BAB III EKPLORASI GEOFISIKA
Dalam suatu kegiatan eksplorasi dengan menggunakan metoda gaya berat dan magnetik, informasi ‘event’ target sub-surface yang didapat akan digambarkan dalam parameter-parameter fisiknya seperti rapat massa , kerentanan (susceptibility) k dan geometri relatif terhadap lingkungannya. Sehingga anomali yang teramati dipermukaan akan berhubungan dengan adanya variasi rapat massa dan kerentanan k pada arah horizontal serta bentuk atau geometri sumbernya. Secara singkat hubungan anomali gaya berat dan magnetik dengan parameter fisiknya diberikan sebagai berikut :
ANOMALI
VARIASI RAPAT MASSA ()
Gaya Berat dan Magnetik
DAN KERENTANAN MAGNETIK (k) PADA ARAH HORIZONTAL
FUNGSI TRANSFER (GREEN FUNCTION)
Gambar III.1. Hubungan anomali gaya berat dan magnetik dengan parameter fisikanya
Metoda gaya berat dan magnetik walaupun memiliki banyak kesamaan tetapi secara garis besar metoda Magnetik lebih kompleks daripada metoda gaya berat dimana variasi pada medan magnetik lebih tak teratur (erratic) dan bersifat lokal. Berhubungan dengan hal tersebut bahwa sebagiannya berkaitan dengan perbedaan antara medan magnetik dipolar dan medan gravity monopolar, kemudian sebagian berkaitan dengan arah yang bervariasi dari medan magnetik dimana medan gravity selalu berarah vertikal, dan sebagian lagi berkaitan dengan medan magnetik yang sangat bergantung terhadap waktu, sedangkan medan
gravity adalah time-invariant (mengabaikan variasi tidal yang kecil). Dengan mengingat bahwa pada peta anomali gravity biasanya didominasi oleh efek-efek regional, maka pada sebuah peta anomali magnetik biasanya menampilkan kumpulan dari anomali-anomali lokal. Melakukan pengukuran magnetik secara umum lebih mudah dan lebih murah daripada kebanyakan pengukuran Geofisika yang lain. Variasi medan magnetik yang didapat seringkali dipakai untuk mengenali struktur mineral maupun struktur regional pada suatu daerah. Metoda magnetik adalah teknik geofisika yang paling versatile (serbaguna) dalam melakukan prospeksi sumberdaya. Meskipun begitu, sama seperti metoda potensial lainnya dimana metoda magnetik pun masih memiliki ambiguitas yang cukup besar (lack of uniqueness of interpretation).
III.1
Prinsip dan Teori Dasar
III.1.1. Prinsip Dasar Metoda Magnetik Pengukuran dengan menggunakan metoda magnetik didasarkan pada pengetahuan adanya medan magnet yang terjadi di bumi. Besarnya medan magnet ini dapat berasal dari medan magnet bumi ditambah dengan medan-medan lain yang timbul pada saat-saat dan tempat tertentu. Medan lain selain medan magnet bumi adalah medan gangguan yang berasal dari angkasa dan perubahan medan magnetik pada lapisan ionosfer atau dapat berasal dari benda-benda yang terpendam dibawah permukaan bumi yang mempunyai sifat magnetik yang berbeda dengan lapisan yang menutupinya. Melalui pengetahuan sifat-sifat magnetik medan magnetik utama bumi dan medan pengganggunya, maka medan-medan tersebut dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bagian yang menjadi objek dalam eksplorasi ini adalah medan gangguan yang berasal dari dalam bumi. Pengukuran dipermukaan dimana pada bagian bawah permukaannya terdapat benda anomali, akan diperoleh harga intensitas magnetik yang berbeda dengan keadaan di sekelilingnya.
