BAB III IKAN DEPIK DAN SEJARAHNYA 3.1 Ikan Depik Ikan Depik merupakan ikan endemik yang hidup di Danau Laut Tawar, ikan Depik memiliki ciri-ciri berikut; bagian belakang atau punggung ikan Depik berwarna hitam; tubuh ikan Depik berbentuk lonjong; bagian bawah atau bagian perut ikan Depik berwarna putih lembut. Berikut penuturan informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun: “…Depik kan macam ini… lonjong dia, ini kesini itam di sini putih lembut dia putih disininya (menunjukkan bagian perut Ikan Depik).”
Gambar 3.1 ikan Depik Ikan depik merupakan ikan favorit Orang Gayo dan dijadikan sebagai bahan baku kuliner tradisional Gayo, olahan dari ikan Depik ini yaitu dedah (ikan Depik yang direbus dengan berbagai rempah), pekasam (ikan Depik mentah di fermentasi dengan campuran nasi).Ikan Depik memiliki nama latin Rasbora Tawarensis, bentuk Ikan Depik kecil kirakira berukuran 9 cm. Penelitian tentang ikan Depik pertama kali dilakukan dan diberi nama latin oleh Weber dan Beaufort pada tahun 1916. Menurut Weber dan Beaufort, ikan Depik bersifat
Universitas Sumatera Utara
bentopelagik11Rasbora Tawarensis termasuk ke dalam kelas pisces (kelompok vetebrata yang hidup diperairan dengan menggunakan sirip, untuk bergerak dan menjaga keseimbangan tubuh, serta memiliki jumlah spesies yang beraneka ragam), subkelas teleostei, ordo ostariophysi dan termasuk family cyprinidae. Perutnya pipih membentuk siku, sambungan tulang rahang atas membentuk cekungan. Sirip punggung tidak berjari-jari keras, permulaan siripnya di tengah-tengah antara hidung dengan sirip ekor dan garis rusuk lengkap. Panjang batang ekor lebih dari dua kali tingginya, keping ekor dan sirip punggung mempunyai bercak hitam. Tubuh ikan Depik jantan lebih Kurus dari pada ikan Depik betina. 3.1.1 Ikan Depik yang Tertukar Ikan Depik mirip seperti ikan Relo (Rasbora Tawarensis) 12 karena memiliki kemiripan secara fisik, maka tidak jarang ikan Relo juga disebut sebagai ikan Depik. Ikan Depik yang siap jual, juga sering didapati ikan Relo bahkan ada pula ikan Eyas (Rasbora Argyrotaenia). Peneliti secara langsung juga pernah melihat ikan Depik yang bercampur dengan ikan Relo dan ikan Eyas. Hal ini juga dibenarkan oleh seorang informan bernama Ruhdan / Aman Tina, yang berumur 35 tahun berikut penuturannya: “…. Umumnya lah depik dia walaupun disitu ada Eyas, ada Relo kan..” Di pasaran ikan Depik selalu hadir, dan tidak sulit untuk mencari ikan endemik ini. Padahal ikan Depik merupakan ikan musiman, yang akan muncul dipermukaan danau pada musim-musim tertentu saja. Namun kini hampir setiap hari ikan Depik dapat 11
Bentopelagik adalah hidup di antara permukaan dan wilayah dalam perairan. 12 Ikan Relo termasuk ikan Rasbora. Di dalam buku Melalatoa 1981, mengatakan bahwa Ikan Relo memiliki nama latin yaitu Rasbora Tawarensis sedangkan ikan Depik bernama latin Rasbora Leptosoma. Menurut ahli perikanan Muchlisin mengatakan bahwa ikan Depik bernama latin Rasbora Tawarensis. Jika dibandingkan dengan buku yang ditulis oleh Melalato, maka dapat disimpulkan bahwa ikan Relo dan ikanDepik yang dimaksud Muchlisin adalah ikan yang sama. Menjadi sebuah tanda tanya besar bagi peneliti, apakah ikan Depik yang diteliti Muchlisin adalah ikan Relo dan bukan ikan Depik.
Universitas Sumatera Utara
ditemui di pasar daerah Takengon, adapula yang mengatakan bahwa ikan Depik yang beredar di pasaran bukan “ikan Depik”. Hal ini dikuatkan dengan penuturan seorang informan, bernama Ibu Aminah berumur 65 tahun berikut pernyataannya: “Dimana ko dapat Depik kalo enggak musim banyak, coba cari kalo dapat dia. Kalo nggak musim Depik.”(Darimana kamu dapat ikan Depik kalau tidak musim banyak, coba cari kalau dapat. Kalau tidak musim ikan Depik). Ada kemungkinan bahwa yang disebut sebagai ikan Depik yang beredar di pasaran sebagian besar adalah ikan Relo. Perbedaan fisik antara ikan Depik, ikan Relo, dan ikan Eyas yaitu ikan Depik seperti yang telah dipaparkan di atas memiliki ciri-ciri hitam dibagian punggung; putih lembut pada bagian perut; dan bentuknya lonjong. ikan Relo memiliki ciri-ciri lebih kecil dari ukuran ikan Depik, kemudian warna ikan Relo agak kuning keemasan. Sedangkan ikan Eyas memiliki ciri-ciri fisik sedikit lebih besar namun sisi sampingnya terlihat ramping dari ikan Depik, dan tidak memiliki warna hitam dibagian punggungnya. Pernyataan dari seorang informan berumur 35 tahun, berikut pernyataannya: “Biasanya lebih besar Eyas, Eyas dengan kontur persegi panjang beda dia dengan Depik. Depik ni dia kadang badannya agak lembek, ada itamnya ada bekilat gitu diakan.”(Biasanya lebih besar Ikan Eyas, Ikan Eyas memiliki kontur persegi panjang berbeda dengan Ikan Depik. Ikan Depik ini terkadang tubuhnya agak lembek dan ada hitamnya dan berkilat) Ada beberapa foto yang menggambarkan ikan Depik sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 ikan Depik, Eyas dan Relo13 Gambar diatas merupakan koleksi foto yang dimiliki oleh Muchlisin yang memperlihatkan ikan Depik, ikan Eas, dan ikan Relo. Dari gambar tersebut juga dapat menjelaskan perbedaan ikan Depik, ikan Eyas dan ikan Relo, namun dari ketiga gambar ikan tersebut ada yang menjadi perhatian peneliti. Dan itu terletak pada gambar ikan pada urutan pertama dan urutan kedua, berdasarkan ciri-ciri yang peneliti ketahui dari beberapa informan ikan Depik bukan pada gambar pertama melainkan pada gambar urutan kedua. Untuk memastikannya kemudian peneliti menanyakan kepada Orang Gayo yaitu Ibu Ruhama berumur 51 tahun, berikut pernyataannya. “nomor 2 ikan Depik, nomor 1 Eyas. Salah dia tu, bukan nomor 1 ikan Depik” Peneliti mencoba untuk memastikan kembali apakah benar yang di ungkapkan oleh informan sebelumnya yaitu Ruhama. Peneliti bertanya lagi kepada Orang Gayo yang bernama Aman Dana (Bang Usin) berumur 34 tahun. Berikut penuturannya: “kalo abang rasa gambar ikan Depik yang nomor 2 ini, nomor satu Eyas, yang nomor tiga ini Relo memang” Dan akhirnya peneliti menemukan gambar ikan Depik yang diperoleh dari koleksi situs lintas Gayo.
13
Sumber: aquaculture-info.blogspot.com (diunggah 20 Oktober 2014, 18.00 wib)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Ikan Depik Jika dibandingkan dengan foto ikan Depik milik Muchlisin ada perbedaan yang terlihat jelas, pada gambar diatas ikan Depik di sebelah kiri. Dari foto yang diperoleh dari muchlisin dan dari lintas gayo, dilihat secara fisik gambar ikan Depik diatas lebih mirip dengan gambar ikan urutan yang kedua dari foto Muchlisin. 3.1.2 Istilah atau Sebutan Ikan Depik Menurut Orang Gayo Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh Orang Gayo, ada beberapa klasifikasi jenis Depik berdasarkan musimnya. Ada “depik masir”, dikatakan depik masir karena ikan Depik ini bertelur secara bergerombolan, biasanya ditandai dengan buih-buih yang keluar kepermukaan danau. Ciri-ciri fisiknya sama seperti ikan Depik pada umumnya yang menandai ikan Depik ini termasuk jenis Depik masir yaitu telur ikan Depik sudah tidak ada lagi di tubuhnya, ikan Depik tersebut sudah bertelur sehingga telur di tubuh ikan Depik tidak ada lagi. Biasanya depik masir ini di dapat dari tempat dedesen, karena ikan Depik yang terjebak di dalam dedesen adalah ikan Depik, yang akan bertelur dan mencari mata air dipinggir danau. Jenis “depik meng” depik ini adalah ikan Depik yang setengah kering dan terkadang aromanya sedikit bau. Dan terakhir jenis “depik uyu”, dikatakan depik
Universitas Sumatera Utara
uyukarena ikan Depik ini diperoleh pada saat musim hujan dan apabila ingin dikeringkan ikan ini tidak dapat kering. 3.1.2 Musim Ikan Depik Ikan Depik tentu menjadi kebanggan Orang Gayo, dan dijadikan sebagai salah satu ikan favorit atau digemari untuk dikonsumsi oleh sebagian besar orang Gayo. Tidak heran kalau ikan Depik ini selalu diburu dan dicari. Ikan Depik tidak muncul setiap saat, ada waktu-waktu tertentu ikan Depik muncul kepermukaan danau. Waktu-waktu munculnya ikan Depik sering disebut Orang Gayo dengan “musim depik”, musim ikan Depik datang dua kali dalam setahun yaitu diawal musim hujan dan di awal musim kemarau. Musim ikan Depik ditandai dengan gejala-gejala alam seperti hujan gerimis disertai angin kencang dan suhu udara rendah (dingin), adanya gelombang besar di danau Orang Gayo biasa menyebutnya dengan gelumang kul, gelombang tersebut datang dari arah barat ke arah timur. Saat musim ikan Depik Gunung Kelieten atau Burni Kelieten tertutupi oleh awan tebal. Berikut pernyataan dari informan, Aman Nani berumur 63 Tahun: “…Tanda-tanda ikan datang hujan gerimis, angin keras, dingin, ombak besar dari barat ke timur dan Burni Kelieten ditutupi awan tebal, musimnya ikan depik datang setahun dua kali yaitu di awal musim hujan dan di awal musim kemarau.”(Pertanda musim Ikan Depik hujan gerimis, angin kencang, suhu udara dingin, ombak danau besar dari arah barat ke arah timur dan Gunung Kelieten ditutupi oleh awan tebal, musim Ikan Depik setahun dua kali yaitu di awal musim hujan dan di awal musim kemarau) Selain informasi dari informan, peneliti mendapatkan data yang diperoleh melalui buku yang ditulis olehHurgronje. Bahwa ikan Depik datang pada saat angin berhembus dari barat. Berikut pernyataannya:
Universitas Sumatera Utara
“ketika musim angin berhembus dari barat, pada saat inilah datang musim depik…”(Hurgronje dalam Melalatoa; 1981) Saat musim ikan Depik dengan ditandai gejala-gejala alam seperti yang disebutkan di atas, pada saat itu banyak orang yang sakit disebabkan oleh angin kencang, dan suhu yang dingin. Apabila seseorang sakit pada musim tersebut maka ikan Depik dapat dijadikan sebagai obatnya. Berikut penuturan dari dua informan yaitu Ibu Aminah berumur 65 tahun: “Itu kalo musim Depik angin gerimis, itu kalo kena angin itu sakit mau orang.”(kalau musim ikan Depik angin disertai gerimis, dan apabila kena angin tersebut orang bisa sakit) Penuturan informan bernama Aman Nani berumur 63 Tahun: “Kalo musim itu sakit kepala, bisa ikan Depik itu jadi obat.”(Kalau musim Ikan Depik sakit kepala, maka Ikan Depik dapat dijadikan sebagai obatnya) Memang ikan Depik selalu dikaitkan dengan Burni Kelieten dan Orang Gayo menyakini hal tersebut. Tidak sedikit pula orang menganggap cerita ini sebagai mitos dan sekedar legenda saja, tetapi tidak ada salahnya kalau cerita ini terus bertahan dan diyakini oleh sebagian besar Orang Gayo. Karena mitos dan legenda yang ada pada Orang Gayo merupakan kekayaan budaya. Perubahan iklim yang tidak tetap yang diakibatkan oleh pemanasan global (global Warming), juga mempengaruhi iklim di Indonesia dan kota Takengon yang merupakan tempat Danau Laut Tawar berada. Dari perubahan iklim yang terjadi ini, iklim di daerah Takengon khususnya di kawasan Danau Laut Tawar tidak tetap lagi. Ikan Depik akan muncul pada saat awal musim hujan dan awal musim kemarau, dengan begitu musim Depik juga tidak dapat diprediksi oleh Orang Gayo karena iklim yang tidak tetap atau relatif berubah. Ketidaktetapan musim ikan Depik menjadi indikator atau pertanda bahwa
Universitas Sumatera Utara
alam sudah berubah. Ditambah lagi dengan rusaknya hutan di kawasan sekitar Danau Laut Tawar, yang disebabkan oleh ulah manusia seperti merubah hutan menjadi lahan perkebunan. Perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global, menurut Soemarwoto (1992)bumi secara terus menerus melakukan perubahan iklim seperti zaman es yang berganti dengan zaman antar es. Perubahan tersebut terjadi secara perlahan-lahan dan memakan waktu ribuan sampai jutaan tahun, karena perubahan yang lama itu makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dengan perubahan iklim tersebut. Namun perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global memerlukan waktu yang lebih sedikit dan dapat terjadi dalam kurun waktu 50-100 tahun. Kurun waktu tersebut merupakan waktu yang pendek bagi geologi sehingga makhluk hidup sulit untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim tersebut. Climate changeatau perubahan iklim ini terjadi karena naiknya suhu permukaan bumi sehingga menaikkan penguapan air, dengan begitu lengas tanah akan turun. Meningkatnya penguapan air akan membentuk banyak awan sehingga curah hujan secara umum akan naik. Menurut Al Gore (1994)pada saat suhu bumi mengalami kenaikan maka bagian tengah-tengah Kutub Utara dan Kutub Selatan mengalami kerusakan. Pemanasan global terjadi karena konsentrasi karbon dioksida dan molekul-molekul penyerap panas yang telah meningkat. Penyebab
pemanasan
global
adalah
perilaku
manusia
yang
tidak
menyeimbangkan hidup dengan alam dan cenderung melakukan perusakan terhadap lingkungan, salah satunya adalah Perang Dunia II yang meningkatkan 25 persen peningkatan penyerapan panas.sehubungan dengan itu, menurut Soemarwoto penyebab peningkatan suhu bumi yang relatif cepat juga disebabkan oleh campur tangan manusia.
