Digitally signed by Institut Teknologi Bandung DN: cn=Institut Teknologi Bandung, o=Digital Library, ou=UPT Perpustakaan ITB,
[email protected], c=ID Date: 2013.06.19 15:11:41 +07'00'
Bab III Aksi dan Jaringan Aktor
Bagian ini secara khusus memperhatikan aksi-aksi para aktor semburan lumpur dan perubahan jaringan aktor yang terbangun atas aksi-aksi tersebut. Di mana dengan masuk atau keluarnya aktor dalam jaringan, jaringan aktor menjadi mengembang atau menyusut. Konfigurasi jaringan aktor juga berubah ketika relasi aktor menguat atau melemah.
III.1 Dinamika Aksi Para Aktor Untuk dapat mencermati aksi-aksi para aktor semburan lumpur panas, bagian ini secara khusus mencoba mendeskripsikan secara sekilas rangkaian peristiwa sejak awal mula terjadinya semburan sampai peristiwa tersebut memasuki tahun kedua (Mei 2008). Dalam mendeskripsikan serangkaian peristiwa tersebut, penulis merujuk pada beragam sumber; beberapa buku, berita-berita di media, baik cetak maupun elektronik—utamanya situs internet. Deskripsi atas serangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
Aksi Para Aktor Pra-Keppres No.13 Tahun 2006 Dari berita yang berkembang di berbagai media (cetak, elektronik), beberapa publikasi ilmiah, dan bahan presentasi seminar, kisah ini diceritakan berawal pada Senin, 29 Mei 2006, sekitar pukul 5.30 wib di mana diketahui ada semburan lumpur panas di sepetak sawah salah seorang warga di kawasan Desa Siring, Kecamatan Porong, yang berjarak sekitar 150 meter barat daya titik lokasi rig pemboran Sumur Banjarpanji-1. Dari laporan hasil investigasi “Tim Investigasi Independen Semburan Lumpur di Sidoarjo” yang dibentuk oleh Departemen ESDM, ketinggian semburan lumpur panas saat itu sekitar 25 kaki (8 meter) yang menyembur setiap 5 menit dan sempat menurun menjadi 3 meter, bahkan akhirnya tinggal 30 sentimeter yang menyembur setiap sekitar 30 menit1.
1
Buku putih ‘Kejadian dan Penanggulangan Semburan Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji‐1 Lapindo Brantas Inc.’ ditulis oleh Dr. Rudi Rubiandini (Ketua Tim Investigasi Independen Departemen ESDM), 2007
23
Sehari kemudian (30/05/06), PT Energi Mega Persada Tbk. (EMP) sebagai pemilik Lapindo (operator sumur), mengeluarkan press release. Dalam salah satu paragraf press release-nya EMP menyatakan bahwa “perusahaan telah bekerja sama dengan pejabat pemerintah setempat sehingga tercapai situasi yang aman terkendali dan melaporkan bahwa tekanan semburan telah berkurang setelah dilakukan upaya pemompaan lumpur pemboran ke dalam sumur. Saat ini, PT Lapindo Brantas Inc, masih melanjutkan upaya pengeboran untuk memastikan keselamatan lingkungan dan komunitas di sekitar lokasi.” (lihat Lampiran 1).
Saat warga sekitar masih bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi, selang dua hari kemudian (01/06/06) muncul semburan kedua berjarak sekitar 150 meter arah timur laut dari titik semburan pertama. Sehari kemudian (02/06/06) muncul semburan ketiga berjarak sekitar 300 meter arah timur laut dari titik semburan kedua. Beberapa hari kemudian titik semburan kedua dan ketiga mati sendiri, sedangkan semburan pertama justru semakin membesar, sehingga luapan lumpur panas mulai menggenangi area persawaan di sekitarnya2.
Karena luapan lumpur mulai menggenangi area sumur, ada rekahan, dan pipa terjepit (yang selanjutnya di potong pada kedalaman 2.989 kaki), maka pada tanggal 4 Juni 2006 sumur ditinggal untuk sementara (temporary well abandonment).
Sementara itu, mengingat pada pertemuan (technical meeting) 18 Mei 2006 pihak Medco E&P Brantas telah mengingatkan Lapindo untuk memasang casing 9-5/8” pada kedalaman 8.500 kaki untuk mengantisipasi potensi masalah lubang sumur sebelum masuk ke Formasi Kujung, namun karena pada prakeknya diindahkan Lapindo, maka pada 5 Juni 2006 pihak Medco mengirim surat permintaan pertanggungjawaban Lapindo atas terjadinya semburan (lihat Lampiran 2).
Kemudian pada tanggal 8 Juni 2006, dalam Berita Acara tentang penanggulangan kejadian semburan lumpur di sekitar sumur eksplorasi Banjarpanji-1, BP Migas 2
Berbagai sumber, seperti di Buku Putih yang ditulis oleh Dr. Rudi Rubiandini, slide presentasi Yuniwati Terrayana (Vice President Lapindo), slide Bambang Istadi, Kompas, 08/06/06, www.wordpress.com, dll.
24
dan Lapindo sepakat semburan tersebut sebagai akibat dari undergraound blowout. Semburan sendiri diduga dari dua zona berbeda, yaitu overpressure zone dan Formasi Kujung (formasi batuan gamping) dan mengalir ke permukaan melalui zona patahan yang telah ada.3 Dengan volume semburan diperkirakan antara 50 - 100 ribu m3/hari, warga sekitar khawatir luapan lumpur akan mengancam wilayah permukiman mereka. Tidak hanya itu, beberapa infrastruktur vital (jalan tol Surabaya-Gempol, jalan Raya Porong, rel kereta api dan pipa gas Pertamina) yang posisinya memang tidak jauh dari titik semburan, juga terancam terendam lumpur panas jika semburan lumpur tidak berhenti sendiri, dimatikan atau luapannya dapat dikendalikan dalam waktu dekat.