III.1.2. Gaya Magnetik Charles Augustin de Coulomb (1785) menyatakan bahwa gaya magnetik berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua muatan magnetik, yang persamaannya mirip seperti hukum gaya gravitasi Newton. Dengan demikian, apabila dua buah kutub p1 dan p2 dari monopol magnetik yang berlainan terpisah pada jarak r, maka persamaan gaya magnetik dinyatakan sebagai berikut :
Fm
1 p1 p 2 r .............................................................................. (III.1) P r2
dimana : m = permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa m = 1) = gaya magnetik monopol pada p1,p2 r = vektor satuan ber-arah dari p1 ke p2 p = muatan kutub 1,2 monopol
III.1.3. Kuat Medan Magnetik
Gaya magnetik
per satuan muatan p1 didefenisikan sebagai kuat medan
magnetik H. Dengan demikian dihasilkan kuat medan magnet pada muatan p1, dapat dinyatakan sebagai : ................................................................................ (III.2) dimana : H = Kuat medan magnetik
III.1.4. Intensitas Magnetik
Jika suatu benda terinduksi oleh kuat medan magnet H, maka besar intensitas magnetik yang dalami oleh benda tersebut adalah: M = k .H ........................................................................................ (III.3)
dimana : k = suseptibilitas magnetik, Suseptibilitas dinyatakan sebagai tingkat termagnetisasinya suatu benda karena pengaruh medan magnet utama, dimana hubungan k dalam satuan SI dan emu dinyatakan sebagai : k = 4 k’ ........................................................................................ (III.4) dimana : k' = susceptibilitas magnetik (emu) k = susceptibilitas magnetik (SI)
III.2. Sifat Magnetik Bumi
Medan magnet bumi secara sederhana dapat digambarkan sebagai medan megnet yang ditimbulkan oleh batang magnet raksasa yang terletak di dalam inti bumi, namun tidak berimpit dengan pusat bumi. Medan magnet ini dinyatakan sebagai besar dan arah. Arahnya dinyatakan sebagai deklinasi (penyimpangan terhadap arah utara - selatan geografis) dan inklinasi (penyimpangan terhadap arah horisontal). Sedangkan kuat medan magnet sebagian besar berasal dari dalam bumi sendiri (94%) atau internal field, sedangkan sisanya (6%) ditimbulkan oleh arus listrik di permukaan dan pada atmosfir (external field). Kemagnetan bumi bisa berasal dari internal (dalam) bumi, kerak bumi ataupun dari angkasa luar.
III.2.1. Sifat Alamiah Medan Geomagnetik
Medan geomagnetik bumi terdiri dari 3 (tiga) komponen : 1. Medan Utama (The Main Field), yang bervariasi relatif lambat dan berasal dari dalam bumi 2. Medan yang lebih kecil (A Small Field, dibandingkan dengan medan utama), yang bervariasi lebih cepat dan berasal dari luar bumi 3. Variasi spasial dari medan utama, yang biasanya lebih kecil daripada medan utama, hampir konstan dalam waktu dan tempat, dan disebabkan oleh anomali magnetik lokal di kerak dekat permukaan bumi. Inilah yang menjadi target dari prospeksi magnetik.
III.2.2. Medan Utama (The Main Field)
Medan magnet utama bersumber dari dalam bumi dan medan magnet ini berubah terhadap waktu. Dalam teori magnetohidrodinamik yang dikemukakan oleh W.M. Elasasser dan E.C. Bullard, dinyatakan bahwa di dalam inti bumi terdapat aliran fluida yang terionisasi sehingga menimbulkan aksi dinamo oleh dirinya sendiri (Self-exiting dynamo action) yang dapat menimbulkan medan magnet utama bumi (Untung, 2001). Medan utama terdiri atas magnitude (besar) F, sudut inklinasi I dan sudut deklinasi D. Medan magnet utama sering juga dinyatakan dengan komponen medan vertikal Z dan komponen horizontal h. Hubungan masing-masing komponen dapat dilihat pada persamaan III.5.
h T cos I
Z T sin I
Y h sin D
X h cos D
F 2 Z 2 h2
F 2 Z 2 X 2 Y 2 ................................................ (III.5) Utara Geografi X D
Utara Magnetik
h Y
I
Timur Geografi F
Z Gambar III.2. Medan Utama dan komponen-komponennya (Telford, 1996)
(a)
Medan Magnetik Bumi, Secara praktis, jika suatu jarum baja (belum termagnetisasi) diletakkan
secara horizontal dipermukaan akan terorientasi pada arah medan magnet total di tempat tersebut. Arah medan magnet ini adalah arah medan utama pada daerah tersebut.
