun mereka yang diangkat oleh Dewan Nadzir. Badan Pengurus statusnya adalah dibawah Dewan Nadzir, namun keanggotaannya bisa merangkap sebagai Dewan Nadzir.
Badan
Pengurus
ini
harus
memberikan
laporan
pertanggungjawaban hasil kerjanya kepada Dewan Nadzir. Dan selanjutnya laporan pertanggungjawaban dari Badan Pengurus itu harus dimintakan pengesahan kepada Dewan Nadzir. Sebagai Pelaksana operasional dari Dewan Pengurus adalah Pengururus Pesantren, dalam hal ini secara hirarki terdiri dari Pengurus Yayasan, pimpinan pesantren, kepala bidang - kepala bidang.13 c. Gaya Kepemimpinan Yang dimaksud dengan kepemimpinan dalam pembahasan berikut ini adalah “seni” memanfaatkan seluruh daya (dana, sarana, dan tenaga) pesantren untuk mencapai tujuan pesantren14. Manifestasi yang paling menonjol di dalam
“seni” memanfaatkan daya tersebut adalah cara
menggerakkan dan mengarahkan unsur perilaku pesantren untuk berbuat sesuatu dengan kehendak pemimpin dalam rangka mencapai tujuan pesantren tersebut. Yang dimaksud pemimpin dalam hal ini adalah pimpinan pondok pesantren (Kyai Pengasuh) yang menjadi tokoh kunci atau pimpinan spiritual pesantren.
Maksud dan Tujuan, (Sukorejo: tp. 1990) 12 Yang meliputi: Nama dan tempat kedudukan, azas, tujuan, usaha-usaha, kekayaan, pendiri, Dewan Nadzir, Penasehat, Badan Pengurus, keanggotaan, rapat-rapat, dan lain-lain. Ibid. 13 Administrasi, pendidikan & pengajaran, Perguruan Tinggi, sarana prasarana, humas & kaderisasi alumni), dewan asatidz, dan santri. Ibid. 14 Lihat Mastuhu, Op.cit., hlm. 80.
77
Kedudukan dan kewenangan pimpinan pesantren sangat kuat, hubungan antara anggota dan pemimpin baik, dan pembagian tugas antar unit-unit kerja jelas. Disiplin dan solidaritas terasa amat kuat mewarnai kehidupan pesantren Darul Amanah. Namun untuk mengetahui gaya kepemimpinan seseorang haruslah dilihat dari perspektif bawahan, yang melihat perilaku dan gaya kepemimpinan kyainya setiap hari. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana sistem komunikasi pimpinan dalam memberikan informasi kepada bawahan. Komunikasi pimpinan tampak pada diumumkannya berita-berita organisasi pada setiap selesai shalat Maghrib dan Isya’ di masjid pesantren, yang menyangkut berita-berita: agenda kegiatan, kabar gembira, sedih, dan lain sebagainya. Selain itu adanya pengarahan dan pengumuman mengenai perkembangan dan prestasi pesantren, atau keberhasilan para santri alumni di berbagai tempat, atau berita duka seperti sakit, meninggal, dan sebagainya. Hal demikian itu sering dilakukan seminggu sekali pada saat senam Kamis Pagi, yang diikuti oleh seluruh santri Darul Amanah15. Oleh karena itu, dengan begitu ketatnya disiplin yang berlaku di PPDA tersebut, cenderung memberikan kesan bahwa santri serba diatur dan sangat sedikit kesempatan baginya untuk berlaku bebas diluar waktu-waktu yang ditentukan dalam tata tertib pondok. Dalam situasi seperti di atas, maka gaya kepemimpinan di PPDA adalah kombinasi antara: karismatik (Kyai sebagai pemimpin spiritual), birokratik (sesuai dengan aturan formal), paternalistik (memberikan kesempatan berkreasi, namun keputusan selalu dibawah kekuasaannya)16, 15
Sedangkan gambaran kedisiplinan pesantren dapat dilihat antara lain: ketatnya program bahasa Arab dan Inggris, dimana santri wajib menggunakan percakapan sehari-hari dengan dua bahasa tersebut. Hukuman bagi pelanggaran semua tata tertib yang sangat keras dan tegas. Belum lagi kedisiplinan dalam hal: mandi, makan, shalat berjama’ah, berpakaian, potongan rambut, dan lain-lain. Selanjutnya bisa dilihat dalam: Tata tertib Santri Pon. Pes. Darul Amanah, 2002/2003. 16 Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang ustadz, bahwa Pimpinan pesantren selalu menerima kritikan, masukan, dan ide-ide yang membangun, akan tetapi dengan catatan “tidak dalam
78
Diplomatik (jika tidak dapat memutuskan sendiri permasalahan, maka harus melibatkan Pengurus Yayasan dan bahkan Dewan Nadzir). d. Suksesi Kepemimpinan Estafet / pergantian kepemimpinan pesantren tergantung dari status pesantren itu sendiri, apakah milik pribadi ataukah Yayasan. Adapun PPDA adalah termasuk milik Yayasan, sehingga estafet kepemimpinan dilakukan secara demokratis-terpimpin sesuai kesepakatan forum (Dewan Nadzir dan Badan Pengurus). Bila dikatakan bahwa “Yayasan PPDA adalah milik keluarga”, maka dijawab oleh Ustadz Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I (salah satu pendiri Yayasan PPDA) bahwa hal ini tidak semuanya benar dan tidak semuanya salah17. Artinya: benar, ketika melihat pendirinya saja ¾ keluarga Ustadz Junaedi, dan pengurus Yayasan justru ¾ adalah keluarga, tetangga dan teman KH. Mas’ud Abdul Qodir18. Hal ini wajar, karena orang yang dikenal pada saat itu adalah saudara, teman dekat, serta tetangga-tetangga mereka. Selain itu, tujuannya adalah agar visi dan misi para pengurusnya tidak akan berbeda jauh (sama). Kemudian dapat dikatakan: Salah, ketika melihat secara jelas bahwa ternyata Pendiri maupun Pengurus tidak semua satu keluarga, bahkan berasal dari beberapa keluarga, namun terdiri dari orang-orang yang dekat, dikenal, serta memiliki kompetensi atau kemampuan yang memadai.
forum resmi, seperti forum rapat”. Ia lebih menerima ketika penyampaian kritikan atau masukan pada waktu tertentu, dan harus dibicarkan secara tertutup empat mata. Sehingga terkesan ide tersebut betulbetul konstruktif, bukan dibuat-buat atau berusaha merendahkan seorang kyai. (Ustadz Ali Najib, wawancara Tentang Tipe Kepemimpinan KH. Mas’ud Abdul Qodir, (Sukorejo: Pon.Pes. Darul Amanah, 10 Januari 2004), pukul 14. 30 WIB. 17 Junaedi Abdul jalal, Wawancara Tentang Suksesi kepemimpinan Darul Amanah, (Sukorejo: Kantor PP. Darul Amanah, 10 Januari 2004), Pukul 11. 30 WIB. 18 4 orang anggota Badan Pendiri selain KH. Mas’ud Abdul Qodir adalah satu keluarga, yaitu: KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc. adalah kakak kandung Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I, sedangkan Slamet Prawiro sendiri adalah mertua Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I. adapun 16 orang pengurus Yayasan seluruhnya keluarga, dan teman KH. Mas’ud Abdul Qodir, kecuali 3 orang, yaitu: KH. Jamhari AJ, Lc., Junaedi AJ, S.Pd.I, dan Slamet Prawiro. Lihat: AD/ART Yayasan PPDA tahun 1990. Ibid.
79
Masa bhakti untuk Badan Pengurus, Pimpinan Pesantren, dan Kepala Sekolah selama 10 tahun dan dapat dipilih kembali.19 Dan dalam hal ini pimpinan pesantren Darul Amanah termasuk kyai yang dipilih kembali (atau secara otomatis masih diakui tanpa harus ada pemilihan kembali sebagaimana organisasi-organisasi lainnya). Umur PPDA hingga saat ini mencapai 13 Tahun dan pimpinan pesantren masih tetap dipegang oleh KH. Mas’ud Abdul Qodir, untuk masa bhakti yang keduanya (2001 s/d 2010), dan masih terpilihnya kembali KH. Mas’ud Abdul Qodir menjadi pimpinan pesantren, ternyata tanpa harus diplenokan. Walaupun masa bhakti selama 10 tahun, namun apabila pimpinan masih bisa melaksanakan amanat keputusan Dewan Nadzir dan Pengurus Yayasan, tidak melenceng dari AD/ART Yayasan, serta masih sehat jasmani dan rohani, maka kepemimpinan pesantren Darul Amanah tidak akan di-reorganisasi (diganti). Hal ini diakui oleh Ustadz Junaedi, S.Pd.I dalam wawancara sebagai berikut: “Memang di sini belum pernah diadakan suksesi kepemimpinan (pemilihan kembali pimpinan), sebab kyai / pimpinan masih ada. Selain itu masih ada faktor lain yang mempengaruhi, diantaranya karena masih lemahnya pengurus, atau ada istilah “kurang etis” untuk memilih kembali pimpinan, sedangkan jabatan itu masih ada yang memegangnya. Namun, - lebih lanjut dikatakan, - selama ini ada “kaderisasi” dari para Pendiri Yayasan PPDA. Sedangkan yang berhak dalam menentukan siapakah kader yang akan dijadikan sebagai pengganti adalah Pengurus, namun demikian yang menjadi prioritas utamanya adalah putra dari para Pendiri. Kaitannya dengan hal itu, ternyata yang diperkirakan lebih memungkinkan sebagai kader pemimpin (baik ilmu, kredibilitas, pengalaman, kecerdasan, dan lain-lain) adalah putra pertama KH. Mas’ud Abdul Qodir sendiri, yaitu M. Adib yang saat ini masih menyelesaikan studinya di Mesir”20.
19
Anggaran Rumah Tangga, Bab VII Pasal 13 tentang Masa Jabatan Pimpinan Pesantren, .(Sukorejo: ART Yayasan Pesantren Darul Amanah, 1990). 20 Wawancara dengan Ustadz Junaedi, op.cit.
80
Dari uraian Ustadz Junaedi di atas jelas, bahwa belum adanya suksesi
kepemimpinan
PPDA
ini
disebabkan
karena
memang
kepemimpinan KH. Mas’ud Abdul Qodir selama ini dianggap sangat potensial dan mampu mengembangkan yayasan tersebut secara signifikan. Hal ini terbukti dengan umur PPDA yang baru 13 tahun sudah mampu menampung lebih dari 1000 santri, mampu mendirikan berbagai Unit Usaha, 69 unit Gedung, Masjid, Lapangan Sepak Bola, Lapangan olah raga lain, Kursus Komputer, Marcing Band, Unit Kesehatan Santri, dan bahkan membuka Sekolah Tinggi Agama Islam Wali Sembilan (STIA WS), yang merupakan “kelas jauh”: IIWS Semarang.
4. Lingkungan Kehidupan Kampus santriwan dan santriwati PPDA hingga saat ini selalu dipisahkan, yaitu tersekat dengan gerbang yang ada di sekeliling masjid. Ruang kelas pada sekolah pagi juga dipisahkan antara putra dan putri, hal ini berbeda dengan sekolah-sekolah madrasah yang lain, dimana dalam satu kelas tidak ada pemisahan antara putra dan putri. Dengan demikian diharapkan santri tidak akan terjebak dalam berbagai kasus ketika mereka menuntut ilmu di sekolah maupun di kampus pondok pesantren Darul Amanah. Selain di dalam kelas-kelas, pusat kegiatan utama santri PPDA adalah di masjid, dimana jama’ah shalat Rawatib selalu diselenggarakan tepat dengan waktu yang telah ditentukan. Bahkan jika ada yang terlambat pasti akan menerima sanksi dari pengurus. Berbagai informasi penting sering diumumkan lewat masjid, baik berita gembira, berita duka, berita prestasi, maupun
berita
mengenai
program-program
kegiatan
yang
akan
81
diselenggarakan, hal semacam itu dilakukan terutama setiap ba’da shalat Maghrib dan Isya21.
5. Kyai dan Ustadz Pimpinan pesantren Darul Amanah (KH. Mas’ud Abdul Qodir) adalah sebagai Kyai tunggal, merupakan gelar yang diberikan masyarakat sekitar sebagai seorang pemimpinan pondok pesantren dan sekaligus merupakan Direktur PPDA, sebab beliyau lah yang memiliki wewenang terhadap kebijakan di PPDA, dan secara formal memegang menjabatan tersebut. Jika melihat karakteristik KH. Mas’ud Abdul Qodir yang hanya mengajarkan ajaran Islam pada lembaga formal (pesantren) saja tanpa menjadi penceramah di masyarakat umum, maka ia adalah termasuk tipe kyai pertama, yaitu Kyai Pesantren22. Istilah ustadz, yang dulunya menjadi tanda mengenal ulama modernis atau ulama kalangan masyarakat Arab di negeri kita, sekarang juga sudah masuk dalam lingkungan pondok-pondok pesantren23. Begitu halnya di PPDA sudah mempergunakan istilah ustadz untuk sebutan bagi para guru yang mengajar di Darul Amanah. Namun anehnya sebutan ustadz tidak hanya bagi guru mengaji atau guru yang mengajar pendidikan agama Islam saja, namun
21
Seluruh santriwan maupun santriwati harus mengikuti segala kegiatan dengan kesemangatan, kekompakan, serta kedisiplinan yang tinggi, sebab tidak ada waktu untuk bersantai kecuali waktu olah raga dan waktu tidur malam. Oleh karena itu, cara hidup di pesantren Darul Amanah ditentukan sedemikian rupa sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah disepakati. Ibid. 22 Dilihat dari fungsi mendidik yang dijalaninya, seorang kyai dapat saja disoroti dari posisinya dalam proses mendidik, seperti perbedaan antara kyai yang mendidik di pesantren atau madrasah di satu pihak dan kyai yang tidak memiliki lembaga pendidikan formal di pihak lain. kyai model terakhir ini adalah kyai yang mengajar rakyat secara luas, baik melaui pengajian umum maupun forum-forum pendidikan nonformal lainnya, dan ia biasanya disebut muballigh atau “guru ngaji”. Lihat: Hasbullah, Op.cit., hlm. xiii-xiv. 23 Ibid., hlm. xiii.
82
untuk semua guru yang ada, baik ia mengajar matematika, bahasa, sosial, IPA, maupun mata pelajaran umum lainnya24. Perlu diketahui juga bahwa selain santri, para ustadz dan ustadzah pun diatur oleh tata tertib sekaligus sanksi-sanksinya dari PPDA25.
Oleh
karenanya, tata tertib berlaku bagi seluruh warga pondok pesantren tanpa kecuali, baik santri, karyawan, ustadz dan bahkan Kyai sekalipun harus tunduk pada peraturan yang sudah ditentukan.
