BAB III ATH-THABARI DAN TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG ANAK YATIM A. Biografi Ibn Jarir Ath-thabari 1.
Sejarah Kehidupan dan Pendidikan ath-Thabari Ath-thabari yang nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Khalid ath-thabari, ada pula yang mengatakan Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib ath-thabari.1 Beliau dilahirkan di Amil Ibu kota Tabaristan pada tahun 224 hijriah.2 Beliau merupakan salah seorang ilmuwan yang sangat mengagumkan dalam kemampuannya mencapai tingkat tertinggi dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain fiqih (hukum Islam ) sehingga pendapat-pendapatnya yang terhimpun dinamai mazhab al-Jaririyah3 dan beliaupun telah hapal al-Qur’an ketika usianya masih sangat muda yaitu dalam usia tujuh tahun. Hal ini sebagaimana yang telah dikatakannya : “Aku telah menghapal al-Qur’an ketika berusia tujuh tahun dan menjadi imam shalat ketika aku berusia delapan tahun serta mulai menulis hadits–hadits Nabi pada usia sembilan tahun”.4 Beliau dibesarkan pada salah satu periode keemasan ilmu-ilmu Agama Islam dan masa di mana penguasa mendorong dan menghargai ilmu pengetahuan dan para ilmuwan. Kurun masa hidup ath-thabari adalah masa-masa di mana peradaban Islam setelah melalui tahap pembentukannya,
tengah
bersiap
menunjukkan
kekuatan
dan
semangatnya di panggung sejarah dunia. Pada waktu itu banyak pemikir dan sarjana Islam yang melibatkan diri dalam studi dan penelitiaan berbagai disiplin ilmiah. 1
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami al-Bayan An Ta'wil ai al-Qur'an, Dar al-Fikr, Bairut, Libanon, hlm. 3 2
M. Husain az-Dhahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Dar al-Fikr, Beirut, t. th., hlm. 205
3
M. Hasbi ash-Shiddiqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 41
4
Ya’qub al-Hamawy, Mu’jam al-Udaba, al-Halaby, Cairo, 1936, Jilid 1, hlm. 598
30
31
Ath-Thabari mulai menuntut ilmu ketika ia berumur 12 tahun, yaitu pada tahun 236 hijriah di tempat kelahirannya.5 Setelah ia menuntut ilmu pengetahuan dari para ulama-ulama terkemuka di tempat kelahirannya, Amil, seperti kebiasaan ulama-ulama lain pada waktu itu Ibn Jarir dalam menuntut ilmu pengetahuan mengadakan perjalanan ke beberapa daerah Islam. Dalam bidang sejarah dan Fiqih, ia berangkat menuju Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal, tetapi diketahui ia telah wafat sebelum Ibn Jarir sampai di negeri tersebut, untuk itu perjalanan dialihkan menuju ke Kufah dan di negeri ini ia mendalami Hadits dan ilmu-ilmu yang berkenaan dengannya. Kecerdasan dan kekuatan hafalannya telah membuat kagum ulama-ulama di negeri itu. Kemudian ia berangkat ke Baghdad di sana ia mendalami ilmu-ilmu al-Qur'an dan fiqih Imam Syafi'i pada ulama-ulama terkemuka di negeri tersebut, selanjutnya ia berangkat ke Syam untuk mengetahui aliran-aliran fiqih dan pemikiran-pemikiran yang ada di sana. Kemudian ia berangkat ke Mesir dan di sana ia bertemu dengan ulama-ulama terkemuka bermazhab Syafi'i seperti al-Rabi bin Sulaiman dan al-Muzzani, dari kedua ulama tersebut Ibn Jarir banyak mengadakan diskusi-diskusi ilmiah dan di Negeri ini juga ia bertemu dengan Muhammad Ibnu Ishaq Ibnu Khuzaimah seorang pengarang kitab al-Sirah, diriwayatkan bahwa Ibn Jarir ath-thabari dalam menulis kitab "Tarikh al-Umam Wa al-Mulk" yang sangat terkenal banyak berdasarkan kitab al-Sirah ini, dari mesir ia kembali ke tempat kelahirannya, kemudian ia pergi ke Bagdad dan di negeri tersebut ia menghabiskan sisa umurnya dalam mengajar dan mengarang.6 Beliau wafat pada usia 86 tahun, yaitu pada tahun 310 Hijriah.7
5
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm.3
6
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 362 7
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 222
32
Imam Ath-thabari juga sangat terkenal di Barat, biografinya pertama kali diterbitkan di Laiden pada tahun 1879-1910. Julius Welhousen menempatkan itu ketika ia membicarakan zaman ( 660-750 ) dalam buku The Arab Kingdom and its Fall.8 2.