(b)
Asal Usul Medan Utama, Analisis Spheris harmonik dari medan magnetik menunjukkan bahwa 99%
berhubungan dengan sumber-sumber dari dalam bumi. Toeri yang ada saat ini menyebutkan bahwa medan utama disebabkan oleh arus konveksi dari kelakukan sirkulasi material dalam inti luar cair (yang memanjang dari kedalaman 2800 km sampai 5000 km). Inti bumi diasumsikan sebagai campuran antara besi dan nikel,
dimana keduanya merupakan konduktor listrik yang baik. Sumber magnetik diduga sebagai sebuah dinamo self-excited dimana cairan sangat konduktif bergerak dengan cara yang kompleks yang disebabkan oleh konveksi. Data Paleomagnetik menunjukkan bahwa medan magnetik akan selalu ada kira-kira disepanjang sumbu putar bumi, yang menunjukkan bahwa gerakan konvektif terhubung dengan putaran bumi.
(c)
Variasi Sekular Medan Utama, 400 tahun penelitian bekelanjutan medan bumi menunjukkan bahwa
medan bumi berubah secara perlahan. Inklinasinya berubah sekitar 10o (75o menjadi 65o) dan deklinasi sekitar 35o (10o E menjadi 25o W dan kembali ke 10o W) selama periode ini. Sumber dari penyimpangan ini diduga sebagai perubahan pada arus konveksi di inti bumi.
III.2.3. Medan Magnetik Eksternal
Kebanyakan dari sedikit bagian yang tersisa dari medan geomagnetik kelihatannya berasosiasi dengan arus listrik dalam lapisan yang terionisasi pada bagian atas atmosfer. Variasi waktu pada bagian ini lebih cepat daripada medan utama permanen. Beberapa efeknya adalah : 1. Suatu Siklus 11 tahunan yang berhubungan dengan aktifitas sunspot dan terdistribusi menurut garis lintang. 2. Variasi diurnal sistem tata surya, dengan jangka waktu 24 jam dan rentang 30 nT yang bervariasi dengan latitude dan musim, dan kemungkinan dikontrol oleh gerak angin tata surya pada arus ionosfer. 3. Variasi bulan (lunar) dengan periode 25 jam dan amplitudo yang relatif kecil (± 2 nT) yang bervariasi tersiklus disepanjang bulan dan dihubungkan dengan interaksi antara ionosfer dengan bulan.
4. Badai magnetik terjadi tidak dalam periode yang beraturan seperti pada 3 (tiga) variasi sebelumnya, sehingga medan magnet ini sering disebut sebagai gangguan yang bersifat transient. Besar medan magnet ini mencapai sekitar 1000 nT, sehingga untuk kegiatan eksplorasi badai magnetik menjadi penghalang yang harus dihindari. Variasi waktu dan spasial dari medan utama bumi ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prospeksi magnetik kecuali untuk badai magnetik tertentu. Variasi diurnal dapat dikoreksi dengan menggunakan base-station
magnetometer. Variasi latitude (4 nT/km) membutuhkan koreksi hanya untuk resolusi tinggi, high-latitude, atau survey skala besar.
III.2.4. Anomali Magnetik Lokal
Perubahan lokal pada medan utama dihasilkan oleh variasi kandungan mineral magnetik dalam batuan di dekat permukaan. Beberapa Anomali-anomali ini berharga sangat besar sehingga bisa saja menggandakan medan utamanya. Biasanya anomali ini tidak bertahan pada jarak yang jauh; jadi peta anomali magnetik umumnya tidak menunjukkan feature / struktur regional dalam skala besar. Banyak variasi-variasi yang besar dan tidak teratur (eratik) seringkali membuat peta magnetik menjadi lebih kompleks. Sumber dari anomali magnetik lokal ini berada tidak terlalu dalam dari permukaan, karena temperatur pada kedalaman lebih dari 40 km akan berada diatas Curie Point (550
o
C) dimana
batuan akan kehilangan sifat kemagnetannya pada suhu tersebut. Jadi, anomali magnetik lokal pastilah berasosiasi dengan feature pada kerak atas (upper crust).