6. Santri Santri merupakan unsur pokok dari pesantren, biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri mukim dan santri kalong. (1). Santri Mukim ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren. Sedangkan (2). Santri kalong yaitu santri-santri yang berasal dari daerah sekitar pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren. Mereka pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran pesantren26. Begitu halnya santri pondok pesantren Darul Amanah, mereka terdirir dari santri mukim dan santri kalong (lajo). Bagi santri mukim, seluruh kegiatan selama 24 jam harus mereka ikuti dengan jadwal yang sudah ditentukan. Selain mengikuti sekolah di pagi hari, sore mereka harus ikut kursus-kursus ekstrakurikuler dan malam harinya wajib mengikuti jama’ah 24
Dalam hal ini tidak ada pembedaan apakah ia pandai ilmu agama Islam atau pun tidak, yang penting jika ia mau mengabdikan diri mengajar di pondok pesantren Darul Amanah, maka ia adalah termasuk ustadz.Ustadz maupun ustadzah di PPDA adalah bertugas sebagai pengajar, pendidik dan sekaligus pembimbing bagi para santri. Di lain pihak mereka harus percaya sepenuhnya serta tunduk kepada Pimpinan (kyai), kemudian mereka juga harus mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang telah dilaksanakan kepada pimpinan pesantren (Kyai) dan bila ditemukan kesalahan, kekhilafan dan lain-lain, maka kyai berhak menegur atau memperingatkan mereka. Hasil observasi terlibat peneliti di PPDA sejak tanggal 2 Januari sampai 17 Januari 2004. 25 Lebih jelas dapat di lihat pada: “Tata Tertib Guru dan Karyawan Pesantren Darul Amanah, yang diresmikan oleh Pimpinan KH. Mas’ud Abdul Qodir, Sukorejo:3 Juli 2003. 26 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: LSIK dan PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 143.
83
shalat Rawatib, mengaji kitab kuning, kemudian di pagi harinya, ba’da shalat Subuh mereka wajib mengikuti mufrodat atau konversation (bahasa Arab dan Inggris) dan dilanjutkan pengajian kitab kuning pagi hari hingga pukul 06.00 WIB27.
7. Pengurus Di dalam pondok pesantren Darul Amanah terdapat banyak kepengurusan, baik Pengurus Yayasan PPDA, Pengurus Operasional PPDA, Dewan Usatidz (Guru), Pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Pengurus Organisasi Pelajar Darul Amanah (OPDA), Pengurus Pramuka, Pengurus Koperasi, Pengurus Persatuan Silat Darul Amanah (PERSIDA), dan lain-lain, yang kesemuanya itu memiliki Susunan Organisasi sendiri-sendiri. Pada setiap kepengurusan tersebut di atas memiliki job discribtion masing-masing dengan jelas, memiliki Program Kerja, memiliki kompetensi, dan pada setiap akhir periode kepengurusannya selalu diadakan Laporan Pertanggungjawaban (LPj) dan Reorganisasi (Pergantian Pengurus).
8. Interaksi perilaku Di dalam sistem pendidikan pondok pesantren pasti ada interaksi ataupun komunikasi antara kyai, asatidz, santri, maupun karyawan. Oleh karena itu interaksi perilaku masyarakat pesantren dibatasi oleh norma-norma tertentu dan diatur dengan tata tertib beserta konsekwensinya. Ada beberapa 27
Bagi santri kalong (lajo), seluruh kegiatan ekstrakurikuler hanya disarankan saja (sunnah) atau ditekankan untuk ikut, namun bila tidak ikut juga diperbolehkan. Mereka diperlakukan sebagaimana siswa sekolah biasa. Artinya tata tertib bagi santri mukim dan santri kalong tetap dibedakan. Santri mukim harus mengikuti tata tertib sekolah sebagaimana santri kalong ketika di dalam kelas, namun ketika sudah masuk ke kampus (pulang sekolah) mereka harus mengikuti peraturan pondok.Begitu halnya dengan kegiatan organisasi siswa. Ketika di sekolah, santri mukim wajib mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagaimana santri kalong (lajo = pulangpergi), namun ketika sudah masuk di kampus mereka harus aktif juga pada organisasi santri yang mukin, yakni: Organisasi Pelajar Darul Amanah (OPDA). Hasil observasi partisipasi peneliti dan beberapa pengamatan serta wawancara langsung di PPDA, tanggal 3 sampai 17 Januari 2004.
84
norma yang sudah ditentukan bagaimana cara-cara bergaul (interaksi). Sebagaimana yang selalu disampaikan Pimpinan Pesantren Darul Amanah dalam setiap Khutbatul Arsy (Khutbah Perkenalan bagi santri baru).28
9. Kurikulum Secara umum kurikulum diartikan sebagai semua pengalaman belajar subyek didik di bawah bantuan sekolah. Definisi ini meliputi kurikulum yang direncanakan dan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum)29. Sebagai pondok pesantren yang menyelenggarakan sekolah, Darul Amanah termasuk lembaga pendidikan swata Islam yang dikelola oleh suatu Yayasan. Oleh karenanya sebagai ciri khas pendidikan Islam yang dikelola oleh organisasi Islam atau yayasan Islam akan selalu mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Sejak awal berdirinya PPDA pada tahun 1990 / 1991, pesantren Darul Amanah menerapkan kurikulum secara elastis, yaitu kurikulum Depag, Diknas, kurikulum Gontor, dan kurikulum pesantren (salaf). Dengan mengurangi jam pelajaran yang dianggap bisa dikuasai siswa tanpa tatap muka di kelas. Siswa disuruh membaca sendiri kemudian meresumnya dan
28
yaitu sebagai berikut:Cara berpakaian di pondok pesantren Darul Amanah harus sopan, disesuaikan dengan waktu dan tempatnya. Jika pergi kesekolah pakailah pakaian yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu seragam sekolah, jika sholat pakailah pakaian yang sedemikian resmi. Pada waktu apapun pakailah pakaian yang layak untuk itu.Dalam bersuara, bagi kita (santri) bebas dan boleh tertawa, tapi tetap menjaga kesopanan, dalam arti kita harus dapat menyesuaikan diri serta mengingat waktu dan tempat. Begitu juga dalm berlatih seni suara, berteriak keras boleh saja tetapi dengan bahasa Arab dan Inggris. Cara bergaul, bagi pelajar-pelajar baru khususnya dan pelajar lama pada umumnya, boleh bergaul dengan bebas melalui cara yang sebaik-baiknya. Dan dalam bergaul diingat pula kewajiban tenggang rasa antara yang satu dengan yang lain, harus juga tolong-menolong, tetap saling menghargai dan teman itu kita anggap sebagai tamu. Dalam pergaulan boleh beramai-ramai, tetapi kita harus ingat kesopanan. Dalam pergaulan jangan sembarangan (berlebihan) antara satu dengan yang lainnya, meskipun karib kerabat ataupun teman akrab. Dalam bepergian pelajar harus minta ijin terlebih dahulu pada bagian keamanan atau bapak direktur. Santri yang bepergian atau meninggalkan kampus pesantren tanpa ijin selanjutnya sudah tidak menjadi tanggung jawab pesantren lagi. KH. Mas’ud Abdul Qodir, Khutbatul Arsy, Op.cit., hlm. 15-16. 29 Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Tegnologi dan Kejuruan. (Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 247.
85
nantinya tetap diujikan pada saat Semesteran. Kurikulum pesantren menitikberatkan pada kemampuan berbahasa Arab secara aktif maupun pasif (makaratul kalam, khitobah, qiro’ah dan istima’), begitu pula dengan bahasa Inggris untuk menguasai ketrampilan speaking, reading, listening, dan writing.30 Sedangkan pelajaran komputer, menjahit, pramuka, bela diri, berorganisasi, kesenian dan lain-lain sebagai bekal siswa untuk meningkatkan kemahiran dalam bidang Iptek, kepemimpinan dan berorganisasi, itu semua dimaksukkan dalam muatan lokal yang diselenggarakan di luar jam formal.31
10. Pengelolaan dan Dana Pengelolaan pesantren Darul Amanah dilakukan oleh seluruh pengurus Yayasan (Pengurus Operasional) yang diketuai oleh pimpinan pesantren sendiri, adapun program yang dilaksanakan dapat dilihat pada Laporan Tahunan Pesantren Darul Amanah. Program Tahunan itu meliputi (a). Rencana Pembangunan Jangka Pendek, (b). Rencana Pembangunan Jangka Panjang, (c). Bidang Pendidikan, (d). Bidang Penggalian Dana, (e). Bidang Pengkaderan, dan (f). Bidang Kemasyarakatan. Penggalian Dana pesantren Darul Amanah dilakukan dengan berbagai cara, baik dari luar (eksternal) maupun dari hasil usaha yang dilakukan oleh pesantren sendiri (internal). Adapun program yang dilaksanakan Bidang Penggalian Dana tahun 2002 / 2003 adalah sebagai berikut: a. Efisiensi pengawasan dana pesantren b. Meningkatkan perolehan dana non pesantren
30
KH. Mas’ud Abdul Qodir, “Kondisi Obyektif Pesantren Darul Amanah; Selama 3 Tahun Terakhir (2000-2004)”, dalam Profil Pondok Pesantren Darul Amanah, (Sukorejo: YPPDA, 2004). 31 Hal ini sesuai dengan Keputusan Mentri Agama RI No. 273 tahun 1993 tentang Kurikulum Madrasah Aliah (MA). Dalam ketentuan ini, isi kurikulum terdiri dari 2 program pengajaran umum dan program pengajaran khusus sebagaimana berlaku dalam Sekolah Menengah Umum Ibid., hlm. 158.
86
c. Meningkatkan perolehan dana dari hasil pertanian dan perkebunan (penanaman pohon sengon dan jati mas, pohon mlinjo, pemeliharaan dan penanaman tanaman produktif lainnya) d. Pengembangan bidang usaha (Toko serba-serbi, Tailor, Unit simpanpinjam Warung Telkom, foto copy, tempat potong rambut, dll.)
11. Sarana dan Media Pendidikan Sarana dan media pendidikan yang ada di PPDA selalu meningkat setiap tahunnya, sebagaimana dapat dilihat dalam laporan tahunan PPDA sejak tahun 2000 sampai 2003. Sarana / prasarana tahun ajaran 2000/2001 meliputi: 1buah masjid ukuran 17x15 m, MCK santri dan Guru, 1 lokal gudang ukuran 10x9 m, 3 unit koperasi pelajar, 1 unit kantor, I unit dapur dan 3 ruang makan, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang guru, 23 lokal asrama santri, 28 ruang kelas, 1 ruang komputer, 3 buah mesin ketik, 2 buah lapangan volley, 6 metran air PDAM, 6 unit listrik, penyaringan air, wartel, 3 unit pengeras suara, 2 buah televisi, lapangan sepak bola (kerja sama dengan Dusun Kabunan), perlengkapan kantor dan lain-lain.32 Pada tahun pelajaran 2001/2002 bisa menambah yang tadinya 3 unit koperasi pelajar menjadi 4 unit, 1 ruang guru menjadi 2 ruang, dan 23 lokal asrama menjadi 25 lokal asrama santri.33 Pada tahun 2002/2003 ada perkembangan yaitu meliputi: 1 ruang kepala Madrasah, 2 ruang tamu, 1 unit lab. komputer / 20 unit komputer, lapangan bulu tangkis, 2 unit tenis meja, perlengkapan lab. Fisika dan Kimia, seperangkat alat peraga
32
Laporan Tahunan Pesantren Darul Amanah, Sarana dan Prasarana, (Ngadiwarno, .Sukorejo: 9 September 2001) 33 Laporan Tahunan Pesantren Darul Amanah, Sarana dan Prasarana, (Ngadiwarno, Sukorejo: 17 Agustus 2002).
87
pendidikan, seperangkat alat musik dan marcing band, 1 ruang kursus menjahit (15 mesin jahit dan 1 mesin obras).34
E. Model Menejemen yang diterapkan PPDA Banyak
kalangan
mengatakan
bahwa
Pesantren
Darul
Amanah
mengalami kemajuan yang sangat pesat, padahal jika dilihat dari segi modalnya sangat minim dan umurnya pun masih sangat muda ( 13 tahun). Hal ini dijawab oleh Ustadz Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I, bahwa PPDA ini maju karena memang dikelola secara profesional (manajemen yang diterapkan PPDA adalah menganut sistem modern). Indikator dari profesionalisme pesantren tersebut diantaranya adalah: 1. Status Pesantren adalah Pondok Modern (menganut Gontor) Selain kurikulum, disiplin, dan pengajarannya menganut pesantren modern Gontor, disana ada perbedaan antara harta kyai dan harta pondok, Kyai hanya mengambil sesuai dengan haknya, begitu pula dengan tanah wakaf seluruhnya disertifikatkan atas nama Yayasan. 2. Status Kepemilikan adalah Yayasan. (kepengurusan Pesantren dipegang oleh Dewan Nadzir / Dewan Pendiri, Pengurus Yayasan, dan Kepengurusan lain yang bersifat operasional di bawahnya). 3. Pengelolaan Manajerial secara Modern (ada Planing, Organizing, Staffing, Directing / pengarahan, Koordinating, Controling, Reporting / pelaporan, dan Budgeting / Anggaran Belaja), hal ini bisa dilihat pada AD/ART maupun Program Kerja yang dilakukan oleh Pengurus Yayasan Darul Amanah yang selanjutnya dapat diketahui hasilnya melalui Laporan Tahunan PPDA. Dalam Laporan Tahunan tersebut masing-masing bidang melaporkan segala kegiatan, program dan hasil yang telah diperoleh selama satu tahun. 34
Laporan Tahunan Pesantren Darul Amanah, Sarana dan Prasarana, (Ngadiwarno,
88
4. Penggalian Dana diantaranya melalui Unit Usaha Mandiri. Keuangan pesantren dihimpun melalui sistem Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren), dimana laba bersih setiap tahunnya mencapai RP. 75.000.000,yang merupakan hasil dari beberapa unit usaha di bawah naungan Kopontren Al-Amanah, yaitu meliputi: Dapur Makan Umum, Waserda (warung serba ada), Unit Simpan-Pinjam, Warung Telephon, dan lain-lain.
F. Manajemen Konflik yang Diterapkan Pon.Pes. Darul Amanah 1. Pemahaman Konflik dan Manajemen Konflik di PPDA Pada umumnya manajemen konflik belum difahami pada lingkungan masyarakat pesantren, bahkan ada yang belum pernah mendengar sama sekali istilah tersebut. Masyarakat pesantren masih tabu dengan istilah “konflik”, sehingga ketika mendengar kata-kata konflik konotasinya adalah “negatif”. sebagaimana hasil wawancara dengan dua orang ustadzah pengelola santriwati Darul Amanah pada sela-sela pengisian raport hari Sabtu, 17 Januari 2004 pukul 12.30 WIB. (Ustadzah Umi Arifah dan Ustadzah Fikriyah) yang keduanya adalah Mahasiswi STIA WS Darul Amanah Semester VII, mengatakan bahwa: “Yang dinamakan konflik itu ya adanya suatu pertentangan beberapa orang atau golongan / kelompok orang, sedangkan manajemen konflik adalah suatu cara untuk memecahkan konflik itu sendiri” lebih lanjut dikatakan: “ saya memiliki persepsi bahwa konflik itu negatif atau gejala kurang baik”35. Sedangkan seorang ustadz yang termasuk senior pada Asrama Putra Darul Amanah yaitu Ustadz Sobirin, S.Ip. Ia memandang bahwa:
Sukorejo: 17 Agustus 2003). 35 hasil wawancara dengan dua orang ustadzah pengelola santriwati Darul Amanah pada selasela pengisian raport hari Sabtu, 17 Januari 2004 pukul 12.30 WIB. (Ustadzah Umi Arifah dan Ustadzah Fikriyah).