Untuk mengendalikan luapan lumpur panas, Lapindo kemudian melakukan tindakan penanggulangan darurat dengan membuat tanggul atau kolam penampungan (pond)4 memanfaatkan area persawahan di sekitar permukiman warga dan di sisi jalan tol. Upaya ini sendiri harus berkejaran dengan volume semburan yang begitu besar, apalagi alat berat yang dikerahkan untuk membuat tanggul tidak memadahi5. Untuk mengamankan permukimannya, warga pun berbondong-bondong membangun tanggul-tanggul darurat6.
Benar saja, baru sekitar sepuluh hari berlangsung, luapan lumpur panas tak terkendali dan mulai memasuki wilayah permukiman warga Desa Siring. Karena tidak ingin kawasan permukimannya tergenang lumpur semakin tinggi, warga desa siring menjebol tanggul di sisi jalan tol pada Sabtu (10/06/06) sore. Akibatnya, sebagian ruas jalan tol Surabaya-Gempol di kilometer 38 ini tertutup lumpur panas dengan ketinggian antara 5 – 20 cm7.
3
File dari Dr. Andang Bachtiar, dikirim lewat e‐mail pada 9 Februari 2008 Sumber: bahan presentasi Yuniwati Terrayana, Vice President Lapindo (Seminar ‘Mencari Solusi Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspekstif Teknik, Sosial dan Ekonomi’) 5 www.detik.com, 08/06/07; 13.02 wib/19.18 wib 6 www.detik.com, 12/06/07; 11.54 wib 7 Kompas Cibermedia, 10/06/2006; 20:42 wib. 4
25
Menghadapi situasi ini, beberapa pihak, di antaranya: Lapindo, BP Migas, Kodam V Brawijaya, Polda Jatim serta Pemkab Sidoarjo berkoordinasi membangun tanggul dan kolam penampungan. Selang beberapa hari kemudian (15/06/06), Satlak atau tim terpadu kabupaten dibentuk, dipimpin bupati Sidoarjo (Win Hendrarso), di mana Lapindo sebagai bagian dari tim. Dua belas hari kemudian (27/06/06), Satuan Koordinasi dan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) yang beranggotakan unsur Lapindo, BP Migas, Satlak Kabupaten Sidoarjo, Kodam V Brawijaya, dan Polda Jatim dibentuk, diketuai Gubernur Jatim, Imam Utomo8.
Gambar III.1 Upaya Penanggulan Berkejaran dengan Luapan Lumpur Panas
Gambar III.2 Konflik Horisontal antar Warga Desa Siring dan Kedungbendo Terkait Pembangunan Tanggul di Sisi Jalan Tol Tidak dapat dikendalikannya luapan lumpur yang mengarah ke permukiman warga dan adanya upaya penyelamatan jalan tol justru kemudian memicu perselisihan antar warga. Perseturuan antara warga Desa Siring dan Kedungbendo 8
Sumber: bahan presentasi Yuniwati Terrayana, Vice President Lapindo (Seminar ‘Mencari Solusi Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspekstif Teknik, Sosial dan Ekonomi’)
26
misalnya, terjadi akibat warga Desa Siring beberapa kali menjebol tanggul di sisi jalan tol yang menyebabkan lumpur panas mengalir ke arah Desa Kedungbendo9.
Sementara itu, akibat luapan lumpur ini, warga pun menuntut ganti rugi atas lahan sawah, pekarangan dan bangunan rumah kepada pihak Lapindo selaku operator Sumur Banjarpanji-1. Beberapa pemilik dari perusahaan-perusahaan yang ikut tergenang lumpur panas juga menuntut ganti rugi kepada Lapindo atas lahan, bangunan, mesin-mesin produksi, serta pembayaran gaji bulanan para pekerja yang terpaksa menganggur.
Tuntutan yang dialamatkan kepada Lapindo juga datang dari pihak lain. Pada tanggal 14 Juni 2006, misalnya, lima anggota DPRD Jatim10 dan direktur LSM Sahabat Lingkungan mendatangi Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) mendesak kepolisian mengusut kasus semburan lumpur panas dan meminta Lapindo bertanggung jawab11.
Sementara itu, sejak informasi adanya semburan lumpur panas ini mengemuka ke publik, beberapa kalangan mulai beropini menjelaskan fenomena (peristiwa) ini. Di kalangan saintis sendiri berkembang beberapa argumen. Beberapa saintis ada yang berpendapat bahwa kejadian semburan lumpur panas ini adalah peristiwa underground blowout (UGBO) yang terkait dengan aktivitas pemboran di Sumur Banjarpanji-1; beberapa saintis lainnya berargumen bahwa peristiwa ini adalah fenomena mud volcano terkait drilling, dan atau karena pengaruh gempa Yogyakarta; ada juga beberapa saintis yang menyakini semburan lumpur panas sebagai peristiwa geothermal.
