Bab III Analisis Basis Data Spasial PBB Eksisting dan Solusi Pemecahan Permasalahan III.1 Analisis Basis Data Spasial PBB Eksisting Basis data spasial PBB menggunakan model data spasial vektor non topologi yang dikelompokkan menjadi beberapa layer. Berdasarkan Keputusan DJP nomor 533/PJ/2000, basis data spasial untuk keperluan SIG PBB terdiri dari 10 layer yaitu: bidang, bangunan, jalan, sungai, simbol, text, blok, batas kelurahan, batas kecamaatan, batas kabupaten/kota. Kemudian sejak tahun 2000, basis data spasial PBB bertambah satu layer yaitu layer batas provinsi. Struktur layer basis data spasial PBB dapat dilihat pada tabel III.1. Sedangkan model konseptualnya dapat dilihat pada gambar III.1. Tabel III.1 Struktur layer basis data spasial PBB No
Nama Layer
1
Bidang
2
Bangunan
3. Jalan
4. Sungai
5. Text
6. Batas Blok
7. Batas Kelurahan
Properti Tipe: polygon Border style: garis penuh Color: hitam Width: 0,17 mm Tipe: polygon Fill Pattern: 5 Foreground: 7 Border Style: garis putus-putus Color: hijau Width: 0,17 mm Tipe: polyline Color: merah Linestyle: garis penuh Width : 0,17 mm Tipe: polyline Color: biru Linestyle: garis penuh Width: 0,17 mm Tipe: Color: merah Font type: italic Width : 0,17 mm Tipe: polygon Border style: 13 Color: biru Width : 0,25 mm Tipe : polygon Border style : garis penuh Color : hijau Width : 0,25 mm
22
23 Tabel III.1 Struktur layer basis data spasial PBB (lanjutan) No
Nama Layer
Properti
8. Simbol
Tipe : point
9. Batas Kecamatan
Tipe : polygon Border style : garis putus-putus Color : hitam Width : 1 mm Tipe : polygon Border style : garis positif Color : hitam Width : 1 mm
10. Batas Kabupaten
mengandung
propinsi poligon
G
kota
kecamatan mengandung
poligon
G
poligon
jalan garis
berada pada
G
mengandung
G sungai
garis
berada pada
G
poligon
simbol titik
berada pada
G
mengandung
G bidang
poligon
kelurahan
blok
berada pada
G
poligon
G
bangunan mengandung
poligon
G
Keterangan simbol : Nama entiti
Hubungan spasial
Indikator topologi Indikator koordinat X,Y Objek spasial
Gambar III.1 Model konseptual basis data spasial PBB
24 Sejak awal pengembangan SIG PBB sampai saat ini, basis data spasial PBB dikelola menggunakan perangkat lunak MapInfo. Basis data tersebut disimpan dalam server SIG yang berada di bawah Seksi Pendataan dan Penilaian di KP PBB. Pada server SIG PBB, basis data spasial diletakkan pada Folder SIGPBB di dalam salah satu drive yang ada pada server tersebut. Selanjutnya folder tersebut di-share, sehingga komputer-komputer klien dapat mengakses data spasial melalui jaringan komputer lokal. Agar komputer klien bisa digunakan untuk menampilkan data atau mengubah data spasial maka pada komputer klien harus diinstal perangkat lunak MapInfo. Akses terhadap basis data spasial dan atribut pada SIG PBB dapat dilihat pada gambar III.2.
Gambar III.2 Akses terhadap basis data spasial dan atribut pada SIG PBB Perubahan (entri) basis data spasial PBB baik penambahan, pemutakhiran ataupun penghapusan data dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu menggunakan aplikasi SIG PBB dan menggunakan MapInfo. Aplikasi SIG PBB digunakan untuk melakukan perubahan data yang sifatnya rutin dan itensitasnya tinggi yaitu data spasial bidang dan bangunan. Sedangkan MapInfo biasanya digunakan untuk pembentukan basis data spasial baru dalam wilayah tertentu atau perubahan data spasial lainnya selain bidang dan bangunan. Akan tetapi
cara ini juga bisa
digunakan untuk melakukan perubahan data spasial bidang dan bangunan.