III.2.5. Magnetisasi Batuan dan Mineral
Anomali magnetik disebabkan oleh mineral-mineral magnetik (utamanya
magnetite dan pyrrhotite) yang terkandung pada batuan. Suatu substansi dikatakan diamagnetic apabila medannya didominasi oleh atom-atom dengan orientasi orbit elektron yang berlawanan dengan medan eksternal, atau menunjukkan kerentanan
negatif. Material bumi diamagnetik yang umum ditemui adalah grafit, marmer, kuarsa, dan garam. Ketika momen magnetik tidak nol dan kuat medan magnetik (H) sama dengan nol, harga kerentanan akan positif dan subtansinya adalah paramagnetik. Efek dari diamagnetisme dan kebanyakan paramagnetisme umumnya lemah. Elemen-elemen paramagnetik tertentu, seperti besi, kobalt dan nikel memiliki interaksi magnetik yang kuat dimana momennya bersatu kedalam region yang cukup besar yang disebut domains. Efek ini dinamakan ferromagnetisme dan efeknya ~106 kali lipat dari efek diamagnetisme dan paramagnetisme. Ferromagnetisme akan berkurang seiring dengan peningkatan temperatur dan hilang seluruhnya pada temperatur Curie.
III.2.6. Remanent Magnetism
Dalam banyak kasus, magnetisasi batuan tergantung pada medan geomagnetik saat ini dan kandungan magnetik dalam mineral. Magnetisme Residual (atau disebut sebagai NRM, Natural Remanent Magnetization) seringkali berkontribusi pada magnetisasi total, baik dalam amplitudo dan arah. Efeknya akan kompleks karena NRM bergantung pada sejarak magnetisasi batuan tersebut.NRM dapat diakibatkan oleh beberapa akibat, tetapi prinsipnya adalah : 1. Thermoremanent Magnetization (TRM), yang dihasilkan saat material magnetik terdinginkan dibawah Curie point dibawah pengaruh medan luar (biasanya medan bumi). Arahnya akan bergantung pada arah medan pada saat dan tempat dimana batuan tersebut mendingin. Hal ini merupakan mekanisme utama untuk magnetisasi residual batuan beku. 2. Detrital Magnetization (DRM), yang akan muncul selama pengendapan lambat dari partikel-partikel berbutir halus dibawah pengaruh medan luar. Bermacam-macam clay (lempung) menunjukkan tipe remanen ini. 3. Chemical Remanent Magnetization (CRM), yang terjadi saat butiran magnetik membesar ukurannya atau berubah menjadi bentuk lain akibat
pengaruh kimia pada temperatur menengah, yaitu dibawah Curie point. Proses ini terjadi secara signifikan pada batuan sedimen dan batuan metamorf. 4. Isothermal Remanent Magnetization (IRM), yang merupakan residual yang tertinggal saat hilangnya medan luar. Petir memproduksi IRM pada daerah yang sangat kecil. 5. Viscous Remanent Magnetization (VRM), yang terbentuk akibat ekspose yang lama pada sebuah medan luar; pembentukan remanen-nya sendiri merupakan fungsi logaritmik dari waktu. Kajian
terhadap
sejarah
magnetic
bumi
(paleomagnetism)
mengindikasikan bahwa medan internal bervariasi magnitudonya dan berbalik polaritasnya beberapa kali (Strangway, 1970).