9
www.detik.com, 12/06/2006; 17.14 wib Romadhon (Komisi A), Zainal Abidin (Komisi D), Hidayat Maseaji (Komisi D), Mirdas (Komisi B), dan Didik Setyobudi (Komisi E) (Kompas Cibermedia, 10/06/2006; 12:11 wib) 11 Mengingat press release (lihat Lampiran 1) yang dikeluarkan EMP sehari setelah semburan (30/05/06) dan Kompas, 08/06/06 yang memberitakan pengakuan Syahdun, mekanik PT Tiga Musim Mas Jaya (kontraktor pemboran) yang mengatakan semburan gas disebabkan pecahnya formasi sumur. Diberitakan juga bahwa ketika bor akan diangkat untuk mengganti rangkaian, tiba‐tiba bor macet. Gas tidak bisa keluar melalui saluran fire pit dalam rangkaian pipa bor dan menekan kesamping. “gas mencari celah dan keluar ke permukaan melalui rawa,”. 10
27
Lain lagi bagi beberapa ulama, terjadinya semburan lumpur panas ini dalam pandangannya merupakan fenomena alam sebagai adzab Tuhan karena manusia telah mengindahkan perintah dan larangan-Nya. Beda lagi bagi kalangan paranormal, yang berkeyakinan ada kekuatan supranatural di dasar pusat semburan. “…Sesar regional di wilayah ini adalah strike‐slip berarah BD‐TL yang memotong sampai ujung barat Madura dan ke selatan sampai ke Pegunungan selatan…Yang tengah terjadi di Banjarpanji adalah ekstrusi liquefied clay yang berasal dari Upper Kalibeng clay di kedalalaman 4000‐6000 ft yang terlikuifikasi akibat clay tersebut mengalami sediment failures, kehilangan shear strength‐nya, kehilangan bearing capacity‐nya… Semua kasus liquefaction yang pernah dilaporkan terjadi dan pernah ditulis di paper‐paper atau textbook adalah karena adanya sudden cyclic shocks/sudden cyclic loads. Gempa adalah penyebab utama. Penyebab lain bisa storm waves, rock slides, influx ground water yang tiba‐tiba… saya percaya gempa Yogya mereaktivasi sesar‐sesar di atas Prupuh di sekuen Mio‐Pliosen sampai Plistosen…di Yogyakarta, dilaporkan juga di rekahan‐rekahan baru yang merentang di jalan‐jalan raya dan wilayah perumahan penduduk, terjadi ekstrusi lumpur. Liquefaction adalah gejala biasa suatu gempa…,” Awang H12 “Jika semburan terjadi karena gempa, maka akan timbul pada lapisan dangkal dan masalahanya akan selesai dalam waktu satu hingga dua hari. Contohnya ladang migas di Prabanan, Bantul, air keluar bersama lumpur karena digetarkan oleh gempa, tekanan‐ tekanan di antara butir sehingga naik. Selain itu, jika itu benar berasal dari gempa, maka diantara Yogyakarta dan Porong, banyak ladang‐ladang minyak seperti Cepu, yang dekat dengan Yogyakarta, tapi tidak sama dengan di Sidoarjo”, Andang Bachtiar (geolog independen, mantan Ketua IAGI)13
Untuk mematikan semburan lumpur ini, Satkorlak merumuskan tiga skenario teknis, yaitu dengan menggunakan teknologi snubbing-unit14, sidetracking15, dan relief well16. Pelaksanaan teknologi snubbing-unit sendiri baru bisa dikerjakan pada 30 Juni 2006 (sebulan usia semburan). Sekitar 27 hari bekerja, teknologi snubbing-unit dihentikan karena gagal mendorong rangkaian mata bor (fish) yang tertinggal di kedalaman 2.898 kaki (feet) ke dasar Sumur (9.297 kaki), teknologi sidetracking dan relief well kemudian diterapkan. Teknologi sidetracking juga 12
www.wordpress.com Kompas Cibermedia, 10/06/2007; 20:42 wib 14 Snubbing‐unit: menggunakan perangkat snubbing‐unit untuk mendorong rangkaian mata bor yang ditinggal di dalam sumur sampai ke dasar sumur, kemudian dilakukan injeksi lumpur berat untuk mematikan semburan. 15 Sitetracking: dengan menggunakan small rig dilakukan ‘pemboran’ kembali lubang sumur existing, kemudian untuk menghindari rangkaian mata bor yang telah ditinggal di dalam sumur, dibuat lubang berbelok, setelah itu masuk kembali ke lubang sumur sampai ke dasarnya (9.297 kaki) kemudian dilakukan injeksi lumpur berat untuk mematikan semburan. 16 Relief well juga biasa disebut sumur penyelamat: melakukan pemboran miring dari jarak tertentu sampai ke dasar sumur existing, kemudian dilakukan injeksi lumpur berat untuk mematikan semburan. 13
28
akhirnya dihentikan pada 18 Agustus 2006 karena tidak berhasil masuk ke dasar sumur.17 Tak ayal, dengan gagalnya skenario pertama dan kedua ini, persoalan semburan lumpur panas semakin berlarut-larut dan kawasan tergenang lumpur pun semakin luas. Teknologi relief well sendiri tidak pernah tuntas bekerja karena lokasi rig beberapa kali terpaksa dipindahkan karena tergenang lumpur panas.
Gambar III.3 Snubbing-unit Didatangkan ke Lokasi/Snubbing-unit Sedang Bekerja
Gambar III.4 Relief Well Sedang Bekerja
Sementara itu, setelah melakukan pemeriksaan, pada tanggal 3 Juli 2006 Polda Jatim akhirnya menetapkan enam tersangka. Mereka adalah Willem H dan Edi Sutriono (manajer pengeboran Lapindo), Slamet BK, Subio dan Rahenold (supervisor pengeboran), serta Slamet Riyanto (Manajer proyek pengeboran)18. Pada 24 Juli 2006 jumlah tersangka bertambah menjadi sembilan orang karena Polda Jatim menetapkan Imam P Agustino (GM Lapindo), Nur Rohmad Sawolo 17
Sumur kemudian ditutup secara permanen (permanent well abandonment). Keempatnya dari PT. Medici Citra Nusa (kontraktor pelaksana pekerjaan pemboran/pemegang IDPM contract).