Universitas Sumatera Utara
Adapun campur tangan manusia dalam peningkatan suhu bumi seperti efek rumah kaca, rumah kaca merupakan sebuah istilah yang didapat dari petani di daerah yang beriklim sedang. Para petani ini menggunakan teknik menanam sayur dan bunga di dalam rumah kaca dan dipasang alat pemanas, dan digunakan sebagai pengatur suhu rumah kaca pada saat musim dingin dan malam hari. Teknik penanaman ini memiliki efek buruk bagi lingkungan karena cahaya matahari dapat menembus kaca dan dipantulkan kembali oleh benda-benda yang ada di dalam ruangan rumah kaca sebagi gelombang panas berupa sinar inframerah. Akan tetapi distribusi regional curah hujan akan berubah, ini ditandai dengan di salah satu daerah mengalami penurunan curah hujan dan di daerah lain mengalami kenaikan curah hujan. Untuk kawasan Asia Tenggara curah hujan mengalami kenaikkan dan untuk Indonesia yang memang memilki curah hujan yang tinggi dan akan mengalami kenaikan curah hujan dan menjadikan daerah rawan banjir. Ada beberapa cara untuk menanggulangi dampak pemanasan global yaitu antara lain: a) Mengurangi emisi C02 dengan cara menggunakan energi dengan efisien. Seperti penghematan penggunaan energi listrik, pengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) b) Mendaurulang CO2, mendaurulang CO2 ini dapat dilakukan dengan menjaga dan menyeimbangkan lingkungan hutan, atau menanam kembali hutan yang sudah rusak. Karena hutan dapat menyerap CO2. c) Mengembangkan sumber energi yang tidak menghasilkan CO2, misalnya menggunakan energi angin dan cahaya matahari (tenaga surya).
Universitas Sumatera Utara
3.1.3 Jalur Migrasi Ikan Depik Migrasi Ikan merupakan suatu pergerakan dan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang bertujuan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap kondisi alam yang menguntungkan hidupnya dan keturunannya. Ikan Depik juga melakukan migrasi, namun tidak diketahui secara pasti dalam jangka waktu berapa lama ikan Depik melakukan migrasi. Ikan Depik berawal dari daerah Burni Kelieten tepatnya di suatu tempat bernama Lekas, kemudian bermigrasi ke daerah Mrodot, lalu ke daerah Bintang, menuju ke daerah Gegarang dan terakhir ke daerah Mendale. Berikut pernyataan dari seorang informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun: “…Itulah sampe sekarang di bur Kelieten tu sampe ada namanya sekarang, nama tempat itu Lekas. Itu makanya dibikin nama Lekas kan, Depik pertama datang di situ duluan…utamanya terus dapat apa tu Mrodot, Bintang terus ke Gegarang baru ke sini terakhir ke Kala Mendale ni haa… itu terakhir.”(Itulah sampai sekarang di gunung Kelieten itu sampai ada namanya tempat itu Lekas. Itu makanya dibuat nama Lekas, karena Ikan Depik datang dari situ dahulu… utamanya terus ada di Brodot, Bintang terus ke Gegarang baru ke sini terakhir ke Kala Mendale ini… itu terakhir) Berdasarkan keterangan informan di atas maka saya berusaha untuk membuat keterangan tersebut melalui sketsa atau gambar, dengan tujuan mempermudah dan memperjelas dari keterangan informan.
Universitas Sumatera Utara
(1)Burni Kelieten
(5) Kala Mendale
(3) Bintang
(2)Mrodot(4)Gegarang
3.4 Gambar ilustrasi jalur migrasi ikan Depik
Ikan Depik bermigrasi kemungkinan karena beberapa faktor berikut yang pertama yaitu arus; ikan Depik cenderung suka dengan air yang mengalir dan memiliki suhu sekitar 18°-23°C, dengan perilaku seperti ini maka ikan Depik akan berpindah tempat mencari arus yang mengalir. Hal ini dibuktikan oleh percakapan kedua informan bernama Aman Fijas berumur 54 tahun dengan Ibu Marhami berumur 53 tahun : Ibu Marhami:”satu lagi bang dedesen ni mesti dingin ke aernya baru mau datang Depiknya enggak sama dengan yang di tengah lautan (danau)…”(satu lagi bang dedesen ini harus dingin airnya, baru mau datang ikan Depiknya tidak sama dengan yang di tengah danau) Aman Fijas:“Aaa… satu lagi dia dingin harus jalan airnya itu.”(Aaa… satu lagi dia airnya dingin dan harus mengalir) Musim juga menjadi salah satu faktor ikan Depik melakukan migrasi, ikan Depik hidup di dasar danau pada saat musim gelombang angin. Pada saat musim gelombang angin tersebut menimbulkan udara panas di dasar danau, sehingga ikan Depik akan
Universitas Sumatera Utara
mencari tempat yang memiliki suhu dingin sekitar 18°-23°, kemudian disaat itulah waktu ikan Depik bertelur. Berikut penuturan informan bernama Aman Fijas berumur 54 tahun: “Tapi itu menurut bapak gini kayak dia ikan Depik kan di dasar, jadi kalo musim hujan atau musim gelombang angin di bawah tu kan panas airnya dari bawah panas ya kan…Jadi dia cari yang dingin, hah pas kebetulan pas waktunya bertelor.”(Tapi itu menurut bapak begini Ikan Depik di dasar, jadi kalau musim hujan atau musim gelombang angin di bawah itu kan panas airnya dari bawah panas ya kan… Jadi Ikan Depik mencari tempat yang dingin, kebetulan waktunya untuk bertelur) Kemudian disebabkan oleh faktor internal yaitu insting. Ini dapat dibuktikan melalui tempat yang disinggahi oleh ikan Depik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ikan Depik selalu melakukan migrasi atau berpindah tempat. Salah satu informan juga menjelaskan bahwa ikan Depik akan menyinggahi tempat yang sama, dan ditempat persinggahan ikan Depik ditemukan tempat penangkapan ikan Depik yang dibuat secara tradisional yang disebutdedesen. Ini semua mendeskripsikan bahwa ada insting pada ikan Depik untuk melakukan pergerakan atau perpindahan. Berikut pernyataan informan bernama ibu Marhami berumur 53 tahun: “Kesitu lagi dia datang enggak ada kemana-mana, jadi tertentu dia dedesen dari jaman ke jaman situ aja aa…”(Ke situ lagi Ikan Depik datang tidak kemana-mana, jadi tertentu dia dedesen dari jaman ke jaman ke situ saja) Beberapa spesies ikan melakukan migrasi pada jangka waktu harian hingga tahunan, dengan jarak meter hingga ribuan kilometer. Biasanya ikan bermigrasi untuk kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan makanan, reproduksi seperti pemijahan dan lain sebagainya. Ada beberapa dua faktor yang mempengaruhi ikan untuk bermigrasi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi:
Universitas Sumatera Utara
Bimbingan ikan yang lebih dewasa; ikan mampu melakukan migrasi untuk kembali ke daerah asalnya karena adanya bimbingan dari ikan yang dewasa. Contoh: migrasi Ikan Cod Laut Barents atau ikan Herring Norwegia.
Bau perairan; mengenali bau perairan melalui bahan organik yang terdapat dalam sungai. Contoh: Ikan Salmon yang mengenali bau morpholine dengan kosentrasi 1 x 10-6ppm.
Suhu; perubahan suhu dan geografis faktor penting dalam pergerakan atau perpindahan ikan, suhu akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas gerakan tubuh dan berfungsi sebagai stimulus saraf. Contoh: Ikan Cakalang dan Ikan Salmon.
Salinitas; perubahan salinitas merangsang ikan untuk melakukan migrasi ke tempat yang memiliki salinitas yang sesuai dengan osmotik14tubuhnya. Contoh: Ikan Seriola Qiuqueradiata menyukai medium dengan salinitas 19 ppt, dan Ikan Cakalang menyukai medium salinitas dengan kadar 33-35 ppt.
Arus pasang surut; arus akan mempengaruhi ikan melalui transport pasif telur ikan dan juvenil dari daerah pemijahan menuju daerah asuhan dan mungkin berorientasi sebagai arus yang berlawanan pada saat spesies dewasa bermigrasi dari daerah makanan menuju ke daerah pemijahan. Ikan dewasa yang baru selesai memijah juga memanfaatkan arus untuk kembali ke daerah tepat makanannya. Pasang surut di perairan menyebabkan terjadinya arus di perairan yang disebut arus pasang dan arus surut.
Intensitas cahaya; respon ikan terhadap perubahan intensitas cahaya dipengaruhi oleh jenis ikan, suhu dan tingkat kekeruhan perairan. Ikan mempunyai
14
Osmotik adalah tekanan air di dalam sel.
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan membentuk kelompok kecil pada siang hari dan menyebar pada malam hari.
Musim; musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horizontal ikan, migrasi ini mungkin dikontrol oleh suhu dan intensitas cahaya. Contoh: ikan pelagis dan ikan demersal mengalami musim horizontal, biasanya mereka menuju ke perairan dangkal atau dekat permukaan selama musim panas dan menuju perairan lebih dalam saat musim dingin.
Matahari; Ikan-ikan pelagis yang bergerak pada lapisan permukaan yang jernih kemungkinan besar menggunakan matahari sebagai kompas atau arah mereka, tetapi hal ini mungkin tidak berlaku bagi ikan-ikan yang bermigrasi karena pengaruh musim.
Pencemaran air limbah; penambahan kualitas air limbah dapat menyebabkan perubahan pola migrasi ikan. Contoh: Ikan White Catfist pada saat musim pemijahan banyak terdapat di daerah muara, padahal biasanya ikan ini memijah di hulu sungai.
Faktor Internal sebagai berikut:
Kematangan gonad15; migrasi dilakukan sebagai proses untuk kematangan gonad
Kelenjar-kelenjar internal; migrasi terjadi karena adanya faktor kelenjar di dalam tubuh Ikan. Contoh; Ikan Cod di Laut Barents yang dikontrol oleh kelenjar tiroid yang berada di kerongkongan, kelenjar tersebut aktif pada bulan September (waktu pemijahan Ikan Cod).
15
Gonad adalah organ yang membuat gamet (sperma dan sel telur)
Universitas Sumatera Utara
Insting; ikan mampu menemukan kembali daerah asal mereka meskipun sebelum ikan tersebut menetas dan tumbuh di daerah yang sangat jauh dari tempat asalnya dan belum pernah melintasi daerah tersebut.
Aktifitas renang; pada malam hari aktifitas renang ikan meningkat seperti ikan bertulang rawan (elasmobranch) dan ikan bertulang keras (teleost).
3.2 Sejarah Ikan Depik dan Legenda di Danau Laut Tawar Sejarah ikan Depik yang berkembang di kalangan Orang Gayo memiliki banyak versi. Versi pertama, bermula dari beberapa orang yang merantau dari Blangkejeren menuju ke kampung Bintang, sebelum sampai ke tempat tujuan mereka berteduh di kaki gunung Burni Kelieten. Disaat berteduh tersebut mereka memasak nasi untuk makan siang, dan saat nasi yang dimasak tadi mendidih seorang dari mereka mengambil kayu untuk mengaduk nasi. Kayu yang tidak sengaja diambil untuk mengaduk nasi yaitu ranting dari pohongeluni item. Setelah nasi matang, warna nasi tersebut menjadi hitam dan saat dimakan nasi tersebut terasa pahit. Karena rasa nasi yang pahit kemudian mereka memutuskan untuk membuangnya ke danau dan nasi tersebut dibawa arus danau ke dalam gua di dasar danau di bawah Gunung Burni Kelieten. Dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa nasi tersebut menjelma menjadi ikan Depik. Cerita ini merupakan folkloreyang beredar di masyarakat Gayo khususnya di daerah Takengon secara turun temurun. Seperti yang diutarakan oleh seorang informan yang bernama Aman Nani berumur 63 tahun, berikut penjelasannya: “Cerita ini sudah turun temurun, dari orang tua-tua dahulu. Kenge… pada jaman dahulu, ada sodara kita merantau dari daerah Gayo yaitu dari daerah Blang Kejeren menuju kampung Bintang sesampainya di kaki gunung Kelieten mereka bertedoh sambil menikmati indahnya Danau Lut Tawar dengan airnya yang jernih. Waktu istirahat mereka memasak nasi untuk memakan siang, makan siang. Waktu nasi
Universitas Sumatera Utara
mendedeh satu orang membikin kayu untuk pengganti sendok kayu tersebut bernama geluni item yang rasa kayunya pahet. Dan sesudah nasi matang warna nasi menjadi itam waktu dimakan nasi itu terasa pahet, karena pahetnya nasi lalu dibuang ke dalam danau atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa nasi dibawa arus danau ke dalam gua di dasar danau di bawah gunung Burni Kelieten”. (“cerita ini sudah turun temurun, dari orang tua-tua dahulu. Kan sudah…. Pada jaman dahulu, ada saudara kita yang merantau dari daerah Gayo dari daerah Blangkejeren menuju kampung Bintang sesampainya di kaki gunung Kelieten mereka berteduh sambil menikmati indahnya Danau Laut Tawar dengan airnya yang jernih. Di waktu istirahat tersebut mereka memasak nasi untuk makan siang. Ketika nasi mendidih seorang dari mereka menjadikan kayu sebagai pengganti sendok, sendok kayu tersebut bernama Geluni item yang rasa kayu tersebut pahit. Dan setelah nasi matang warna nasi menjadi hitam ketika dimakan nasi tersebut terasa pahit, sehingga nasi tersebut dibuang ke dalam danau atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa nasi dibawa arus danau ke dalam gua di dasar danau di bawah gunung Burni Kelieten”). Versi kedua, ikan Depik berasal dari Gunung Kelieten “burni kelieten”. Di burni kelieten ada tujuh telaga. Lalu datang tujuh pemuda ke telaga tersebut, tidak lama kemudian mereka memasak nasi karena hanya ada pohon geluni di sekitar telaga tersebut. Maka mereka memanfaatkan kayu geluni sebagai alat untuk mengaduk nasi yang mereka masak. Kayu geluni memiliki sifat apabila terkena air maka air akan berubah warna menjadi hitam, nasi yang dimasak oleh pemuda tersebut juga berubah warna menjadi hitam. Karna warna nasi berubah menjadi hitam maka pemuda-pemuda tersebut membuang nasi ke Telaga Tujuh, dan nasi yang dibuang tersebut menjelma menjadi ikan Depik. Cerita ini disampaikan seorang informan bernama Aman Fijas berumur 54 tahun, berikut penyampaiannya: “Awale ke ari bur kelieten, asalnya dari situ ke ara. Ke ara telege tujuh, gere ke bujang pitua … bujang pitua kene jerang jerang oros, masak dia. Masak nasi tadi penyungkele urum geluni. karena ada kayu itu, geluni nama kayunya entah kayak mana enggak tau, geluni itu sekarang dia kalo kenak aer itam.”(“awalnya dari gunung Kelieten, asalnya dari sana. Bukan pemuda tujuh itu… tujuh pemuda katanya memasak
Universitas Sumatera Utara
nasi. Masak nasi tadi pengaduknya dengan kayu geluni, karena ada kayu itu, geluni nama kayunya seperti apa tidak tahu, geluni apabila kena air maka airnya menjadi hitam”). Versi ketiga, ikan Depik muncul di Danau Laut Tawar bermula dari seorang pemuda Gayo dari Takengon yang merantau ke daerah pesisir Aceh. Pemuda tersebut merantau dalam waktu yang lama, sampai-sampai pemuda tersebut lupa akan kampung halaman dan bahasa asalnya yaitu bahasa Gayo. Lalu dia kembali ke kampung halaman dan meminang seorang gadis Gayo, dan pinangannya diterima pernikahan pun dilaksanakan dengan pesta besar. Setelah pesta selesai pengantin wanita melihat tandatanda di tubuh pengantin pria yang mirip dengan tanda-tanda yang diceritakan oleh ibunya. Dan ternyata yang menikahinya adalah abang kandungnya. Karena malu dan merasa kejadian tersebut adalah aib maka wanita tersebut berlari ke danau dan menaiki perahu dan sampai ke tengah. Seorang pengasuhnya bernama Bunga (bunge) melihat dan ikut menceburkan diri ke danau. Anggota kerabatnya merasa sedih dan sangat berduka lalu mereka membuang semua nasi dan sayur ke dalam danau. kemudian nasi tersebut menjadi ikan Depik dan pengantin wanita menjelma menjadi Peteri ijo (Putri Hijau). Orang Gayo percaya bahwa sesekali peteri ijo mengganggu para pemancing dengan memutuskan tali pancing. Dan saat hari sangat panas dan disertai hujan gerimis orang Gayo menyebutnya serlah kemudian muncul pelangi (kelamun) di atas Danau Laut Tawar, disaat itulah peteri ijo muncul dari tengah permukaan danau dalam wujud manusia wajahnya mirip dengan pengantin lalu menghilang lagi. Ikan Depik yang tidak muncul di Danau Laut Tawar dipercaya hidup di danau lain. Danau lain tersebut adalah danau yang berada di bawah Burni Kelieten. Gunung Kelieten terletak di selatan danau yang konon dikawal oleh Tengku Burni Kelieten yang keramat. Belum pernah ada orang yang melihat danau di bawah Burni Kelieten tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Orang yang bisa mendaki dan melihat danau di bawah adalah orang yang lupa ingatan dan terasa seperti ada yang menuntun lalu tersesat dan masuk ke sana. Danau di bawah Burni Kelieten akan menyatu dengan Danau Laut Tawar saat musim angin barat yang berhembus kencang, dan ikan Depik akan keluar dari danau di bawah Burni Kelietenlalu bergerak berbondong-bondong ke ke tepi Danau Laut Tawar. Orang-orang Gayo yang memiliki penyangkulenakan bergegas menunggu kawanan ikan Depik datang. Sedangkan Peteri Ijo mengintip dari lorong di bawah Burni Kelieten. (Hugronje dalam Melalatoa: 1996) Sejarah tentang ikan Depik ini, dapat dikatakan sebagai folklore (cerita rakyat). Definisi folklor menurut Danandjaya yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Cerita mengenai sejarah ikan Depik dapat dikatakan sebagai folklor karena memiliki ciri yang sama dengan ciri-ciri dari folklor tersebut. Adapun ciri-ciri yang digunakan sebagai pengenal utama folklor tersebut yaitu: a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya. b. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebabkan secara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). c. Folklor ada dalam versi-versi yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut dan biasanya bukan melalui cetak atau
Universitas Sumatera Utara
rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi 16 . Folklor dapat mengalami perubahan dengan mudah, walaupun begitu perbedaannya hanya berada pada bagian luarnya, sedangkan bentuk dasarnya tetap bertahan. d. Folklor bersifat anonim atau nama penciptanya tidak diketahui lagi. e. Folklor mempunyai function/kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Seperti misalnya mempunyai funsi sebagai alat protes sosial, pendidik, pelipur lara, dan proyeksi keinginan terpendam. f. Biasanya folklor memiliki bentuk berpola, misalnya selalu menggunakan katakata klise. g. Folklor bersifat pralogis, atau mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan. h. Folklor menjadi milik collektive (milik bersama), ini karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi. Sehingga setiap anggota kolektif bersangkutan merasa memilikinya. i. Pada umumnya folklor bersifat polos/lugu, sehingga sering sekali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Ini karena folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur. Dan menurut R. Bascom cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu: a. Mite/myth, adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ini biasanya ditokohi oleh paradewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang dan terjadi pada masa lampau. 16
Interpolasi adalah penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada bahan folklor.