Sekilas Tentang Tafsir ath-Thabari dan Sumbangsihnya dalam Perkembangan Tafsir Kitab tafsir karya ath-thabari adalah Jami al-Bayan fi Tafsir alQur'an adalah nama yang lebih dikenal, sedangkan nama yang diberikan oleh ath-thabari adalah Jami al-Bayan an Tawil Ayi al-Qur'an, ditulis pada akhir kurun yang ketiga dan mulai mengajarkan kitab karangannya ini kepada para muridnya dari tahun 283 sampai tahun 290 hijriah.9 Kitab tafsir Jami al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an termasuk di antara banyak kitab tafsir yang paling dini dan paling masyhur yang menjadi bahan rujukan dalam tafsir bil Ma'tsur. Tafsir ini terdiri dari 30 juz yang masing-masing berjilid tebal dan besar, Kitab karya beliau ini kemudian dicetak untuk pertama kalinya ketika beliau berusia 60 tahun ( 284 H/ 899 M ). Dengan terbitnya tafsir ath-thabari ini terbukalah khazanah ilmu tafsir. Dr. M. Husain az-Dzahabi berkata : “Dapat dikatakan bahwa tafsir Ibn Jarir ath-thabari ini merupakan tafsir yang pertama di antara sekian banyak kitab-kitab tafsir pada abad-abad pertama, juga sebagai tafsir pertama pada waktu itu karena merupakan kitab tafsir yang pertama yang diketahui, sedangkan kitab-kitab tafsir yang mungkin ada sebelumnya telah hilang ditelan peradaban waktu atau zaman”.10 Syekh al-Islam Taqi ad-Din Ahmad bin Taimiyah pernah ditanya tentang tafsir yang manakah yang lebih dekat dengan al-Qur'an dan as-
8
J. J.G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Qur'an Modern, Terjemahan Hairussalim, Tiara Wacana, Jakarta, 1997, hlm. 91 9
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit, hlm. 4
10
H. Salimuddin, Tafsir al-Jami'ah, Pustaka, Bandung, 1990, hlm. 135
33
Sunnah ? Beliau menjawab bahwa di antara semua tafsir yang ada pada kita, tafsir Muhammad bin Jarir ath-thabari lah yang paling otentik.11 Kitab tafsir ath-thabari sangat luas dan ensiklopedis, isinya sangat bervariasi dengan subyek pembahasan yang sangat kaya. Seringkali hadits-hadits yang ia sebutkan saling kontradiktif dan terkadang mengalami perulangan dan hanya berbeda dalam mata rantai periwayatannya. Semua informasi yang diberikan ath-thabari diperoleh secara berantai dari para periwayat, mata rantai ini dipelajari oleh Dr. Horst yang menghitung ada 13.026 mata rantai yang berbeda dalam tiga jilid tafsir ath-thabari, dua puluh satu dari 13. 026 ini termsuk didalamnya 15. 700 dari 35.400 macam bentuk informasi hadits-hadits yang
menjadi jaminan bagi kebenaran atas berbagai mata rantai
peristiwa.12 Seorang pemikir kontemporer dari al-Jazair M. Arkoun dalam buku Berbagai Pembacaan Qur'an mengatakan tafsir ath-thabari ini telah mendapatkan kewenangan yang tiada tara baik di kalangan kaum muslimin
maupun
di
kalangan
Islamolog.
Ath-thabari
telah
mengumpulkan dalam sebuah karya monumental yang terdiri dari tiga puluh jilid, satu jumlah yang mengesankan dari Akhbar (sekaligus berita cerita-cerita, tradisi-tradisi dan informasi-informasi) yang tersebar di timur tengah yang bersuasana Islam selama tiga abad hijriyah. Dokumen yang sangat penting bagi sejarah ini belum dijadikan obyek monografi apapun yang mengakhiri gambaran mengenai ath-thabari sebagai mufasir yang "rakus obyektif" dengan ketidakperduliaannya akan isi berita-berita yang diriwayatkannya. Sesungguhnya ia telah menyeleksi dan mengatur informasi-informasinya sesuai dengan sikap politik keagamaanya; ia bermaksud mendamaikan kaum muslimin di atas faham zaidisme moderat yang dinyatakan dengan satu usaha untuk mengabsahkan 11
Thameem Ushama, Metodologi Tafsir al-Qur'an, Terjemahan Hasan Basri dan Amroeni, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 68 12
J. J. G, Jansen, op. cit, hlm. 91
34
kekuasaan Abbasiyah, menghukum tidak sah Bani Umayyah dan Syi'ah politis. Hal itu menjelaskan kemauan keras sang mufasir untuk menyelaraskan varian-varian teks al-Qur'an (qira'ah), menyadur ayatayat dalam sebuah bahasa yang sangat sederhana dan jelas, menyelesaikan titik-titik pertentangan dengan kehati-hatian yang dipertimbangkan baik-baik, berkat langkah-langkah ini, yang sekaligus menjelaskan dan mendamaikan. Penjelasan-penjelasan ath-thabari memaksakan kehadirannya dengan kesetiaan sedemikian rupa kepada tradisi tafsir, sehingga penjelasannya itu menyelubungi arus-arus dan pendapat-pendapat yang kurang atau tidak lazim dalam sumber-contoh.13 Pada mulanya Tafsir ath-thabari ini pernah hilang, namun dengan takdir Allah dapat diketemukan kembali ketika naskahnya ditemukan pada perpustakaan seorang Amir, yang bernama Amir Mahmud Abdur Rasyid, salah seorang amir Nejeb, kemudiaan tafsir tersebut dicetak kembali.14 Kepeloporannya dalam ilmu tafsir tampak pada metode pembahasan yang
khas dan orisinil sehingga mampu menampilkan
sebuah kitab tafsir yang bernilai tinggi dan memiliki keistimewaan tersendiri.15 Di Mesir tafsir ath-thabari ini diterbitkan berulang-ulang, pertama kali oleh penerbit Matba'at al-Maymuniyyah dan beberapa tahun kemudian menyusul penerbit Matha'a Amiriyya di Bulloq, dekat Kairo, Dar al-Ma'arif juga menerbitkan edisi barunya dalam enam belas jilid pada tahun 1969. Edisi yang menarik diterbitkan pada tahun 1954 oleh penerbit Musthafa al-Babi al-Halabi, sedangkan di Barat kitab tafsir ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1903.16
13
M. Arkoun, Berbagai Pembacaan Qur'an, INIS, Jakarta, 1997, hlm. 93
14
Manna' Khalil al-Qaththan, Pembahasan Ilmu al-Qur'an, Terjemahan Halimuddin, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 204 15
H. Salamuddin, op. cit, hlm. 136
16
J. J. G. Jansen, op. cit, hlm. 91-92
35
3.
Karya-karya ath-Thabari Lewat karya tulisnya yang cukup banyak dan sebagian besar dalam bentuk kumpulan riwayat hadits dengan bahasa yang sangat indah, ath-thabari bukan saja terkenal seorang ilmuwan yang agung melainkan juga sebagai orang yang dikagumi berbagai pihak. Semua karya ilmiah ath-thabari yang diwariskan kepada kita, sebagian diketemukan dan sebagian yang lain belum diketemukan. Diantaranya karya–karya beliau sebagai berikut: 1)
Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an
2)
Tarikh al-Umam wa al-Muluk wa Akhbaruhum
3)
Al-Adabul Hamidah wal Akhlaqun Nafisah
4)
Ikhtilafu al-Fuqaha
5)
Tahzibu al-Asar wa Tafsali as-Sabit ‘an Rasulillahi min al-Akhbar
6)
Kitabu al-Qiraat wa Tanzili al-Qur’an
7)
Sharikhi as-Sunnah
8)
Lathifu al-Qaul fi Ahkami Syara’i al-Islam
9)
Tarikhur Rijal
10)
Kitabul Basit fil Fiqh
11)
Al-Jami’ fi Qira’at dan
12)
Kitâbut Tabsir fil Usul 17
B. Metode Dan Corak Tafsir Ath-Thabari Tafsir sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an, telah mengalami perkembangan yang cukup bervariasi, sebagai hasil karya manusia, terjadinya keanekaragaman dalam corak dan metode penafsiran adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya keragaman tersebut, antara lain : perbedaan kecenderungan, interes, motivasi mufasir, perbedaan missi yang diemban, perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang dikuasainya,
36
perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi dan lain sebagainya 1.