25 MapInfo sebagai perangkat lunak pengelola basis data spasial PBB mempunyai banyak kelemahan karena kurangnya fasilitas pada perangkat lunak tersebut. Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya:
tidak dapat melakukan kontrol terhadap kewenangan pemakai;
tidak ada mekanisme akses untuk banyak pemakai;
tidak mampu mengontrol kebenaran ID dan keberadaan objek data spasial;
tidak mampu menjaga konsistensi hubungan spasial antar objek dalam layer dan antar layer;
tidak bisa mencegah kesalahan pemilihan datum dan sistem proyeksi.
Beberapa kelemahan diatas dapat mengakibatkan berbagai permasalahan yang dapat menganggu kegiatan operasional SIG PBB. Beberapa permasalahan diatas terkait dengan permasalahan integritas data pada basis data spasial. Sebagian integritas data pada basis data spasial PBB saat ini dijaga melalui aplikasi dan pemakai SIG PBB. III.2 Permasalahan Yang Ada Permasalahan-permasalahan yang diakibatkan beberapa kelemahan perangkat lunak pengelola basis data spasial PBB yang saat ini terjadi adalah: (1). Kesalahan ID Data Spasial Proses entri data spasial menggunakan MapInfo dilakukan melalui dua tahapan yaitu entri objek data spasial dan entri ID-nya. Proses entri objek data spasial biasanya dilakukan terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan entri ID-nya dengan menggunakan perintah update kolom untuk mengisi bagian nilai kolom yang sama secara bersamaan, setelah itu dilakukan perbaikan tiap-tiap baris datanya. Contohnya untuk mengisi kolom NOP yang merupakan ID objek pada layer bidang dilakukan update kolom sampai dengan kode kelurahan (10 digit), setelah itu dilakukan perbaikan tiap-tiap baris dengan menambahkan kode blok, nomor urut dan kode jenis objek pajak. Pada proses entri ID tersebut sering terjadi pengguna SIG tidak mengisi NOP dengan lengkap bahkan ada juga NOP yang kosong. Kejadian ini juga mungkin terjadi
26 untuk entri ID data spasial lainnya, diantaranya: nomor bangunan, nama jalan, nama sungai, kode kelurahan. Contoh kesalahan ID data spasial dapat dilihat pada gambar III.3.
Gambar III.3 Contoh kesalahan ID data spasial (NOP < 18 digit) (2). Objek data spasial tidak ada (null) Proses
entri
data
spasial
menggunakan
menggunakan
Map
Info
memungkinkan terjadinya objek data spasial yang kosong (tidak ada/null), walaupun ID datanya sudah dientri. Hal ini terjadi ketika pengguna SIG melakukan entri ID data terlebih dahulu tetapi tidak melakukan entri objek data spasial. Kemungkinan lainnya adalah pengguna SIG dengan sengaja hanya melakukan entri ID datanya saja supaya SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) bisa dicetak. Contoh data spasial yang objeknya tidak ada (null) dapat dilihat pada gambar III.4.
27
(a)
(b) Gambar III.4 Contoh data spasial tidak ada: (a). Objek kosong (null) pada layer bidang. (b). Objek kosong (null) pada layer jalan (3). Kesalahan jenis representasi objek Basis data spasial PBB saat ini terdiri dari 11 layer yang masing-masing mempunyai jenis representasi objek tertentu yaitu point (titik), polyline (garis) dan polygon (area). Pada perangkat lunak MapInfo tidak ada fasilitas untuk menjaga objek-objek satu layer mempunyai jenis representasi objek yang sama. Kekurangan tersebut menyebabkan data yang dientri oleh pengguna
28 SIG tidak dilakukan validasi jenis representasi objeknya, hal tersebut memungkinkan adanya objek pada layer yang salah jenis representasi objeknya. Misalnya representasi objek pada layer bidang yang seharusnya polygon bisa dientri polyline karena terdapat gap/undershoot atau adanya missing segment. Contoh kesalahan jenis representasi objek data spasial PBB dapat dilihat pada gambar III.5.