89
“Konflik adalah adanya dualisme kepentingan atau perbedaan pendapat, dan bisa diartikan juga adanya dua tujuan yang berlawanan. Oleh karena itu arti manajemen konflik adalah penyelesaian atau identifikasi permasalahan dan selanjutnya dicarikan jalan keluarnya”36 Kebanyakan ustadz di PPDA yang sudah sarjana “lebih memahami” manajemen konflik dibanding ustadz yang belum sarjana atau yang masih menjadi mahasiswa. Mereka sepakat bahwa konflik bisa berakibat “positif” selagi mampu dikelola dengan baik dan bisa jadi “negatif” apabila terlalu parah dan tanpa dikelola dengan baik. Artinya: “konflik bisa menjadi konstruktif (fungsional) selagi dimanaj dengan baik, dan bisa menjadi destruktif (disfungsional) apabila tidak dapat dikelola dengan baik dan benar. Konflik yang ada di pondok pesantren pada umumnya tidak diartikan secara tradisional (kuno), yaitu segala pertentangan, perselisihan, perbedaan, permusuhan dan lain-lain, yang dianggap dapat
merusak dan merugikan
lembaga pesantren tersebut, dengan demikian konflik harus dihindari, ditiadakan serta dimusnahkan agar supaya tidak mengacau dan merusak organisasi yang ada di pondok pesantren. Para guru dan seluruh masyarakat pesantren Darul Amanah
lebih
memahami konflik secara modern, karena memang sistem pendidikan pesantren Darul Amanah menganut pesantren modern Gontor, Ponorogo. Pandangan Modern tentang konflik adalah: (1). Konflik tidak dapat dihindari, (2). Konflik muncul karena aneka macam sebab, (3). Konflik membantu, kadang-kadang menghambat pekerjaan dengan derajat berbeda-beda, (4). 36
Sedangkan Ustadz Zainur Rofiqin (mahasiswa STIA WS Semester VII) dan Ustadz Zaenul Muttaqin, keduanya masih bingung dengan definisi konflik, mereka faham tapi susah dalam mengungkapkannya. Selanjutnya mereka hanya bisa mengartikan “konflik itu berarti perbedaan atau pertentangan dalam suatu sistem”. Ketika ditanya adakah konflik yang berarti di pesantren Darul Amanah, Ustadz Sobirin menjawab “banyak”, namun konflik itu hanya pada batas-batas tertentu. Sedangkan untuk permasalahan-permasalahan internal tidak bisa diungkapkan secara langsung karena itu akan bertentangan dengan “kode etik” pesantren yang dianggap mencemarkan nama baik atau mencari aib yang ada di dalam lembaga pondok pesantren tersebut. Wawancara dengan beberapa
90
Tugas Manajemen adalah memanaj tingkat konflik dan memecahkannya, (5). Hasil pekerjaan optimal memerlukan konflik moderat.37 Ustadz Junaedi Abdul jalal, S.Pd.I menganggap bahwa konflik yang terdapat di pesantren Darul Amanah ada yang bersifat modern dan ada juga yang bersifat tradisional, konflik tradisional adalah konflik yang berupa tuntutan unsur pesantren (Guru, Murid, Karyawan dll) yang irrasional dan berlebihan. Sedangkan konflik modern adalah berupa pendapat, ide-ide dan masukan yang bersifat membangun (konstruktif) atau ide-ide supaya pesantren dapat maju. Ia mengakui bahwa: “sebenarnya pesantren Darul Amanah itu sangat membutuhkan inovasi yang cerdas, sebab Kyai juga tidak sempurna dan sadar bahwa beliau butuh masukan-masukan”. Lebih lanjut dikatakan “ kita tetap berpegang pada prinsip / konsep yang sangat jitu, yaitu: Mempertahankan hal-hal lama yang baik dan memasukkan hal-hal baru yang lebih baik”Contohnya saja ketika ada isu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pesantren Darul Amanah langsung merespon hal tersebut. Bahkan Pimpinan Pesantren Darul Amanah mengutus seluruh guru yang berkompeten pada mata pelajaran tertentu untuk ikut berpartisipasi pada pelatihan KBK yang diselenggarakan Departemen Pendidikan Kabupaten Kendal di Kota Kendal, yang akan dilaksanakan pada akhir bulan Januari 2004. Policy (kebijakan) Pimpinan Pesantren ini diputuskan pada saat Rapat Koordinasi dan Evaluasi Test Semester yang diselenggarakan pada hari Sabtu Tanggal 10 Januari 2004 di rumah Pimpinan Pesantren, KH. Mas’ud Abdul Qodir38.
Ustadz, Tentang Definisi, Bentuk Konflik dan Manajemen Konflik, (Sukorejo: Kantor Ustadz PPDA, Hari Sabtu, Tanggal: 17 Januari 2004) 37 Winardi, Op.cit., hlm. 65. 38 Kebijakan ini dilakukan ketika peneliti melakukan partisipatory observation (obserfasi – partisipasi) terutama ketika mengikuti Rapat Dewan Guru yang membahas mengenai: “Evaluasi Test Semester dan Test Lisan” . dimana Test Semester baru saja selesai pada hari Sabtu itu juga, tanggal 10 Januari 2004. Yang menarik dalam rapat tersebut adalah penentuan siapa saja guru yang terlibat dalam mengikuti pelatihan KBK, dalam hal ini guru Bagian Pengajaran (Ustadz Drs. Istanto) itulah yang diberi wewenag oleh Pimpinan Pesantren untuk menentukan siapa saja yang harus ikut, kapan jadwalnya, serta bagaimana prosedur persyaratannya. Sedangkan masalah pembiayaannya diserahkan pada Bendahara (Ustadzah Nur Cholifah, BSc.)
91
2. Proses Manajemen Konflik Pada hakekatnya proses adalah merupakan upaya merubah sesuatu mejadi sesuatu yang lain39, dengan demikian proses manajemen konflik adalah upaya merubah atau mengelola konflik yang ada kemudian diidentifikasi dan dicarikan solusinya sesuai dengan kadar konflik tersebut agar konflik menjadi fungsional (bermanfaat bagi kemajuan dan perbaikan). Manajemen konflik pada suatu lembaga pendidikan dapat dilakukan ketika kita mengetahui adanya proses sosial (sistem interaksi) yang ada di lembaga tersebut. Sistem interaksi di sekolah dapat ditinjau sekurangkurangnya dari tiga perspektif yang berbeda: (1). Hubungan antara orang dalam dengan orang luar, (2). Hubungan antara orang-orang dalam yang memiliki kedudukan berbeda, dan (3). Hubungan antara orang-orang yang memiliki kedudukan sama.40 Begitu halnya proses Manajemen Konflik yang ada di PPDA, sebab interaksi masyarakat pesantren meliputi tiga hal di atas, dan dalam setiap interaksi pasti akan ditemukan adanya konflik dan benturanbenturan. Coser mencoba mengemukakan kondisi-kondisi dimana secara positif, konflik membantu mempertahankan struktur sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompok dan batas-batasnya terbentuk dan dipertahankan. Selanjutnya konflik dapat menyatukan para anggota kelompok lewat pengukuhan kembali identitas kelompok. Apakah kelompok merupakan sumber kohesi atau perpecahan kelompok tergantung atas asal mula ketegangan, isu tentang konflik, cara
39
Dalam skala mikro sekolah “proses” adalah proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, PBM, dan proses monitoring, serta evaluasi. Abu Choir, Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Islam, disampaikan pada pertemuan ke-2 Kuliah Manajemen Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, tanggal 18 September 2003). 40 Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Op.cit., hlm. 340.
92
bagaimana ketegangan ditangani, dan yang terpenting tipe struktur di mana konflik itu berkembang41 Di dalam proses Manajemen Konflik tentunya tidak boleh dilupakan adanya “peta konflik” yang terjadi. Oleh karenanya perlu dicermati secara mendalam: apakah penyebab konflik tersebut ?, bagaimana isu tentang konflik yang terjadi ?, di mana konflik itu berkembang ?, serta bagaimana solusi (strategi) pemecahannya?. Jika hal ini bisa dikuasai maka proses manajemen konflik pasti akan menjadi lancar dan konflik mampu diatur sedemikian rupa menjadi fungsional (bermanfaat bagi inovasi dan pengembangan suatu lembaga pesantren).
3. Bentuk Manajemen Konflik (Conflick Resolution). Menurut Prof. Komaruddin (1994) bahwa bentuk konflik diantaranya adalah: (1). Konflik yang disebabkan karena seseorang tertarik oleh dua tujuan atau lebih yang tampaknya mempunyai daya tarik yang sama; (2). Konflik yang disebabkan seseorang terpecah antara dua hal atau lebih yang ingin dihindarkannya; (3). Konflik yang disebabkan sesuatu kenyataan bahwa di dalam suatu tindakan mengandung dua sifat, sifat buruk maupun sifat baik.42 Konflik (pertentangan) mempunyai hubungan erat dengan integrasi. Hubungan ini disebabkan karena proses integrasi sekaligus merupakan suatu proses disorganisasi dan disintegrasi. Makin tinggi konflik intragroup, makin besar gay sentripugalnya, makin kecil derajat integrasi kelompok. Makin besar konflik terhadap kelompok luar, makin besar integrasi43.
41
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, Penterjemah: Yasogama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 127-128. 42 Komaruddin, Ensiklopedi Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 151. 43 Phil. Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosiologi, (ttp: Binacipta, 1983), hlm. 103.
93
Hasil interview dengan salah seorang ustadz yang merupakan pendiri PPDA dan saat ini menjabat sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah Darul Amanah, (ustadz Junaedi Abdul Jalal, S.Pd.I), bahwa: “lembaga pendidikan pondok pesantren Darul Amanah dalam dinamika perkembangannya tidak luput dari konflik-konflik yang terjadi. Lebih lanjut dikatakan bahwa konflik yang ada di PPDA ini secara garis besar terbagi menjadi dua: (1). Konflik internal, yaitu konflik antara kyai dengan karyawan, kyai dengan ustadz, kyai dengan santri, ustadz dengan santri, pengurus dengan santri. Dan (2). Konflik eksternal, unsur pesantren dengan organisasi massa, unsur pesantren dengan organisasi politik, dan unsur pesantren dengan masyarakat kampung sekitar”44. A. Konflik Internal Lembaga PPDA 1. Intrapersonal (di dalam individu) Konflik intrapersonal ialah konflik dimana seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.45 Konflik intrapersonal melibatkan ketidaksesuaian emosi bagi individu ketika keahlian, tujuan atau nilai-nilai digelar untuk memenuhi tugas-tugas atau pengharapan yang jauh dari menyenangkan. Konflik intrapersonal merintangi kehidupan sehari-hari dan dapat menghentikan kegiatan beberapa orang. “Manajemen stres” adalah obat penawar yang jitu untuk mengatasi konflik jenis ini.46 44
Konflik yang terjadi itu semuanya dapat di kelola dan diselesaikan dengan baik, walaupun belum maksimal. Karena memang segala sesuatunya memiliki kekurangan dan kelebihan. Wawancara dengan Ustadz Junaidi Abdul Jalal, S.Pd.I, tentang Konflik yang ada di Pesantren Darul Amanah, di sela-sela Ujian Semester dan persiapan Rapat Guru (evaluasi Ujian Semesteran), (Kabunan: Pesantren Darul Amanah, tanggal 10 Januari 2004), Pukul 11. 50 WIB 45 Indriyo Gitosudarmo, dan I Nyoman Sudita, Perilaku Keorganisasian, Edisi pertama, (Yogyakarta: BPFE, 2000), hlm. 103. 46 Bila kita sampai pada tingkat setres yang “mematikan”, kita berada dalam konflik intrapersonal Tahap Dua, dan pada Tahap Tiga, konflik intrapersonal memiliki sifat destruktif
94
a. Bentuk Konflik Intrapersonal di PPDA 1. Pada Santriwan dan Santriwati, diantaranya: - Tidak “kerasan” (tidak betah) di pesantren - Terkena bermacam-macam penyakit - Terkena sifat pemalas - Kesusahan dalam belajar - Prestasi rendah atau menurun - Kehilangan uang atau benda berharga - Broken home - Dan berbagai permasalahan personal lain. 2. Pada Ustadz dan Ustadzah - Kesusahan dalam menghadapi santri nakal - Permasalahan keluarga - Ketidakcocokan posisi atau tidak berkompeten pada mata pelajaran yang diberikan kepala sekolah kepadanya, dll. 3. Pada Karyawan - Terlalu berat beban pekerjaannya - Kurang kompeten / kualitas karyawan - Ketidakcocokan pekerjaan, dan lain-lain. 4. Pada Pimpinan (Kyai). - Kurang maksimalnya hasil kepemimpinan - Kesusahan dalam menghadapi banyaknya permasalahan pesantren. - Berbagai permasalahan dilematis - Sering terjadinya dualisme kegiatan yang bersamaan, dll. b. Manajemen Konflik Intrapersonal Manajemen konflik intrapersonal di PPDA dapat dilakukan oleh individu yang mengalami konflik itu sendiri, sehingga hasil dan tidaknya manajemen konflik itu sangat tergantung dari bagaimana personal (individu) itu dalam menganalisa, mensikapi, mencari solusi atas konflik yang terjadi pada dirinya. Namun apabila secara pribadi ia tidak mampu menyelesaikan, maka dalam hal ini biasanya membutuhkan intervensi (bantuan) dari pihak lain.
misalnya akan menjurus ke arah tindakan bunuh diri. Lihat: Dr. William Hendricks, Bagaimana Mengelola Konflik, penterjemah: Arif Santoso, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. pertama, hlm. 44.