Metode Penafsiran ath-Thabari Para Ulama berpendapat bahwa belum pernah disusun sebuah kitab tafsir yang menyamai kitab tafsir karya Ibn Jarir ini. Imam Nawawi mengemukakan bahwa Kitab Ibn Jarir dalam bidang tafsir adalah sebuah kitab yang belum seorang pun pernah menyusun kitab yang menyamainya.18 Apabila dibaca dan dikaji kitab tafsir Jami al-Bayan Fi Tafsir alQur'an ini merupakan salah satu karya tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili.19 Metode ini adalah berusaha menerangkan arti ayat-ayat alQur'an dari berbagai seginya sesuai dengan urutan ayat dan surat dalam mushaf dengan menonjolkan kandungan lafadz, interrelasi antara ayat dan surat, asbab al-nuzul, hadits-hadits yang berhubungan dengannya, pendapat para mufasir terdahulu, disamping penafsiran mufasir itu sendiri.20 Salah satu contoh penafsiran beliau yang menggambarkan bahwa metode yang digunakannya dalam menafsirkan al-Qur'an menggunakan metode tahlili adalah penafsiran beliau terhadap firman Allah dalam surat al-Kahfi ayat 82 :
ن َ ﺤ َﺘ ُﻪ َآ ْﻨ ٌﺰ َﻟ ُﻬﻤَﺎ َوآَﺎ ْ ن َﺕ َ ﻦ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﺪِﻳ َﻨ ِﺔ َوآَﺎ ِ ﻦ َﻳﺘِﻴ َﻤ ْﻴ ِ ن ِﻟ ُﻐﻠَﺎ َﻣ ْﻴ َ ﺠﺪَا ُر َﻓﻜَﺎ ِ َوَأﻣﱠﺎ ا ْﻟ ﻦ ْ ﺡ َﻤ ًﺔ ِﻣ ْ ﺨ ِﺮﺝَﺎ َآ ْﻨ َﺰ ُهﻤَﺎ َر ْ ﺴ َﺘ ْ ﺷ ﱠﺪ ُهﻤَﺎ َو َﻳ ُ ن َﻳ ْﺒُﻠﻐَﺎ َأ ْ ﻚ َأ َ َأﺑُﻮ ُهﻤَﺎ ﺻَﺎِﻟﺤًﺎ َﻓَﺄرَا َد َرﱡﺑ :ﺻ ْﺒﺮًا )اﻟﻜﻬﻒ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﻄ ْﻊ ِﺴ ْ ﻞ ﻣَﺎ َﻟ ْﻢ َﺕ ُ ﻚ َﺕ ْﺄوِﻳ َ ﻦ َأ ْﻣﺮِي َذِﻟ ْﻋ َ ﻚ َوﻣَﺎ َﻓ َﻌ ْﻠ ُﺘ ُﻪ َ َر ﱢﺑ (82 Artinya : “Dan adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua sedang ayahnya adalah seorang yang soleh maka tiuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada 17
Manna’ Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu al-Qur’an, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta, 1994, hlm 526 – 527 18
Manna’ Khalil al-Qattan, op. cit., hlm, 526 – 527
19
Nashiruddin Baidan, op. cit., hlm. 32
20
Pesantren, No. 1/ Vol. III/1991
37
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari tuhanmu. Dan bukanlah Aku melakukannya menururt kemauanKu sendiri demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang tidak dapat terhadapnya.(QS. Al-Kahfi: 82).21 Sebagian ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan “ آﺎن ﺕﺤﺘﻪ “ آﻨﺰ ﻟﻬﻤﺎada sebagian ulama yang menafsirkan lafadz tersebut adalah ilmu, sebagaimana hadits Nabi:
ﺡﺪﺛﻨﻰ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺱﻌﺪ ﻗﺎل ﺛﻨﻰ ﺑﻦ ﻗﺎل ﺛﻨﻰ ﻋﻤﻰ ﻗﺎل ﺛﻨﻰ اﺑﻦ ﻋﻦ اﺑﻴﻪ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس وآﺎن ﺕﺤﺘﻪ آﻨﺰﻟﻬﻤﺎ ﻗﺎل وآﺎن ﺕﺤﺘﻪ آﻨﺰ ﻋﻠﻢ Artinya:”Telah menceritakan padaku Muhammad bin Said,dia berkata: Aku telah memuji bapakku,Muhammad bin Said berkata:”Aku telah memuji Pamanku lalu dia berkata lagi Aku telah memuji kakekku, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua,Ibnu Abbas berkata :dibawahnya ada simpanan ilmu. Ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud “ وآﺎن ﺕﺤﺘﻪ “ آﻨﺰﻟﻬﻤﺎadalah harta yang disimpan sebagaimana Hadits Nabi:
ﺡﺪﺛﻨﻰ ﻳﻌﻘﻮب ﻗﺎل ﺛﻨﺎ هﺸﻴﻢ ﻗﺎل اﺥﺒﺮﻥﺎ ﺥﺼﻴﻦ ﻋﻦ ﻋﻜﺮﻣﺔ وآﺎن ﺕﺤﺘﻪ آﻨﺰﻟﻬﻤﺎ ﻗﺎل آﻨﺰ ﻣﺎل Artinya:”ya’kub telah menceritakan kepadaku,dia berkata:saya telah memuji hasyim,Ya’kub berkata Khusay telah mengabarkan pada kami dari iqrimah dan ada harta benda simpanan bagi mereka berdua,Iqrimah berkata:harta simpanan. Menurut at-Thabari bahwa diantara kedua penafsiran tersebut yang paling mendekatkan terhadap kebenaran penafsiran’ وآﺎن ﺕﺤﺘﻪ آﻨﺰﻟﻬﻤﺎ ‘yaitu harta mereka berdua,menurut ath-Thabari bahwa lafadz‘ اﻟﻜﻨﺰ ‘merupakan suatu isim bagi setiap sesuatu yang disimpan dan sesuatu tersebut merupakan wujud dari barang yang berupa harta benda.Dalam menafsirkan ayat 82 surta al-Kahfi, ath-Thabari memberi penafsiran bahwa Allah menghendaki kedua anak yatim tersebut memperoleh kekuatan, sehingga dikeluarkanlah dari balik dinding tersebut suatu
21
Al-Qur'an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 214
38
harta simpanan anak kedua yatim tersebut yang merupakan rahmat dari Allah bagi anak yatim.22 Seorang pemikir kontemporer Aljazair Malik bin Nabi menilai bahwa para ulama menafsirkan al-Qur'an dengan metode tahlily tidak lain kecuali dalam rangka upaya mereka meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan al-Qur'an.23 2.