Universitas Sumatera Utara
b. Legenda adalah prosa rakyat yang dianggap pernah terjadi, tetapi tidak dianggap suci dan ditokohi oleh manusia, walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya di dunia seperti yang kita kenal sekarang, karena waktu terjadinya tidak terlalu lampau. c. Dongeng merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Dari paparan di atas maka cerita tentang sejarah ikan Depik dapat digolongkan pada cerita prosa rakyat dalam bentuk legenda, karena dalam cerita mengenai sejarah ikan Depik mengandung sifat-sifat luar biasa dan ajaib. Seperti penggalan cerita berikut “nasi yang dimasak dan gosong dan dibuang ke danau, tiba-tiba menjadi ikan Depik” ini menunjukkan bahwa ada unsur mahkluk ajaib dalam cerita ini yang mengubah nasi tersebut menjadi ikan Depik. Legenda munculnya Ikan Depik di Danau Laut Tawar juga dituangkan ke dalam sebuah sastra yaitu dalam bentuk puisi yang berjudul “Depik”, berisikan 47 bait dan dalam tiap bait terdiri dari empat baris, bait terakhir berisi dua baris. Dengan sajak yang tidak teratur, seperti sajak a-a-a-b, a-b-a-b, a-a-a-a. puisi ini berisikan tentang tujuh orang laki-laki di daerah bernama Waq pergi berburu dengan membawa bekal secukupnya. Dalam perjalannan masuk ke hutan sesekali mereka memperoleh rusa atau kijang. Setelah beberapa hari mereka berburu, pada suatu ketika tampak mereka rusa putih dan mereka segera memburunya, tetapi tidak kunjung dapat. Rusa putih tersebut lari ke gunung dengan kencangnya sehingga hilang dari penglihatan mereka. Karena kelelahan mereka sepakat tidur di Gunung Kelieten di tepi Danau Laut Tawar. Di atas gunung itu mereka menemukan sebuah telaga yang airnya sangat jernih, dan mereka minum air dari telaga
Universitas Sumatera Utara
tersebut dengan sepuas hati. Keesokan harinya salah satu dari mereka memasak nasi, dan enam orang lainnya berburu rusa putih. Pemuda yang sedang memasak nasi tadi menggunakan sejenis kayu yang berwarna hitam untuk mengaduk nasinya, sehingga nasi yang dimasaknnya menjadi hitam. Dan si pemuda tersebut selalu mengulang untuk berkali-kali memasak nasi, tetapi hasilnya tetap sama dan dibuang ke telaga yang ada di tempat tersebut. Tidak lama kemudian enam orang yang berburu tadi kembali tanpa membawa hasil buruan, dan enam orang tadi memarahi temannya yang memasak nasi tadi dan karena lapar maka mereka memakan nasi yang hitam tadi. Keesokan harinya telaga tempat nasi yang dibuang banyak ikan yang di beri nama Depik dengan ciri-ciri di punggungnya berwarna hitam. Ternyata Tuhan telah mentakdirkan bahwa tumbuhan itu dapat memudahkan orang dan dapat juga menjadikan ikan Depik untuk kesejahteraan manusia. sesudah itu mereka pulang ke kampung halamn dengan perasaan bahagia serta membawa hasil yang belimpah yaitu Ikan Depik. Berikut potongan puisinya:
Keberni depik ari tetue jemen Kujalin mien kin kekeberen Kin jangin denang anakte puren Kaya ni takingen wan cerite merungke rungke (Kabarnya ikan Depik dari orang tua zaman Kubuat untuk cerita Untuk nyanyian dan dendang anak kita nanti Orang Takengon kaya dengan cerita yang berangkai-rangkai) Asalni depik menurut cerite Kupenge tutur di basani si tetue Berbatang asal surah berupe Ini cerite asal usule (asal ika Depik menurut cerita Kudengar kabar dari bahasa orang tua Pertama cerita dari awal kejadian Inilah cerita asal usulnya) Urang wag beluh mukaro berami rami Beringi ingi ku wan uten rime berdele dele Batange resam ke meh munuling anak negeri Mumulihi diri mangan rami-rami mah galak nate
Universitas Sumatera Utara
(Orang Waq pergi berburu beramai-ramai Bermalam-malam ke dalam beramai-ramai Batangnya padi yang busuk setelah memotong padi Membangkitkan tenaga makan beramai-ramai bergembira)
setelah
( Ibrahim Kadir, Takengon 1981) Cerita tentang Peteri Ijo (Putri Hijau) juga memiliki banyak versi seperti halnya cerita awal mula ikan Depik. Versi lain tentang Peteri Ijo (Putri Hijau), bermula dari kehidupan dua orang beradik yang terpisah. Perpisahan tersebut terjadi karena abang kandungnya yang pergi merantau ke daerah Aceh dalam jangka waktu yang lama, kemudian kembali ke Tanah Gayo dengan pengakuan identitasnya sebagai Orang Aceh. Mereka bertemu kembali ketika keduanya beranjak dewasa dan menikah, setelah menikah diketahuai ternyata suaminya adalah abang kandungnya sendiri yang memiliki cincin yang sama sebagai tanda bahwa mereka saudara kandung. Karena merasa sangat malu maka si pengantin wanita dimandikan di suatu daerah yang bernama Limungen lalu secara tiba-tiba muncul sebatang kayu didekatnya, si pengantin wanita kemudian menginjak kayu tersebut dan tenggelam. Cerita ini disampaikan oleh seorang informan yang bernama Aman Nani yang berumur 63 tahun, berikut penuturannya: “jadi semasa kecil abangnya pigi meranto, hah balik ke sini dibilang Orang Aceh dikawinin sama adeknya ada cincin sama dia hah. Jadi malunya terus dimandikan ke Limungen dengan tiba-tiba muncul sebatang kayu itulah dia injak trus menyelam.”(“jadi semasa kecil abangnya pergi merantau, kembali ke Takengon dibilang sebagai Orang Aceh dan menikah dengan adiknya dan mereka memiliki cicin yang sama. Karena malu lalu dimandikan di daerah Limungen dengan tiba-tiba muncul sebatang kayu lalu dia injak dan tenggelam.”) Orang Gayo percaya bahwa warna hitam di bagian belakang atau di bagian punggung ikan Depik berasal dari kayu geluni itemyang digunakan untuk mengaduk
Universitas Sumatera Utara
nasi. Orang Gayo percaya bahwa apabila seseorang memakan kayu geluni item maka orang tersebut tidak akan menua atau tua. Hal ini diutarakan oleh seorang informan bernama Ibu Aminah berumur 65 tahun, berikut penuturannya: “Kalo orang temakan geluni item itu, ndak mau tua dia”.(“Kalau seseorang memakan geluni item, maka orang tersebut tidak akan tua”) Pohon Geluni memiliki ciri-ciridaunnya berwarna hijau keabu-abuan, daunnya rimbun, dan beranting lurus. Kayu dari pohon gelunimemiliki rasa yang pahit apabila kayu gelunidiaduk ke dalam air maka air akan berubah warna menjadi hitam, dan urat pohonnya dapat dijadikan sebagai obat sakit gigi dengan cara dikumurkan. Legenda Peteri Ijo juga dikisahkan melalui karya sastra dalam bentuk puisi, yang berisi 47 bait. Baris setiap bait dan sajaknya tidak beraturan, ada yang bersajak a-b-a-b, aa-a-b, a-a-a-a, dan a-b-b-c. Puisi ini berisi tentang cerita dua orang bersaudara antara abang dan adiknya, yang sudah yatim piatu saat mereka masih kecil. lalu mereka diasuh oleh kaken dan neneknya yang penuh dengan penderitaan. Sang kakek kemudian mengantarkan abangnya untuk menuntut ilmu ke suatu negeri yang jauh dengan harapan agar kembali membawa ilmu pengetahuan kelak dan dapat disumbangkan kepada masyarakat tempat ia dilahirkan. Tidak lama kemudian kakek dan neneknya meninggal dunia, maka sang adik tinggal sebatang kara. Setelah bertahun-tahun abangnya menuntut ilmu dan ia segera kembali ke kampung asalnya daerah Gayo. Lalu orang sekampung itu bersepakat untuk menikahkan pemuda tersebut dengan seorang gadis dari kampung mereka. Dan usaha mereka berhasil maka segeralah dilaksanakan perkawinan menurut tata cara yang berlaku di tempat tersebut. Puisi ini di tulis oleh Ibrahim Kadir, berikut potongan dari puisinya:
Universitas Sumatera Utara
“I denie gayo kaya di cerite Peteri ijo i tanoh takingen Olok nge musempak nume ne resie Mugerakni atente ari masa jemen” (di dunia Gayo banyak cerita Putri hijau tanah Takengon Banyak bertabur bukan rahasia Tergerak hati kita dari masa jaman) “Asalni cerite kekanak roa Abang engi sara keluarga Abange si kaul urum engi sara Lelang itetona gere nguk musangka tetemas iemen Yatim piatu anak si roa Gere berine gere berama Gerene mutempat mubeli basa Ibarat kata pubebedek mata bung” (Asal mula cerita dari dua orang anak Adik abang satu keluarga Abangnya yang tua sama adiknya yang satu lagi Baru bisa jalan tetapi belum lari lagi enak-enak digendong Mereka berdua yatim piatu Tidak punya ibu tidak punya bapak Tidak ada tempat untuk bercerita ibarat kata merem-merem melek) Ada satu makhluk lain yang dipercaya hidup di Danau Laut Tawar, makhluk ini disebut Lembide. Orang setempat percaya bahwa makhluk ini merupakan setan dan sudah ada semenjak adanya Danau Laut Tawa. Lembide bisanya berbentuk tikar Orang Gayo menyebutnya gulung tikar, Lembide mencari manusia sebagai mangsanya. Ketika memangsa manusia maka tikar tersebut akan menggulung si korban dan menghisap darah sampai habis dan yang dimangsa biasanya adalah orang pendatang, setiap tahunnya memakan dua korban. Seperti yang dikatakan oleh informan Aman Nani berumur 63 tahun: “semenjak ada danau tawar dah ada dia….gulung tikar namanya, dimangsanya orang pendatang….biasanya tiap tahun dua…termasuk setanlah, macam tikar bentuknya tu kan ada begulung.”(semenjak ada Danau Laut Tawar sudah ada Lembide…. Gulung tikar namanya, yang dimangsanya adalah
Universitas Sumatera Utara
orang pendatang biasanya setiap tahun ada dua korban…termasuk setanlah, bentuknya seperti tikar itu kan ada bergulung) Makhluk astral ini memangsa korbannya saat korban berenang lalu lembide menarik korban dan menggulungnya. Kemudian korban menghilang padahal korban masih berada di daerah tersebut, setelah itu korban ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Lembide diduga memiliki bentuk menyerupai tikar dan memiliki gigi tajam seperti duri-duri pada buah nangka atau duri-duri buah durian yang penuh dimulutnya. Ciri-ciri diketahuinya seseorang menjadi korban lembide dilihat dari hidung korban keluar darah segar dan tidak ada air yang masuk ke dalam perut korban. Berikut pernyataan dari dua informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun: “Dia mulutnya macam buah nangka dibilang orang, ntah benar ntah enggak, nggak tau. Glututnya nangka itu macam durian tu penuh itu di mulut makanya itu terus cepat darah orang dia hisap. Itulah sebabnya di gulung, nggak ada air yang masuk ke dalam perut orang sebab dia gulung. Kalo dimakan lembide dari hidungnya keluar darah jernih.”(Dia mulutnya seperti buah nangka dikatakan orang, benar atau tidaknya tidak tahu. Duri nangka itu macam durian itu penuh di mulutnya makany darah orang cepat dia hisap. Itulah sebabnya digulung, tidak ada air yang masuk ke dalam perut korban karena korban digulung. Apabila dimakan lembide dari hidung keluar darah jernih/darah segar) Penuturan seorang informan bernama Ibu Aminah berusia 65 tahun: “Hilang, padahal hilangnya di situ cuman. Nge meh rayoh jema ii isepi.”(hilang, padahal hilangnya di situ saja. Sudah habis darah orang dihisapnya) Asal mula cerita tentang lembide berawal dari kisah seorang guru ngaji yang dalam istilah Gayo disebut dengan tengku yang jatuh cinta kepada ibu (bahasa Gayo; ine) dari salah satu muridnya yang sudah berstatus janda. Karena rasa yang tak terperikan maka tengku tersebut berinisiatif untuk mengguna-gunai si ibu dari muridnya tersebut. Kemudian gurunya menyuruh muridnya untuk membawa sehelai rambut ibunya untuk
Universitas Sumatera Utara