95
1. Penyelesaian sendiri (Self Problem Solving) Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang yang mengalami
konflik
intrapersonal
pada
dirinya
dengan
“manajemen stres” atau tergantung dari kedewasaan masingmasing mereka dalam menghadapi konflik tersebut. Di Pesantren Darul Amanah sering dianjurkan puasa senin-kamis sebagai wahana untuk memepermudah penyelesaian segala problem (permasalahan) dan mempermudah dalam transfer of knowladge (menyerap ilmu) yang diajarkan. Selain puasa; shalat tahajud, shalat tasbih dan shalat dhuha juga sangat dianjurkan bagi santri, hal ini diharapkan dapat mendekatkan diri pada Tuhan (Allah SWT), dengan demikian segala permasalahan dapat disadarkan dan perlahan-lahan stres dapat teratasi dengan banyak berdzikir dan shalat malam. 2. Intervensi Pihak Lain Intervensi biasa dilakukan dengan bantuan guru ahli psikologi, hal ini biasanya dibuka bimbingan bagi siswa yang mengalami permasalahan pribadi, keluarga, kesulitan belajar, dan lain-lain. Pesantren Darul Amanah sudah memberikan pelayanan melalui Guru BP (Bimbingan Penyuluhan) dan sekarang diubah menjadi Guru BK (Bimbingan Konseling). Sedangkan bagi ustadz / ustadzah yang kesulitan dalam menghadapi permasalahan (mengalami konflik intrapersonal) dan sangat membutuhkan intervensi pihak lain, biasanya para ustadz atau ustadzh tersebut mengeluh dan meminta petunjuk kepada Kyai. Hal ini diakui oleh seorang ustadzah (ustadzah Umi Arifah) yang pernah mengalami berbagai kendala dan permasalahan di PPDA, sebagai berikut:
96
“Bapak Kyai memang sebagai pelindung, pengayom dan pembimbing kami, bahkan ketika kami mengeluh tentang berbagai permasalahan santri dan permasalahan yang susah kami selesaikan beliau selalu memberikan petunjuk, solusi dan menenangkan jiwa kami, dengan mengatakan: kamu itu harus sabar dan tabah menghadapi banyak santri, sebab semakin banyak santri maka semakin banyak pula sifat dan tingkah laku mereka, dengan tahu sifat masing-masing santri maka kamu akan mudah menanganinya”. Selanjutnya ia mengatakan kembali: “Pak Kyai ini memang bersifat “kebapakan” dan kedekatannya dengan kami terasa sangat erat, selain dekat saya juga salut dengan kepemimpinan beliau, karena sering “dakwah bil hal” (dakwah dengan perbuatan), sehingga kami menjadi malu ketika tidak melakukan seperti apa yang beliau contohkan47. 3. Sikap Kyai dalam manajemen konflik intrapersonal KH. Mas’ud Abdul Qodir dalam
menyelesaikan
permasalahan keluarga atau pribadi selalu dengan seorang istri beliau sendiri. Sedangkan ketika kesulitan yang dialaminya itu menyangkut pesantren, maka solusinya adalah dengan istilah memasang “bemper”(memasang orang tertentu yang kompeten dibidangnya)
untuk
maju
dan
menyelesaikan
segala
permasalahan yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang kyai secara langsung. Strategi itulah yang sangat jitu dan mampu membantu
seorang
kyai
dalam
menghadapi
berbagai
permasalahan pribadi beliau.
47
Pernah suatu hari Bapak Kyai melihat halaman yang sangat kotor banyak sampah, maka beliau langsung menyapunya sendiri tanpa memerintah pembantu, santri maupun ustadzah, sehingga setiap kita merasa malu ketika melihat hal yang demikian itu. (wawancara dengan Ustadzah Umi Arifah dan Fikriyah, tentang Manajemen Konflik yang Ada di Asrama Putri PPDA, Sukorejo, Kabunan: Kantor Ustadzah, hari Sabtu, tanggal 17 Januari 2004, Pukul 15. 00 WIB.
97
2. Interpersonal (antar individu) Konflik antar individu terjadi sering kali disebabkan oleh adanya perbedaan tentang isu, tindakan, dan tujuan tertentu, di mana hasil bersama sangat menentukan. Konflik interpersonal lebih jamak diasosiasikan dengan manajemen konflik karena konflik ini melibatkan sekelompok orang. a. Bentuk Konflik Interpersonal di PPDA 1. Konflik antara seorang santri dengan seorang santri yang lain Hal ini bisa terjadi pada setiap santri, baik santriwan maupun santriwati, baik santri mukim maupun santri lajo (santri kalong). Konflik ini sering disebabkan adanya persaingan, salah faham, atau bahkan karena perbedaan kepribadian. Konflik ini cenderung terjadi karena adanya santri kaya dan miskin, santri pandai dan bodoh, santri rajin dan malas, santri pengurus dan anggota, dan lain-lain. Sebagai contoh konflik intrapersonal adalah: - “santri yang berprestasi tinggi sering dibenci oleh santri lain yang merasa tersaingi” - “adanya pertengkaran antara santri yang kuat melawan santri lain yang merasa lebih hebat” - “adanya kepengurusan yang dipegang oleh santri kurang berkompetensi dan berbuat sewenang-wenang sehingga pada akhirnya menimbulkan perlawanan dari seorang anggota yang lebih pandai dan kritis.”48 2. Konflik antara seorang guru dengan seorang guru lain Konflik antara seorang guru dengan guru lain biasanya disebabkan karena perbedaan pendapat, pandangan dan salah faham. Konflik ini tidak terlalu banyak karena mereka lebih
48
Dan masih banyak lagi konflik antara santri satu dengan lainnya yang terjadi pada pesantren Darul Amanah Wawancara dengan beberapa Ustadz / Ustadzah, op.cit.
98
dewasa dalam menghadapi segala permasalahan yang ada. Contoh kasus konflik seorang guru dengan guru lain adalah: -
Seorang guru mencemarkan nama baik guru lain dalam suatu kelas atau di depan santri Perbedaan pendapat diantara para guru Seorang guru yang iri atau cemburu atas keberhasilan guru lain, wal hasil menjadi hasud, dengki dan sebagainya49.
-
3. Konflik antara seorang santri dengan seorang guru Contoh konflik yang ada di PPDA adalah: -
Sikap seorang guru yang cuek bila bertemu santri Sikap seorang guru yang keras dan kejam terhadap santri Santri yang mengancam seorang guru
b. Manajemen Konflik Interpersonal 1. Penyelesaian Konflik seorang santri dengan santri lain -
-
-
49
Dipertemukan (metode konfrontasi) antara mereka yang terlibat dalam konflik dan dijelaskan mengenai hal-hal yang diperselisihkan dan diterangkan apa yang sebenarnya terjadi serta diberikan solusinya Menyadarkan mereka dengan berbagai cara baik peringatan, hukuman, maupun dengan motivasi sesuai dengan keadaan dan seberapa kadar konflik itu. Solusi yang tepat (problem solfing). Hal ini dilakukan sesuai dengan isu konflik yang ada. Misalnya: (1). adanya persaingan dalam prestasi justru ini dipupuk dengan diumumkannya para juara (rangking dan kejuaraan lomba) pada saat upacara yang diikuti seluruh santri. contoh lain (2). adalah dengan adanya pertengkaran antar santri, yaitu dengan diberi pengertian bahwa perkelahian tidak akan menyelesaikan permasalahan, dan lain-lain.50.
Wawancara, Ibid. Atau lebih baik lagi jika seorang yang memang sudah hobi bertengkar susah diingatkan, maka akhirnya diberikan sarana latihan bela diri sebagaimana yang diajarkan hingga saat ini, yaitu Persatuan Silat Darul Amanah (PERSIDA). Kemudian (3). Kepengurusan (OPDA atau OSIS) yang kurang profesional disebabkan karena pemilihannya sendiri yang kurang baik, mereka sengaja memilih (“Ngerjain”) mereka yang tidak bisa, hal ini diakibatkan karena adanya pemilihan secara langsung (demokratis). Solusi yang ditawarkan adalah perubahan sistem pemilihan (demokrasi terpimpin), pelatihan kepemimpinan, dan seleksi bagi calon pengurus. Wawancara, Ibid. 50
99
2. Penyelesaian Konflik seorang guru dengan guru lain “Konflik yang terjadi antara seorang guru dengan guru yang lain biasanya lebih mudah diselesaikan, kecuali permasalahan-permasalahan tertentu saja yang sangat kronis. Sebab seorang guru lebih merasa dewasa dan segala permasalahan dapat ia tangani dengan saling pengertian. Adapun konflik yang sudah kronis biasanya ditangani oleh pimpinan pesantren secara langsung, yaitu dengan metode konfrontasi (dipertemukan) antara mereka yang terlibat konflik. Persamaan persepsi / tujuan sering dijadikan sebagai alat untuk melerai dan mempersatukan kembali diantara mereka dengan cara dipanggil berdua dalam tempat yang tertutup. Selanjutnya dibentuklah program pertemuan rutin Dewan Guru yang dilaksanakan setiap bulan.”51 3. Penyelesaian konflik seorang santri dengan seorang guru Selain konfrontasi, biasanya konflik ini diselesaikan juga dengan cara penyelenggaraan ramah-tamah antara santri dan guru52. Penyadaran antara santri dan guru juga sering dilakukan oleh pimpinan pesantren baik dalam forum formal (ceramah, upacara) maupun nonformal (pribadi). Hasil dari manajemen konflik intergroup tersebut adalah dengan dibuatnya kotak saran bagi para guru dan pengurus.
3. Intragroup (antar anggota kelompok) Suatu kelompok dapat mengalami konflik subtantif atau konflik afektif. Konflik subtantif adalah konflik yang terjadi karena latar 51
Hal ini dapat mempersatukan persepsi, menimbulkan keakraban, dan rasa persaudaraan yang dapat diambil manfaatnya dan mereka bisa merasa sebagai seorang yang senasib seperjuangan Ibid. 52 Di forum tersebut memberikan kesempatan kepada Dewan Guru untuk memperkenalkan sifat, pengalaman dan sikap pembawaan masing-masing guru, sehingga santri dapat mengetahui latar belakang sifat dan sikap guru yang dianggap kurang baik, ternyata forum tersebut sering diadakan
100
belakang keahlian yang berbeda. Jika anggota dari suatu komite menghasilkan suatu kesimpulan yang berbeda atas data yang sama dikatakan kelompok tersebut mengalami konflik subtantif. Sedangkan konflik afektif adalah konflik yang terjadi didasarkan atas tanggapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.53Banyak sekali sumber yang menyebabkan timbulnya konflik di dalam kelompok, akan tetapi secara garis besar berdasarkan penelitian ada empat sumber, yaitu:54 a. Ketergantungan dan kebersamaan dalam menggunakan sumber. Konflik di dalam kelompok terjadi apabila ada ketidakpuasan antara sesamanya. Dotton dan Walton mengatakan bahwa ketergantungan antara dua kelompok atau lebih dapat menyebabkan timbulnya insentif untuk kerja sama, tetapi juga pada suatu ketika bisa menyebabkan timbulnya konflik. Dengan kata lain ketergantungan dapat meningkatkan perlawanan atau kesekawanan. b. Perbedaan dalam kelompok tentang tujuan, nilai dan persepsi.Walton mengatakan bahwa sangat sering terjadi konflik di dalam kelompok yang disebabkan karena beberapa orang mungkin lebih mengutamakan pada pengabdian, tetapi orang lainnya mementingkan pada perolehan keuntungan. Pimpinan suatu lembaga mungkin menghendaki kedisiplinan yang ketat, sedangkan pembantu-pembantunya menghendaki lebih adanya kelonggaran c. Ketidakseimbangan kekuasaan. Apabila kekuasaan yang ada pada tiap-tiap departemen suatu organisasi itu tidak konsisten dengan prestise personal yang menduduki jabatan untuk departemen yang bersangkutan, maka akan sangat mudah terjadi adanya konflik. pesantren Darul Amanah ketika di kamar-kamar mereka masing-masing bersama beberapa ustadz pengelola asrama. Ibid. 53 Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, Op.cit., hlm. 103. 54 Dari hasil penelitian para ahli, bahwa penyebab timbulnya konflik dalam kelompok bermacam-macam, diantaranya adalah:1. Adanya kesalahfahaman (kegagalan dalam komunikasi), 2. Keadaan pribadi individu-individu yang saling konflik, 3. Perbedaan nilai, pandangan dan tujuan, 4. Perbedaan standar penampilan (performance), 5. Perbedaan-perbedaan yang berkenaan dengan cara, 6. Hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban, 7. Kurangnya kemampuan dalam unsur-unsur berkomunikasi, 8. Hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan, 9. Adanya frustasi dan kejengkelan. 10. Adanya kompetisi karena memperebutkan sumber yang terbatas, 11. Tidak menyetujui butir-butir dalam peraturan dan kebijakan. Lihat: Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi; Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 235-236
101
d. Kekaburan (ambiguitas). Dari penelitian yang dilakukan oleh Dutton dan Walton diketahui bahwa apabila tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepada tiap-tiap departemen dalam suatu organisasi tidak jelas, maka sangat mudah terjadi konflik diantara unit-unit yang bersangkutan.55 Adapun beberapa kasus konflik intagroup dan penyelesaiannya yang terjadi di Pesantren Darul Amanah adalah sebagai berikut: a. Beberapa kasus konflik intragroup di PPDA: Konflik antara individu dengan kelompok sering berkaitan dengan cara individu menghadapi tekanan untuk persesuaian yang dipaksakan padanya oleh kelompok kerjanya. Sebagai contoh, seorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena melampaui atau ketinggalan dari norma produktivitas kelompok56. Contoh kasus yang ada di PPDA diantaranya segabai berikut: 1. Seorang guru dengan para guru lain a. Seorang guru yang tertinggal dengan guru-guru lain b. Seorang guru yang over (berlebihan) dibanding guru lain c. Seorang guru yang tersingkir / terpojok dari guru-guru lain 2. Seorang santri dengan para santri lain a. Seorang santri yang terfavorit dan terkesan paling disayang guru. Hal ini diakui oleh seorang santri putra yang tak mau disebut namanya ketika akan melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah, sebagai berikut: “Memang selama ini ada beberapa santri yang dibenci oleh teman-teman karena ia diistimewakan oleh ustadz, kadang kala dia juga merasa sombong dan merasa paling pandai”57 55
Ibid. James A.F. Stoner dan R. Edward Freeman, Manajemen Jilid : I, (Jakarta: Intermedia, 1992), edisi keempat, hlm. 553. 57 Wawancara, di sela-sela menunggu iqomat shalat dzuhur, tentang: Permasalahan yang ada pada Santri satu dengan yang lainnya, di Masjid Darul Amanah, pada hari sabtu tanggal 17 Januari 2004. 56
102
b. Seorang santri yang bersikap brutal dan merugikan santri lain. Di pesantren Darul Amanah sering terdapat santrisantri brutal, nekat dan terkadang menipu teman-teman yang lainnya. Dikatakan oleh beberapa santriwan Pengurus OPDA Darul Amanah bahwa: “Di sini kadang ada santri yang biasa mencuri, mengompas, menghina teman, merokok, nonton ke bioskop, suka berkelahi dan sebagainya. Lebih lanjut dikatakan: “saya sebagai pengurus terutama bagian keamanan, bila menemukan santri yang seperti itu pasti langsung saya panggil dan saya sidang, sehingga ia mengakui perbuatannya, selanjutnya dihukum sesuai dengan tata tertib yang berlaku.” Dikatakan oleh pengurus yang lain bahwa: “Perbuatan santri brutal seperti itu kalau saya cermati memang bawaan dari rumahnya, dan yang sangat disayangkan mengapa anak-anak seperti ini kok diterima masuk pesantren Darul Amanah?”58 c. Seorang pengurus yang kejam dengan santri anggota. Setiap periode kepengurusan tentunya ada orang-orang tertentu yang memiliki sikap tegas dan keras, dan biasanya hal ini dilakukan oleh Qismul Amn (Bagian Keamanan) OPDA. Dimana seorang yang memegang jabatan ini harus tegas, tegap, keras dan disegani oleh anggotanya. Dengan kebijakannya
maupun
bagaimana
cara
ia
dalam
menghukum, selalu akan menimbulkan konflik diantara 58 Menurut saya justru akan memperkeruh suasana dan bisa mempengaruhi santri yang lain untuk berbuat negatif seperti itu, hal ini pada akhirnya akan merugikan kita semua dan nama baik pondok pesantren Darul Amanah. Pengurus Bagian Lughoh (bahasa) menambahkan bahwa, “kalau boleh usul justru harus ada seleksi masuk Pesantren Darul Amanah, baik melalui tes masuk maupun nilai yang diperoleh pada sekolah sebelumnya, sebab anak yang brutal biasanya prestasi yang didapat pada sekolah sebelumnya memang sangat rendah”. Wawancara dengan beberapa pengurus OPDA, Tentang Permasalahan yang Dihadapi Pengurus OPDA, Kantor OPDA Putra, tanggal 17 Januari 2004, pukul 13.00 WIB.