Corak Penafsiran ath-Thabari Al-Quran al-Karim itu laksana samudra yang keajaiban dan keunikannya tidak akan pernah sirna ditelan masa, sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan metode yang beraneka ragam. Kitabkitab tafsir yang memenuhi perpustakaan merupakan bukti nyata yang menunjukkan betapa tingginya semangat dan besarnya perhatian para ulama untuk menggali dan memahami kandungan makna-makna kitab suci al-Qur'an tersebut.24 Adapun apabila dilihat dari corak penafsiran al-Thabari ini dalam menafsirkan al-Qur'an adalah menggunakan corak tafsir bil Ma'tsur.25 Corak tafsir ini adalah corak penafsiran yang titik tolak serta garis besar uraiannya berdasarkan riwayat-riwayat. Mufassirnya menafsirkan alQuran dengan al-Qur'an, al-Qur'an dengan as-Sunnah. Karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan para sahabat, karena merekalah yang mengetahui kitabullah atau dengan apa yang dikatakan oleh ulama-ulama besar tabi'in, karena pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat.26
22
at-Thabari, op.cit., hlm.268-269
23
M. Quraish Shihab, op. cit., hlm.86
24
Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu'iy, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 11 25
Yusuf Qardhawi, Al-Qur'an dan As-Sunnah, Terjemahan Bahruddin Fannani, Robbani Press, Jakarta, 1997, hlm. 38 26
Manna’ Khalil al-Qattan, op. cit., hlm. 482 – 483
39
Adapun contoh yang menggambarkan bahwa ath-thabari dalam menafsirkan al-Qur'an menggunakan corak bil Ma'tsur adalah, penafsiran beliau terhadap surah al-Baqarah ayat 220 :
ن ْ ﺥ ْﻴ ٌﺮ َوِإ َ ح َﻟ ُﻬ ْﻢ ٌ ﻞ ِإﺻْﻼ ْ ﻦ ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ ُﻗ ِﻋ َ ﻚ َ ﺴﺄَﻟﻮ َﻥ ْ ﺥ َﺮ ِة َو َﻳ ِ ﻓِﻲ اﻟ ﱡﺪ ْﻥﻴَﺎ وَاﻟْﺂ ﻋ َﻨ َﺘ ُﻜ ْﻢ ْ ﺢ َوَﻟ ْﻮ ﺷَﺎ َء اﻟﱠﻠ ُﻪ ﻻ ِ ﺼِﻠ ْ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َ ﺴ َﺪ ِﻣ ِ ﺥﻮَا ُﻥ ُﻜ ْﻢ وَاﻟﻠﱠ ُﻪ َﻳ ْﻌَﻠ ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔ ْ ُﺕﺨَﺎِﻟﻄُﻮ ُه ْﻢ َﻓِﺈ (220:ﺡﻜِﻴ ٌﻢ )اﻟﺒﻘﺮة َ ﻋﺰِﻳ ٌﺰ َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ِإ ﱠ Artinya : " Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik dan jika kamu menggauli mereka maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan Jika Allah menghendaki, niscaya Ia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ”. (QS. al-Baqarah : 220 ) 27 Menurut ath-thabari " " وإن ﺗﺨﺎﻟﻄﻮهﻢ ﻓﺈﺧﻮاﻧﻜﻢadalah anjuran untuk memanfatkan atau mengelola harta mereka untuk kesejahteraan mereka , adapun ﻓﺈﺧﻮاﻧﻜﻢditafsirkan
sebagai saudara sesama muslim yang
mengelola harta anak yatim, dalam hadits Nabi :
ﻗـﺪ: اﺑﻦ زﻳﺪ ﻗـﺎل: أﺥـﺒـﺮ ﻥـﺎ اﺑﻦ و هـﺐ ﻗـﺎل:ﺡـﺪ ﺛـﻨﻰ ﻳﻮ ﻥـﺲ ﻗـﺎل ﻳـﺨـﺎﻟﻂ اﻟﺮﺝـﻞ أﺥـﺎﻩ Artinya : “ menceritakan kepada kami yunus, dari wahab dari riwayat ibnu yazid berkata : Menceritakan kepada kami Ibn Abi Ja'far dari ayahnya : Seorang laki-laki telah bekerja sama dengan saudaranya “.28 Metode penafsiran ath-thabari memberikan kontibusi terhadap para ulama sesudahnya, terutama ulama yang menggunakan metode bil Ma'tsur dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an. C. Penafsiran ath-Thabari tentang Ayat-ayat Anak Yatim Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk saling membantu satu sama lain. Muslim yang satu dengan muslim yang lain
27
Departemen Agama, op. cit., hlm. 63
28
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Dar alMa’rifah, Beirut, Libanon, t. th., hlm. 4
40
diibaratkan dengan satu tubuh, kelebihan yang satu untuk menutupi kekurangan yang lain, kekurangan pada satu pihak akan dibantu oleh pihak yang lain. Islam mengajarkan kepada manusia untuk saling menyayangi dan menghargai, menyayangi bukan hanya sekedar memberi perhatian dan membantu, akan tetapi benar-benar berbuat kepada orang lain sebagaimana dia berbuat untuk dirinya sendiri. Dalam hal berbuat baik atau menolong orang lain seorang muslim hendaklah bersedia berkorban seolah-olah ia sedang menolong dirinya sendiri. Begitu
pula
halnya
terhadap
anak
yatim,
al-Qur’an
lebih