III.2.7. Susceptibilitas Magnetik Batuan dan Mineral
Kerentanan magnetik merupakan variabel yang signifikan pada metoda magnetik. Meskipun instrumen dapat digunakan untuk mengukur kerentanan di lapangan, alat-alat tersebut hanya bisa digunakan untuk mengukur outcrops (singkapan) atau pada sampel batuan, dan pengukuran yang dilakukan tidak diperlukan untuk menentukan nilai kerentanan bulk (kotor) formasi. Tabel III.1 merupakan daftar harga kerentanan beberapa batuan dan
mineral. Meskipun terlihat variasi yang besar, bahkan untuk beberapa batuan tertentu terjadi overlap yang lebar pada tipe yang berbeda, batuan sedimen memiliki harga kerentanan rata-rata terendah dan batuan beku dasar memiliki harga yang terbesar. Pada hampir semua kasus, kerentanan magnetik tergantung hanya pada jumlah mineral-mineral ferrimagnetik yang terkandung pada batuan, utamanya adalah magnetit, ataupun pada beberapa kasus adalah titano-magnetit atau pirit. Harga dari kalkopirit dan pirit merupakan harga yang umum untuk kebanyakan
mineral-mineral sulfida dan pada dasarnya merupakan mineral non-magnetik. Harus diperhatikan bahwa banyak mineral-mineral yang mengandung besi (Fe) hanya memiliki harga yang rendah. Tabel III.1 Susceptibilitas Batuan dan Mineral Susceptibility x 10 -³ Type
Type
(SI) Range
Average
Sedimen
Susceptibility x 10 -³ (SI) Range
Average
Mineral Dolomite
0 - 0,9
0,1
Grafit
Batugamping
0-3
0,3
Kuarsa
-0,01
Batupasir
0 - 20
0,4
Rock Salt
-0,01
0,01 - 15
0,6
Gypsum
-0,01
Serpih
Kalsit
Sekis
0,3 - 3
Filit Gneiss
Batubara
0,002
Lempung
0,2
1,4
Kalkopirit
0,4
1,5
Spalerit
0,7
0,1 - 25
Kuarsit
Kasiterit 4
Serpentin Sabak
Siderit Pirit
0 - 35
-0,001 - -0,01
0,7
Metamorf Amphibiolite
0,1
6
0,9 1-4 0,05 - 5
Limonit
2,5
Arsenopirit Beku Granit
0 - 50
Riolit
0,2 - 35
Dolorit
1 - 35
Augite-Syenite
30 - 40
Olivin-diabas Diabas Porphyry
0,5 - 35
6,5
Kromit
3 - 110
7
1 - 160
55 60
430
Pirotit Ilmenit
0,3 - 200
Magnetit
1500 300 - 3500
1800
1200 - 19200
6000
70
Basalt
0,2 - 175
Diorit
0,6 - 120
Piroksenit
Andesit
3
Hematit
Franklinit 17
25
Gabro
Peridotit
2,5
70 85 125
90 - 200
1,5
150 160
Sumber : Applied Geophysisc 2nd Edition, Telford et al,1990, Cambridge University Press
III.3. Pengolahan Data
Data yang didapatkan dari lapangan agar dapat diinterpretasi dengan baik tentunya harus diolah dengan teknik-teknik pengolahan data yang dapat memudahkan user untuk melakukan interpretasi. Selain koreksi-koreksi yang harus dilakukan pada data hasil pengukuran di lapangan (dibahas pada bab selanjutnya), proses filtering juga dapat membantu dalam pengolahan data ini. Proses filtering yang dicoba pada penelitian ini adalah sinyal analitik untuk merubah anomali magnetik yang bersifat dipolar menjadi monopolar, sehingga interpretasi dapat dilakukan dengan lebih mudah. Tahapan selanjutnya yang dilakukan merupakan interpretasi dengan cara membuat model. Metoda yang digunakan adalah pemodelan ke depan dan metoda inversi 3D. Hasil dari pemodelan inilah yang akan dicocokan dengan kondisi geologi daerah penelitian.
III.3.1.Sinyal Analitik
Penggunaan sinyal analitik akan membentuk fungsi berbentuk lonceng diatas body anomali, dikalkulasi menggunakan transformasi Hilbert (Nabighian, 1972). Nabighian (1972) menunjukkan bahwa bentuk dari sinyal analitik kontak tidak tergantung oleh arah magnetisasi dan medan geomagnetik lokal. Ada 2 (dua) keuntungan utama dalam menggunakan sinyal analitik, yaitu ; tidak tergantung pada remanen magnetik dan dapat dijalankan dengan baik pada daerah dengan inklinasi rendah. Transformasi Hilbert dari f(x), dapat dinyatakan sebagai :
FI ( x)
1
S
f
f ( x' )
³ x x' dx' , .................................................................