18
29
(Vice President Drilling Share Service EMP) dan Yenny Nawawi (Direktur Utama PT Medici Citra Nusa) sebagai tersangka baru19. “…penyidik sudah melihat adanya tindak pidana yang disebabkan kelalaian atau kesengajaan dan menyebabkan banjir lumpur dan gas serta pencemaran lingkungan,” Kapolda Jatim, Inspektur Jenderal Herman Suryadi Sumawiredja
Pada hari-hari selanjutnya, perdebatan tentang penyebab semburan juga semakin memanas. “…keliru jika luapan lumpur panas PT Lapindo Brantas merupakan imbas gempa 6,2 Richter di Yogyakarta…ini manipulasi fakta dengan menyalahkan alam,” Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sony Keraaf “Dari data kronologi pemboran yang ada di tanganku (kudapat dari wartawan Kompas, 11 Juni 2006), 99% bisa dipastikan telah terjadi underground blowout yang menyebabkan retaknya bidang lemah rekahan/sesar Porong yang akhirnya jadi conduit lumpur Kalibeng overpressure muncul ke permukaan,” Andang Bachtiar (geolog independen) “…betul sekali, hal ini pernah terjadi di masa lampau, artinya kondisi di daerah ini sedang dalam kondisi kritis. Di hentak atau di cucuk dengan lubang bor saja akan langsung BLUSS !! Saya sepakat bahwa kejadian ini dipicu oleh pengeboran BPJ‐1”, Rovicky D (geolog independen)20
Sementara itu, menanggapi tuntutan ganti rugi warga di empat desa (Desa Siring, Jatirejo, Renokenongo, dan Kedungbendo) yang tenggelam dalam lumpur, Lapindo menawarkan uang kontrak rumah sebesar Rp 5 juta/KK untuk dua tahun, biaya boyongan Rp 500 ribu/KK, serta biaya jaminan hidup sebesar Rp 300 ribu/jiwa/bulan. Melalui negosiasi yang alot, akhirnya warga menerima tawaran ini. Sebagai realisasi kesepakatan ini, pada 28 Juli 2006, sebanyak 31 KK warga Desa Renokenongo, menerima ATM BCA dan buku tabungan yang berisikan dana yang telah disepakati.
Mengingat upaya penghentian semburan belum berhasil, sedangkan daerah terdampak luapan lumpur sudah semakin luas, muncul wacana pembuangan lumpur ke laut untuk menyelamatkan permukiman warga lainnya. Wacana ini pun menimbulkan pro dan kontra (menyelamatkan manusia versus lingkungan). 19 20
Kompas Cibermedia, 29/06/2007; 21:34 wib www.WordPress.com
30
“Sampai kapan kita akan terus menampung lumpur di kolam‐kolam penampungan (pond) yang dari hari ke hari semakin penuh? Pekerjaan penguatan dan peninggian tanggul tidak pernah berhenti, tapi ketinggiannya akan sampai berapa, kan ada batasnya,” ujar Yuniwati Terayana, Vice President Lapindo21 “…Mungkin saja dibuang ke laut. Tetapi saya tidak inginkan. Saya ingin usahakan supaya lumpur tidak dialirkan ke laut. Ini hanya memindahkan perkara menjadi lebih parah…kita tidak bisa memerangi alam. Kita akan tunduk pada alam…," Meneg LH, Rachmat Witular22 "Yang dipikirkan sekarang adalah perluasan kolam dan pembangunan tempat untuk memproses air lumpur itu… kemungkinan paling buruk adalah membuang air yang sudah diproses terlebih dahulu," Ketua DPR, Agung Laksono23 “Korban akan terus berjatuhan, pembuangan ke laut hanya menciptakan kejahatan berikutnya,” Chalid Muhammad, Ketua Walhi “…ECOTON dengan tegas menolak pembuangan lumpur ke Kali Porong, karena dampaknya sangat luas bagi masyarakat," Manager Program and Research dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Dra Daru Setyo Rini, MSi, Dipl ME “Sungai penting dijaga jangan sampai terjadi pendangkalan oleh aliran lumpur dan alam jangan sampai rusak, namun yang paling penting jangan sampai lumpur itu memakan korban manusia. Yang penting menyelamatkan umat,” Ketua Umum PB NU, Hasyim Muzadi
Setelah sekitar sebulan perdebatan ini berlangsung, melalui rapat terbatas tanggal 30 Agustus 200624, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) memutuskan memberi lampu hijau skenario pembuangan lumpur ke laut dengan sebelumnya dilakukan water treatment. Konstelasi perdebatan pun bergeser. KLH yang sebelumnya keras melarang, kini turut memberi lampu hijau. “…akan tetapi ini kan force majeur. Banyak kaidah dalam keadaan normal dulu yang sekarang direvisi, karena semburannya sekarang sudah 8 juta meter kubik. Kalau dulu kan hanya 5.000 meter kubik." Meneg LH, Rachmat Witular “Pemerintah telah tuli dan bebal karena tidak mau mendengarkan rekomendasi para pa‐ kar yang menyatakan bahwa lumpur tersebut jangan sampai dibuang langsung ke laut
21
Kompas Cibermedia, 09/08/2006 Kompas Cibermedia, 10/08/2006 23 Kompas Cibermedia, 11/08/2006; 14:07 wib 24 Dari hasil rapat ini, selain persetujuan presiden tentang pembuangan lumpur ke laut, presiden juga memerintahkan: manajemen penanganan diperbaiki; menyelamatkan permukiman penduduk; pemanfaatan lumpur (salah satu wacana yang berkembang adalah lumpur dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi dan bangunan, seperti batu bata, genting, batako dan semen; batu bata, genting, bataco pernah diimplementasikan); pengamanan infrastruktur (listrik, kereta api dan jalan tol); dan menjaga dinamika perkembangan ekonomi. 22
31
atau Sungai Porong,” Wakil Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Andrie S Wijaya “Terus mau dibuang ke mana lagi? Sementara kan ada ahli dari Departemen Kelautan yang ngomong kalau lumpur itu akan secara alamiah mengalir ke laut…Sedangkan kalaupun dibuang dan dibuatkan tanggul, mau sejuta tanggul pun tak akan berhasil. Para ahli banyak yang bilang lebih aman dibuang ke laut. Terus segera relokasi penduduknya,” Wakil Ketua Komisi VII DPR Soetan Bathugana.
Perdebatan terkait pemberian status bencana atas peristiwa ini juga berlangsung di hari-hari berikutnya. "Saya tidak sependapat itu ditetapkan menjadi bencana nasional. Sebab kalau ditetapkan menjadi bencana nasional, kriterianya lain. Ini karena kelalaian. Kita tidak ingin karena kelalaian ini berkembang menjadi bencana. Ini tetap tanggung jawab Lapindo. Saya kira juga tanggung jawab pemerintah pusat," Agung Laksono, Ketua DPR25
Setelah sekitar tiga bulan, semburan lumpur panas mulai memakan korban jiwa. Adalah Yuli Eko, seorang operator alat berat “Beckho” yang meninggal setelah sebelumnya terluka akibat peristiwa semburan disertai ledakan pada 26 Agustus 2006.