mengkhususkan perhatian kepada mereka, karena anak yatim merupakan orang yang belum mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka Allah SWT menjadikan orang-orang yang memberikan bantua berupa harta dan lain-lainnya yang disukainya kepada anak yatim adalah salah satu sebab yang akan menyelamatkan mereka dari kesusahan pada hari pembalasan nanti. Dalam surah al-Baqarah ayat 220 Allah berfirman :
ن ُﺕﺨَﺎِﻟﻄُﻮ ُه ْﻢ ْ ﺥ ْﻴ ٌﺮ َوِإ َ ح َﻟ ُﻬ ْﻢ ٌ ﻞ ِإﺻْﻼ ْ ﻦ ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ ُﻗ ِﻋ َ ﻚ َ ﺴﺄَﻟﻮ َﻥ ْ ﺥ َﺮ ِة َو َﻳ ِ ﻓِﻲ اﻟ ﱡﺪ ْﻥﻴَﺎ وَاﻟْﺂ ﻋﺰِﻳ ٌﺰ َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ﻋ َﻨ َﺘ ُﻜ ْﻢ ِإ ﱠ ْ ﺢ َوَﻟ ْﻮ ﺷَﺎ َء اﻟﻠﱠ ُﻪ ﻻ ِ ﺼِﻠ ْ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َ ﺴ َﺪ ِﻣ ِ ﺥﻮَا ُﻥ ُﻜ ْﻢ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َﻳ ْﻌَﻠ ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔ ْ َﻓ ِﺈ (220:ﺡﻜِﻴ ٌﻢ )اﻟﺒﻘﺮة َ Artinya : "Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: " mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah Mengetahui siapa yang berbuatan kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". ( Qs. Al-Baqarah : 220). 29 Di dalam Tafsir Jami al-Bayan beliau berpendapat bahwa, harta benda anak yatim pada waktu itu dicampur adukkan dalam hartanya (wali yatim), makanan, minuman, tempat tinggal. Maka katakanlah, wahai Muhammad pada orang-orang yang mencampur harta anak yatim dengan 29
Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 53
41
hartanya sendiri, bahwa kelebihan kepada mereka dengan menasehati (mengurus) harta-harta mereka, tanpa campur tangan sesuatu dalam harta mereka dan tidak mengambil bagian dari harta mereka melainkan mengurus secara baik terhadap mereka. Dan kebaikan disisi Allah bagimu dan pahala lebih banyak buat kamu. Dan berbuat baiklah pada mereka dalam mengurus harta benda mereka dalam masa yang akan datang dan janganlah kamu campur harta mereka dengan hartamu semua, baik dalam nafkahmu memberi makan, minum, dan tempat tinggal kamu sekalian. Dan kumpulkanlah harta mereka sebagai ganti dari kehidupanmu dalam segala permasalahan mereka. Dan uruslah dengan baik harta mereka, karena mereka merupakan saudaramu dan tentukanlah sebagian mereka dengan sebagian yang lain yang merupakan saudaramu semua dan jagalah atas bagian mereka, maka yang mempunyai tentukanlah atas yang lemah yang mempunyai kekuatan dalam dirinya tentukanlah yang lemah. Dan Allah berfirman, yang artinya : "Apabila kamu mencampur harta mereka dan harta kamu, maka kamu kumpulkan makananmu pada makanan mereka, dan minuman kamu dengan minuman mereka, dan harta lebihmu dengan harta kelebihan mereka, apabila kamu mengambil dari harta mereka pada kelebihan yang ditentukan selagi keberadaanmu dari kehidupanmu dengan harta mereka. Dan menolong kepada mereka pada waktu kamu melihat pada mereka. Lihatlah seperti saudaramu sendiri, melakukan sesuatu di antara kamu dan mereka dengan apa yang ditetapkan oleh Allah merupakan kehalalan bagi kamu. Karena sesungguhnya kamu semua merupakan saudara atas sebagian yang lain“.30
Dalam al-Qur’an surat al-Ma'un ayat 1-3 :4
ﻃﻌَﺎ ِم َ ﻋﻠَﻰ َ ﺤﺾﱡ ُ وَﻻ َﻳ. ﻚ اﱠﻟﺬِي َﻳ ُﺪعﱡ ا ْﻟ َﻴﺘِﻴ َﻢ َ َﻓ َﺬِﻟ. ﻦ ِ ب ﺑِﺎﻟﺪﱢﻳ ُ ﺖ اﱠﻟﺬِي ُﻳ َﻜﺬﱢ َ َأ َرَأ ْﻳ ( 3 -1: )اﻟﻤﺎﻋﻮن.ﻦ ِ ﺴﻜِﻴ ْ ا ْﻟ ِﻤ
30
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 380
42
Artinya : " Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ?. itulah orangorang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin". (Qs al-Maa'uun : 1-3 ) 31 Allah telah menyebutkan di dalam firman-Nya. ( أرأﻳﺖ اﻟﺬي ﻳﻜﺬب ﺑﺎﻟﺪﻳﻦ ) ﻓﺬﻟﻚ اﻟﺬي ﻳﺪع اﻟﻴﺘﻴﻢditafsirkan, apakah kamu mengerti wahai Muhammad orang yang mendustakan agama yaitu, orang yang selalu berbuat dosa kepada Allah. Dan mereka tidak mentaati akan perintah Allah dan larangan-Nya, berkata para ahli ta'wil : Menceritakan kepadaku bapakku, Muhamad bin Said telah menceritakan padaku pamanku, dari Ibn Abbas tentang firman Allah ( ) أرأﻳﺖ اﻟﺬي ﻳﻜﺬب ﺑﺎﻟﺪﻳﻦ. Maka adapun huruf “ba” pada bacaan ini itu maksudnya bacaan kepada kalam dan mengeluarkan bacaan salah satunya, dan firman Allah ( ) ﻓﺬﻟﻚ اﻟﺬي ﻳﺪع اﻟﻴﺘﻴﻢdikatakan