(III.8)
f
Dan inversinya dinyatakan oleh ;
f ( x' )
1
S
f
FI ( x)
³ x' x dx. , .................................................................... (III.9)
f
Dimana sinyal analitiknya dapat dihitung sebagai berikut ; a( x)
( f ( x)) 2 (iFI ( x)) 2 , ......................................................... (III.10)
Untuk membuktikan penggunaan sinyal analitik ini pada data anomali magnetik, maka dicoba terlebih dahulu pada model 1 (satu) dimensi sederhana dengan menggunakan software signproc Windows ver 1.56. Dari gambar III.3 bisa dilihat pada kasus satu body sederhana(warna hijau) dan gambar III.4 pada kasus dua body sederhana, dimana hasil filter sinyal analitiknya akan berada diatas source. Kedua gambar ini (gambar III.3 dan gambar III.4) juga memperlihatkan penggunaan transformasi sinyal analitik pada daerah dengan inklinasi yang berbeda-beda. Hasilnya menunjukkan bahwa pada inklinasi rendah pun transformasi ini dapat dilakukan dengan cukup baik sesuai dengan sifatnya yang tidak tergantung pada arah magnetisasi dan medan geomagnetik lokal. Hal ini dapat dilihat dari bentuk transformasinya yang serupa pada semua inklinasi. Oleh karena itu filter sinyal analitik ini dapat digunakan dengan baik pada data penelitian yang berada pada daerah dengan inklinasi rendah.
Inklinasi : -30° Inklinasi : 15°
Gambar III.3. Hasil filter sinyal analitik pada berbagai inklinasi (satu body sumber)
Inklinasi : 0°
Inklinasi : 30°
Inklinasi : -30° Inklinasi : 15°
Gambar III.4. Hasil filter sinyal analitik pada berbagai inklinasi (dua body sumber)
Inklinasi : 0°
Inklinasi : 30°
III.3.2.Pemodelan ke Depan
Pemodelan ke depan akan menghasilkan sebuah model awal dari body sumber yang direkonstruksi berdasarkan informasi geologi yang dimiliki. Anomali modelnya dihitung dan dibandingkan dengan anomali yang didapat dari data lapangan, dan parameter modelnya di atur dengan tujuan untuk meningkatkan kecocokan antara kedua anomali. Ketiga langkah utama dalam melakukan pemodelan ini ; pengaturan body, perhitungan anomali dan perbandingan anomali terus dilakukan sampai model yang dihitung sama anomalinya dengan anomali yang didapat dari pengukuran (Gambar III.5).
Guess at initial model parameters P1, P2, P3, ... Calculate model anomaly
A
A0 Compared model anomaly with observed anomaly New P1, P2, P3, ... Do they match?
No
Adjust model parameters
Yes Stop
Gambar III.5 Diagram alir Pemodelan ke depan dimana A adalah
anomali terukur, A0 adalah anomali hasil perhitungan, dan P1, P2, P3, ... adalah parameter sumber anomali, seperti kedalaman, magnetisasi atau ketebalan
Untuk memperoleh kesesuaian antara data teoritis (respons model) dengan data lapangan dapat dilakukan proses coba-coba (trial and error) dengan mengubah-ubah harga parameter model. Seringkali istilah pemodelan ke depan atau forward modelling digunakan untuk menyatakan pemodelan data geofisika dengan cara coba-coba tersebut. Dengan kata lain, istilah pemodelan ke depan tidak hanya mencakup perhitungan respons model tetapi juga proses coba-coba untuk memperoleh model yang memberikan respons yang cocok dengan data.
Gambar III.6. Model 2D benda poligon (Grant & West, 1965)
Anomali benda 2 dimensi
poligon ditentukan dengan menggunakan metoda
Talwani. Besarnya anomali magnetik dua dimensi dari benda poligon gambar III.6 adalah :
'T (0)
ª w2 w2 º 2M «(cos 2 i sin 2 O sin 2 i ) 2 2 sin i cos i sin O » wzwx ¼ wx ¬
³³ ln>( x [ )
2
(z K)2
@
1
2
d[ dK
s
§ w2 w2 2M (1 cos 2 O cos 2 i )¨¨ cos 2 E 2 sin 2 E wx wzwx ©
³³ ln>( x [ ) s
2
(z K)2
@
1
2
d[ dK
· ¸¸ ¹ ............... (III.11)
Dimana: M = k.H0
i
= Inklinasi
= Deklinasi § tan i · = tan -1 ¨¨ sin O ¸¸ © ¹
Persamaan menujukkan bahwa anomali magnet bergantung pada; geometri benda, suseptibilitas, inklinasi, deklinasi serta medan magnet bumi. Bentuk persamaan numerik untuk anomali magnet total dua dimensi adalah :
'T (0) 2M (1 cos 2 O cos 2 i )
n
¦a k 1
1 ^(A)(B) (C)(D)` .............. (III.12) 1
2 k
Dimana: A
B
a k cos 2 E sin 2E
(1 a k2 ) z k21 2a k bk z k 1 bk2 (1 a k2 ) z k2 2a k bk z k bk2
C
a k sin 2 E cos 2 E
D
2 ª (1 a k2 ) z k 1 a k º 1 ª (1 a k ) z k 1 a k º tan 1 « tan » « » bk bk ¬ ¼ ¬ ¼
Kecepatan dan keberhasilan teknik pemodelan ke depan dengan cara cobacoba sangat bergantung pada pengalaman subyektif seorang interpreter. Dalam hal ini seorang interpreter harus dapat melakukan perkiraan harga parameter model pada saat awal dan perkiraan perubahan harga paramater tersebut agar diperoleh respons yang makin dekat dengan data. Semakin kompleks hubungan antara data dengan parameter model maka semakin sulit proses coba-coba tersebut. Adanya informasi tambahan dari data geologi atau data geofisika lainnya dapat membantu penentuan model awal.