Gambar III.5 Contoh kesalahan representasi objek bidang (terdapat duplicate line) (4). Kesalahan penempatan objek pada layer Kesalahan ini terjadi karena kesalahan penempatan objek pada layer saat entri data spasial. Kesalahan penempatan objek pada layer akan sulit dideteksi apabila terjadi pada objek-objek layer dengan jenis representasi objek yang sama. Contoh yang saat ini masih terjadi pada basis data spasial PBB diantaranya: Objek jalan dan sungai berada pada layer bidang (Gambar III.6) objek jalan berada pada layer sungai objek bidang berada pada layer bangunan atau sebaliknya.
29
Gambar III .6 Contoh kesalahan penempatan objek pada layer (jalan dan sungai berada pada layer bidang) (5). Kesalahan hubungan spasial objek dalam satu layer dan antar layer Objek-objek pada layer dalam basis data spasial PBB seharusnya mempunyai hubungan spasial tertentu, baik dalam satu layer maupun antar layer. Terdapat 7 layer dalam basis data spasial PBB yang seharusnya mempunyai hubungan spasial berupa mengandung (contain)
dengan model hirarki (bertingkat).
Layer-layer tersebut adalah layer provinsi sampai dengan kelurahan diikuti area blok, bidang dan bangunan. Contoh lain hubungan spasial
yang
seharusnya terjadi pada objek-objek dalam basis data spasial PBB adalah: objek pada layer bidang mempunyai hubungan tidak boleh berpotongan (overlap) dengan objek pada layer bidang itu sendiri dan objek pada layer lainnya, objek pada layer jalan dengan objek pada layer bangunan mempunyai hubungan terpisah (disjoint) atau bersebelahan (touch). Pada basis data spasial PBB banyak ditemukan objek-objek pada layer dengan hubungan spasial yang tidak seharusnya, diantaranya: overlap antar objek pada layer bidang, overlap antara objek pada layer bangunan dengan objek pada layer bidang, objek pada layer layer bidang berpotongan dengan objek pada layer jalan atau objek pada layer sungai. Kesalahan hubungan spasial bisa disebabkan oleh kondisi geometri dan topologi objek, dan kesalahan penerapan hubungan spasial objek pada satu layer atau antar layer (hubungan spasialnya tidak logis). Contoh kesalahan hubungan spasial pada data spasial PBB dapat dilihat pada gambar III.7.
30
(a). overlap antar objek pada layer bidang
(b). Objek pada layer blok berada di luar area kelurahan
31
(c). Objek pada layer bangunan melewati batas bidangnya Gambar III.7 Contoh kesalahan hubungan spasial objek layer dalam dan antar layer (6). Kesalahan Pemilihan Sistem Proyeksi Sistem Proyeksi yang digunakan dalam SIG PBB adalah Universal Transverse Mercator/UTM dengan datum DGN 1995 yang diadopsi dari WGS '84 dengan zona sesuai lokasinya (DJP, 2000). Seringkali terjadi pengguna SIG tidak memilih sistem proyeksi yang telah ditetapkan. Selain itu juga banyak terjadi kesalahan penentuan zona dari sistem proyeksi UTM. III.3 Dampak Permasalahan Permasalahan-permasalahan
diatas
dapat
mengakibatkan
informasi
yang
dihasilkan dari analisis data spasial PBB menjadi salah. Analisis tersebut bisa dilakukan terhadap data spasial saja atau gabungan data spasial dan atribut PBB. Beberapa contoh dampak kesalahan informasi yang dihasilkan dari basis data spasial PBB yang saat ini terjadi, diantaranya: 1. Program geocoding (pencetakan SPPT berdasarkan data spasial) tidak dapat dilaksanakan dengan benar.