Sementara itu, mengingat upaya teknis menghentikan semburan belum juga berhasil, Kades Kedongbendo berinisiatif menggagas sayembara ritual penghentian semburan. Sayembara ritual ini setidaknya diikuti oleh 30-an paranormal yang berasal dari beberapa daerah.
Ritual Seorang Paranormal
Seekor Kambing Tumbal Semburan Lumpur
Gambar III.5 Ritual Menutup Semburan Lumpur oleh Paranormal 25
Kompas Cibermedia, 11/08/2006; 14:07 wib
32
"Warga Kedungbendo sengaja membuka sayembara ini sebagai bentuk usaha non‐ teknis. Siapa tahu dengan sayembara ini, tiba tiba ada yang bisa menghentikan lumpur… Paranormal itu rata‐rata mempunyai kelebihan pada indra keenam (supranatural). Mudah‐mudahan dengan upaya ini semburan lumpur bisa berkurang dan kalau bisa berhenti secepatnya," Hasan, Kades Kedungbendo
Aksi Para Aktor Pasca Keppres No.13 Tahun 2006 Mendapati situasi di lapangan yang semakin kompleks, pada 8 September 2006 pemerintah pusat akhirnya menerbitkan Keppres No.13 Tahun 200626 tentang pembentukan tim khusus yang diberi nama Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo (Timnas PSLS). Tim ini bertugas untuk: (a) penutupan semburan lumpur; (b) penanganan luapan lumpur; dan (c) penanganan masalah sosial; dengan masa kerja enam bulan, di mana biaya pelaksanaan tugas Timnas dibebankan pada Lapindo.
Pada 22 November 2006, semburan lumpur panas kembali memakan korban jiwa. Sepuluh orang meninggal27 dan belasan orang luka-luka akibat pipa gas Pertamina yang tertanam di dasar tanggul di sisi ruas jalan tol meledak dan menimbulkan kobaran api hebat (setinggi ±100 meter) sekitar pukul 20.30 wib. Ledakan pipa gas ini juga menyebabkan industri di Jawa Timur (seperti, Petrokimia Gresik, Semen Gresik) dan pembangkit PLN kekurangan pasokan gas selama beberapa hari. Karena ledakan pipa gas ini juga menjebolkan tanggul, daerah tergenang lumpur pun semakin meluas; termasuk di dalamnya kawasan Perumtas-128.
Karena sebelumnya hanya mendapat uang kontrak selama dua tahun, ongkos mengungsi dan uang jaminan hidup per orang per bulan, warga di empat desa pun 26
Baca di Lampiran 3 Kapten Affandi (Danramil Balongbendo), Serda Hafiz Efendi (anggota Yon Zipur Kodam V Brawijaya), Tri Iswandi, Yusman Ediyanto, Ir Edi Sutarno dan Stefanus Prasetyo (petugas Jasa Marga), Bripda Fani Dwi Saputra (anggota Patwal Polda Jatim), Bripka Slamet (anggota Patroli Jalan Raya, Carat Japanan, Pasuruan), Kapten (Inf) Hendro (Danramil Taman), satu korban belum ditemukan (Harian Jawa Pos; Jumat, 24 November 2006 dan berbagai sumber lain) 28 Pasokan gas PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) mulai normal Minggu (26/11/06) malam setelah PGN dan Pertamina sukses memasang line valve berdiameter 28 inci di Offtake Station PGN di Porong—pasokan gas akan dialihkan ke jaringan interkoneksi distribusi PGN, yakni jalur Pasuruan, Mojokerto, dan Waru (Pikiran Rakyat, 27/11/2006). Pertamina akhirnya kembali membangun pipa transmisi gas di atas genangan lumpur panas pada ketinggian tertentu dengan biaya sekitar 50 miliar. Karena genangan lumpur di pond semakin tinggi, pada awal April 2007 pipa gas yang baru 18 Maret 2007 dioperasikan terpaksa tidak digunakan lagi (Kompas, 03/04/2007). 27
33
menuntut ganti rugi berbagai aset mereka yang sudah tidak terselamatkan lagi. Besaran ganti rugi yang dituntut warga adalah Rp 2,5 juta/m2 untuk tanah, bangunan, harta yang terendam lumpur, termasuk kerugian imaterial. Sedangkan untuk lahan sawah, warga korban menuntut ganti rugi sebesar Rp 120.000/m2 secara chas and carry. Lewat negosiasi yang alot dan memakan waktu antara warga dan Lapindo, akhirnya disepati besaran ganti rugi untuk tanah pekarangan Rp 1 juta/m2, bangunan Rp 1,5 juta/m2, dan tanah sawah Rp 120.000/m2, di mana pelaksanaan pembayaran paling lambat adalah sebelum masa kontrak rumah dua tahun warga habis.
Sebelum Terjadi Semburan (6/10/05)
Awal-awal Semburan Lumpur
Luapan Lumpur panas Sampai 29/07/06
Menjadi Kolam Lumpur Seluas ± 700 Ha (04/03/08)
Gambar III.6 Perkembangan Area Terdampak Lumpur Panas
Karena Lapindo mensyaratkan adanya sertifikat bukti atas tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB) dalam proses ganti rugi, perdebatan dan negosiasi pun kembali berlangsung29.