III.3.3. Pemodelan Inversi
Metoda inversi merupakan cara yang digunakan untuk memperkirakan model respon magnetik yang paling cocok dengan data observasi. Untuk mencocokan data tersebut dapat dinyatakan dengan fungsi objektif yang merupakan fungsi dari selisih antara teoritis dengan data observasi. Jika respon tersebut belum cocok maka harga parameter tersebut diubah sampai meghasilkan respon model yang cocok dengan respon data lapangan hingga diperoleh parameter yang diharapkan. Setiap anomali magnetik yang diamati di atas permukan dapat dievaluasi dengan menghitung proyeksi anomali medan magnet dari arah yang ditentukan. Sumber pada lokasi yang diteliti, di set kedalaman sebuah cell orthogonal berupa mesh 3D (Li dan Oldengburg, 1996). Mesh 3D diasumsikan mempunyai suseptibilitas di dalam masing-masing cell dan magnetik remanen diabaikan. Anomali magnetik (T) pada suatu lokasi dengan berhubungan dengan susceptibility (k) di bawah permukaan. Secara linear dapat dituliskan dalam
persamaan berikut: T = Gk ..................................................... (III.13) Dimana G merupakan matriks dengan ukuran i x j :
G
§ G11 G12 G1 j · ¨ ¸ ¨ G21 G22 G2 j ¸ ¨ ¸ ¸ ¨ ¨G G Gij ¸¹ i2 © i1
i adalah jumlah data dan j adalah jumlah parameter model. Matriks G digunakan untuk memetakan suatu model dari data keseluruhan data pada proses inversi. Masalah inversi dirumuskan sebagai suatu masalah optimisasi, dimana suatu fungsi objektif dari model utama diperkecil pada persamaan (III.13). Secara umum, inversi yang dilakukan pada medan anomali berbanding lurus terhadap variasi suseptibilitas pada skala linear. Untuk mengakomodasi hal ini, digunakan lambang m yang umum untuk model. Setelah menggambarkan suatu model,
selanjutnya membuat suatu fungsi objektif yang ketika diperkecil menghasilkan suatu model yang dapat diinterpretasi. Fungsi objektif diambil dari suatu sistem koordinat kartesian dengan x utara positif dan z bawah positif. Sehingga model fungsi objektifnya adalah (Li & Oldenburg, 1996): ww( z>m(r ) m0 @) ½ ¾ dv wx ¿ ¯ 2
I m (m) D s ³ ws ^w( z )>m(r ) m0 @` dv D x ³ wx ® 2
v
v
ww( z>m(r ) m0 @) ½ ww( z>m(r ) m0 @) ½ wy ® ¾ dv ¾ dv ³ wz ® wz wy ¿ ¯ ¿ ¯ v 2
³ v
2
(III.14)
Dimana fungsi ws, wx, wy, dan wz bergantung pada spasial fungsi weighting dan mempunyai pengaruh penting terhadap komponen yang berbeda pada fungsi objektif. Fungsi w(z) adalah fungsi depth weighting yang ada pada persamaan (III.14) dan dapat ditulis juga sebagai: Im (m) Ims Imv yang bersifat fleksibel sehingga dapat membuat banyak model yang berbeda. Model acuan m adalah model yang diperkirakan dari penyelidikan sebelumya. Dari sudut pandang inversi magnetik, pendekatan ini dapat membuat suatu model bumi yang menggunakan informasi yang ada. Dalam inversi diperlukan suatu minimalisasi ||m - mo||2
=
(m – mo)2 dv
untuk mencocokkan data yang akan menghasilkan suseptibilitas. Selanjutnya menentukan inversi dengan mendefinisikan pengukuran misfit yang menggunakan normalisasi :
Id
2
Wd ('T 'T obs ) ................................................................. (III.15)
Dimana Wd sebagai acuan matrik diagonal pada elemen i adalah 1/i, yang mana i adalah standar deviasi pada datum i dengan membuat variabel chi-squared yang terdistribusi dengan derajat kebebasan N, berdasarkan formula E [ 2 = N] sebagai syarat target misfit untuk inversi.