103
para santri, seluruh santri membencinya dan bahkan mengancamnya. Pernah terjadi pada tahun 1998, pengurus OSIS bagian keamanan mengadakan operasi ke seluruh kelas yang ada, dan ditemukan pelanggaran seperti baju tidak seragam dan tidak komplit, rambut panjang, perhiasan bagi santriwan, dll. Hal ini menyebabkan kemarahan dari para pelanggar hingga beberapa hari kemudian terjadi pembalasan terhadap bagian keamanan, yang pada saat itu dijabat oleh Farichin (dari Mangkang Semarang). Hal ini diakui oleh seorang ustadz yang pernah menjadi teman dalam kepengurusan tahun 1998, yaitu ustadz Zaenur Rofiqin sebagai berikut: “Suatu hari Frichin dipanggil oleh 3 orang preman yang membawa 2 kendaraan untuk datang di depan SD Ngadiwarno depan Pesantren, lalu Farichin datang ke sana berdua dengan temannya, tiba-tiba ia dipukul berkali-kali hingga berdarah oleh tiga orang tersebut sambil mengancam “awas kamu kalau macam-macam lagi dan kamu harus minta maaf atas perbuatanmu itu”. Ternyata 3 preman tersebut mengaku utusan dari salah seorang santri yang hari kemarin terkena kasus pemotongan rambut”59 Pernah dialami oleh seorang santri kelas VI yang termasuk pengurus OPDA, bernama Nur Shaleh. Ia mengatakan bahwa: “Dulu ketika masih kelas I Aliyah (IV TMI), saya masih menjadi anggota, dan kepengurusan pada 59
Setelah kejadian itu, tentunya bagian pengajaran dan bagian BK Pesantren darul Amanah tidak tinggal diam, tidak lama kemudian santri yang mengutus 3 preman tadi dipanggil dan disidang untuk dikonfirmasi lebih lanjut, wawancara dengan Ustadz Zaenur Rofiqin, Tentang Kasus-Kasus yang terjadi diantara Santri Darul Amanah” Kantor Ustadz PPDA (Kabunan: hari: Senin, 25 Januari 2004), pukul 11.00 WIB.
104
saat itu benar-benar keras terutama Qismul Lughah dan Qismul Amnnya. Jika ada santri melanggar bahasa dengan memakai bahasa Indonesia atau Daerah (bukan bahasa Arab atau Inggris) maka ia diberi hukuman pukulan serta harus menjadi jasus (mencari 3 orang santri yang melanggar bahasa) kemudian, disetorkan kepada pengurus bagian Lughoh”60. 3. Seorang guru dengan para santri a. Seorang wali kelas dan wali kamar dengan para murid. Timbulnya konflik justru sering disebabkan karena kebijakan-kebijakan wali kelas yang kontradiksi dengan pendapat kebanyakan murid, sehingga menimbulkan protes maupun adanya rasa kebencian di benak seluruh murid dalam kelas tersebut. Konflik seperti ini dialami pada wali kelas yang sifatnya keras, diktator atau sering dibilang killer. Ada kemungkinan juga terjadi salah faham, kaburnya informasi, kesalahan-kesalahan lain dalam berbagai hal. b. Seorang guru pengajar dengan para murid Timbulnya konflik antara guru pengajar dengan para murid adalah karena berbagai faktor, diantaranya adalah sifat guru yang kurang baik, bersikap keras, sering menyinggung perasaan para murid, metode penyampaian yang tidak menarik, penampilan yang membosankan, dan lain-lain. Begitu pula sebaliknya, terkadang ada kelas 60
Lebih lanjut dikatakan: “ Jika ada yang mencuri maka ia akan dihukum dengan pukulan, tamparan, gundul dan harus mengembalikan uang yang ia curi tersebut”. Hanya saja hingga saat ini telah berubah derastis dengan hukuman-hukuman yang tidak mengarah pada fisik tapi lebih pada perbuatan atau tindakan yang mendidik siswa, seperti menghafal surat-surat Al-Qur’an, shalat tasbih, dzikir, dan lain-lain. Wawancara dengan Nur Shaleh, Santri kelas VI PPDA, Tentang Permasalahan Santri di Asrama PPDA, di Serambi Masjid PPDA, Saat persiapan Shalat Dzuhur, tanggal 17 Januari 2004. Pukul 11.55 WIB.
105
yang memang siswanya susah untuk diajar atau mungkin mayoritas siswanya brutal dan bahkan ada juga yang mengancam guru pengajarnya. Hal ini pernah dialami oleh seorang ustadzah yang mengajar pada suatu kelas, hal ini diungkapkan oleh seorang santri yang mengalami sebagai muridnya, sebagai berikut: “Suatu hari tahun 1999 ustadzah “A” mengajar di kelas kami (kelas II b MTs) yang dianggap kelas brutal dan berprestasi rendah, dalam proses belajar mengajar seorang ustadzah tersebut selalu dikerjain, dicuekin, dihina, dan lain-lain sehingga suatu ketika ia sampai menangis dan keluar dari kelas tersebut. Hal ini terjadi karena kebijakan pimpinan pesantren pada saat itu membagi kelas A, B, C dan D sesuai dengan prestasi Raport yang diperoleh pada tingkat kelas sebelumnya”61. b. Manajemen konflik intragroup di PPDA 1. Manajemen konflik guru dengan guru lainnya Seorang pimpinan harus memahami apa yang terjadi pada bawahannya, sehingga pendekatan penyelesaian konflik bisa dilakukan secara tepat. Manajemen konflik pada guru dengan guru lebih sering dilakukan oleh mereka sendiri dan intervensi Kyai (pimpinan). a. PPDA sering memberlakukan hukuman (sanksi) bagi yang melanggar peraturan dengan tanpa pandang bulu, baik santri, karyawan dan bahkan ustadz sekalipun. b. Konfrontasi bagi yang terlibat konflik c. Peringatan dan Pengarahan Kyai terhadap mereka yang terkena kasus 61
Wawancara dengan seorang santri kelas VI yang tidak mau disebutkan namanya, ia mengalami hal itu pada saat di kelas II TMI.
106
d. Adanya pertemuan-pertemuan yang bisa dijadikan fasilitas “sering ide” dan sarana menjalin keakraban e. Membiarkan supaya dapat diselesaikan secara pribadi bagi yang terlibat konflik, terutama jika permasalahannya kecil dan sepele. 2. Manajemen konflik seorang santri dengan santri lain Manajemen konflik antara santri dengan santri biasanya dilakukan melalui intervensi pengurus santri, guru / ustadz dan terkadang oleh kyai. a. Membentuk Bagian Keamanan OPDA b. Membuka layanan BK. c. Konfrontasi bagi yang terlibat d. Melatih bela diri (tenaga dalam) bagi para pengurus khususnya kelas III MA (VI TMI). e. Penerapan sanksi yang mendidik dan membuat kapok f. Menyatukan tujuan, nilai dan persepsi g. Membagi tugas sesuai dengan kemampunnya
4. Intergroup (antar kelompok) Konflik
antar
kelompok
terjadi
karena
masing-masing
kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Adapun konflik intergroup yang terjadi pada Pesantren Darul Amanah adalah sebagai berikut: a. Beberapa kasus konflik intergroup di PPDA: 1. Dewan guru dengan para santri Konflik yang terjadi antara dewan guru dengan para santri diakibatkan karena adanya kecemburuan santri terhadap guru-guru yang berbuat seenaknya sendiri atau perbuatanya
107
sehari-hari tidak sesuai dengan tata tertib santri (yang ia sampaikan di kelas), sehingga – karena kurang fahamnya siswa tentang tata tertib guru atau bahkan memang ada guru yang melanggar tata tertib guru tersebut – menyebabkan timbulnya konflik antara kedua belah pihak. Adapun sebagai contohnya sebagai berikut: -
Adanya pendekatan ustadz-ustadz yang belum menikah terhadap ustadzah yang sama-sama belum menikah.
-
Adanya ustadz-ustadzah yang jarang masuk kelas.
2. Dewan guru dengan pimpinan (kyai) dan pengurus yayasan Beberapa kasus konflik yang pernah terjadi sbb: a. Pandangan guru terhadap kebijakan Pesantren (Kyai maupun Yayasan). Konflik ini sering terjadi ketika kyai memutuskan
suatu
kesepakatan
atau
bahkan
mengeluarkan police tanpa adanya kesepakatan dari para guru, sedangkan para guru harus melaksanakannya tanpa membangkang sedikitpun. b. Pandangan guru terhadap sistem pesantren. Sistem pesantren di PPDA masih memiliki sifat dinamis (kemungkinan untuk berubah-ubah), hal ini disebabkan umurnya yang masih muda dan masih membutuhkan inovasi-inovasi baru yang konstruktif. c. Keluhan guru terhadap gaji. Banyak guru yang menganggap bahwa gaji mereka sangat minim dibanding UMR (Upah Minimum Regional), padahal banyaknya gaji adalah merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap keseriusan dan kualitas pengajaran para guru, disamping faktor kesemangatan, pengabdian
108
dan keikhlasan dari para pengajar tersebut. Sebagaimana diungkapkan seorang ustadz sebagai berikut: “Sebenarnya sudah tak pantas lagi jika saya mengajar di sini dengan niat berjuang, pengabdian, ikhlas, dan sebagainya tanpa dibarengi dengan insentif yang memadai. Sebab saya juga punya anak dan istri yang butuh akan nafkah secukupnya, padahal saya harus mengajar setiap hari. Seorang guru bisa dibilang “ikhlas” jika ia melakukan pekerjaannya itu dengan senang, nyaman dan sejahtera dan itulah yang dinamakan profesionalisme. Jadi, untuk menjadi seorang guru yang profesional, maka kita harus memberikan insentif secara profesional juga, artinya kita harus diberikan ketentraman, kenyamanan, dan kesejahteraan, sehingga konsentrasi guru bukan lagi pada pekerjaan di luar pesantren (mencari order / bisnis) akan tetapi profesi sebagai guru itulah yang akan ditekuninya.”62 3. Pengurus koperasi dengan santri Adapun contoh konflik yang terjadi antara lain: -
Santri merasa kurang efektifnya pelayanan
-
Belum adanya karyawan tetap (masih dipegang santri)
-
Fasilitas dan pengadaan barang dirasa masih terbatas, sedangkan santri dilarang jajan di luar pesantren.
4. Bagian TU dengan santri Bagian TU atau administrasi lain yang berkenaan dengan birokrasi selalu menemui permasalahan dengan santri baik berupa pelayanan yang kurang memuaskan, sikap yang acuh, 62
Sebenarnya ungkapan ini adalah merupakan keluhan hampir semua guru yang ada terutama mereka yang sudah berkeluarga. (Wawancara dengan seorang ustadz yang tidak mau disebutkan namanya), pada tanggal 1 Januari 2004, tentang Permasalahan Guru Darul Amanah, Sukorejo: Pesantren Darul Amanah , 2004).
109
seram, keras, dan bahkan ada yang terlalu birokratis (banyak aturan dan selalu mempersulit) terhadap siswa. Banyak santri yang mengeluhkan hal tersebut, terutama adanya perlakuan yang kurang familyer, kurang ramah, dan lain sebagainya. 5. Karyawan dengan santri. Contoh konflik tersebut adalah: -
Keterlambatan dalam memasak
-
Masakan yang kurang sedap (terlalu asin, kurang pedas, dan lain-lain)
-
Lauk-pauk
yang
serba
kurang
(monoton
dan
membosankan) -
Tempat / ruang makan yang kurang nyaman (kotor, semprawut, dan lain-lain)
-
Kecurangan santri (mengambil jatah lebih dari satu kali)
6. Karyawan dengan pimpinan (Kyai) Banyak karyawan yang mengeluh tentang segala pekerjaan yang harus ia lakukan setiap harinya, dengan gaji yang ia anggap masih kurang. Hal ini diakui oleh Ustadz Juanedi Abdul jalal, S.Pd.I tentang permasalahan gaji karyawan ini. Dikatakan sebagai berikut: “Karena pekerjaan yang ada di Darul Amanah ini kontinyu (rutin) dan selalu ada, maka ongkos / gajinya dihitung harian dan jumlahnya lebih rendah dari pada bekerja harian di masyarakat umum. Memang di masyarakat lebih tinggi gajinya namun pekerjaannya bersifat temporer (kalau ada). Sehingga dampak saat “paceklik” (sepi kerjaan) orang-orang yang selama ini tidak bekerja di sini (pesantren) memiliki reaksi negatif dan merasa iri karena mereka tidak mempunyai pekerjaan yang tetap (mereka tidak punya tempat untuk kerja di pesantren)”63 63
Hasil wawancara dengan Ustadz Juanedi Abdul jalal, S.Pd.I, tentang Permasalahan Gaji Karyawan PPDA, (Sukorejo: PPDA, tanggal 10 Januari 2004), Pukul 11. 55. WIB.
110
b. Manajemen konflik intergroup di PPDA 1. Penyelesaian konflik antara dewan guru dengan santri -
-
Membuat tata tertib guru dan tata tertib santri secara komprehensip dan mendalam Diadakan pengarahan rutin bagi guru-guru oleh pimpinan pesantren, semisal pertemuan bulanan setiap tanggal 3 (di awal bulan), dan lain-lain. Pelatihan bagi guru-guru tertentu (untuk menambah profesionalisme bagi guru bersangkutan). Program mengaji kitab kuning bagi para guru baik yang ada di asrama maupun yang lajo (pulang pergi). Pengarahan secara pribadi oleh pimpinan pesantren bagi guru yang bermasalah dengan santri, dan lain-lain. Adanya pengarahan kepada santri.64
2. Penyelesaian konflik antara Guru dengan Kyai a. Keluhan
guru
terhadap
gaji.