29
Untuk menangani proses ganti rugi (jual beli), Lapindo mendirikan PT. Minarak Labuhan Jaya (Minarak)
34
"Tidak bersertifikat rawan sengketa. Lalu, mana mungkin kami membayar, kalau tanah yang bersangkutan masih dipersengketakan…kami sangat mengharapkan pemerintah bersedia memproses sertifikasi tanah warga sebelum kami melaksanakan kewajiban mengganti kerugian…," Sudiyono, anggota Tim Legal Lapindo30 "…Jadi, kami minta, Lapindo tidak menjadikan sertifikat sebagai syarat utama…seperti lahan untuk Sumur Banjarpanji‐1 yang diduga sebagai sumber semburan. Tanahnya kan dibeli Lapindo, biar pun bukti sah kepemilikannya cuma pakai SK Gubernur,” Mahmudatul Faqiah, Kepala Desa Renokenongo31 "Surat‐surat tanah yang dipegang warga itu sudah cukup sebagai bukti. Tidak perlu legalisasi dari Bupati. Saya tidak akan melegalisasi apa pun," Win Hendrarso, Bupati Sidoarjo32
Karena polemik tentang perlunya sertifikat belum juga ada titik temu, Wapres Jusuf Kalla meminta BPN dan Pemda Sidoarjo melakukan sertifikasi. "Tentu BPN harus segera menyelesaikan tugasnya kan ada prona [program nasional] sertifikasi masal. Jadi apa susahnya kan cuma 500 ha demi membantu rakyat" Wapres, Jusuf Kalla33
Persoalan tuntutan ganti rugi masih terus menggelinding. Berikutnya giliran warga Perumtas-1 yang meminta diperlakukan sama seperti warga di empat desa oleh Lapindo. Mereka melakukan unjuk rasa di Kantor Pemkab Sidoarjo pada Jumat (08/12/06). Beberapa tuntutan warga Perumtas-1 saat itu adalah: pertama, warga meminta pernyataan dari Lapindo bahwa Perumtas-1 termasuk korban luapan lumpur dan masuk dalam wilayah Desa Kedungbendo34. Kedua, warga meminta sistem ganti untung35 cash and carry, sama dengan warga desa yang sudah diputuskan pada 4 Desember 2006 lalu. Ketiga, proses penyelesaian dari cash and carry tidak lebih dari satu bulan kalender36. "Kami warga Perumtas jelas menuntut agar diberi ganti untung seperti empat desa sebelumnya karena perumahan kami sekarang sudah terendam lumpur," Siti Rupiah, warga Blok AA Perumtas‐137
30
Jawa Pos, 15/12/2006 Jawa Pos, 16/12/2006 32 Jawa Pos, 20/12/2006 33 Bisnis Indonesia, 22/12/2006 34 Lokasi Perumtas secara administrasi berada di desa Kedungbendo 35 Di masyarakat berkembang beberapa istilah, yaitu ganti rugi/ganti untung/jual beli 36 Media Indonesia, 09/12/2006 37 Media Indonesia, 09/12/2006 31
35
"Kami masih belum puas sebelum adanya perjanjian hitam di atas putih Lapindo terhadap warga Perum Tanggulangin mengenai masalah ganti rugi…kalau Lapindo tidak memenuhi permintaan ini, kami akan mem‐pressure Lapindo dengan people power sampai tuntutan kami dipenuhi," Agustinus, warga Perumtas‐138 "Sekarang, sudah hampir 100 persen wilayah Perumtas terbenam lumpur, kami juga hampir sebulan mengungsi di Pasar Porong (Baru). Dan kami dijanjikan termasuk yang dapat ganti rugi, hanya masuk waiting list dulu. Tapi, sampai kapan?" Anang, pemimpin Tim 1639 "Kami tetap mengacu pada kesepakatan itu dan sekarang kami belum bisa berbuat apa‐ apa memberi jawaban tuntutan warga," Sabastian Ja’far, 40
Persoalan tuntutan ganti rugi warga Perumtas-1 berjalan alot karena Lapindo tidak mau bertanggung jawab atas area tergenang lumpur pasca ledakan pipa gas Pertamina (di luar area terdampak langsung/peta terdampak 4 Desember 2006). Lapindo dalam hal ini meminta Timnas bertanggung jawab atas meluasnya area tergenang akibat ledakan pipa gas tersebut. "Timnas bukan hanya mengatasi masalah sosial, tapi juga mengatasi lumpur…kemampuan maksimal kami hanya sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Presiden. Di luar itu, kami bisa bangkrut…kesepakatan yang sudah ada nggak bisa di‐upgrade,” Yusuf Martak
Aksi unjuk rasa dengan memblokade Jalan Raya Porong pun beberapa kali dilakukan warga Perumtas-1 agar tuntutannya dipenuhi Lapindo41. "Kami tahu, kalian adalah korban (lumpur Lapindo). Tapi, kalau begini kelakuan kalian, kalian sudah menjadi penjahat," Kapolres Sidoarjo AKBP Utomo Heru Cahyono kepada warga Perumtas‐1 yang melakukan aksi blokade "Silakan kalau mau bunuh kami, kami tak takut," Pujiono, warga Perumtas‐1
38
Detik, 21/12/2006 Jawa Pos, 22/12/2006 40 Media Indonesia, 22/12/2006. Setelah Rabu (27/12/06) dini hari turun hujan lebat yang disertai jebolnya tanggul kolam penampungan di Renokenongo, Desa Gempolsari (Kecamatan Porong) dan Desa Kalitengah (Kecamatan Tanggulangin) juga mulai terancam tenggelam (Kompas dan Media Indonesia, 28/12/2006; Jawa Pos, 29/12/2006) 41 Karena pada 8 April 2007 Presiden justru menerbitkan Perpres No.14 Tahun 2007 yang di dalamnya tidak memuat kawasan Perumtas‐1 sebagai daerah terdampak, warga Perumtas‐1 memutuskan berunjuk rasa di Istana Negara, Jakarta selama beberapa hari untuk menuntut ganti rugi dan pencabutan Perpres. 39
36