keesokan harinya. Dengan polosnya sang anak memberitahukan kepada ibunya, bahwa ia disuruh oleh guru ngajinya untuk membawa sehelai rambut ibunya. Si ibu kemudian memiliki firasat buruk terhadap guru tersebut, dengan bijak si ibu mengatakan iya. Tanpa sengaja tetangga disebelah rumahnya baru mengadakan hajatan dengan menyembelih seekor kerbau, lalu kulit kerbau berserta ekornya tersebut dijemur di perkarangan rumahnya. Lalu si ibu mengambil sehelai rambut dari ekor kerbau dengan tujuan si ibu ingin memberikan pelajaran kepada si guru ngaji yang menurutnya memiliki sifat menyimpang. Keesokan harinya si anak memberikan sehelai rambut yang diperintahkan oleh guru ngajinya. Malam pun tiba kemudian si guru tersebut melancarkan aksinya untuk mengguna-gunai ibu dari muridnya, dengan menggunakan mantra-mantra khusus untuk memanggil roh pemilik rambut. Ternyata roh yang datang bukanlah roh ibu dari muridnya melainkan gulungan kulit kerbau yang menghampirinya. Dengan rasa ketakutan si guru tersebut lari terbirit-birit menuju ke arah pinggiran danau, namun gulungan kulit kerbau tetap mengikutinya sambil mengeluarkan suara “wo tengku palis sigere mubeteh diri” (wahai tengku jahanam yang tidak tahu diri). Kemudian kulit kerbau tersebut menggulung si guru tadi dan terhempas ke dalam danau. dan yang diyakini masyarakat sekitar tubuh tengku yang digulung kulit kerbau hidup diseputaran danau dengan sebutan lembide.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENGETAHUAN LOKAL DALAM CARA PENANGKAPAN IKAN DEPIK Orang Gayo memiliki pengetahuan tersendiri dalam hal penangkapan ikan khususnya ikan Depik. Penangkapan ikan Depik dilakukan secara tradisional, ada dua teknik penangkapan secara tradisional yaitupenyangkulen, dan dedesen. Seperti yang dinyatakan oleh seorang informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun: “Cara menangkapnya, ikan Depik ditangkap dengan dua cara satu dedesen, dua penyangkulen.” (cara menangkapnya, Ikan Depik dengan dua cara yang pertama dedesen dan yang kedua penyangkulen) Pengetahuan yang dimiliki Orang Gayo tersebut memiliki tujuan untuk mempermudah para nelayan untuk menangkap ikan Depik. Pengetahuan tersebut diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Teknik penangkapan yang dimiliki Orang Gayo dapat dikatakan kearifan lokal karena ide-ide yang tercipta, bernilai dan diikuti oleh banyak orang dan bermanfaat. Kearifan lokal secara bahasa berarti kearifan setempat (local wisdom), kearifan lokal dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang sifatnya bijaksana, penuh kearifan, dan bernilai yang diikuti oleh warga masyarakat. Dalam konsep Antropologi kearifan lokal memiliki beberapa sebutan
yaitu pengetahuan lokal (indigenous or local
knowledge), kecerdasan setempat (local genius), yang kemudian menjadi identitas kebudayaan (cultural identity). Setiap masyarakat termasuk masyarakat tradisional, dalam konteks kearifan lokal pada dasarnya terdapat suatu proses untuk menjadi pintar dan berpengetahuan. Ini
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan adanya keinginan agar dapat mempertahankan dan melangsungkan kehidupan, sehingga warga masyarakat secara spontan memikirkan cara-cara untuk melakukan, membuat dan menciptakan sesuatu yang diperlukan dalam mengolah sumber daya alam demi menjamin keberlangsungan dan ketersediaan sumber daya alam tanpa mengganggu keseimbangan alam. Kearifan lokal tercipta karena adanya kemampuan menggunakan pengalaman hidup dan menginderaan. Berdasarkan dari pengalaman hidup sudah dapat dipastikan kearifan lokal terbentuk dalam waktu yang tidak singkat, mungkin memerlukan waktu tahunan. Tidak semudah yang kita bayangkan, kearifan lokal diciptakan orang-orang terdahulu melalui pengalaman. Maka dapat dikatakan kearifan lokal yang ada pada saat ini merupakan warisan leluhur yang sangat bernilai harganya. Untuk mencapai proses yang matang dalam terbentuknya kearifan lokal, harus banyak percobaan-percobaan yang harus dilakukan terlebih dahulu. Dalam proses percobaan kegagalan juga kerap terjadi, kesulitan dan pengorbanan dalam percobaan-percobaan sampai terbentuk kearifan lokal. Seperti yang dinyatakan oleh Howes (1979) aspek yang paling kurang disadari mengenai pengetahuan rakyat pedesaan adalah sifat kegiatan percobaannya. Kearifan lokal biasanya berbentuk dalam tradisi lisan dan diwariskan ke generasi berikutnya secara turun temurun. Dengan tujuan mempermudah aktivitas kehidupan keturunannya sehingga tidak mengalami kegagalan atau kesalahan seperti yang mungkin pernah mereka alami sebelumnya. Walaupun begitu banyak orang yang beranggapan bahwa, kearifan lokal atau pengetahuan lokal hanya dijadikan sebagai cerita. Ibarat peninggalan masa lalu yang tersusun rapi di dalam museum. Lebih konkretnya pengetahuan tersebut tidak digunakan sebagai kebijakan khususnya dibidang pembangunan dan lingkungan. Dengan alasan
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan lokal tidak relevan dan tidak memiliki kekuatan bahkan tidak rasional untuk memenuhi tuntutan kebutuhan produktivitas dalam dunia modern. Pengetahuan lokal tiap daerah berbeda-beda, lebih tepatnya memiliki ciri khas dan hanya ada pada suatu masyarakat tertentu saja. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Chambers (1987) pengetahuan rakyat desa, dapat ditopang dan ditingkatkan oleh kekayaan dan ketajaman pengamatan yang tidak dapat ditemui dalam ilmu pengetahuan orang lain. Ada bentuk-bentu kearifan lokal yang ada dalam masyarakat yaitu berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Dengan bentuk yang beragam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal yang beragam pula. Keragaman fungsi tersebut antara lain: kearifan lokal yang berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam, berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia, sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, dan sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. 4.1 Penyangkulen Penyangkulen berasal dari bahasa Gayo, diambil dari kata dasar cangkul yang merupakan bagian utama dari penyangkulen(cangkul yang dimaksud disini bukan cangkul; dalam bahasa Indonesia). Teknik penangkapan ikan Depik ini terbagi dari beberapa bagian yaitucangkul,penuet, dan paruk.Cangkul adalah jaring yang berukuran panjang 4 m dan lebar 4 m , cangkul ini berfungsi sebagai penangkap ikan Depik. Cangkul atau jaring terbuat dari benang yang memiliki serat yang lebih besar dari pada benang biasa, memiliki lubang pada jaring setengah centi meter.
Universitas Sumatera Utara
Penuet adalah bambu yang berukuran 4,5 m atau 5 m, penuet berfungsi sebagai pengangkat jaring. Paruk adalah empat batang bambu yang sudah diraut, paruk berfungsi untuk pengikat jaring dan sebagai penghubung antara cangkul dan penuet. Penyangkulen biasanya dibuat 4 sampai 5 meter dari pinggir danau. berikut penuturan dari seorang informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun. “Ukuran penyangkulen dua.. lebar dua meter panjang tiga meter dari pinggir ke tengah empat sampai lima meter tergantung tempat ya… Penuet yang sudah disediakan ukuran empat setengah hampir lima meter untuk mengangkat jaring penuet namanya. Paruk bambu yang sudah diraut sebanyak empat biji yang ukurannya empat meter, untuk tempat jaring tempat pengikat bawahnya tu. Jaring terbuat dari benang yang besar lubangnya setengah centi panjang empat meter lebar empat meter. Dia musti empat persegi, penuet, parok, jaring kalo disatukan namanya cangkul.” Di tempat penyangkulen biasanya disediakan sebuah rumah (umah; dalam bahasa Gayo), dengan ukuran panjang 3 m dan lebar 2 m. Bentuk rumah ini sangat sederhana dan semua bahan bangunannya terbuat dari papan kayu. Rumah ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan bagi nelayan, tempat peyimpanan makanan dan sebagai pelindung nelayan dari hujan dan angin kencang. Rumah penyangkulen sangat penting bagi nelayan ikan Depik, karena jam kerja nelayan yang tidak menentu dan disertai iklim yang tidak menentu pula, serta rumah ini juga sebagai tempat jaga agar ikan yang sudah di cangkul tidak dicuri oleh orang lain. Apalagi ikan Depik hanya datang saat angin kencang disertai hujan serta gelombang air danau yang besar. Seperti yang diutarakan oleh informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun, berikut penuturannya: “Nggak tentu dia jamnya, kadang malam… kadang-kadang jam empat (sore) kadang-kadang pagi. Itu sebabnya ini rumah ini, tempat jaga.” Rumah penyangkulen ini ibarat rumah yang ada di tengah sawah atau di ladang dan hampir memiliki fungsi yang sama. Didalam rumah penyangkulen ini biasanya juga
Universitas Sumatera Utara
disediakan tempat muniru (perapian), tempat perapian ini sangat sederhana hanya sepetak tempat untuk membakar kayu. Muniru ini berfungsi untuk menghangatkan tubuh ketika suhu udara dalam keadaan dingin. Berhubung suhu udara di daerah danau rendah, apalagi pada malam hari suhu udara bisa mencapai 16°-19°C. Tempat muniru
biasanya
berukuran tidak besar sekitar setengah meter, dan dibuat berbentuk kotak. Rumah ini menyatu dengan penyangkulen dan hanya dipisah oleh lepo (teras), di teras inilah peralatan cangkul diletakkan. Biasanya di bawah lepo dekat dengan penyangkulen digantung alat penerang yaitu rime (petromak) berbahan bakar minyak tanah masyarakat lokal menyebutnya dengan “minyak lampu”. Rime digunakan apabila aktivitas penangkapan ikan Depik dilakukan pada malam hari, fungsi dari rime yang dimaksud bukan sebagai penerang bagi nelayan melainkan sebagai penarik perhatian dari ikan Depik. karena berdasarkan dari informasi yang didapat mengatakan bahwa ikan Depik suka dengan cahaya matahari. Maka lampu rime digunakan sebagai manipulasi dari cahaya matahari, berikut penuturan dari seorang informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun: “Khusus penangkapan itu, jika malam hari harus dipasang lampu kecil yang disebut lampu rime namanya karena ikan depik suka sama terang atau cahaya. Lampu rime dipasang di bawah teras dekat dengan air aaa…” Berikut adalah gambar ilustrasi dari penyangkulen yang dibuat sendiri oleh peneliti, ilustrasi ini dibuat bertujuan untuk menjelaskan bentuknya dan karena penyangkulen sudah tidak ditemukan lagi di sekitar Danau Laut Tawar, sehingga peneliti tidak mendapatkan dokumen berupa foto penyangkulen.
Universitas Sumatera Utara
tong tempat ikan
penuet paruk
jaring umah/rumah
lepo
lampu rime
Gambar 4.1 ilustrasi penyangkulen 4.1.1 Keunggulan Hasil Penangkapan dari Teknik Penyangkulen Hasil tangkapan yang diperoleh melalui teknik penyangkulen terlihat pada ikan Depik yang diperoleh, secara fisik ikan yang didapat tidak cacat dan di tubuh ikan Depik sering didapati telurnya yang masih utuh. Karena ikan Depik yang ditangkap dengan menggunakan doran (jaring) biasanya dalam kondisi fisik yang tidak baik seperti perut yang pecah. Sedangkan hasil ikan Depik dengan menggunakan cara dedesen biasanya jarang ditemui telur ikan yang terdapat pada tubuhnya, karena biasanya ikan Depik sudah bertelur (bahasa setempat telur ikan; pire) di dalam dedesen. Harga jual ikan Depik dari penyangkulen juga memiliki harga yang lebih tinggi dari pada yang lain. Seperti yang diutarakan oleh seorang informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun. “itulah kalo depik kenak cangkul tu mahal harganya telornya nggak ada keluar sampe segini, ko tengok waktu kita sayur.” (itulah kalau Ikan Depik yang tertangkap dengan cangkul tu mahal harganya telurnya tidak ada keluar sampai besar, kamu lihat waktu dimasak). Sayangnya teknik penangkapan ikan Depik dengan cara penyangkulen ini sudah tidak digunakan lagi oleh nelayan ikan Depik. Ini disebabkan karena masuknya alat tangkap jaring, masyarakat lokal menyebutnya dengan doran. Hilangnya alat tangkap ini
Universitas Sumatera Utara
maka hilang pula pengetahuan orang Gayo secara tidak langsung tentang penyangkulen seperti cara pembuatan penyangkulen. 4.2 Dedesen Dedesen juga merupakan salah satu teknik penangkapan ikan Depik. yang paling utama untuk membuat dedesen yaitu harus ada mata air dari celah-celah tebing yang berada di pinggir danau. Mata air sangat penting dalam teknik dedesen karena ikan Depik hanya datang ke tempat yang memiliki mata air, karena ikan Depik suka dengan air yang mengalir dan airnya dingin kira-kira 16-18°C. Dedesen terdiri dari batu yang sudah diatur memanjang seperti parit dengan ukuran 1x8 m dengan tinggi 1,5 m dan di tengahnya diletakkan segapa atau bubu. Segapa atau bubu biasanya terbuat dari jalinan bambu dan diikat dengan tali atau ijuk yang sudah dikelas atau diputar. Berikut data berupa foto yang diambil oleh peneliti.
Gambar 4.2 aliran mata air yang berasal dari celah-celah tebing
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Dedesen Dapat dilihat pada gambar di atas, ada susunan papan kayu. Papan kayu tersebut adalah parit yang sudah dibuat dengan batu yang telah diatur sebelumnya. Dan parit ini ditutupi oleh papan kayu, dengan tujuan agar ikan Depik yang ada di dalam dedesen tidak terkena hujan dan terhindar dari benda-benda yang kemungkinan bisa jatuh ke dalam dedesen. Sehingga air di dalam dedesen tidak keruh atau kotor, terlebih lagi ikan Depik tidak akan masuk ke dalam dedesen yang kotor. Dan apabila kita ke datang ke tempat dedesen ini dilarang untuk mengeluarkan suara yang keras, karena hal ini dapat mengganggu ikan Depik ke dalam jebakan dedesendan tidak mau masuk ke dalam dedesen.