32 2. Kesalahan penentuan ZNT (Zona Nilai Tanah) terhadap bidang tertentu yang mengakibatkan kesalahan penghitungan NJOP. Hal ini bisa terjadi karena data spasial bidang tidak berada pada blok yang seharusnya. 3. Kesalahan penghitungan luas bidang atau bangunan berdasarkan data spasial pada suatu wilayah tertentu karena adanya objek data spasial yang tidak ada (null), kesalahan bentuk geometri atau kesalahan representasi objek dari layer bidang atau bangunan. 4. Kesalahan output berbagai peta tematik (peta tematik ZNT, peta tematik kelas tanah dan bangunan, peta tematik jenis penggunaan tanah) 5. Kemungkinan kegagalan penggabungan basis data spasial PBB mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan tingkat nasional karena kesalahan registrasi sistem proyeksi dan datum yang digunakan serta kesalahan penempatan objek pada layer. III.4 Solusi Pemecahan Permasalahan Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada harus segera dilakukan tindakan yang dapat menjadi solusi agar kegiatan operasional SIG PBB dapat berjalan dengan baik. Dalam penelitian ini dicoba tindakan penerapan enterprise rule pada basis data spasial PBB sebagai alternatif solusi pemecahan. Pada basis data atribut enterprise rule digunakan untuk membuat model data konseptual. Kemudian model data konseptual ditransformasikan menjadi model data fisikal sesuai SMBD yang akan digunakan. Sehingga enterprise rule basis data atribut bisa diterapkan ke dalam SMBD. Penerapannya secara benar dan konsisten akan dapat menjaga semua data dalam SMBD sesuai dengan aturanaturannya sehingga kualitas dan integritasnya dapat terjaga (Elmasri dan Navathe, 2000). Sampai saat ini belum ada aturan dari DJP yang secara tegas menjelaskan aturanaturan penanganan data spasial PBB. Aturan-aturan yang dimaksud diantarannya mengenai definisi entitas data spasial, hubungan-hubungan entitas data spasial dan aturan operasional terhadap entitas-entitas data spasial yang ada. Aturanaturan tersebut sering dikenal dengan Enterprise Rule (Prahasta, 2002). Aturan-
33 aturan yang akan disusun dalam penelitian ini difokuskan pada basis data bukan pada prosedur operasional penanganan data spasialnya. Penggunaan enterprise rule terhadap basis data spasial dilakukan dalam 2 tahap yaitu: (1). Penyusunan enterprise rule Berdasarkan analisis basis data spasial PBB dan permasalahan-permasalahan yang ada dapat dibuat peraturan penanganan data spasial PBB yang baik. Kemudian dari peraturan tersebut dilakukan penyusunan enterprise rule data spasial PBB. (2). Transformasi Enterprise Rule ke dalam basis data spasial Enterprise rule yang telah disusun harus dapat diterapkan dalam pengelolaan basis data spasial. Transformasi enterprise rule harus dapat menjaga data sesuai aturannya pada saat proses insert, update dan delete data. Transformasi tersebut dapat dilakukan melalui kode program pada aplikasi, pendefinisian pada SMBD atau gabungan kedua cara tersebut. Dalam penelitian ini penterjemahan enterprise rule dilakukan melalui pendefinisian pada SBMD sehinga diperlukan perancangan ulang basis data spasial PBB. pemilihan cara ini adalah (Silberschatz et. al., 2001): memudahkan pemeliharaan basis data; tidak tergantung dengan bahasa pemrograman tertentu; dapat mempersingkat waktu pembangunan aplikasi.
Alasan