dan inilah orang yang mendustakan agama yaitu orang yang menolak anak yatim dari hak-haknya dan berbuat dzalim kepadanya sebagaiman dikatakan Aku menghardik atau memusuhi si fulan dari haknya. Menceritakan kepadaku Muhamad bin Said, berkata : Dari ibn Abbas tentang firman Allah ( ) ﻳﺪع اﻟﻴﺘﻴﻢditafsirkan dengan menolak atau mencegah hak anak yatim. Menceritakan kepadaku Haris, berkata : dari Ibn Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah ( ) ﻳﺪع اﻟﻴﺘﻴﻢ ditafsirkan olehnya, menolak anak yatim dan tidak memberikan mereka makanan, telah menceritakan padaku Basyar dari Qatadah ( ) ﻳﺪع اﻟﻴﺘﻴﻢ ditafsirkan yaitu menyekap dan menganiaya anak yatim. Telah menceritakan kepadaku dari Husain yang berkata : Aku mendengar dari Abah Mu'ad yang berkata telah menceritakan kapada kami Ubay'id berkata : Aku mendengar akan surah al-Ma'un yang berkata tentang firman Allah di dalam surah Alma'un ayat ( ) ﻳﺪع اﻟﻴﺘﻴﻢberkata Ubay, yaitu menyekap dan menganiaya mereka. 32 Dan dalam surat al-An’am ayat 152 dengan surat al-Isra ayat 34 ada persamaan redaksi dan substansi dari masing ayat-ayat tersebut sebagaimana tertera: 31
Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 1108
32
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 200 – 201
43
(152 :ﺷﺪﱠﻩ ُ )اﻻﻥﻌﺎم ُ ﺡﺘﱠﻰ َﻳ ْﺒُﻠ َﻎ َأ َ ﻦ ُﺴ َﺡ ْ ﻲ َأ َ ل ا ْﻟ َﻴﺘِﻴ ِﻢ ِإﻟﱠﺎ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِه َ َوﻟَﺎ َﺕ ْﻘ َﺮﺑُﻮا ﻣَﺎ Artinya : “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat hingga ia sampai dewasa (QS. Alan’am: 152) Ditafsirkan oleh beliau yang dimaksud اﺣﺴﻦdisini adalah ﺻﻼﺣﻪ ( وﺗﺜﻤﻴﺮﻩmenjaga dan mengembangkan) harta anak yatim sesuai dengan hadits Nabi :
ﺡﺪ ﺛﻨﺎ اﺱﺒﺎط: ﺡﺪ ﺛﻨﺎ اﺡﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﻤﻔﻀﻞ ﻗﺎ ل: ﺡﺪ ﺛﻨﻰ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﺤﺴﻴﻦ ﻗﺎ ل ﻋﻦ اﻟﺴﺮ ي و ﻻ ﺕﻘﺮ ﺑﻮا ﻣﺎل اﻟﻴﺘﻴﻢ اﻻ ﺑﺎ ﻟﺘﻲ هﻲ اﺡﺴﻦ ﻓﻠﻴﺜﻤﺮ ﻣﺎ ﻟﻪ Artinya: “Muhammad bin Husain telah menceritakan padaku, telah berkata Muhammad bin Husain: Ahmad bin mufadhol telah menceritakan padaku, telah berkata Muhammad bin Husain Asbath telah menceritakan padaku dari Asy-Suda”dan jnganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik. Kemudian kembangkanlah oleh kamu harta anak yatim” Al-Isra' ayat 34 Allah berfirman :
ن ﺷﺪﱠ ُﻩ َوَأ ْوﻓُﻮا ﺑِﺎ ْﻟ َﻌ ْﻬ ِﺪ ِإ ﱠ ُ ﺡﺘﱠﻰ َﻳ ْﺒُﻠ َﻎ َأ َ ﻦ ُﺴ َﺡ ْ ﻲ َأ َ ل ا ْﻟ َﻴﺘِﻴ ِﻢ ِإﻟﱠﺎ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِه َ وَﻻ َﺕ ْﻘ َﺮﺑُﻮا ﻣَﺎ (34:ﻻ )اﻻﺱﺮاء ً ﺴﺆُو ْ ن َﻣ َ ا ْﻟ َﻌ ْﻬ َﺪ آَﺎ Artinya : " Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat ) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya ". (Qs al-Isra : 34 ) 33 Allah memerintahkan dalam ayat ini agar tidak mendekati harta anak yatim dengan memakan harta mereka secara berlebihan akan tetapi dekatilah mereka (anak yatim) dengan perbuatan yang bagus dan baik dan persaudaran dengan cara membaguskan mereka yang demikian itu, dengan mengusahakan terhadap harta anak yatim agar dapat bertambah dan memberikan kebaikan. Kotadah berkata tentang ayat )وﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮا ﻣﺎل اﻟﻴﺘﻴﻢ إﻻ ﺑﺎﻟﺘﻲ هﻲ أﺣﺴﻦ ﺣﺘﻰ ﻳﺒﻠﻎ أﺷﺪﻩ ( وأوﻓﻮا ﺑﺎﻟﻌﻬﺪ إن اﻟﻌﻬﺪ آﺎن ﻣﺴﺌﻮﻻketika turun ayat ini para sahabat mencampurkan
harta
mereka
dengan
harta
anak
yatim
mereka
mencampuradukkan dengan anak yatim di dalam makanan mereka atau memakan makanan mereka dan selainnya. Maka Allah menurunkan firman-
33
Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 429
44