Gambar 4.4bubu atau segapa yang ada didalam dedesen
Universitas Sumatera Utara
Kemudian di depan batu yang menyerupai parit dibuat lagi ruangan berbentuk kubus dengan ukuran kira-kira 2x2 m dan semuanya ditutupi dengan daun serule. Lalu di atas susunan batuan yang membentuk parit ini diletakkan papan sehingga dari ruangan yang berbentuk kubus hingga ke parit tertutup. Ada satu unsur yang paling penting pada teknik dedesen ini yaitu mata air, harus ada mata air di tempat dedesen. Mata air ini berasal dari celah-celah tebing atau gua kecil yang ada dipinggir danau, ini dikarenakan ikan Depik yang suka di air yang mengalir dan suhu air yang dingin dan jernih.
Gambar 4.5 dedesen yang ditutupi daun serule Peralatan yang digunakan dalam teknik dedesen ini sangat unik dan semuanya terbuat dari bahan alami yang ada di sekitar danau. keunikkan tersebut terlihat dari bentuk kubus yang ditutupi oleh daun serule hingga penuh, namun kini sudah ada sedikit perubahan tidak semuanya tertutupi oleh daun serule tetapi sudah dialasi terlebih dahulu dengan menggunakan plastik atau terpal lalu ditimpa dengan daun serule. Adanya sedikit perubahan ini karena daun serule sudah langka dan sulit untuk di cari maka pemilik dedesen berinisiatif untuk menggantinya dengan plastik. Daun yang digunakan harus daun dari pohon serulemasyarakat setempat biasa menyebutnya daun serule. Daun serulememiliki ciri-ciri panjang seperti daun kecombrang atau daun kincung. Serule ini memiliki buah yang bisa dimakan apabila sudah matang rasanya
Universitas Sumatera Utara
manis, di dalam buahnya terdapat bintik-bintik hitam seperti isi buah naga. Masyarakat setempat percaya buah serule dapat dijadikan sebagai obat diare. Pada saat musim panen ada tradisi mencari atau mengambil daun serule yang digunakan sebagai atap untuk tempat penyimpanan padi yang sudah dipotong, tradisi ini disebut dengan berdun. Rumah-rumah dulu sekitar tahun 1960-an masih menggunakan atap yang terbuat dari daun serule. Daun serule dalam bahasa Jambi disebut daun puar, dalam bahasa Karo cikala, dan dalam bahasa Mandailing siala. Ada alasan tertentu yang mengharuskan daun serulesebagai penutupnya yaitu daun serule tidak memiliki bau ini sangat berguna karena ikan Depik ini hanya mau hidup di tempat dan air yang bersih. Dan semut enggan menghampiri daun serule sehingga tidak ada semut di dedesen, apabila turun hujan maka rintik-rintiknya tidak menimbulkan suara yang membuat ikan Depik takut. Saat matahari sedang terik-teriknya maka suhu udara di dalam dedesen tidak terlalu panas. Kata dedesen berasal dari bahasa Gayo yaitu i des-desen dalam bahasa bahasa Indonesia berarti disama-samakan. Dikatatan i des-desen (disama-samakan) karena teknik dari penangkapan ini menyesuaikan dengan keadaan alam, apabila keadaan permukaan air danau naik maka batu yang sudah diatur sebelumnya ditinggikan lagi dan saat permukaan air danau surut maka batu di turunkan kembali seperti sebelumnya. Informasi ini diutarakan oleh seorang informan bernama Aman Fijas berumur 54 tahun dan Ibu Ami berumur 53 tahun, berikut penuturannya: “Sebenarnya dedesen itu arti katanya, emang di kamus bahasa Gayo enggak ada mungkin. Artinya disama-samakan. Kan ada kata i des-desen.” (Aman Fijas) “Misalnya naik air udah sama sama batu, naikkan lagi batunya, airnya dangkal samakan lagi kayak biasanya.” (Ibu Ami)
Universitas Sumatera Utara
4.2.1 Cara Kerja dan Tanggal Khusus Panen Depik Cara kerja dari teknik dedesen hampir mirip seperti alat penjebakkan ikan, ikan Depik yang muncul kepermukaan akan mencari mata air (dedesen) dan masuk ke dalam ruangan yang membentuk kubus yang sudah ditutupi daun serule. Kemudian ikan Depik akan masuk ke dalam batu yang sudah ditata sehingga membentuk parit melalui segapa atau bubu, dan ikan Depik terperangkap di dalamnya. Apabila dedesen sudah dibuat maka si pemilik dedesen tinggal menunggu ikan Depik yang terperangkap didalamnya. Biasanya pemilik bisa mengambil ikan Depik setelah dua atau tiga hari berikutnya, tergantung pada musimnya. Memang terlihat santai tetapi si pemilik dedesen harus mengeceknya setiap hari untuk melihat peralatan dedesen. Apalagi pada saat musim ikan Depik, pemilik dedesen bisa setiap hari mengambil atau panen Depik ini bertujuan agar ikan Depik tidak terlalu padat di dalam dedesen, apabila terlalu padat dikhawatirkan ikan Depik yang terperangkap akan stres dan mati sehingga saat di panen dalam keadaan tidak segar. Untuk memanen Depik juga diatur menurut penanggalan Arab, dan tanggal yang dipilih adalah tanggal ganjil seperti 1,3,5,7,9 dll. Panen dengan pemilihan tanggal Arab ini mungkin disebabkan oleh pengaruh Islam yang menyatu dengan Orang Gayo, dalam konsep Islam angka ganjil merupakan angka yang di sukai Allah. Dengan begitu Orang Gayo yakin tanggal ganjil akan memberikan berkah bagi mereka. Ada aturan apabila kita masuk ke kawasan dedesen, aturan tersebut yaitu tidak boleh ribut di sekitar dedesen, tidak boleh berenang di daerah dedesen, dan harus menjaga kebersihan seperti tidak menjatuhkan benda apapun di dekat dedesen apalagi di dalam dedesen. Aturan-aturan ini dibuat agar ikan Depik dapat masuk dengan nyaman ke dalam perangkap dedesen. Karena ikan Depik ini termasuk ikan yang sensitif, apabila ada
Universitas Sumatera Utara
tanda-tanda manusia dan bersuara maka ikan Depik ini akan menjauh seketika. Tidak boleh berenang di wilayah dedesen karena dikhawatirkan saat orang berenang akan membuat air di daerah dedesen keruh dan ikan Depik enggan untuk masuk. Begitu pula dengan menjaga kebersihan, karena ikan Depik akan datang ke tempat yang bersih seperti air yang jernih apabila dedesen dalam keadaan kotor maka ikan Depik tidak akan masuk ke dalam dedesen. Berdasarkan pengalaman peneliti saat mendatangi tempat dedesendan ketika kami mendekati dedesentersebut terlihat ada dua ikan Depik menghampiri dedesen namun karena langkah dan suara kami terdeteksi oleh ikan Depik maka seketika ikan Depik itu pergi dan tidak jadi masuk ke dalam dedesen. Aturan-aturan yang dibuat tersebut memang masuk akal walaupun terdengar tidak penting, tetapi apabila aturan tersebut tidak dipatuhi maka akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan Depik. Dengan kata lain pemilik dedesen akan memperoleh hasil ikan Depik yang sedikit dan berpengaruh pada perekonomian pemilik dedesen. Ada beberapa perawatan yang harus dilakukan untuk dedesen, seperti mengganti daun serule setiap enam bulan sekali. Membersihkan dinding-dinding batu dan papan kayu dengan cara disikat sikat yang digunakan adalah sikat besi. Membersihkan dinding batu penting karena ikan Depik memiliki lendir (bahasa Gayo; lumuh) pada tubuhnya, dan akan menepel di dinding-dinding dedesen. Apabila tidak dibersihkan maka dedesen akan bau, baunya tidak sedap seperti bau bangkai. Bau yang dikeluarkan berasal dari telur ikan Depik yang sudah menggumpal dan berlumut, apabila dedesen sudah seperti itu maka ikan Depik enggan untuk masuk ke dalam dedesen.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Dedesen sebagai Penyebab Berkurangnya Ikan Depik Ikan endemik Danau Laut Tawar yaitu ikan Depik, berada dalam kondisi diambang kepunahan. Informasi mengenai kondisi ikan Depik ini diperoleh dari sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam isu-isu lingkungan dan konservasi ikan Depik dan ikan Kawan, atau The International Union for Conservation of Nature (IUCN). Organisasi ini telah mencantumkan ikan Depik dan ikan Kawan ke dalam daftar merah jenis ikan-ikan yang terancam punah (The Red List of Threatened Species). Ada beberapa faktor yang menyebabkan populasi ikan Depik menurun, yaitu nelayan mengeksploitasi ikan Depik tanpa memperhatikan populasi ikan Depik. Ditambah lagi dengan adanya doran atau jaring, maka semakin tidak terkontrol jumlah ikan Depik yang ditangkap atau disebut over fishing. Bisa dikatakan nelayan ikan Depik hanya menguras kekayaan Danau Laut Tawar yaitu ikan Depik, tetapi dalam hal ini kesalahan tidak dapat dilimpahkan secara penuh kepada nelayan. Karena alasan mengapa mereka mengeksploitasi ikan Depik, jawabannya yaitu karena ikan Depik tidak dapat dibudidayakan. Seorang nelayan Depik dedesen bernama Aman Fijas berumur 54 tahun, pernah membuat suatu percobaan walaupun percobaan ini sifatnya sambilan saja dan tidak terfokus. Aman Fijas ini mengambil satu ikan Depik dari dedesen miliknya dalam keadaan hidup, dan memasukkannya ke dalam bak dan bisa bertahan hidup selama seminggu. Selama seminggu itu ikan Depik yang dijadikan sebagai percobaan telah berubah warna pada punggungnya yang awalnya di punggung ikan Depik berwarna hitam berubah menjadi putih. Namun karena penelitian ini sifatnya sambilan maka tidak diteruskan lagi.
Universitas Sumatera Utara
Aman Fijas kemudian memberikan penjelasan tentang perbedaan antara ikan Depik yang didapat dari dedesen dan ikan Depik yang didapat dari doran, dari penjelasan ini mungkin dapat dihubungkan dengan perubahan warna pada punggung ikan Depik. Ikan Depik yang didapat dari dedesen punggungnya berwarna hitam, sedangkan yang didapat dari doran berwarna putih dan sedikit kemerahan. Pada hal ini Aman Fijas memberikan analisa, bahwa ikan Depik yang dari dedesen tidak terkena intensitas cahaya matahari pada saat berada di danau, karena berada di dalam gua yang ada di danau. Sedangkan ikan Depik yang didapat dari doran memiliki warna punggung putih dengan sedikit kemerahan, karena pada saat di tengah danau ikan Depik mendapatkan intensitas cahaya matahari. Berikut penuturan dari informan. “Kalo yang dedesen itu itam, itam baju itu dek itam terus kayak gini itamnya belakangnya. Berarti dia mungkin di tengah sana enggak kenak sinar matahari entah mungkin di dalam gua. Iya kan… itu bedanya lah, kalo kita lihat bedanya tu apa kalo yang kenak jaring tu kadang agak merah-merah dia udah putih merah udah enggak begitu itamlah pokoknya. Kalo kena dedesen itu itam, itam belakangnya. Itam kalo yang baru masuk itu enggak pernah pun mau nimbul dia.” Ada pernyataan yang disampaikan oleh informan yang sama, bahwa seorang peneliti dari Malaysia yang ahli dibidang perikanan air tawar yaitu ikan Kawan dan ikan Depik, peneliti tersebut mengatakan kepada informan bahwa dedesen sebagai penyebab berkurangnya ikan Depik. Sempat ada perdebatan diantara peneliti dari Malaysia tersebut dengan informan, karena usaha yang dimilikinya secara turun temurun di tuding sebagai penyebab turunnya populasi Depik. Lalu informan memberikan penjelasan kepada peneliti perikanan tersebut dengan menyatakan bahwa dedesen sudah ada dari jaman dulu. Kalau memang dedesen sebagai penyebab dari turunnya jumlah populasi ikan Depik, maka penurunan jumlah ikan Depik sudah terjadi sejak dahulu sebelum masuknya doran.
Universitas Sumatera Utara
Alasan ini masuk akal karena jumlah dedesen sekarang lebih sedikit dari pada zaman dahulu sebutkan saja pada tahun 1970-an, kini hanya tertinggal lebih kurang 10 orang yang masih menggunakan teknik dedesen yang lainnya menggunakan doran. Di lihat dari penjelasan ini sepertinya pendapat para peneliti dari perikanan tersebut sedikit terbantahkan. Banyak dari para ahli di bidang perikanan air tawar yang melakukan penelitian tentang ikan Depik, namun belum ada yang mengatakan secara pasti bahwa ikan Depik dapat dibudidayakan. Seperti yang disampaikan oleh informan bernama ibu Ami berumur 53 tahun. “Bertelurnya kayak mana jadi kayak orang laen yang di tipi-tipi tu dia dibudidayakan terus dari, dari tambak ni bertelornya nanti diambil dari ikan ini kan ada tu kan, dia suntik di situ udah bertelor dibadannya itu nanti kalo udah tua baru dikeluarin lagi, di taruk disatu tempat lagi baru menetas. Jadi tau kita berapa hari atau berapa bulan baru… ini lah enggak ada.” Informan juga menjelaskan bahwa penyebab turunnya jumlah populasi ikan Depik karena masuknya doran atau jaring ke dalam sistem penangkapan ikan Depik dengan alasan, ikan-ikan yang terjaring adalah ikan yang akan bertelur dan ikan Depik yang masih muda atau bibitnya sehingga tidak dapat tumbuh dan berkembang. Berikut penuturan informan. “Jadi katanya katanya begini penyebabnya kekurangan ikan tu punahnya ikan Depik tu lantaran dedesen. Katanya… ya kan. Padahal enggak, padahal dari zaman dulu udah ada (dedesen). Jaring endak ada kan, kami kan karena jaring tu belom, belom waktunya dia bertelor udah kenak di jaring tu ya kan. Kan enggak ada lagi bibitnya kan jadi dia enggak berkembang. Kalo dedesen itu enggak paling-paling yang bertelor tu baru kita angkat.” Walaupun
demikian ditekankan kembali bahwa kesalahan tidak dapat
dilimpahkan secara penuh kepada nelayan ikan Depik dengan cara doran ataupun dedesen. Tidak ada gunanya apabila hanya melemparkan kesalahan pada satu pihak, yang
Universitas Sumatera Utara
sangat diperlukan dalam menangani hal ini adalah membatasi jumlah tangkapan ikan Depik agar mencegah terjadinya over fishing. Kemudian menjaga kelestarian Danau Laut Tawar dengan cara menjaga kebersihan di sekitar danau (tidak membuang limbah), tidak menebang pohon yang ada di sekitar danau. yang terakhir yaitu pemerintah, nelayan dan masyarakat di daerah setempat bersinergi untuk menjaga kelestarian Danau Laut Tawar. 4.3 Penyangkulen dan Dedesen merupakan Teknologi Tradisional Penyangkulen dan dedesen yang merupakan warisan budaya dan kekayaan pengetahuan orang Gayo, orang modern menyebutnya sebagai teknologi. Menurut Alisjahbana (1986), penjelmaan nilai-nilai dalam benda-benda alat untuk menghasilkan benda kebudayaan tujuan menghendaki pengetahuan tentang bahan dan alat-alat dan keterampilan untuk memakainya. Teknologi adalah pemakaian pengetahuan, keterampilan dan bahan-bahan dengan efisien dalam penghasilan benda-benda kebudayaan. Imajinasi manusia yang berkembang dalam proses penilaian estetika membantu budi atau perilaku manusia menciptakan konsep-konsep alat yang dapat dikonkretkan oleh pekerjaan tangan. “Dalam kepustakaan teknologi terdapat aneka ragam pendapat yang menyatakan teknologi adalah transformasi kebutuhan (perubahan bentuk dari alam), teknologi adalah realitas/kenyataan yang diperoleh dari dunia ide. Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis,tetapi secara luas juga mencakup teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembanguan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metode sistematis untuk mencapai tujuan insani, sedangkan teknologi dalam makna subyektif adalah keseluruhan peralatan dan prosedur yang disempurnakan, sampai kenyataan bahwa teknologi adalah segala hal, dan segala hal adalah teknologi.”(Tumanggor,dkk:2010) Maka dapat diambil kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa penyangkulen merupakan suatu transformasi kebutuhan, yang mana orang Gayo memiliki kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
untuk menangkap ikan Depik. Penyangkulen merupakan wujud atau realitas yang diperoleh dari ide ataupun gagasan, tanpa adanya ide maka teknologi tidak akan ada. Teknologi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a. Teknologi modern, jenis teknologi yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: padat modal, mekanis elektrik, menggunakan bahan impor, berdasarkan penelitian mutakhir. b. Teknologi madya, teknologi yang mempunyai ciri-ciri yaitu: padat modal, dapat dikerjakan oleh keterampilan setrempat, menggunakan alat setempat, berdasarkan alat penelitian. c. Teknologi tradisional, jenis teknologi dengan ciri-ciri antara lain: bersifat padat karya (menyerap banyak tenaga kerja), menggunakan keterampilan setempat, menggunakan alat setempat, menggunakan bahan setempat, dan berdasarkan kebiasaan dan pengamatan. (Tumanggor,dkk:2010) Maka penyangkulen dapat dikategorikan sebagai teknologi tradisional, dengan alasan penyangkulen menggunakan keterampilan setempat, dibuat dengan keahlian individu atau kelompok lokal. Menggunakan alat dan bahan setempat, dalam pembuatan penyangkulen hampir semua peralatan diambil dari lingkungan setempat seperti bambu dan kayu. Namun dalam penyangkulen ini tidak memerlukan banyak tenaga kerja, karena biasanya hanya memerlukan 2-3 orang pekerja saja dalam penyangkulen ini. Sayangnya penyangkulen sebagai salah satu teknologi tradisional telah termakan jaman atau hilang. Tidak ada lagi Orang Gayo yang menggunakan teknik ini, karena telah terganti dengan doran dan masuknya teknologi perahu bermesin.