Masalah inversi dapat diselesaikan dengan menentukan model m yang diminimalisasi Im dan data misfit oleh jumlah yang belum ditentukan. Hal ini x
dipenuhi oleh minimalisasi I m (m) I m O1 (I 'T I 'T ) dimana I 'T
x
adalah
target misfit dan adalah perkalian Lagrangian untuk membuat solusi numerik. Langkah awal dengan mediskritisasi fungsi objektif pada persamaan (III.14) menggunakan pendekatan beda hingga pada mesh untuk menentukan model suseptibilitas. Dengan hasil model (Li & Oldenburg, 1996):
Im (m) Ims Imv (m m0 )T WsTWs (m m0 )(m m0 ) 2 (WxTWx WyTWy WzTWz (m m0 ) (m m0 )T WmTWm (m m0 ) { Wm (m m0 )
2
(III.16) Dimana m dan m0 adalah panjang vektor M, matriks Ws, Wx, Wy, Wz adalah dihitung secara langsung oleh mesh dan ditentukan fungsi weighting ws, wx, wy, wz, kemudian matrik komulatif WmTW terbentuk, matrik Wm tidak dihitung tetapi matrik ini tetap digunakan untuk menghasilkan persamaan akhir. Masalah inversi dipecahkan dengan minimalisasi Im
Dengan fungsi kernel adalah :
g i ( z)
e az cos(2S iz ) ....................................................... (III.18) 2
Pembuatan model yang telah diminimalisasi m dan dikombinasikan dengan persamaan (III.17), sehingga menghasilkan persamaan: N
mc ( z )
¦D e
az
i
cos(2S iz ) ............................................. (III.19)
i 0
Persamaan (III.17) dapat ditulis menjadi: 1
'Ti
g i ( z) ³0 w( z ) w( z )m( z )dv
1
³g
w i
( z )m w ( z )dv ............................. (III.20)
0
Dimana g iw (z ) adalah weigted kernel dan m w (z ) adalah weighted model. Lalu 2
dipisahkan dengan meminimalisasi m w (z ) dan solusinya yaitu : N
mcw ( z )
¦D g i
w i
( z ) ......................................................... (III.21)
i 0
Pembagian
mcw (z )
oleh fungsi weighting dan subtitusi dengan
g iw (z )
menghasilkan : N
mcw ( z )
¦ Di i 0
g iw ( z ) w2 ( z)
N
¦ Di i 0
e az cos(2S iz ) ................... (III.22) w2 ( z)
Metodologi ini diaplikasikan untuk inversi pada permukaan data magnetik dengan menemukan fungsi weighting hal yang dipengaruhi oleh jumlah sel (z) pada mesh 3D. fungsi tersebut dapat dituliskan: w( z )
1 ................................................. (III.23) ( z z0 )3 / 2
Fungsi diatas bertujuan untuk menetralkan kehilangan geometri yang sensitif terhadap jarak dari lokasi pengamatan sehingga menghasilkan suseptibilitas yang tidak terpusat dekat lokasi pengamatan.
Gambar 3.7.
Penerapan fungsi depth weigthing, dimana Z = model yang diperoleh dari titik pengukuran, dan Z0 = model yang diperoleh dari depth weigthing 2002)
(Shehktman, R.,