Nya : Dan jika kamu mencampuradukkan hartamu dengan harta anak yatim maka mereka itu adalah saudara kamu, dan Allah Maha Mengetahui perkara yang baik dari perkara yang buruk. maka anak yatim itu orang-orang yang lemah meriwayatkan, Muhamad bin Abdul A'la menceritakan Muhamad bin Tsur dan Mu'mar dari Qatadah tentang ayat ( ) وﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮا ﻣﺎل اﻟﻴﺘﻴﻢada para sahabat itu mencampuradukkan harta mereka dengan harta anak yatim dan mereka tidak memberi makan sampai turun ayat ( وﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮا ﻣﺎل اﻟﻴﺘﻴﻢ إﻻ ﺑﺎﻟﺘﻲ هﻲ ) أﺣﺴﻦhal ini sependapat dengan Ibnu Jain menceritakan padaku Yunus mengabarkan pada kamu Ibnu Wahab berkata : Ibnu Jain tentang ayat ( أوﻓﻮا ) اﻟﻜﻴﻞ إذا آﻠﺘﻢ وزﻧﻮا ﺑﺎﻟﻘﺴﻄﺎس اﻟﻤﺴﺘﻘﻴﻢ ذﻟﻚ ﺧﻴﺮ وأﺣﺴﻦ ﺗﺄوﻳﻼditafsirkan dengan memakan harta mereka dengan baik jika kamu memakan bersamanya membutuhkan harta tersebut bapakku berkata yang demikian itu tentang firman Allah )وﺁﺗﻮا اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ أﻣﻮاﻟﻬﻢ وﻻ ﺗﺘﺒﺪﻟﻮا اﻟﺨﺒﻴﺚ ﺑﺎﻟﻄﻴﺐ وﻻ ﺗﺄآﻠﻮا أﻣﻮاﻟﻬﻢ إﻟﻰ أﻣﻮاﻟﻜﻢ ( إﻧﻪ آﺎن ﺣﻮﺑﺎ آﺒﻴﺮاditafsirkan dengan sampai waktu remaja di dalam pikirannya dan mengurusi hartanya dan dapat berlaku baik terhadap kelakuannya di dalam agama dan firman Allah )وﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮا ﻣﺎل اﻟﻴﺘﻴﻢ إﻻ ﺑﺎﻟﺘﻲ هﻲ أﺣﺴﻦ ﺣﺘﻰ ﻳﺒﻠﻎ أﺷﺪﻩ
)وأوﻓﻮا ﺑﺎﻟﻌﻬﺪ إن اﻟﻌﻬﺪ آﺎن ﻣﺴﺌﻮلا. Maksudnya penuhilah janji yang kamu mengadakan perjanjian kepada manusia di dalam kebaikan antara ahlul harbi dan islam dan di dalam suatu antara kamu semua dan jual beli perserikatan sewa menyewa dan lainnya.34 Begitu juga dalam surat An-Nisa ayat 2 :
ﺐ وَﻻ َﺕ ْﺄ ُآﻠُﻮا َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ ِإﻟَﻰ ِ ﻄ ﱢﻴ ﺚ ﺑِﺎﻟ ﱠ َ ﺨﺒِﻴ َ وَﺁﺕُﻮا ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ َأ ْﻣ َﻮاَﻟ ُﻬ ْﻢ وَﻻ َﺕ َﺘ َﺒ ﱠﺪﻟُﻮا ا ْﻟ (2:ن ﺡُﻮﺑًﺎ َآﺒِﻴﺮًا )اﻟﻨﺴﺎء َ َأ ْﻣﻮَاِﻟ ُﻜ ْﻢ ِإﻥﱠ ُﻪ آَﺎ Artinya : " Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa besar ". ( Qs an-Nisa : 2 ) 35 Berkata Imam Abu Jafar tentang ayat tersebut telah menyebutkan kepada para wali yatim agar berikanlah olehmu wahai para wali yatim akan 34
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm 20 – 22
45
harta anak-anak yatim jika mereka telah mencapai masa kedewasaan dan janganlah kamu menukar antara keburukan dan kebaikan dan firman Allah SWT :
ﺐ وَﻻ َﺕ ْﺄ ُآﻠُﻮا َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ ِإﻟَﻰ ِ ﻄ ﱢﻴ ﺚ ﺑِﺎﻟ ﱠ َ ﺨﺒِﻴ َ وَﺁﺕُﻮا ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ وَﻻ َﺕ َﺘ َﺒ ﱠﺪﻟُﻮا ا ْﻟ (2:ن ﺡُﻮﺑًﺎ َآﺒِﻴﺮًا )اﻟﻨﺴﺎء َ َأ ْﻣﻮَاِﻟ ُﻜ ْﻢ ِإﻥﱠ ُﻪ آَﺎ ditafsirkan dan jangan kamu mengganti atau merubah sesuatu yang haram atas kamu terhadap harta-harta anak yatim
lalu menghalalkannya untuk
kamu sebagaimana meriwayatkan kepadaku Muhammad bin Umar Abu Hasyim, Abu Isa dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah SWT ( )وﻻ ﺗﺘﺒﺪﻟﻮا اﻟﺨﺒﻴﺚ ﺑﺎﻟﻄﻴﺐmenukar yang halal dengan yang haram meriwayatkan keadaan kami Sufyan dari bapakku, dari abu Jafar kemudian terjadi perbedaan antara ahli ta'wil tentang shighat menukar antara yang baik dengan yang buruk mereka dilarang akan hal tersebut mengandung para ulama berpendapat, bahwa para wali yatim mengambil dengan cara berlebihan di dalam hartanya. Berkata Abu Jafar, adapun pendapat yang lebih utama dari berbagai pendapat ahli ta’wil tentang ayat di atas, janganlah kamu mengganti atau menukar anak yatim dengan harta yang haram, harta yang baik dengan yang buruk wahai para wali yatim. Meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Husain dari Ahmad bin Mufadhal menceritakan Asbath dari Hadi tentang ayat ( )وﻻ ﺗﺘﺒﺪﻟﻮا اﻟﺨﺒﻴﺚ ﺑﺎﻟﻄﻴﺐ ada seseorang wali yatim yang mengambil sembilan kambing dari harta peninggalan anak yatim dan menjadikannya satu tempat dengan kambingnya tapi yang kurus, Abu Jafar berkata tentang pendapat yang paling utama di antara pendapat para ahli ta'wil yaitu janganlah kamu menukar harta-harta dengan mengumpulkan hartamu wahai para wali yatim yang haram dan buruk atas kamu. Di dalam ayat ini, Abi Jafar berkata tentang Firman Allah yang berbunyi :
(2:ن ﺡُﻮﺑًﺎ َآﺒِﻴﺮًا )اﻟﻨﺴﺎء َ … وَﻻ َﺕ ْﺄ ُآﻠُﻮا َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ ِإﻟَﻰ َأ ْﻣﻮَاِﻟ ُﻜ ْﻢ ِإﻥﱠ ُﻪ آَﺎ Artinya : "Janganlah kamu mencampurkan harta anak yatim, yakni merncampurkan harta anak yatim dengan harta-hartamu dan kamu memakan dengan harta tersebut bersama harta kamu. 35
Departemen Agama RI., op. cit., hlm. 114
46