Adapun
metode
dan
pendekatan yang telah dilakukan pesantren terhadap permasalahan gaji diantaranya adalah sebagai mana hasil wawancara adalah: -
-
64
Penjelasan kepada semua guru bahwa:” mengapa pesantren belum berani menggaji setinggi-tingginya?65 Keterbukaan keuangan. Hal ini bisa dilihat pada Anggaran Pembiayaan Belanja Sekolah (APBS) Pondok Pesantren Darul Amanah, Sukorejo. Solusi yang ditawarkan pesantren diantaranya “mencari donatur (temporer).66 Solusi lain adalah mencarikan THR di Hari Raya Idul Fitri.67
Kaitannya dengan tata tertib dan bagaimana cara menghormati guru. Hal ini dilakukan setiap awal semester atau setiap upacara dan senam pagi. Hasil wawancara dengan Ustadz Juanedi Abdul Jalal, op.cit. 65 Jawabanya adalah karena tidak mungkin menaikkan SPP tinggi melebihi sekolah lain (terutama negeri) sebagai pesaing. Hal ini disebabkan karena wali santri mayoritas ekonomi rendah (menengah ke bawah), desa-desa mereka tertinggal (IDT), sehingga pesantren tidak tega untuk menaikkan SPP tersebut.” Hasil wawancara dengan Ustadz Juanedi Abdul Jalal, op.cit. 66 Seperti musim Haji, Idul Fitri, Hari Raya Qurban, dan lain-lain yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesenangan para guru. Hal ini bisa menjadi motivasi dan menghibur mereka supaya semangat dalam pengabdiannya di pesantren Darul Amanah.
111
b. Perbedaan pandangan guru terhadap kebijakan pesantren. Adapun upaya mengatasi berbagai konflik di atas adalah: -
Bila ada perbedaan yang tajam, agar tidak merebak maka adanya tata tertib yang ketat
-
Bila ada guru yang kurang cocok dengan policy (kebijakan) yang dikeluarkan yayasan atau kyai, maka akan dibicarakan – (4 mata) dengan kyai. Hal ini diakui oleh
seorang
ustadz
ketika
berbicara
tentang
ketidakcocokan terhadap kebijakan kyai: “Jika kita sebagai guru ingin berpendapat, mengkritisi, dan lain-lain, lebih baik tidak pada forum / rapat, karena hal ini dianggap akan merendahkan kyai, akan tetapi akan lebih diterima dan ditanggapi secara positif saran dan kritikan kita jika disampaikan secara pribadi pada ruang tertutup (empat mata)” -
Jika konflik sudah tidak bisa dikendalikan (misal guru yang menjelek-jelekkan pesantren berlebihan) maka harus ditindak tegas, dengan cara pembatasan SK selama 2 tahun.68
c. Ketidaksesuaian guru terhadap sistem pesantren. Ketika terjadi hal semacam ini maka solusinya adalah dibuat forum dengar pendapat yang dihadiri Kepala Sekolah, Kyai dan beberapa Pengurus Yayasan. Namun lebih sering dilakukan
67
Baik berupa seragam, pakaian-pakaian yang lain, dan sebagainya dari para pengusaha dermawan. Tujuannya adalah untuk memberikan kesemangatan para guru dengan harapan supaya mereka merasa diperhatikan oleh pesantren. Hasil wawancara dengan Ustadz Juanedi Abdul Jalal, op.cit. 68 Dengan demikian apabila guru tersebut selama 2 tahun dianggap baik, SK akan diperpanjang, dan jika dianggap sudah tidak baik maka ia akan diberikan ucapan terimakasih atas pengabdiannya di PPDA selama 2 tahun. Hal ini juga pernah terjadi pada beberapa ustadz yaitu ketika tahun 1998 / 1999. Hasil wawancara dengan Ustadz Juanedi Abdul Jalal, op.cit.
112
secara pribadi dengan kyai69. Namun terkadang ada sikap “menghindar” ketika permasalahannya dianggap kurang bermutu dan yang sengaja dibesar-besarkan. 3. Pengurus koperasi dengan santri. Pengurus koperasi selalu mengadakan evaluasi dan berusaha menyajikan segala kebutuhan dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh manajer Koperasi (Ustadz Mansyur) sebagai berikut: -
-
Dalam Pelayanan selalu ada kederisasi dari santri baru Seleksi bagi Karyawan Koperasi Mengadakan / mengikuti pelatihan koperasi baik tingkat Kabupaten ataupun Kodya dan Propinsi. Membuka usaha-usaha baru, seperti: Wartel, BMT, Jasa Menjahit, Jasa Potong Rambut, Kantin, Perluasan dan Penambahan Waserda, pemberian modal bagi penanaman pohon jati dan perkebunan lain dan sebagainya. Pengadaan Fasilitas yang lengkap. Memperbanyak (melengkapi) barang penjualan.(seperti alat-alat tulis dan perlengkapan sekolah, keperluan harian, berbagai macam bentuk makanan, pakaian, seragam, kaos olah raga, dan lain-lain)70.
4. Bagian TU dengan para santri Ketika terjadi konflik antara santri dengan bagian TU pesantren Darul Amanah, maka sebagaimana yang sering disampaikan oleh Kepala Sekolah dan Guru BK, bahwa sekarang telah dibuka “Kotak Saran”. Jika ditemukan pelayanan, sikap dan tingkah laku TU dan bagian administrasi lain kok dirasa kurang baik, maka dipersilakan kepada seluruh santri untuk memberikan saran dan kritiknya lewat kotak tersebut. 69
Wawancara dengan seorang ustadz (Ali Najib), disela-sela Rapat Dewan Guru yang membahas mengenai Evaluasi Test Catur Wulan, (Sukorejo: PPDA, pada hari Sabtu, tanggal 10 Januari 2004)
113
Kadangkala ketika informasi (permasalahan) tersebut sampai pada pimpinan pesantren, maka pimpinan biasanya bertindak langsung dengan menegur serta memanggil bagian TU atau administrasi yang bersangkutan untuk menghadap kyai (di rumah kyai). Di sana ada pengarahan langsung dari bapak kyai bahwa tindakan, sikap dan pelayanannya itu kurang baik, dan sebagainya71. 5. Karyawan dengan santri Biasanya, konflik antara santri dan karyawan adalah permasalahan sepele namun bisa menjadi ribut jika tidak ditangani secara profesional. Hal ini sering melibatkan pengurus OPDA dalam menyelesaikannya. Contohnya adalah sebagai berikut: -
Pemanggilan bagi santri yang curang dan melakukan kesalahan terhadap peraturan yang menyangkut karyawan Pembuatan tata tertib yang berkaitan dengan permasalahan tersebut Konfrontasi antara karyawan atau ustadz dengan pengurus OPDA untuk melakukan kesepakatan-kesepakatan72
6. Karyawan dengan kyai Dengan keluhan-keluhan para karyawan PPDA, maka bapak kyai melakukan kesepakatan-kesepakatan dengan para karyawan tersebut sebelum mereka mulai bekerja di pesantren 70
Wawancara dengan ustadz Mansyur, manajer koperasi PPDA yang merupakan mahasiswa semester 7 STIA WS Darul Amanah. 71 Selanjutnya bagi para santri (sering diarahkan dalam berbagai even) agar tidak terlalu sering berurusan dengan bagian-bagian tersebut. Bila benar-benar penting baru ia menghadap ke sana, tanpa membuat keributan atau kegaduhan. Dan akan lebih baik jika santri bersikap ramah, sopansantun dan sabar ketika meminta pelayanan dari mereka. Hasil wawancara dengan Ustadz Juanedi Abdul Jalal, op.cit. 72 Seperti: Membentuk bagian Kemanan Dapur dari unsur OPDA, membentuk bagian Pelayanan Dapur, membuat antrian pengambilan makan, membuat karcis bagi pengambilan makan, membuat peraturan berkaitan dengan dapur umum, penjagaan kebersihan tempat dapur, dan lain-lain. Hasil wawancara dengan seorang pengurus OPDA, pada tanggal 17 januari 2004 di Kantor OPDA.
114
Darul Amanah. Dalam penjelasannya kyai memberitahukan sebelumnya mengenai segala peraturan dan bagaimana sistem penggajian yang ada di sini. Biasanya dikatakan bahwa: ”jika kalian mau kerja di sini (pesantran Darul Amanah) harus siap gaji yang tidak terlalu banyak, namun pekerjaanya tetap ada dan bisa dilakukan selamanya.”73 Dan sebagainya. 7. Kebijakan pesantren tentang persamaan perlakuan guru. Hal ini terjadi karena beberapa guru sarjana yang tidak sepakat disamakan dengan guru alumni pesantren yang langsung diangkat. Sehingga menyebabkan pimpinan pesantren mencari alternatif pemecahan secara cermat sebagai berikut: a. Memberikan penjelasan kepada guru yang sarjana dalam rapat guru bahwa pesantren sangat membutuhkan mereka (guru alumni) untuk membimbing santri di asrama dan mereka siap ditempatkan selama 24 jam membimbing di sana. Sebab biasanya guru yang sarjana sudah berkeluarga dan tidak mungkin bertempat di asrama. b. Guru alumni diberikan pelajaran non Ebta (latihan mengajar, diluar praktek mengajar amaliah tadris). c. Memilih mereka yang berprestasi dan punya dedikasi serta loyalitas tinggi terhadap pesantren (tidak semua yang berprestasi diangkat). d. Solusi yang paling tepat ini adalah dibukanya Kelas Jauh STIA WS Semarang di Pesantren Darul Amanah, sehingga mereka bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi di pesantren Darul Amanah sendiri74.
73
Oleh karenanya kesepakatan sebelumnya selalu dilakukan oleh bapak kyai dalam perekrutan karyawan, hal ini dapat meredakan berbagai keluhan yang muncul sebelumnya dan hingga sekarang menjadi lancar tanpa ada kendala yang berarti. Jika seorang karyawan tidak sepakat atau masih merasa dirugikan maka secara pribadi akan mengundurkan diri, dan ternyata masih banyak orang yang siap untuk menggantikannya untuk pekerjaan tertentu. Hasil wawancara dengan Ustadz Juanedi Abdul Jalal, op.cit. 74 Wawancara dengan Ustadz Junaedi AJ, Ibid.
115
B. Konflik Eksternal Lembaga PPDA 1. Kasus Konflik Eksternal PPDA a. Unsur Pesantren dengan Masyarakat Kampung Sekitar 1. Antara Kyai dengan masyarakat kampung. Konflik ini bersumber dari adanya rasa iri, dengki dan salah faham menganai sikap kyai PPDA yang selama ini menyibukkan diri dengan pekerjaannya sendiri (mengurus pesantren) yang dianggap enggan menengok permasalahan masyarakat yang ada di sekitar pesantren dan dalam pergaulannya dianggap individualis tanpa mau membaur dalam berbagai kegiatan yang ada. Permasalahan ini sebenarnya hanya sebatas penilaian orang tertentu saja yang selalu dibesar-besarkan tanpa mau tahu bagaimana susah dan sibuknya mengurusi lebih dari 1000 santri Darul Amanah ini. Jika mereka faham tentu tidak ada kecaman, hujatan, apa lagi memberontak terhadap kegiatan yang ada di pesantren. 2. Antara santri dengan remaja kampung Konflik berkepanjangan terjadi sejak awal berdirinya pesantren hingga tahun 1999, sedangkan tahun 1999 hingga 2004 sekarang ini sudah agak mereda walaupun masih ada. Permasalahan yang timbul disebabkan karena adanya rasa hasud, iseng, iri, salah faham, dan sebagainya. Dan remaja kampung yang sering mengancam hanyalah anak-anak tertentu saja yang memang kurang berpendidikan, yang selalu mencari gara-gara. Contoh konflik yang terjadi diantaranya: -
Adanya santri yang dimintai uang ketika melewati kampung Perkelahian antara santri dengan remaja kampung (disebabkan karena salah faham)
116
-
Ketika santri masih sepak bola di lapangan orang kampung dianggap bersikap sombong, tidak sopan, dan sebagainya75.
3. Antara santri dengan masyarakat kampung pada umumnya Masyarakat tertentu ada yang memang benci melihat santri Darul Amanah yang terkesan kaya, sehingga gerak – gerik mereka selalu dicari kesalahannya. Atau memang ada santri yang iseng, nakal, dan khilaf membuat kesalahan atau mengusik ketenangan mereka, misalnya: -
-
-
-
-
Ketika santri melewati kebun mereka lalu dilempari berkali-kali dengan alasan karena akan merusak tanaman mereka, dan sebagainya Ketika kegiatan malam, suara gaduh sering terdengar dari kampung membuat mereka merasa terganggu lalu marahmarah datang ke pondok Adanya santri iseng yang membakar jagung / singkong di kebun milik mereka, sehingga santri dikejar-kejar dengan mengancam (pakai arit / bendo) sampai pondok dan dilaporkan langsung kepada kyai bahwa santrinya telah mencuri hasil kebun mereka. Jika santri melewati perkampungan dianggap tidak punya unggah-ungguh, tidak punya kesopanan, dan lain-lain, padahal hanya santri tertentu yang malu bertanya jika melewati kampung. Ketika santri Jama’ah Jum’ah (di kampung) sering dituduh mengambil sandal-sandal mereka yang hilang76.
4. Lembaga pesantren dengan masyarakat kampung secara umum. Suatu saat terjadi ancaman dari masyarakat kampung sebagaimana diceritakan seorang ustadz alumni PPDA yang pernah mengalaminya tahun 1997, sebagai berikut:
75
Wawancara dengan seorang santri senior yang tidak mau ditulis namanya, pada tanggal 17 Januari 2004 di Depan Masjid PPDA. 76 Wawancara dengan seorang santri senior (Kelas IV) yang tidak mau ditulis namanya, di depan kelas kompleks Darunnajah pada tanggal 17 Januari 2004.
117
“Dulu pernah terjadi ancaman teror dari masayarakat kampung dengan menyergap depan pesantren sambil mengatakan bahwa mereka akan membakar dan merusak pesantren. Alasan mereka tidak jelas, entah karena kelakuan santrinya, atau masalah pembuangan limbah air mandi, ataukah masalah air yang mengambil dari mata air langsung menjadi permasalahan, atau masalah kesejahteraan, atau bahkan karena santri dilarang jajan di kampung dan sebaliknya masyarakat dilarang berjualan di dalam kampus pesantren,? Semuanya tidak tahu.”77 Yang jelas rasa kehawatiran dialami oleh warga pesantren yang menyebabkan mereka lebih berhati-hati dalam bersikap dan dalam segala hal, terutama diperketat disiplin agar warga pesantren tidak sampai mengganggu orang kampung. Berbagai contoh konflik ini juga dijelaskan oleh beberapa ustadz, sebagai berikut: -
-
-
-
77
Masyarakat kampung yang tidak bisa bekerja di pesantren merasa iri, dengki, hasud, karena tidak banyak diuntungkan dengan adanya pesantren, yang ujungnya adalah kecemburuan sosial. Konflik antara keluarga Wakif dengan Pesantren, dimana mereka menganggap bahwa hasil dari pesantren nantinya akan dikembalikan kepada mereka. Adanya kenakalan santri dianggap telah merugikan mereka Kebijakan Kopontren yang melarang keras santri belanja di luar pesantren, menyebabkan masyarakat tidak cocok dengan pesantren Pembloikiran air menuju ke pesantren dengan alasan yang tidak jelas. Mereka merasa iri, hasud, aliran yang ke kampung kurang, dan lain-lain. Sehingga pihak pesantren sudah beberapa kali menjelaskan, namun mereka tidak mau tahu dan tidak memperhatikan, dan ujungnya pihak pesantren melaporkan kejadian ini kepada Polisi78.