Universitas Sumatera Utara
4.3.1 Penyangkulen dan Dedesen Tertelan Jaman Masuknya teknologi modern telah menggeserkan cara penangkapan tradisional di danau laut tawar. Seperti teknik penangkapan ikan Depik dengan cara penyangkulen menjadi korban dari perkembangan teknologi modern. Ini disebabkan karena masuknya alat tangkap jaring, masyarakat lokal menyebutnya dengan doran. Hilangnya alat tangkap ini maka hilang pula pengetahuan orang Gayo secara tidak langsung tentang penyangkulen seperti cara pembuatan penyangkulen. Nasib yang sama juga akan terjadi pada sistem tangkap dedesen. Sebenarnya dedesen ini bertahan karena warisan dari turun temurun, dari seorang ayah kemudian diturunkan kepada anaknya. Namun warisan ini bisa saja terhenti, dalam artian tidak diturunkan kembali, seperti yang dikatakan informan bernama Aman Fijas mengaku bahwa apabila beliau tidak dapat menjaga dan mengolah dedesenlagi, maka tidak ada yang meneruskan beliau. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dedesen hanya sampai pada Aman Fijas saja. Karena anak-anaknya tidak memahami dan mengetahui cara kerja
dan perawatan dedesen, dengan begitu kemungkinan untuk
diturunkan kepada anaknya sangat kecil. 4.4 Doran atau Jaring Penangkapan dengan cara doran atau jaring merupakan cara yang paling banyak digunakan nelayan baik nelayan ikan Depik maupun ikan lainnya. Seperti dengan namanya doran atau jaring alat utama yang diperlukan adalah doran(jaring), perau (perahu) beserta dayungnya (luge), pelampung dan pemberat. Doran merupakan alat tangkap ikan yang tergolong kedalam jenis gillnet (jaring insang). Ada beberapa jenis doran yang digunakan oleh nelayan di Danau Laut tawar, berdasarkan jenis ikannya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
-
Doran Depik dan Relo (jaring yang digunakan untuk ikan Depik dan ikan Relo), doran ini memiliki mata jaring lebih kurang 2/4 inchi dengan kedalaman jaring yang bervariasi, mulai dari 2-8 m bahkan lebih. Ukuran panjang doran juga bervariasi mulai dari 40-50 m.
-
DoranEyas, digunakan untuk menangkap ikan Eyas. Dengan ukuran mata jaring lebih kurang ¾ inchi dengan ukuran kedalaman bervariasi antara 2-8 m. dengan panjang 1-5 set (1 set = 40-50 m)
-
Doran Kawan atau Kepras, doran ini memiliki ukuran mata jaring lebih kurang ½ -1 ½ inchi. Dengan tinggi atau kedalaman 1-2 m dan panjang 1-2 set.
-
Doran Bawal (ikan Mas), memiliki ukuran mata jaring lebih kurang 4-5 inchi. Dengan kedalaman 50-100 mata jaring, dan panjang 1-3 set atau lebih.
-
Doran Jahir, ukuran mata jaring lebih kurang 2-2 ½ inchi dengan kedalaman 50100 mata jaring dan panjangnya 1-3 set. Doran ini juga bisa digunakan untuk menjaring ikan Peres, dan ikan Nila.
-
Doran Mut (Lele Lokal/Clarias Batrachus), memiliki ukuran mata jaring 2-3 ½ inchi dengan tinggi atau kedalaman 50 mata jaring dengan panjang 1-2 set. Doran Mut ini sedikit berbeda karena ukuran diameter benang jaring lebih kecil dan berwarna gelap. Ikan yang tertangkap tidak terjerat dibagian insang melainkan melilit pada jaring. Jaring berdasarkan waktu pemasangannya, yaitu; pertama doran raon, doran ini
memiliki ukuran lebar 25 m dan panjang 20 m. Doran yang lebarnya 25 m diposisikan ke dalam danau sedangkan ukuran panjang 20 m dibiarkan memanjang di permukaan danau dengan diberi pelampung. Doran roan ini dipasang pada saat malam hari terutama pada saat kecerahan air tinggi, atau tidak keruh atau biasa digunakan pada saat jarang terjadi
Universitas Sumatera Utara
hujan agar keadaan air danau tidak keruh, kemudian diambil kembali oleh nelayan pada saat pagi hari. Biasanya doran roan dipasang di tengah danau. Dalam penggunaan doran raon ini biasanya membutuhkan dua perau (perahu) atau lebih untuk mengepung atau menangkap gerombolan ikan Depik, kemudian nelayan membutuhkan penerang yaitu lampu rime (petromak) yang digunakan sebagai penarik perhatian ikan Depik. Sehingga mereka membentuk gerombolan ini karena ikan depik suka dengan cahaya. Ikan yang bisa ikut terjerat selain ikan Depik yaitu ikan Eyas dan ikan Relo. Kedua doran dedem memiliki ukuran lebar 1 meter untuk ke dan panjang 25 m. Doran dedem ini digunakan pada saat sore hari dan diambil keesokan paginya. Ikan yang bisa ikut terjerat pada jaring ini yaitu ikan Jahir/Nila, ikan Relo, dan ikan Bawal. Untuk doran ikan Depik yang digunakan yaitu doran raon dan dedem dengan ukuran mata jaring lebih kurang 2/4 inchi. Ketiga doran gerlok doran ini memilki ukuran 2-4 inchi. Doran ini biasanya dipasang pada siang dan malam hari dan tidak bermalam. Setelah doran dipasang biasanya ada ritual untuk memukul air yang disebut dengan gerlok dengan menggunakan dayung sampan(luge) atau dengan menggunakan kayu atau gala. Ada beberapa cara pemasangan doran dan dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu: -
Denang, pemasangan dengan cara denang ini biasanya doran dipasang dengan cara di gelarkan di bawah permukaan perairan air danau yaitu antara pelampung dan pemberat dipasang sejajar secara horizontal atau mendatar. Cara ini biasanya digunakan untuk doran ikan Bawal.
Universitas Sumatera Utara
-
Dengan cara gantung, metode ini doran biasanya dipasang secara menggantung ke bawah dari permukaan danau dengan posisi vertikal. Doran yang menggunakan metode ini biasanya doran ikan Nila dan ikan Jahir.
-
Gelung, metode ini merupakan variasi dari metode denang dan gantung, posisi pemasangan sama dengan cara gantung, tetapi doran ini juga di gelar atau ditebar mengitari ikan atau gerombolan ikan sehingga membentuk lilitan seperti obat nyamuk atau ular. Metode ini biasanya digunakan untuk doran gerlok.
4.3.1 Modal Besar untuk Doran Bagi pemula membutuhkan modal besar untuk menjadi nelayan dengan menggunakan sistem doran. Paling tidak modal awal yang dikeluarkan oleh nelayan lebih kurang 10-12 juta rupiah. Dari modal awal tersebut digunakan untuk perlengkapan yang wajib dimiliki oleh nelayan seperti perau (perahu), dan jaring. Untuk perau sendiri memiliki variasi berdasarkan bahan kayu, ada perau yang dibuat dari kayu gerupel, kayu jeumpa kedua jenis kayu ini merupakan kualitas terbaik untuk dijadikan sebagai perau. Ada pula perahu dengan bahan kayu sembarangan atau kayu apa saja seperti perahu yang dibuat dari batang pohon kapas dan lain sebagainya, memiliki kualitas rendah atau biasa disebut KW. Perau dari kayu kapas memang lebih murah dibandingkan perau yang terbuat dari kayu gerupel dan jeumpa. Namun perau dari bahan kayu kapas ini tidak dapat bertahan lama, karena sifatnya menyerap air maka rentan dengan kerusakan seperti lebih cepat lapuk, dan tidak aman digunakan untuk nelayan. Berbeda dengan perau berbahan kayu jeumpa dan kayu gerupel memiliki ketahanan yang lebih lama dapat digunakan sampai 10 tahun bahkan lebih, dan harganya lebih tinggi dibandingkan dengan perau dengan kualitas rendah. Harga perau dari kayu jeumpa dan
Universitas Sumatera Utara
gerupel mencapai 4-4,5 juta rupiah. Berikut penuturan informan bernama Rusdan (Aman Tina) berumur 35 tahun. “ Bertelurnya kayak mana jadi kayak orang laen yang di tipitipi tu dia dibudidayakan terus dari, dari tambak ni bertelornya nanti diambil dari ikan ini kan ada tu kan, dia suntik di situ udah bertelor dibadannya itu nanti kalo udah tua baru dikeluarin lagi, di tarok disatu tempat lagi baru menetas. Jadi tau kita berapa hari atau berapa bulan baru… ini lah enggak ada.” Untuk jaring para nelayan paling tidak harus memiliki 6 jaring, biasanya nelayan membeli net jaring saja dan nelayan menambah sendiri ke jaring untuk pemberat dan pelampung. Informan juga mengatakan dengan uang Rp. 1.000.000,00 bisa mendapat kurang lebih enam jaring. Pemberat jaring biasanya nelayan menggunakan batu besar kira-kira berdiameter 10-15 cm. Pemberat ini biasanya ditinggal di danau, dan ketika nelayan kembali ke danau menggunakan pemberat yang sama yang sudah ditandai. Hal ini bertujuan agar bawaan nelayan tidak terlalu banyak dan mengurangi beban perahu iu sendiri. Sedangkan pelampung jaring nelayan biasanya menggunakan botol plastik yang bekas, dan stereofoam. Berikut pernyataan informan sebut saja namanya x berumur 50 tahun. “Kadang batu pemberat tu tinggal terus dia di situ besokbesok tinggal ikat lagi di situ. Pindah kita enggak diambil lagi batu itu, bikin lain lagi.”
Universitas Sumatera Utara
BAB V KELOMPOK NELAYAN DAN KEADAAN DANAU LAUT TAWAR 5.1 Kelompok Nelayan Nelayan adalah sebutan bagi orang-orang yang bekerja sehari-hari menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan tempat menangkap ikan bagi nelayan terbagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu perairan tawar, perairan laut, dan perairan payau, dan nelayan yang ada di Danau Laut Tawar termasuk ke dalam jenis nelayan perairan air tawar. Nelayan di perairan Danau Laut Tawar memiliki kelompok-kelompok seperti kelompok nelayan di bidang pengolahan dan pemasaran, kelompok pengawas nelayan, dan kelompok budidaya ikan. Masing-masing dari kelompok tersebut memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Kelompok-kelompok tersebut antara lain: a. Kelompok Nelayan Tangkap Kelompok nelayan tangkap ini terdiri dari nelayan tradisional seperti nelayan dengan menggunakan jaring (doran) termasuk juga pemilik penyangkulen dan dedesen. b.
Kelompok Nelayan Bidang Pengolahan dan Pemasaran Kelompok nelayan di bidang pengolahan dan pemasaran, berfungsi sebagai
mengolah hasil tangkapan dari nelayan dan kemudian di pasarkan. Kelompok pengolah dan pemasaran ini juga bekerja sama dengan nelayan, hasil tangkap nelayan akan dibeli oleh pengolah dan kemudian dipasarkan. Banyak juga yang mengolah secara pribadi misalnya suaminya seorang nelayan, kemudian hasil tangkapannya diolah oleh istrinya. Seperti yang diutarakan oleh informan bernama Ruhdan berumur 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
“Yang pemasar ni pun ada juga ikan pribadinya misalnya suaminya nelayan ada ikannya ada yang diolah ada yang dijual perharinya, ada juga yang suaminya nelayan tapi dia enggak jualan dia dikasi ke toke.” Ada beberapa bentuk khususnya ikan Depik yang diolah oleh kelompok ini seperti ikan Depik kering dengan metode pengeringan yang beragam, seperti ikan Depik yang dikeringkan secara alami dengan bantuan cahaya matahari. Biasanya dengan metode ini sangat bergantung dengan cuaca dan memerlukan waktu yang cukup lama sampai 3 hari. Yang kedua metode pengeringan dengan cara di oven, dengan metopde ini lebih cepat hanya dengan hitungan menit saja ikan Depik dimasukkan ke dalam oven dengan suhu tertentu. Yang ketiga yaitu dengan metode pengasapan. Pengolahan ikan Depik berikutnya yaitu pekasam, pekasam ini merupakan suatu makanan yang diolah dari ikan Depik dengan cara di fermentasi dengan bahan-bahan seperti nasi putih dicampurkan dengan ikan Depik, lalu di masukkan ke dalam bambu lalu didiamkan selama lebih kurang satu minggu. Makanan ini bisa bertahan sampai satu tahun, pekasammerupakan salah satu metode makanan yang dibuat oleh Orang untuk makanan cadangan pada saat tidak musim ikan Depik dan dijadikan sebagai candangan makanan dan protein. Pemasaran biasanya para nelayan sudah memiliki pembeli, dan pembeli ini akan menjualkan kembali ikan secara eceran yang belinya dari nelayan biasanya disebut dengan moge. Para nelayan biasanya memiliki satu moge istilahnya langganan. Hubungan antara moge dan nelayan sangat baik dan selalu berkomunikasi diantara keduanya, bahkan hubungan diluar pekerjaan mereka. Ada pula nelayan yang menjual hasil tangkapannya kepada orang yang memberikan nelayan modal berupa perau dan bahan bakar, ataupun jaring. Nelayan yang Sistem ini tidak disebut dengan moge melainkan disebut sebagai toke. Selain menjual hasil tangkapan kepada toke para nelayan juga harus
Universitas Sumatera Utara
membayar pinjaman yang digunakan nelayan. seperti yang dikatakan oleh informan bernama Ruhdan berumur 35 tahun. “Dia ada bayar jasa entah ada yang nanam modal ke jaringnya nelayan. Nanti ikannya dijual ke dia banyak juga yang seperti itu. Dia yang ngasi modal. Jaringnya misalkan kek tu, sampan udah ada hasil dari itunya disetor ke dia, potong penghasilan.”
c. Kelompok Nelayan Bidang Budi Daya Ikan Kelompok ini berfungsi sebagai wadah untuk perkumpulan para nelayan yang membudidayakan ikan. Budi daya ikan ini biasanya nelayan membuat kolam di danau yang
biasanya
disebut
dengan
“kolam
tancap”
dan
membudidayakan
atau
mengembangbiakkan ikan mereka dengan kata lain tidak mengambil dari danau. Selain budi daya ikan dengan kolam tancap ada lagi budi daya ikan dengan “kolam terapung”, kolam ini juga berada di Danau Laut Tawar. Ikan yang dibudidayakan oleh nelayan yaitu Ikan mas (ikan Bawal), Ikan Nila, ikan Mujahir. Untuk ikan Depik tidak ada dibudidayakan, karena tidak bisa untuk dibudidayakan. Padahal banyak nelayan yang menginginkan ikan Depik untuk dapat dibudidayakan, namun tidak ada cara yang ditemukan hingga saat ini. Kegiatan para nelayan di kelompok ini adalah berbagi informasi mengenai budi daya ikan seperti misalnya cara-cara membudidayakan ikan dengan baik, dan tempat untuk menyelesaikan masalah apabila ada kendala-kendala mengenai budi daya ikan yang mereka kembangkan.