Gambar III.7 Aksi Unjuk Rasa Warga Perumtas-1 Menuju Gd. Grahadi/Aksi Teatrikal Menuntut Lapindo Sementara itu, memperhatikan kerusakan lingkungan akibat semburan lumpur panas, pada Senin (12/02/07) Walhi menggugat Lapindo dan sejumlah pihak lain yang dinilai bertanggung jawab. Gugatan walhi didaftarkan di PN Jakarta Selatan dengan nomor 284/pdt.9/2007/PN Jaksel. Ada 11 pihak lain yang digugat selain Lapindo. Mereka adalah Energi Mega Persada, Kalila Energy Limited, Pan Asia Enterprise, Medco Energi, dan Santos Australia. Dari pihak pemerintah adalah presiden, menteri ESDM, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur Jatim, dan bupati Sidoarjo. Landasan hukum yang digunakan Walhi adalah pasal 38 UU No.23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. "Lapindo, dalam kasus semburan lumpur di Sidoarjo, melakukan perbuatan melawan hukum. Sementara, pemerintah melakukan pembiaran," Chalid Muhammad, ketua Walhi
Selanjutnya, selepas tidak diteruskannya lagi teknologi relief well, upaya teknis menghentikan semburan kembali diupayakan Timnas. Kali ini teknologi yang dioperasikan adalah teknologi High Density Chained Balls (HDCB)42 yang digagas beberapa fisikawan ITB. Aksi penyumbatan semburan lumpur dilakukan dengan memasukkan rangkaian bola beton berdensitas tinggi. Satu rangkaian terdiri atas empat bola, seberat 400 kg. Dua bola di antaranya masing-masing berdiameter 40 cm, dan dua bola yang lain masing-masing berdiameter 20 cm. Aksi penyumbatan semburan lumpur dilakukan dengan memasukkan rangkaian 42
Biasa juga disebut insersi bola beton (bolton)
37
bola beton itu ke lubang pusat semburan dengan maksud meredam energi semburan dengan mengubahnya menjadi energi getaran, rotasi, friksi, dan translasi oleh bola-bola beton yang ada. Aksi ini dimulai pada Sabtu (24/02/07) sore, setelah beberapa hari sebelumnya terkendala cuaca (angin dan hujan)43.
Gambar III.8 Pelaksanaan Teknologi Bola Beton (HDCB)
Sementara itu, mendapati berlarut-larutnya penanganan semburan lumpur panas ini, DPRD Jatim memutuskan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menangani dampak semburan lumpur panas pada Selasa (13/03/07). Pada Jum’at (16/03/07), Pansus DPRD Jatim ini mengirim memo policy berisi delapan rekomendasi terkait penanganan semburan lumpur kepada Presiden SBY44.
Aksi Para Aktor Pasca Perpres No.14 Tahun 2007 Selanjutnya, setelah sempat diperpanjang selama sebulan45, berdasarkan Perpres No. 14 Tahun 200746 yang diteken Presiden SBY pada 8 April 2007, masa tugas Timnas berakhir dan digantikan oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Berdasarkan Perpres tersebut, BPLS bertugas menangani upaya penanggulangan semburan lumpur, menangani luapan lumpur, menangani masalah sosial dan infrastruktur akibat luapan lumpur di Sidoarjo dengan memperhatikan resiko 43
Jawa Pos, 16/02/2007; 19/02/2007; 24/02/2007; 25/02/2007; Kompas dan Republika, 26/02/2007 Memo policy yang ditandatangani Ketua DPRD Jatim Fathorrasjid itu ditembuskan kepada Wapres Jusuf Kalla, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Departemen ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, serta menteri terkait (Radar Sidoarjo, 17/03/2007). 45 Berdasarkan Keppres No. 5 Tahun 2007 tentang perpanjangan masa tugas Timnas (Lampiran 4) 46 Baca di Lampiran 5 44
38
lingkungan yang terkecil (Pasal 1 ayat 2). Adapun biaya administrasi BPLS akan didanai dari APBN (Pasal 14 ayat 1). Sedangkan biaya upaya penanggulangan semburan lumpur termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali Porong dibebankan kepada Lapindo (Pasal 15 ayat 5)47.
Berlarut-larutnya penanganan semburan lumpur dan dampak yang ditimbulkannya, mendorong beberapa anggota dewan mengajukan hak interpelasi. Pada Kamis (07/06/07), akhirnya berkas usulan interpelasi disampaikan oleh tujuh anggota dewan48 kepada pimpinan dewan yang diwakili Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno. Pengajuan hak interpelasi ini sendiri didukung 128 anggota dewan49. “Setahun masyarakat terlunta‐lunta, pemerintah tidak serius…kalau kemarin interpelasi tentang kedaulatan (Iran, Red), sekarang interpelasi tentang kemanusiaan,” Jacobus Camarlo Mayong Padang, sekretaris FPDIP “Pemerintah pura‐pura menangani…kalau pemerintah belum sadar, saya minta menteri‐ menteri itu ikut tidur di Pasar Porong, Sidoarjo, supaya bisa merasakan penderitaan rakyat,” Djoko Susilo, Anggota FPAN “Saya tidak habis pikir dengan kalkulasi pemerintah…pemerintah tidak berani menekan pihak Lapindo. Buktinya, sampai sekarang tidak ada tersangka,” Abdullah Azwar Anas, Anggota FKB “Jangan sampai Sidoarjo seperti kawah di Gunung Bromo yang harus meminta tumbal nyawa manusia untuk menghentikannya," Soetardjo Soerjogoeritno, Wakil Ketua DPR, FPDIP
Berikutnya, karena proses pembayaran ganti rugi tak kunjung jelas, sekitar 20 perwakilan korban dipimpin seluruh perwakilan korban (± 11.000 KK), Emha Ainun Najib (Cak Nun), menemui Presiden di kediaman pribadinya di Puri Cikeas Indah, Bogor pada Minggu (24/06/07) sore. Keesokan harinya, Presiden memutuskan berkantor di Sidoarjo selama tiga hari50. Selama tiga hari tersebut, selain melihat kawasan terdampak dari udara, Presiden juga memerintahkan Lapindo berkomitmen membayar ganti rugi dan menyelesaikan pembayaran ganti 47