Wawancara dengan seorang ustadz alumni PPDA yang tidak mau ditulis namanya, di depan kantor PPDA, tanggal 17 Januari 2004. 78 Wawancara dengan ustadz Junaedi AJ., op.cit.
118
b. Unsur Pesantren Dengan Orsospol atau Ormas Organisasi Massa (NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, LDII, dan lain-lain) memang terkadang menjadi pemicu adanya konflik pada suatu lembaga pendidikan yang memakai sistem modern. Hal ini pernah terjadi pada awal pendirian pesantren hingga beberapa tahun kemudian. Dimana banyak masyarakat sekitar (terutama tokoh-tokoh NU) mengatakan bahwa Darul Amanah itu “Laisa Minna” (bukan golongan kita, yaitu NU). Dengan demikian mereka enggan memasukkan anaknya ke Darul Amanah. Selain itu banyak juga organisasi massa yang tidak puas dengan netralnya PPDA, ada yang mengatakan kenapa tidak dijadikan NU saja atau kok tidak muhammadiyah saja? Hal ini dijadikan rebutan arah dan tujuan PPDA, dan ternyata konflik ini sempat mengkristal pada awal-awal berdirinya Darul Amanah. Sedangkan konflik mengenai partai politik tidak begitu berpengaruh, namun ada beberapa ustadz maupun santri yang aktif dalam politik, sehingga tidak akan luput dari benturan-benturan antara mereka. Karena kemajemukan masyarakat pesantren Darul Amanah, maka dari jumlah partai hampir semuanya ada pada masyarakat PPDA.
2. Manajemen Konflik eksternal lembaga a. Unsur Pesantren dengan Masyarakat Kampung Sekitar 1. Antara Kyai dengan masyarakat kampung. Dengan berbagai konflik yang dialami antara kyai dengan masyarakat kampung maka kyai berusaha introspeksi diri untuk lebih berhati-hati dalam segala hal, terutama melakukan perbaikan-perbaikan diantaranya sebagai berikut:
119
-
-
Kyai sering memberikan penjelasan-penjelasan mengenai kesibukan yang ia hadapi dan meminta dukungan moril maupun materiil terhadap perkembangan pesantren, terutama pada forum-forum formal di masyarakat. Kyai berpartisipasi dalam mengisi Khutbah Jum’ah di Kampung Kyai ikut kegiatan Tahlil dan Yasin setiap malam Jum’at Kyai mengikuti Rapat-rapat yang diselenggarakan masyarakat sekitar79
2. Antara Santri dengan remaja kampung. Dengan banyaknya kasus yang selama ini terjadi, maka solusi yang ditawarkan pesantren berdasarkan hasil musyawarah Dewan Guru dan Musyawarah Pengurus Yayasan, maka terdapat beberapa kebijakan strategis dalam menghadapi konflik tersebut, yaitu: -
Konfrontasi antara pihak-pihak yang terlibat konflik
-
Pembuatan Lapangan Sepak Bola bersama di sebelah pesantren dengan pembiayaan bersama antara pesantren dengan masyarakat dan pemuda. Tujuan dari solusi ini adalah menciptakan rasa kebersamaan dan keakraban antara remaja kampung dengan santri Darul Amanah.
-
Mengisi Pengajian Rutin di Mushalla Kampung, hal ini dilakukan (sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan) dengan tujuan agar terjalin keakraban, silaturrahmi, dan kemanfaatan pesantren dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sekitarnya.
3. Antara santri dengan masyarakat kampung pada umumnya. Dengan berbagai kasus konflik yang terjadi tersebut di atas maka kebijakan yang dikeluarkan pesantren yang menyangkut santri adalah sebagai berikut: 79
Wawancar dengan seorang pengurus Yayasan PPDA, di Rumah Pimpinan Pesantren Darul Amanah pada tanggal 2 Pebruari 2004.
120
-
Santri yang terlibat konflik disidang Pengurus OPDA dan bahkan Langsung oleh Guru/Ustadz, serta dijatuhi hukuman yang sesuai dengan aturan
-
Peraturan diperketat yang terutama menyangkut santri dan kampung
-
Menyadarkan seluruh santri akan tanggung jawabnya menjaga nama baik almamater.
-
Meningkatkan disiplin dalam berbagai aspek.
4. Lembaga pesantren dengan masyarakat kampung secara umum. Usaha dalam menangani permasalahan antara pesantren secara
kelembagaan
dengan
masyarakat
sekitar
adalah
diwujudkan dengan: -
-
Memberi kesempatan kerja kepada masyarakat kampung Membuka peluang bisnis (setor jajan / barang di koperasi pesantren) Pesantren membantu kampung pada proyek-proyek tertentu, seperti pembangunan Masjid, Lapangan, alat-alat olah raga, dan lain-lain). Membagikan Zakat Fitrah dan Daging Qurban pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Qurban Membantu pendirian Madrasah Diniah Pengajian akhirussanah melibatkan masyarakat kampung Mengisi pengajian di masjid / mushalla-mushalla80.
b. Unsur Pesantren Dengan Orsospol atau Ormas. Dengan seringnya terjadi benturan-benturan, maka Prinsip Pesantren tetap dipegang teguh: “PPDA berdiri di atas dan untuk semua golongan”. Dengan demikian pesan-pesan tersebut selalu disampaikan Kyai dalam berbagai iven formal. Mereka bebas berorganisasi dan berpartai, tapi ada ketentuan-ketentuan (batasan ) yang harus ditaati, diantaranya sebagai berikut:
121
1. Tidak boleh menampakkan atribut organisasi (ormas/ orsospol) apapun selama berada di pesantren 2. Ustadz dan Santri diperkenankan aktif dalam berbagai organisasi sesuai dengan keyakinannya masing-masing. 3. Dilarang
membenarkan
golongan
sendiri
saja
dan
menyalahkan golongan lain. G. Pengembangan Lembaga Pendidikan Pon Pes. Darul Amanah Setelah mengetahui apa yang dinamakan lembaga itu?,81 lalu akan diketahui bagaimana lembaga pendidikan Islam itu dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman saat ini. Lembaga Pendidikan Islam itu sendiri adalah badan atau organisasi pendidikan bernafaskan Islam yang berusaha melaksanakan pendidikan, pembinaan, penelitian dan pengembangan keilmuan secara terstruktur dan sistematis untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Oleh karena itu sasaran pengembangan, teknik pengembangan, dan proses menuju keberhasilan pengembangan lembaga pendidikan Pesantren Darul Amanah harus diketahui dengan jelas. 1. Sasaran Pengembangan Lembaga Pendidikan P.P. Darul Amanah Pengembangan lembaga pendidikan pesantren adalah proses
yang
berencana, dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur, sistem, dan perilaku organisasi, guna meningkatkan efektivitas dan kesehatan lembaga pesantren tersebut dalam memecahkan masalah dan pencapaian sasaran (tujuan). Sasaran dan tujuan pengembangan lembaga pendidikan pesantren tergantung pada diagnosis kebutuhan-kebutuhan sesuatu lembaga 80
Hasil wawancara dengan ustadz Junaedi AJ., op.cit. Lembaga-lembaga (“institutions”) adalah bentuk-bentuk perbuatan dalam hubungankelompok yang dilestarikan oleh kultur dan transfer kultur. Berger menamakannya suatu prosedur yang menyebabkan perbuatan manusia ditekan oleh pola tertentu dan dipaksa bergerak melalui jalan yang dianggap sesuai dengan keinginan masyarakat. Dengan demikian lembaga itu termasuk dalam “stable systems of social interaction”, yang memelihara struktur-struktur sosial (ini tidak berarti bahwa 81
122
tersebut, karena upaya pengembangan lembaga berkaitan dengan metodemetode merangsang perubahan yang terpusat pada klien (orang yang terlibat). Menurut James L. Gibson, ada tiga sub sasaran pengembangan organisasi: 1.
Perubahan Sikap
2.
Modifikasi Perilaku
3.
Menginduksi Perubahan Dalam Struktur dan Kebijakan82. Tujuan PO pada hakekatnya adalah untuk mengubah seluruh iklim
organisatoris di mana para manajer bertugas. Sedangkan tujuan normatif PO adalah: 1.
Perbaikan dalam kompetensi antar pribadi
2.
Perubahan dalam sistem-sistem nilai demikian rupa, hingga faktorfaktor manusia dan perasaan-perasaan dapat dianggap sah;
3.
Pengembangan pemahaman antar kelompok dan intra kelompok guna mengurangi
ketegangan-ketegangan
(misalnya
kapasitas
dari
kelompok-kelompok fungsional untuk bekerja efektif); 4.
Pengembangan metode-metode lebih baik dalam hal penyelesaian konflik dibandingkan dengan metode-metode birokratik yang biasanya dilaksanakan;
5.
Pengembangan sebuah sistem organik dan bukan sebuah sistem mekanikal Adapun sasaran pengembangan lembaga pendidikan pesantren Darul
Amanah secara global adalah meliputi dua sasaran, yaitu kualitas Fisik dan Kualitas nonfisik. a. Sasaran pengembangan kualitas fisik. Hal ini merupakan interpretasi dari upaya menginduksi perubahan dalam struktur dan kebijakan. Dimana dalam upaya mengembangkan
sistem-sistem yang bersifat demikian itu tidak dapat berubah). Lihat: P. J. Bouman, Sosiologi Fundamental, diterjemahkan oleh: Ratmoko, (Jakarta: Djambatan, 1982), hlm. 54. 82 James L. Gibson, (et, al), Op.cit.
123
lembaga pesantren tidak akan luput dari perubahan-perubahan baik struktur maupun kebijakan-kebijakan. Misalnya saja kalau pesantren Darul Amanah sudah menganut sistem modern tentu segala hal yang modern harus diikuti dan diterapkan selagi itu dianggap baik dan dengan tanpa menghilangkan karakteristik lembaga pesantren tersebut83. Sasaran
berupa
kebijakan
yang
menyangkut
program
pengembangan kualitas fisik lebih banyak diilhami oleh berbagai ide dari beberapa kalangan yang ditampung oleh pimpinan pesantren baik langsung maupun tidak langsung, kemudian ditindaklanjuti dengan beberapa program pengembangan yang telah terseleksi dengan cermat84. b. Sasaran pengembangan kualitas nonfisik Pengembangan kualitas nonfisik ini merupakan interpretasi dari upaya transformasi perubahan sikap dan modifikasi perilaku yang dilakukan oleh pimpinan pesantren beserta pembantu-pembantunya dalam suatu lembaga pendidikan pesantren. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya 1). mengadakan konfrontasi bagi mereka yang terlibat suatu konflik 2). pengarahan-pengarahan 3). Pelatihan 4). pendidikan lanjutan 5). kursus-kursus 6). kompensasi yang memadahi 7). Penggalian bakat minat 8). Penghargaan bagi mereka yang berprestasi 9). Peningkatan kesejahteraan, dan lain-lain. 83
Suatu contoh, ketika ada keinginan para pengurus Yayasan untuk membentuk suatu sistem kepengurusan secara modern, struktur organisasi yang modern, pengelolaan manajemen yang modern, kurikulum yang modern dan memberikan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan di dunia modern, maka ketua Yayasan dan terutama pimpinan pesantren selalu menanggapinya secara serius dan segera direalisasikan, kenyataan ini pernah dilakukan ketika Darul Amanah masih baru (di awal pendiriannya), selalu terdapat masukan dan ide-ide dalam berbagai forum rapat Dewan Yayasan yang diselenggarakan setiap tahun dan hingga saat ini masih terus berlangsung. Wawancara dengan seorang putra pendiri PPDA (Luqman Junaedi), pada tanggal 1 Pebruari 2004 di Semarang. 84 Kebijakan pengembangan kualitas fisik tersebut diantaranya meliputi: (1). Penambahan gedung-gedung asrama, (2). Penambahan dan penyempurnaan gedung-gedung kelas, (3). Melengkapi sarana belajar, (4). Menambah sarana pesantren dan sarana umum, (5). Membuat dan melengkapi perpustakaan, laboratorium maupun sarana olahraga, (6). Mengadakan dan menambah unit usaha, (7). Mengembangkan pertanian, dan masih manyak lagi yang lain, wawancara dengan Ustadz Junaedi, Opcit.
124
Untuk merealisasikan sasaran pengembangan tersebut seorang pimpinan pesantren tentu harus memahami interaksi sosial yang ada di dalam pondok pesantren, memahami perilaku keorganisasian, memahami sikap dan perilaku masing-masing individu, memahami psikologi kejiwaan dan bahkan mampu mengelola konflik yang terjadi pada pesantren tersebut.