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa besar ". (QS. An-Nisa’ : 2)36 Ayat tersebut ditafsirkan bahwa Sebagaimana telah menceritakan kepada kami Ibnu Ba'syar dari Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid terhadap firman Allah ( وﺁﺗﻮا اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ أﻣﻮاﻟﻬﻢ وﻻ ﺗﺘﺒﺪﻟﻮا اﻟﺨﺒﻴﺚ ﺑﺎﻟﻄﻴﺐ وﻻ ﺗﺄآﻠﻮا أﻣﻮاﻟﻬﻢ ) إﻟﻰ أﻣﻮاﻟﻜﻢ إﻧﻪ آﺎن ﺣﻮﺑﺎ آﺒﻴﺮاditafsirkan janganlah kamu memakan harta kamu dengan harta anak yatim dengan mencampurkan harta tersebut dan memakan keseluruhan harta tersebut meriwayatkan Mutsanna, Ishak, Abu Juhairi dari Mubarok dari hasan yang berkata ketika turun ayat ini tentang harta–harta anak yatim mereka membenci untuk mencampurnya anak yatim dan wali yatim memisahkan harta anak yatim dari hartanya, maka mereka menanyakan kepada nabi SAW, maka Allah SWT menurunkan ayat :
ﺐ وَﻻ َﺕ ْﺄ ُآﻠُﻮا َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ ِإﻟَﻰ ِ ﻄ ﱢﻴ ﺚ ﺑِﺎﻟ ﱠ َ ﺨﺒِﻴ َ وَﺁﺕُﻮا ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ وَﻻ َﺕ َﺘ َﺒ ﱠﺪﻟُﻮا ا ْﻟ (2:ن ﺡُﻮﺑًﺎ َآﺒِﻴﺮًا )اﻟﻨﺴﺎء َ َأ ْﻣﻮَاِﻟ ُﻜ ْﻢ ِإﻥﱠ ُﻪ آَﺎ Kamu memakan harta dan mencampurkannya dengan harta kamu itulah dosa besar.37 Dalam surah an-Nisa ayat 5 :
ﻞ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻗﻴَﺎﻣًﺎ وَا ْر ُزﻗُﻮ ُه ْﻢ ﻓِﻴﻬَﺎ وَا ْآﺴُﻮ ُه ْﻢ َ ﺝ َﻌ َ ﺴ َﻔﻬَﺎ َء َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻜ ُﻢ اﱠﻟﺘِﻲ وَﻻ ُﺕ ْﺆﺕُﻮا اﻟ ﱡ (5:ﻻ َﻣ ْﻌﺮُوﻓًﺎ )اﻟﻨﺴﺎء ً َوﻗُﻮﻟُﻮا َﻟ ُﻬ ْﻢ َﻗ ْﻮ Artinya : " Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hadil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik ". (QS. An-Nisa’ : 5)38 Pada ayat ini ditafsirkan oleh iman ath-thabari Janganlah kamu serahkan harta anak yatim kepada anak yatim yang masih kecil dan perempuan, orang yang belum sempurna akalnya yaitu anak laki-laki yang bodoh dan anak prempuan yang bodoh. Dan janganlah kamu memberikan
36
Ibid., hlm. 114
37
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 103 – 105
38
Departemen Agama RI., op. cit., hlm. 115
47
harta mereka pada anak yang belum sempurna akalnya baik itu anak yatim laki-laki maupun anak yatim perempuan. Apabila si wali yatim itu termasuk kedalam katagori miskin maka ia boleh memakan harta anak yatim dengan sepatutnya sewaktu dia dalam keadaan darurat atau karena kebutuhan yang sangat mendesak. Seorang yang mengurus anak yatim janganlah menguasai harta mereka kecuali demi kebaikan mereka. Dengan demikian akan menjadi jelas hak dari anak yatim yang harus di tunaikan oleh sang wali yatim.
Dalam surah lain an-Nisa ayat 6 Allah berfirman :
ﺴ ُﺘ ْﻢ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ ُرﺷْﺪًا ﻓَﺎ ْد َﻓﻌُﻮا ِإَﻟ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ْ ن ﺁ َﻥ ْ ح َﻓِﺈ َ ﺡﺘﱠﻰ ِإذَا َﺑَﻠﻐُﻮا اﻟ ﱢﻨﻜَﺎ َ وَا ْﺑ َﺘﻠُﻮا ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ ﻦ ْ ﻒ َو َﻣ ْ ﺴ َﺘ ْﻌ ِﻔ ْ ﻏ ِﻨّﻴًﺎ َﻓ ْﻠ َﻴ َ ن َ ﻦ آَﺎ ْ ن َﻳ ْﻜ َﺒﺮُوا َو َﻣ ْ ﺱﺮَاﻓًﺎ َو ِﺑﺪَارًا َأ ْ َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ وَﻻ َﺕ ْﺄ ُآﻠُﻮهَﺎ ِإ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َو َآﻔَﻰ َ ﺷ ِﻬﺪُوا ْ ف َﻓِﺈذَا َد َﻓ ْﻌ ُﺘ ْﻢ ِإَﻟ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ َﻓَﺄ ِ ﻞ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُو ْ ن َﻓﻘِﻴﺮًا َﻓ ْﻠ َﻴ ْﺄ ُآ َ آَﺎ (6:ﺡﺴِﻴﺒ ًﺎ )اﻟﻨﺴﺎء َ ﺑِﺎﻟﱠﻠ ِﻪ Artinya : " Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesagesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu ) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu ) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksiaan itu) ". (Qs An-Nisa : 6 ) 39 Pada kalimat ( ) ﺣﺘﻰ إذا ﺑﻠﻐﻮا اﻟﻨﻜﺎحditafsirkan oleh iman ath-thabari agar para wali yatim hendaknya terlebi dahulu mengadakan penyelidikan kepada anak yatim yang ditanggungnya tentang keagamaannya, usaha-usaha mereka. Dan jikalau mereka telah cukup umur untuk menikah dan mulai telah pandai, maka hendaknya para wali yatim menyerahkan harta mereka ketika
48
mereka telah mampu untuk menjaganya dan jangan para wali yatim memberikan kepada yatim yang masih lemah.40
39
Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 116
40
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 166