Universitas Sumatera Utara
d. Kelompok Nelayan Bidang Pengawasan Kelompok ini berfungsi sebagai pengawas para nelayan, untuk menghindari penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak lingkungan dan ekosistem danau seperti pengeboman, penyetruman, dan dengan cara meracun ikan. Penangkapan dengan cara ini sudah dilarang dengan jelas oleh pemerintah, aturan ini dapat dilihat dari undangundang dengan pasal 84 ayat 1 dengan rumusan sebagai berikut: “setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat/dan atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau lingkungannya sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah)” Penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak dapat merusak kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan. Selain itu kesehatan manusia juga dirugikan dari penggunaan bahan kimia dan bahan biologi. Pemulihan kerusakan alam yang disebabkan oleh peledak, bahan kimia, dan bahan biologis memerlukan waktu yang lama. Sebelum terjadi maka perlu pencegahan dengan diaturnya Undang-undang pasal 84 ayat 1.
Tidak hanya mengenai bahan untuk managkap ikan yang diatur oleh Undangundang, tentang alat penangkap ikan pun sudah di atur pada Pasal 85 yang diubah dalam Undang-undang No. 45 Tahun 2009, menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).” Dengan adanya peraturan-peraturan di atas maka anggota kelompok pengawas nelayan, wajib melapor kepada pihak berwenang apabila ada nelayan yang menggunakan bahan peledak; bahan kimia; dan menggunakan alat tangkap dengan cara menyetrum. Dengan syarat memiliki bukti yang kuat, setelah itu pihak kepolisian yang menindak pelaku. Seperti yang disampaikan oleh seorang infoman bernama Ruhdan berumur 35 tahun. “Ini kalo misalkan ada itu, kita laporkan ke kelompok masyarakat pengawas karena dia udah bertindak kriminal ada polisi di sini, ada pihak yang berwajib yang menindak dia karena tindakkannya udah tindakan kriminal kan. Makanya dibuat kelompok pengawas masyarakat ada yang ngawasin danau kalo ada yang liat fotokan. Jenis apanya kan atau misalnya nyetrum. Nyetrum pake jenset, nyetrum ikan terus membuat racun, pengeboman ke danau. Kalo ada yang buat ini tu, fotokan dia ada sanksi, ada bukti laporkan. Kelompok pengawas ni yang melaporkan pihak berwajib yang menindak ni.”
5.2 Danau Laut Tawar Milik Bersama (Common Property) Danau Laut Tawar merupakan sumberdaya alam yang sifatnya milik orang banyak atau sering disebut dengan istilah common property, common property rezim, dan common-pool resource. Sumberdaya alam milik bersama (common property rezim) adalah semua sumberdaya alam yang sifatnya terbuka (open source), yang semua orang berhak untuk menggunakan dan memanfaatkannya untuk menjamin kelangsungan dan kebutuhan. Namun menurut M.Acheson (dalam Zulkifli) harus dapat dibedakan secara tegas antara sumber daya milik bersama yang digolongkan dalam open access resourcedan communally owned resource. Pada golongan open access resource yaitu
Universitas Sumatera Utara
sumber daya yang dapat diakses oleh semua orang dan tanpa batasan, yang mana sumber daya tersebut belum menjadi institusi pengelolaan tertentu oleh suatu komuniti atau negara. Kemudian golongan communally owned resource adalah sumber daya yang dimiliki bersama oleh kelompok, dan untuk memanfaatkan sumber daya tersebut ada aturan yang harus dipatuhi, aturan tersebut dibuat oleh kelompok atau komuniti tersebut. Sumber daya alam yang rawan terhadap eksploitasi adalah open access resource, berbeda dengan communally owned resource pada golongan ini eksploitasi jarang terjadi karena adanya aturan yang dibuat oleh suatu kelompok dan aturan tersebut dipatuhi. Sehingga tidak sembarangan orang untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam tersebut, biasanya aturan-aturan tersebut bersifat tradisional. Seperti halnya dengan definisi dari common property, Danau Laut Tawar dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh orang banyak dan masuk ke dalam golongan open access resource. Seperti misalnya setiap orang bebas untuk menangkap ikan di daerah Danau Laut Tawar. Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang informan bernama Ruhdan berumur 35 tahun, berikut penuturannya: “kalo mau nyari ikan kemari enggak ada larangan. Eceknya welcome lah, karena ini harta Tuhan milik semua bukan saja orang Takengon yang bisa menikmati. Orang Bener Meriah orang mana saja bisa ke sini, bukan ketentuan, kamu enggak boleh. Kamu orang ini. Enggak ada dia.” Danau Laut Tawar milik bersama, namun ada juga yang mengklaim atau menjadikan hak milik di Danau Laut Tawar ini khususnya di daerah yang dekat tepi danau. Ini disampaikan oleh Aman Syahadat masyarakat yang tinggal di tepi Danau Laut Tawar beliau geram dengan adanya penimbunan dan dijadikan rumah saat air danau sedang surut. Aman Syahadat juga mengatakan bahwa kebanyakan yang menimbun dan mengklaim pinggiran danau yang ditimbun itu adalah para pejabat pemerintah daerah
Universitas Sumatera Utara
setempat. Penimbunan yang terjadi dipiggir danau tersebut tentu saja prilaku yang tidak bersahabat dengan lingkungan di Danau Laut Tawar.
Karena kepemilikan sumberdaya alam milik bersama, maka sifat kepemilikannya tidak jelas sehingga sering dimanfaatkan secara habis-habisan (eksploitasi) tanpa memperdulikan kelestariannya. Seperti halnya penangkapan ikan di Danau Laut Tawar nelayan terus saja mengeksploitasi ikan yang ada disana, tanpa menjaga kelestarian danau tersebut. Sampai-sampai ada informasi yang mengatakan ikan Depik terus mengalami penurunan jumlah populasinya, fenomena ini sering disebut dengan “tragedy of commons”. Yang mempopulerkan konsep tragedy of commonsadalah Hardin, beliau mengatakan tragedy of commonsakan terjadi apabila seseorang membatasi penggunaan sumber daya yang terbatas namun tetangganya (masyarakat lainnya) tidak melakukannya. Dengan begitu sumber daya akan mengalami penurunan (ruin) dan orang yang membatasi penggunaan sumber daya tadi tetap kehilangan keuntungan jangka pendek akibat dari alokasi yang dilakukan oleh orang yang tidak membatasi sumber daya tadi. Menurut pendapat dari para ahli antropologi dan ekologi manusia berpendapat bahwa sumber daya memiliki karakter yang nilainya tergantung pada kehidupan yang ada disekitarnya. Walaupun makhluk hidup seperti ikan Depik dan Danau Laut Tawar termasuk ke dalam sumberdaya yang dapat diperbaharui (regenerasi), namun daya regenarasi tersebut sifatnya terbatas. Apabila pemanfaatan sumberdaya dimanfaatkan dengan bijak maka sumberdaya tersebut tidak mudah mengalami kerusakan, dan jika dimanfaatkan dengan keserakahan kerusakan sumberdaya pasti akan terjadi. Lingkungan merupakan salah satu sumber alam yang merupakan tempat atau media berlangsungnya hubungan timbal-balik
Universitas Sumatera Utara
makhluk hidup dan faktor-faktor alam, dan dapat disimpulkan bahwa ekosistem tidak dapat dipisahkan dengan sumber-sumber alam. Ketergantungan satu sama lain tersebut memberikan pengaruh kepada sumber daya alam lainnya, misalnya eksploitasi ikan Depik di Danau Laut Tawar akan menimbulkan gangguan terhadap ekosistem ikan yang ada di Danau Laut Tawar. Untuk menghindari pemanfaatan sumberdaya yang tidak baik maka pemerintah membuat peraturan ke dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang berisikan tentang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berkurangnya populasi ikan Depik tersebut dapat diketahui berdasarkan Data Dinas Perikanan Provinsi Aceh 1989, hasil tangkapan ikan di Danau Laut Tawar pada tahun 1988 sebesar 455 ton. Pada tahun 1994, produksi menurun menjadi 223 ton. Tahun 2006 menjadi 79,1 ton dan terus menurun menjadi 74,5 ton tahun 2008. Informasi ini dibenarkan oleh seorang nelayan dedesen, yang menjelaskan bahwa apabila dibandingkan dengan dahulu (sekitar tahun 1980-an ke bawah) jumlah ikan depik yang didapat lebih banyak dari yang di dapat saat ini. Seperti pembicaraan tentang jumlah tangkapan ikan depik dari dua informan mengenai jumlah naik turunnya jumlah tanggkapan ikan Depik., berikut potongan dialognya: Ibu Ami: “Dele ke kak…?” (banyak kak…?) Inen Fijas: “Enggeh mien.” (tidak lagi) Ibu Ami: “Gere lagu jemena geh, jemena ke mera opat tem, lime tem nye we.” (tidak seperti dulu ya, dulu bisa sampai empat tem, lima tem) Inen Fijas: “Ike nge musim ke mera opat tem nye…” (kalau sudah musim bisa mencapai empat tem17) 17
Tem adalah satuan ukur yang digunakan Orang Gayo. Untuk ukuran berat beras 1 tem setara dengan 15 kg.
Universitas Sumatera Utara
Dari dialog tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah tangkapan ikan Depik tidak sebanyak dulu, tetapi apabila sudah masuk musimnya jumlah tangkapan ikan Depik bisa banyak. Berkurangnya jumlah populasi ikan Depik di Danau Laut Tawar menjadi penanda bahwa ekosistem di danau tersebut sudah tidak sehat. 5.3 Kerusakan Danau Laut Tawar Keadaan Danau Laut Tawar sudah mengalami kerusakan, kerusakan tersebut seperti pendangkalan. Pendangkalan ini dapat dilihat di aliran sungai Peusangan tepatnya di jembatan Bale (biasanya orang setempat menyebutnya dengan totor Bale) sudah mengering, sekitar tahun 1980-an sungai ini memiliki kedalam sampai 15 meter dan menjadi tempat pemandian. Seperti yang diutarakan oleh Ibu Ami dan Aman Fijas berumur 54 tahun, berikut penuturan Ibu Ami berumur 53 tahun: “Kalo jaman dulu dek itu totor bale tu, tu totor cina kampung cine sama yang bawah sana itu aernya sikit lagi nggak naek kek gini sedikit lagi ke jembatan itu. Jadi orang jalan dari sana tu nggak bisa. Kalo sekarang kan udah bisa.”
Berikut ini adalah foto yang menggambarkan keadaan sungai Peusangan yang mengalami pendangkalan.
Gambar 5.1 pendangkalan di sungai Peusangan
Universitas Sumatera Utara
Foto ini diambil dari atas jembatan Bale (totor Bale), di sisi kanan dan kiri sungai Peusangan adalah kampung China. Berdasarkan penjelasan dari informan yaitu Ibu Ami mengatakan bahwa dahulu (perkiraan tahun1970-an) sungai ini memiliki tinggi yang hampir mengenai jembatan, namun kini air di Sungai Peusangan memiliki kedalam hanya semata kaki orang dewasa saja dan orang dapat berjalan kaki di sungai ini. Berikut penuturan dari infoman yaitu Ibu Ami berumur 53 tahun. “Kalo jaman dulu dek itu totor bale tu, tu totor cina kampung cine sama yang bawah sana itu airnya sikit lagi nggak naik kek gini sedikit lagi ke jembatan itu. Jadi orang jalan dari sana tu nggak bisa. Kalo sekarang kan udah bisa.” Penuturan Aman Fijas berumur 54 tahun: “Sekarang udah dangkal mana berani geh. Dulu dalam itu mau lima belas meter.” Dan berikut dialog mengenai pendangkalan yang terjadi di Danau Laut Tawar Ibu Ami: “lagi pula ini danau kita ni udah surut kali bang ya…” Aman Fijas: “Uda surut.” Pewawancara: “Uda surut enggak kayak dulu…? Kalo dulu tinggi aernya…?” Ibu Ami: “Dulu kalo rumah-rumah yang kita datangin kemaren, ee yang tadi pagi pun tu masi laut.” Aman Fijas: “Itu masi laut. Laut itu.” Pendangkalan yang terjadi di sungai Peusangan ini juga disebabkan oleh pembangunan tanggul untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dan menyebabkan Danau Laut Tawar meluap. Proyek besar ini bekerja sama dengan dua negara asing yaitu Jepang dan Korea. Yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat, sungai Peusangan yang mengering disebabkan oleh adanya tanggul yang dibuat untuk proyek PLTA di daerah Bale sehingga air yang ada di tepi danau meluap (nyang lemo). Danau yang meluap di tepi danau tersebut. merugikan masyarakat sekitar, khususnya petani
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki lahan sawah dan kebun di daerah pinggir danau terendam oleh luapan, berikut gambarnya.