2. Konsep dan Langkah Strategis Pengembangan Lembaga PPDA Strategi yang diterapkan dalam pengembangan lembaga pendidikan pesantren agak berbeda dengan strategi pengembangan lembaga –lembaga lain seperti perusahaan dan organisasi-organisasi komersial lainnya. Di dalam hal keikhlasan misalnya, dunia pesantren biasanya selalu memprioritaskan dan keikhlasan ini diletakkan pada posisi paling depan. Hal ini sesuai dengan ungkapan pimpinan pesantren Darul Amanah sebagai berikut: “Sebenarnya saya bingung kalau ditanya bagaimana strategi pengembangan lembaga pesantren Darul Amanah sehingga dalam waktu singkat bisa maju dengan pesat. Namaun saya (secara pribadi) memiliki strategi (konsep) khusus, dimana hal ini harus dilakukan oleh siapa saja (pimpinan pesantren) yang ingin mengembangkan lembaga pendidikan pesantrennya itu dengan mudah, strategi tersebut diantaranya adalah: (1). Jiwa Keikhlasan (menganggap pesantren sebagai miliknya / tanggung jawabnya), (2). Tidak sering meninggalkan pondok, kecuali benar-benar terpaksa, (3). Perhatian (controling) dengan kontinyu/baik, (4). Siap berkorban segalanya demi kemajuan pondok pesantren (baik tenaga, pikiran dan harta benda), (5). Memberikan tugas operasional kepada mereka yang berkompeten pada bidangnya (Organizing / Job Discribtion secara tepat).85 Dengan demikian konsep yang ditawarkan pimpinan pesantren Darul Amanah ini tentunya sangat memberikan kontribusi besar bagi berbagai kalangan yang terlibat dalam pengelolaan pesantren, dan bahkan pesantren Darul Amanah ini bisa dijadikan contoh dalam upaya pengembangan lembaga
125
pendidikan pesantren terutama di wilayah Kabupaten Kendal Kodya Semarang. Sedangkan langkah strategis yang dilakukan oleh pimpinan pesantren Darul Amanah dalam pengembangan lembaganya ini adalah sebagai berikut: a. Banyak memberikan ide-ide dan memberikan kebijakan yang relevan b. Memberi kepercayaan secara administratif atau operasional kepada orang yang berkompeten. c. Menggalang hubungan ke luar terurtama bidang penggalian dana. Hal ini dilakukan terutama pada awal-awal pendirian, sedangkan saat ini masih juga dilakukan akan tetapi hanya dilakukan secara temporer. d. Memperbesar penggalangan dana dari dalam melalui pengembangan berbagai unit usaha (Koperasi, Kiostel, Unit Simpan Pinjam, Warung Serba Ada, Dapur Umum, dan lain-lain). e. Pengajuan Proposal dalam berbagai program pengembangan, baik sarana prasarana, media pendidikan, program pelatihan dan program pembangunan gedung. f. Mengadakan pelatihan-pelatihan ekstra maupun intra g. Upaya pengembangan kurikulum (mengikuti perkembangan kurikulum negara dan memadukan program muatan lokal dari berbagai macam masukan).86 3. Bentuk dan Hasil Pengembangan Lembaga Pendidikan PPDA Salah satu karakteristik budaya pendidikan pesantren adalah kuatnya partisipasi masyarakat, yang menjadi kekuatan pesantren. Pada dasarnya pendirian pesantren di seluruh indonesia didorong oleh permintaan (demand) dan kebutuhan (need) masyarakat sendiri. Itulah sebabnya, tingginya tingkat partisipasi masyarakat telah menempatkan pesantren dan kyai di dalamnya sebagai pusat atau inti kehidupan masyarakat. Sebagai inti masyarakat, pesantren dan kyai menjadi penentu bagi dinamika atau perubahan apa pun 85
KH. Mas’ud Abdul Qodir, wawancara tentang: Pengembangan Lembaga Pendidikan Pesantren Darul Amanah, (Sukorejo: di Rumah Kediaman Pimpinan Pesantren, pada hari Senin, 2 Pebruari 2004), pukul 17.45 WIB. 86 Diantara contoh kongkrit pengembangan pesantren Darul Amanah yaitu mendirikan atau kerja sama dalam pengelolaan Perguruan Tinggi yaitu membuka Kelas Jauh Sekolah Tinggi Ilmu Agama Wali Sembilan (STIA WS) Semarang. Ditambah lagi dengan membukanya program Tahfidzul
126
yang terjadi atau harus terjadi di masyarakat tersebut. Sebaliknya, keberlangsungan perkembangan pesantren – atau keruntuhannya sekaligus – sangat tergantung pada seberapa besar partisipasi masyarakat dan seberapa sesuai pelayanan pesantren dengan permintaan dan kebutuhan masyarakat.87 Begitu halnya pengembangan pesantren Darul Amanah selalu melibatkan dan menampung berbagai aspirasi masyarakat terutama santri, guru, karyawan, tokoh masyarakat dan wali murid yang selama ini dilontarkan kepada pengurus Yayasan Darul Amanah, terutama lagi kepada pimpinan pesantren (Kyai). Dan memang, selain masyarakat ternyata kecermatan dan keuletan pimpinan pesantren sangatlah menentukan maju mundurnya lembaga tersebut. a. Bentuk pengembangan PPDA Bentuk program pengembangan yang akan diuraikan nanti adalah hasil rekapitulasi program pengembangan dari tahun 2000 sampai 2003. Adapun perinciannya sebagai berikut: 1. Rencana Pembangunan Jangka Pendek88 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang89
Qur’an yang mulai dibuka pada tahun 2001/2002 dan hingga saat ini terdapat sekitar 50 santri yang terseleksi mengikuti program tersebut. Ibid. 87 Husni Rahim, Pembaharuan Sistem Pendidikan: Mempertimbangkan Kultur Pesantren, dalam “Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat memasuki Milenium III, (Jakarta: PPIM dan Ditbinrua-Depag RI, 1999), Hlm. 8-9. 88 Membangun 2 lokal ruang kelas (2000/2001), Membangun 2 lantai 8 lokal untuk mengganti gedung al-Falah (2000/2001), Membangun MCK di komplek Darunnajah (2001/2002), Membangun WC di komplek Solikhin (2001/2002), Membangun MCK di tempat mandi putra bawah (2001/2002), Membangun MCK di belakang gedung al-Falah (2002/2003), Membangun MCK putra bawah (2002/2003). Lihat: Laporan Tahunan Yayasan PPDA, op.cit. 88 Perluasan masjid (2000-2003), membangun masjid putra di komplek Darunnajah (20002003), membangun asrama yang permanen (2000-2003), membangun toko / koperasi yang permanen (2000-2003), melengkapi sarana olah raga (200-2003), membuat gapura (2000-2003), membangun aula / gedung pertemuan (2000-2003), membangun asrama guru (2000-2003), ruang kelas yang permanen (2000-2003), membuat wc santri dan guru di komplek Darunnajah (2000-2002), membuat pagar karas pesantren (2000-2002), mengusahakan sumber air bersih baru 2000/2001), membuat ruang guru yang permanen (2000-2003), membangun ruang bimbingan dan konseling (2000-2003), memisahkan komplek putra dan putri yang agak jauh (2000-2003). Lihat: Laporan Tahunan Yayasan PPDA, op.cit
127
3. Bidang
Pendidikan:
Menyempurnakan
kelas
MTs
dan
MA,
Memisahkan kelas MTS dan MA, Membangun Laboratorium IPA / Bahasa, Memisahkan kelas yang mukim dan lajo, Pengembangan LPK (komputer, sablon, menjahit, bahasa Arab dan Inggris, elektro, dll.) 4. Bidang Penggalian Dana: Efisiensi pengawasan dana pesantren, Meningkatkan perolehan dana non pesantren, Meningkatkan perolehan dana hasil pertanian dan perkebunan (Penanaman pohon sengon dan jati emas, Penanaman pohon melinjo, Pemeliharaan dan penanaman tanaman produktif lain), Pengembangan bidang usaha (Toko serba ada, Tailor, sablon dan jasa lainnya, Unit Simpan Pinjam, Warung Telekomunikasi, Foto Copy, Tempat potong rambut, 5. Bidang Pengkaderan: Peningkatan pembinaan kader pesantren (anak asuh), Peningkatan kualitas ilmiah guru, Membantu bakat dan potensi santri dan pengembangannya, Mengirim para kader ke perguruan tinggi, akademi, pusat latihan ketrampilan yang diadakan pihak swasta maupun pemerintah, Mengikutsertakan para kader
pada berbagai
kursus atau pelatihan ketrampilan, Merekrut calon kader pesantren dengan persyaratan yang khusus, Membina guru keluarga yang tinggal di pesantren. 6. Bidang Kemasyarakatan: Ikut serta dalam kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat, Mengundang / mengikutsertakan masyarakat dalam berbagai kegiatan pesantren, Mengirimkan para santri untuk mengikuti kegiatan keagamaan di masyarakat, Pembinaan alumni, Mengadakan lomba cabang olah raga / pertandingan dengan masyarakat, Mengadakan kerja sama Madrasah Diniyah.90
90
Selanjutnya dapat di lihat pada “Laporan Tahunan Pesantren Darul Amanah tahun ajaran 2000/2001/2002/2003”. Dalam: Program Pesantren Darul Amanah.
128
b. Hasil yang diperoleh dari program pengembangan PPDA 1. Program Pembangunan (fisik/gedung) yang telah diselesaikan sangat banyak sekali hingga terkesan bahwa pesantren Darul Amanah selalu membangun terus tiap tahunnya.91 2. Bidang Pendidikan dan Pengajaran: Memisahkan kelas putra dan putri, Memisahkan Kelas MTs dan MA, Membangun Laboratorium, Mengembangkan LPK (Komputer, sablon, menjahit, Bahasa , elektro dan
lain-lain),
Mensekolahkan
kamad
yang
belum
sarjana,
Membangun dan melengkapi perpustakaan sekolah, Kerjasama dengan lembaga lain dalam peningkatan mutu, Memperbaiki kurikulum (kurikulum lokal, KBK dan lain-lain), Meningkatkan kualitas guru, Meningkatkan pelayanan administrasi sekolah, Melengkapi sarana dan media pendidikan, Meningkatkan pelayanan bimbingan dan konseling, Membuka kelas jauh Perguruan Tinggi (kerjasama dengan IIWS Semarang) (tahun 1999/2000), Membuka Program Tahfidzul Qur’an 91
Pembuatan gedung 2 lantai 7 lokal sempurna (2000/2001), Menambah 3 meteran PDAM (2000/2001), Menegel 18 ruang kelas (2000/2001), Membeli tanah untuk pesantren seluas 2.300 m2 (2000/2001), Merehab gedung 2 lokal (2000/2001), Menambah meja-bangku kelas dan kantor (2000/2001), Mengecat dinding kelas dan asrama (2000/2001), Membuat ruang kelas 2 unit (2001 sedang berjalan), Menanam pohon sengon emas (2001 sedang berjalan), Memindahkan 3 lokal gedung al-Falah ke komplek Silikhin (2001/2002), Membangun 2 lokal gedung Imbal Swadaya (2001/2002), , Membuat pagar karas belakang gedung al-Falah sepanjang 40 meter (2001/2002), Membeli tanah Bpk. Mahfudz seluas 1.600 m2 (2001/2002), Membeli tanah dan rumah Bapak H. Sulaiman (2001/2002), , Membeli mobil Panther 1997 (2001/2002), Menambah meja bangku kelas dan kantor (2001/2002), Mengecat dinding kelas, asrama, masjid, dapur dan MCK (2001/2002), Mengkuliahkan kamad MTs (2001/2002), Menyempurnakan gedung Ibnu Sina 2 lokal untuk ruang tamu putri dan ruang kursus menjahit (2002/2003), Membangun ruang kelas baru dengan dana Matching Grant / imbal swadaya Rp. 36.000.000,- (2002/2003), Membuat ruang pengobatan santri (2002/2003), Membuat ruang tamu putra di gedung Dzulqurnaen (2002/2003), Membuat ruang koperasi di komplek Sholikhin, Membeli seperangkat alat-alat kantor (mesin stensil, mesin ketik besar, alat peraga pendidikan) (2002/2003), , Membeli 15 mesin jahit dan 1 mesin obras (2002/2003), Mengadakan kursus menjahit untuk santriwati (2002/2003), Membeli tanah Bpk. Wahyono seluas 2.700 m2, Rp. 16.000.000,- (2002/2003), Membeli tanah kebun Hj. Su’ami seluas 1.050 m2 seharga Rp. 80.000.000,- (2002/2003), Membeli tanah kebun Bpk. Misdi belakang Masjid 4.000 m2 seharga Rp. 65.000.000,- (2002/2003), Membeli tanah sawah Bpk. Muajilin seluas 600 m2 seharga Rp. 8.500.000,- (2002/2003), Membangun gedung 12 lokal lantai 3 (2003 sedang berjalan), Menanam pohon jati emas (2003 sedang berjalan), Pembenahan lingkungan pesantren dan sarana sanitasinya (2003 sedang berjalan, (Laporan Tahunan Pesantren Darul Amanah,
129
(2002/2002), Menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi maupun lembaga lain dalam penyaluran alumni. 3. Bidang Penggalian Dana: Efisiensi dan pengawasan dana pesantren (adanya
LPJ
dalam
Rapat
Dewan
Yayasan
setiap
tahun),
Meningkatkan perolehan dana non pesantren dengan menggalang hubungan dan pengajuan proposal-proposal kegiatan/pembangunan, Pengembangan pertanian dan perkebunan, Pengembangan usaha mandiri, Pembelian tanah, baik kebun, sawah maupun pekarangan untuk pesantren 4. Bidang
Pengkaderan:
Peningkatan
pembinaan
anak
asuh,
Mengikutsertakan guru dalam berbagai pendidikan lanjutan / keahlian, Meningkatkan kualitas ilmiah guru, Mewajibkan kuliyah bagi guru yang belum sarjana, Mengadakan pembinaan-pembinaan di pesantren bagi para guru, Mengirim utusan guru untuk mengikuti pelatihanpelatihan di lembaga-lembaga tertentu, Membantu bakat dan potensi santri dan pengembangannya seperti mengadakan Pekan Olah Raga Seni dan Pramuka (PORSEKA), Mengirim para kader ke Perguruan Tinggi, akademi, pelatihan ketrampilan, seperti ke LIPIA Jakarta, SMU Insan Cendikia Jawa Barat, Akper, Akpol, Universitas umum dan Unifersitas keagamaan lainnya, Mengikutsertakan kader pada berbagai kursus atau pelatihan ketrampilan, Merekrut calon kader pesantren dengan persyaratan yang khusus, seperti pengangkatan guru alumni yang berprestasi dan punya loyalitas tinggi, Pembinaan keagamaan bagi para guru. 5. Bidang Kemasyarakatan: hasilnya sesuai dengan rencana yang sudah di sebutkan di atas
Progran yang terlaksana dan sedang penyelesaian, (2001-2003). Laporan Tahunan Yayasan PPDA,
130
c. Program Panca Jangka 1. Peningkatan Mutu Pendidikan. Dengan penyempurnaan kurikulum dan memasukkan kitab-kitab kuning pada jam formal (resmi)) 2. Pembangunan Fisik. Dengan memperbaiki dan merawat gedunggedung yang ada. 3. Penggalian dana dan Pengembangannya. Melalui unit usaha, koperasi, biaya pendidikan, kiostel, dapur umum, dan lain-lain. 4. Pengkaderan. Diperlukan kader-kader untuk mengelola pesantren di masa mendatang, baik dari guru-gru atau tenaga ahli. 5. Pengabdian masyarakat. Diharapkan dari santri kelas enam pada tahun-tahun
yang
akan
datang
ada
kegiatan
pengabdian
masyarakat)92.
d. Program Jangka Panjang 1. Mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2. Mendirikan Perguruan Tinggi Secara Mandiri 3. Mendirikan TK dan MI/SD Dari deskripsi hasil penelitian yang telah penulis lakukan di Pondok Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal ini, tentunya terlihat jelas adanya praktek manajemen konflik, adapun relefansi manajemen konflik dengan pengembangan lembaga pesantren tersebut sudah nampak, akan tetapi lebih jelasnya akan di bahas mengenai analisis hasil temuan tersebut pada bab VI.
op.cit 92
KH. Mas’ud Abdul Qodir, dalam: Khutbatul Arsy “Pekan Perkenalan Santri Baru PPDA”, Pola Dasar dan Program Kerja PPDA, (Sukorejo: PPDA, 2002/2003), hlm. 12.