Gambar 5.2 kebun tomat yang terendam (sumber lintas gayo)
Gambar 5.3 sawah yang terendam (sumber lintas gayo)
Gambar 5.4 kolam yang dibuat untuk PLTA
Universitas Sumatera Utara
Tanda dari ketidak pedulian juga dapat dilihat dari keadaan Danau Laut Tawar yang kotor, beberapa tempat penuh dengan sampah-sampah yang tidak dapat terurai secara alami misalnya plastik bugkus makanan, popok bayi (drypers). Perilaku ini menunjukkan bahwa masyarakat sekitar belum memiliki kesadaran dan tanggung jawab kepada lingkungan, seperti yang diutarakan oleh Inen Fijas berumur 52 tahun. “Kadang di sungai tu orang buang-buang sampah. Pampers anak-anak keliling ni banyak (Danau laut Tawar).” Berikut adalah gambar yang menunjukkan kurangnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah di Danau Laut Tawar, gambar tersebut diambil di daerah Mendale yang merupakan pariwisata yaitu Putri Pukes yang berdekatan dengan Danau Laut Tawar.
Gambar 5.5 sampah
Pencemaran yang terjadi di Danau Laut Tawar menjadikan prioritas ke-10 PUD (perairan umum daratan). hal ini disampaikan oleh Syahroma yang merupakan seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang konsen ke masalah Limnologi. Beliau mengatakan seperti berikut.
Universitas Sumatera Utara
“Kedepannya pengkajian akan terus dilaksanakan terhadap perairan umum daratan yang meliputi danau yang telah ditetapkan sebagai danau yang telah ditetapkan sebagai danau prioritas tersebut, baik mengenbal ekologi maupun sosial ekonominya” Danau merupakan bagian dari sistem akuatis yang meliputi sungai, lahan basah, dan air tanah. Sumber utama air danau dari air hujan dan aliran permukaan dan resapan air tanah yang masuk ke dalam cekungan danau. Danau terdiri atas dua bagian yang berbeda
namun berkaitan antara satu dan lainnya, bagian tersebut adalah daerah
tangkapan air dan badan air. Danau merupakan ekosistem akuatis yang bersifat dinamis, fungsi lain dari danau yang sangat penting yaitu
sebagai habitat atau rumah bagi
organisme tertentu yang tidak dapat ditemukan di tempat lain. Seperti halnya Danau Laut Tawar yang menjadi rumah bagi ikan Depik (ikan endemik). Walaupun begitu danau merupakan ekosistem akuatis yang rentan terhadap kerusakan karena danau yang menampung material yang mengalir ke dalamnya antara lain sedimen , nutrisi tanaman air, mineral dan bahan organik yang berasal dari daerah tangkapan air. Kemudian material tersebut akan terakumulasi di dalam air atau di dasar danau. Kegiatan manusia secara signifikan dapat mempercepat proses alamiah tersebut, yang pada akhirnya kualitas air dan lingkungan di dasar danau menurun. Salah satu kasus yang terjadi di Danau Laut Tawar yaitu pihak tertentu memasukkan spesies ikan asing ke dalam Danau Laut Tawar. Ikan asing tersebut antara lain sepat (Trichogastertrichopterus),Betta spp(ikan laga),Trichopsis spp(ikan cupang),Homaloptera spp (ilie),Monopterus albus(belut), betok (Anabas
testudineas),
bado
(Channa
gachua),mud
(Clariasbatrachus),
pedih
(Neolissochilus sp), dan gegaring (Tor sp).Masuknya ikan asing tersebut menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
permasalahan baru yaitu dapat menyebabkan hilangnya ikan endemik jika cepat berkembang biak dan ikan asing akan menjadi kompetitor bagi ikan endemik. Penebaran ikan asing di Danau Laut Tawar sudah dicegah melalui FGD (focus group discussion) yang diadakan di Takengon pada tanggal 26 Agustus 2013 dengan mendatangkan dua peneliti yang masing-masing memiliki keahlian yang berbeda. Peneliti tersebut adalah Syahroma ahli Limnologi dari Lembaga ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), dan Husnah yang merupakan peneliti senior BP3U yang berasal dari Palembang. Salah satu dari mereka menjelaskan larangan menebarkan ikan asing ke dalam Danau Laut Tawar, berikut pernyataannya: “Jangan pernah menebar ikan Nila, ikan Mas, ikan Grasscarp, atau ikan lainnya yang merupakan ikan asing di Danau Lut Tawar, karena akan dikhawatirkan jenis-jenis ikan asing tersebut akan menyebabkan punahnya jenis-jenis ikan asli” Kerusakan lainnya dapat dilihat dari vegetasi hutan yang semakin sedikit menyumbang bagi kerusakan danau, hutan memiliki fungsi sebagai pengendali resapan air. Sedikitnya vegetasi hutan juga terjadi di Danau Laut Tawar, sisa hutan di sekitar danau laut tawar berjumlah 74,57 pohon per hektar idealnya kerapatan pohon minimal 201 pohon per hektar, maka Danau Laut Tawar memerlukan 62,9 % pohon. Kini Danau Laut Tawar sudah mengalami pendangkalan permukaan air sekitar 1-2 meter. Berkurangnya lahan peresapan air atau hutan menimbulkan erosi yang berdampak buruk bagi lingkungan, erosi tersebut yang menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap dan menahan air. Sehingga air terangkut ke danau dan menyebabkan danau menjadi dangkal. Tanah yang terangkut ke danau tersebut menjadi lumpur yang dapat mengakibatkan penurunan jumlah tangkapan atau hasil perikanan. ini disebabkan karena lumpur dapat menghambat pernafasan dan menahan sinar matahari yang digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
fotosintesis plankton yang menjadi sumber energi rantai makanan di dalam danau. (Soemarwoto,1978) Dampak dari pengrusakan hutan juga memiliki dampak yang merusak Danau Laut Tawar yaitu berkurangnya pasokan air dari gunung, hal ini terjadi pada saat turun hujan selama seminggu air di dari gunung dengan cepat turun ke tempat yang lebih rendah. Dan dalam waktu singkat pasokan air dari gunung mengalami penurunan yang diakibatkan oleh kurangnya peresapan air. Berikut penuturan dari Aman Fijas berumur 54 tahun: “Kan sekarang ni kalo misalnya hujan, kalo dulu misalnya seminggu hujan masi ada aer tu dari gunung kan kalo sekarang ni dua hari aja ujan besoknya udah nggak ada lagi.” Atas kerusakan hutan yang telah terjadi di sekitar Danau Laut Tawar, maka perlu tindakan berupa pemulihan. Adapun pemulihan tersebut terdiri dari aspek-aspek kehutanan seperti berikut: a. Melakukan tebang pilih (selective cutting) yang konsekuen. b. Mengadakan upaya penghutanan kembali/reboisasi yang intensif. c. Tindakan-tindakan yang mencegah terjadinya pengrusakan hutan, berdasarkan peraturan-peraturan yang sudah ada. Pemulihan lingkungan di di sekitar Danau Laut Tawar sangat dperlu dilakukan, ini bertujuan agar dapat meminimalisir kerusakan yang telah terjadi. Tampaknya pemulihan lingkungan yang dilakukan seperti misalnya penanaman pohon dan sebagainya akan percuma, apabila tidak didampingkan dengan penanaman kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Yang lebih mencengangkan lagi Rumah Sakit Daerah Takengon tidak memiliki pengolahan limbah yang baik, rumah sakit tersebut membuang limbah langsung ke Danau Laut Tawar melalui selokan atau parit. Bahkan apabila terjadi hujan maka selokan meluap dan menggenangi badan jalan. Ini merupakan masalah yang besar, dan berdampak bagi kesehatan masyarakat sekitar dan merusak ekosistem Danau Laut Tawar. seharusnya setiap Rumah Sakit memiliki standart dalam mengolah limbah dan menetralisir limbah yang akan dibuang. Dengan tujuan agar limbah yang dibuang tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Ikan Depik merupakan ikan endemik Danau Laut Tawar dan menjadi kebanggaan bagi Orang Gayo. Ikan Depik ini dapat dikatakan ikan suci dan berdasarkan legendanya ikan ini adalah ikan ajaib yang berawal dari nasi yang gosong dan berubah menjadi ikan Depik dan peristiwa tersebut berada di burni klieten. Legenda tersebut juga menjadi tambahan daftar kekayaan budaya Gayo, yang hingga kini masih bertahan dan menempel di kepala Orang Gayo. Ikan ini hanya dapat hidup di air yang mengalir dan jernih dan dengan keadaan suhu yang dingin berkisar antara 16-18°C. Ikan Depik menurut Orang Gayo memiliki ciri-ciri khusus yaitu punggungnya berwarna hitam dan di bagian perutnya putih seperti putih yang agak bercampur dengan warna perak/silver. Ikan ini termasuk ke dalam ikan
Universitas Sumatera Utara
musiman yang muncul pada saat awal musim kemarau dan awal musim hujan, dan dalam setahun hanya dua kali musim. Ikan Depik juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan. Dalam hal penangkapan ikan Depik Orang Gayo memiliki pengetahuan yang dituangkan ke dalam suatu alat teknologi seperti dedesen dan penyangkulen. Teknologi tradisional tersebut terbukti mempermudah masyarakat sekitar Danau Laut Tawar untuk menangkap ikan Depik dan diturunkan secara turun temurun. Namun secara perlahan teknologi lokal ini tergerus oleh kemajuan jaman dan teknologi baru sudah dikenal oleh Orang Gayo, dan secara perlahan pula teknologi lokal yaitu dedesen dan penyangkulen akan ditinggalkan oleh Orang Gayo. Terbukti saat ini teknologi penyangkulen sudah tidak ada dan tidak digunakan lagi oleh Orang Gayo untuk menangkap ikan Depik. Yang masih bertahan hingga saat ini adalah dedesen. Para nelayan ikan Depik sudah beralih menggunakan doran atau jaring, sehingga para nelayan dengan mudah menangkap ikan Depik. Akan tetapi, penggunaan doran berdampak buruk bagi ekosistem ikan Depik di Danau Laut Tawar, karena ikan Depik yang masih kecil juga tetangkap di doran atau jaring. Sehinga penurunan populasi ikan Depik menjadi masalah baru di Danau Laut Tawar. Amat disayangkan salah satu teknologi lokal yaitu dedesen dituding oleh peneliti perikanan sebagai penyebab penurunan populasi ikan Depik. Tentu saja hal ini ditepis oleh nelayan dedesen, dan menjelaskan kepada peneliti (penulis) bahwa jika penyebab utamanya dari dedesen, maka dari jaman dahulu pasti sudah mengalami penurunan tidak terjadi pada beberapa tahun belakangan ini. Karena pemilik dedesen sekitar tahun 70-an lebih banyak dari pada saat ini yang berkisar antara 7-10 orang saja.
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan Danau Laut Tawar semakin kompleks ketika diketahui bahwa Danau Laut Tawar mengalami pendangkalan dan diduga karena kerusakan hutan pinus yang ada di sekitar danau. Ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran masyarakat setempat yang membuang sampah di sekitar Danau Laut tawar. Pembangunan PLTA di sungai Peusangan juga menyumbang kerusakan ekologi Danau Laut Tawar yang menggunakan air di sungai Peusangan yang berfungsi sebagai aliran air danau, menjadi mengering dan terkadang Danau Laut Tawar meluap ke pinggir pantai danau sehingga kebun dan sawah masyarakat mengalami kerusakan. Kemudian Rumah Sakit milik daerah di Takengon, juga menjadi penyumbang terbesar terhadap pencemaran Danau Laut Tawar dengan membuang limbah rumah sakit langsung ke danau, tentu atas kelalaian tersebut berdampak buruk bagi masyarakat sekitar dan ekosistem Danau Laut Tawar. Kelestarian Danau Laut Tawar berpengaruh terhadap makhluk hidup yang ada di danau Laut Tawar, begitu pula dengan kerusakan yang terjadi juga berpengaruh kepada makhuk hidup didalamnya. Maka untuk mengatasi permasalahan populasi ikan Depik di Danau Laut Tawar yaitu dengan cara menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem Danau Laut Tawar. 6.2 Saran Pengetahuan yang dimiliki Orang Gayo tentang ikan Depik, seperti ciri-ciri bentuk ikan Depik, jalur migrasi ikan Depik, dan musim-musim ikan Depik merupakan kekayaan berupa ilmu yang harus dipertahankan dan diteruskan ke generasi berikutnya agar pengetahuan ini tidak hilang. Begitu juga dengan teknologi lokal penangkapan ikan Depik yaitu penyangkulen dan dedesen yang diciptakan dengan tujuan untuk mempermudah penangkapan ikan Depik agar terus dilestarikan.
Universitas Sumatera Utara
Saat ini banyak sekali cara yang digunakan untuk menangkap ikan di Danau Laut Tawar dengan cara merusak ekosistem seperti menyetrum. Ada juga yang memasukkan ikan asing ke dalam danau, yang pada akhirnya mengganggu keseimbangan ekosistem di dalam Danau Laut Tawar. Kepada pemerintah daerah kota Takengon diharapkan untuk memberikan perhatian yang lebih mengenai ekologi. Baik ekologi danau; sungai; hutan dan sebagainya, karena seluruh komponen-komponen yang ada di bumi memiliki keterkaitan satu sama lain. Kepada pihak pimpinan dan pekerja di Rumah Sakit Daerah Datu Beru, juga sangat diharapkan untuk dapat mengolah limbah rumah sakit dengan baik dan tidak membuang limbah melalui selokan serta membuangnya langsung ke Danau Laut Tawar. Karena kelalaian ini berakibat fatal bagi manusia di daerah sekitar dan juga bagi ekosistem danau. Peneliti menyarankan kepada masyarakat dan kepada pemerintah daerah Takengon untuk dapat memberikan peningkatan kesadaran tentang lingkungan, yang tidak sebatas memberikan penyuluhan tentang lingkungan. Namun dapat membangkitkan partisipasi masyarakat untuk memelihara dan menjaga kelestarian Danau Laut Tawar, agar Danau Laut Tawar dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh generasi berikutnya dalam waktu yang lebih lama. Kepada para akademisi yang akan melakukan penelitian mengenai ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar, diharapkan agar dapat menggali lebih dalam mengenai pengetahuan masyarakat mengenai dampak pembangunan yang semakin hari semakin bertambah dan pada akhirnya akan mempengaruhi lingkungan ekosistem Danau Laut Tawar, termasuk ikan Depik yang merupakan ikan endemik Danau Laut Tawar. Sehingga lebih memperkaya bacaan dan menjadi acuan para akademis berikutnya yang akan
Universitas Sumatera Utara
membahas lebih dalam mengenai pengetahuan lokal Orang Gayo tentang ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar. Sumber daya alam merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia, dengan tujuan agar manusia tersebut dapat mengolah dan memanfaatkannya dengan baik. Namun apabila sumber daya alam tersebut tidak di lestarikan dan tidak dimanfaatkan dengan baik, maka sumber daya alam dapat menjadi bumerang bagi manusia itu sendiri. Semoga kita semua menjadi manusia yang arif dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana, S Takdir.Antropologi Baru: Nilai-nilai sebagai Tenaga Integreitas dalam Pribadi Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta:PT. Dian Rakyat, 1986. Daeng, Hans J. Manusia, kebudayaan dan lingkungan; Tinjauan Antropologis. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000. Danandjaja, James. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta:Grafity Pers,1984. Fedyani Sifuddin Achmad. Antropologi Kontemporer; Suatu Pengantar Kritis mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana, 2005. Gore, Al.Al Gore: Bumi Dalam Keseimbangan (Ekologi Semangat Manusia),terjHira Jhamtani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1994. Hurgronje C, Snouck.Gayo:Masyarakat dan Kebudayaannya (awal abad ke-20),terj. Hatta Hasan. Jakarta:Balai Pustaka, 1996.
Universitas Sumatera Utara