Perpres No. 14 Tahun 2007 tentang BPLS (Munawir, W; 2007/www.indonesia.go.id) Djoko Susilo (FPAN), Jacobus Camarlo Mayong Padang dan Imam Suroso (FPDIP), Abdullah Azwar Anas dan Ario Wijanarko (FKB), Yuddy Chrisnandy (FPG), serta Ade Daud Nasution (FPBR) 49 Jawa Pos, 08/06/2007 50 Ini adalah kunjungan Presiden SBY ketiga kalinya terkait persoalan semburan lumpur panas 48
39
rugi uang muka 20% warga di empat desa (peta terdampak 4 Desember 2006) dan untuk warga berdasarkan peta terdampak 22 Maret 2007 paling lambat 14 September 2007. “Saya menyatakan komitmen untuk melaksanakan sepenuh hati Perpres 14 Tahun 2007. Selama ini kami sudah bekerja maksimal dan masih banyak kekurangan. Dan kami telah ditunjukkan kekurangannya itu,” Nirwan Bakrie, Dirut EMP “Dari 522 kepala keluarga, sudah dituntaskan verifikasinya 359 KK. Sisanya 163 KK hari ini harus tuntas semuanya dan segera dibayar…Karena itu, setiap minggu Lapindo harus menyediakan dana Rp 100 miliar. Itu sudah disanggupi…dana talangan hanya dibutuhkan jika Lapindo tidak mampu memenuhi. Sejauh ini belum ada tanda‐tanda itu,” Presiden SBY
Selanjutnya, karena adanya perbedaan data (±2.300 berkas) antara korban dan Minarak51 menyebabkan penyelesaian ganti rugi berlarut-larut, untuk menyelesaikan persoalan ini akhirnya diputuskan dilakukan pengambilan sumpah. Prosesi pengambilan sumpah sendiri dilakukan pertama kali dipandu oleh Emha Ainun Najib pada Rabu (25/07/07) pagi untuk sekitar 250 warga Perumtas-1. “Allah sudah hadir, dan Rasulullah juga hadir untuk menyaksikan sumpah yang panjenengan (Saudara) lakukan. Untuk itu, apa yang saudara ucapkan hari ini akan menjadi tanggung jawab saudara kepada Allah,” Emha Ainun Najib (Cak Nun) “Saya sangat gembira dengan dilakukannya sumpah ini. Sehingga antara kita dan warga bisa segera melakukan transaksi berlandaskan kejujuran,” Bambang Prasetyo Widodo
Gambar III.9 Pelaksanaan Sumpah 51
Diwakili oleh Bambang P Widodo, Direktur Operasional Minarak.
40
Sementara itu, upaya penggunaan hak interpelasi persoalan semburan lumpur ternyata tidak berjalan lancar. Jika sebelumnya agenda pembahasannya tertunda52, pada rapat paripurna Selasa (17/07/07) suara interpelator (pengusul interpelasi) justru terbelah. Fraksi yang mendukung interpelasi adalah FPDIP, FKB, FPAN, FPKS, dan FPDS. Sementara yang menolak adalah FPG, FPD, FBPD, FPBR, dan FPPP.
Karena pembahasannya deadlock, hasil lobi antar fraksi kemudian menyepakati dibentuknya Tim Pengawas Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) DPR yang bertugas selama tiga bulan. Setelah itu, berdasarkan hasil pemantauan selama tiga bulan, tim ini menyimpulkan bahwa semburan lumpur panas sebagai fenomena alam. Kesimpulan tim ini dinilai kontroversial beberapa pihak termasuk anggota DPR. “Mengapa dalam laporan itu tidak menyebutkan bahwa semburan lumpur diawali dari pengeboran yang tidak sesuai prosedur, karena tidak menggunakan casing?” Permadi, anggota FPDIP
Saat rapat paripurna Selasa (19/02/08), perdebatan berlangsung sengit antar anggota dewan yang pro kesimpulan TP2LS dan yang menolak. Rapat Paripurna akhirnya memutuskan menolak laporan tim ini. Ketok palu yang dilakukan Pimpinan Sidang Soetardjo Soerjoguritno mengenai kesimpulan rapat ternyata ditangkap secara berbeda oleh para anggota dewan. Sebagian ada yang menyimpulkan bahwa dengan ditolaknya laporan TP2LS secara otomatis interpelasi dijalankan. Namun, sebagian anggota dewan menangkapnya masa kerja TP2LS diperpanjang53. “Apabila rapat paripurna menilai hasil kerja tim pengawas di lapangan tidak sesuai dengan pedoman daftar pengawasan, rapat paripurna memutuskan interpelasi anggota DPR RI ditetapkan menjadi interpelasi DPR RI.” Ida Fauziah, anggota FKB, mengutip pernyataan pimpinan sidang dalam Rapat Paripurna tanggal 21 Agustus 2007 yang termuat dalam risalah di halaman 94 ketika rapat memutuskan pembentukan TP2LS.
52
Jadwal semula pada Selasa (26/06/07) menjadi Selasa (17/07/07) karena penjadwalan jawaban interpelasi nuklir Iran juga diundur 53 Jawa Pos, 20/02/2008.
41
“Mbah Tardjo tidak perlu plin‐plan. Interpelasi jalan terus. Biar nanti saya yang mengingatkan kalau putusan tadi diubah‐ubah… laporan tim seperti humas Lapindo saja…,” Permadi, anggota FPDIP
Untuk menyelesaikan kesimpangsiuran kesimpulan Rapat Paripurna, rapat konsultasi pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi DPR akhirnya memutuskan memperpanjang masa kerja TP2LS. "Kami tidak sedang mereduksi atau mengubah hasil sidang paripurna. Hanya upaya penegasan berdasar dokumen yang ada…interpelasi tetap on call seiring pelaksanaan Perpres No 14/2007 di lapangan," Agung Laksono, Ketua DPR.
Mendapati situasi ini, warga korban akhirnya melakukan blokade Jalan Raya Porong memprotes sikap dewan yang dianggapnya justru membela Lapindo.
Selanjutnya, karena memperhatikan BPLS yang belum pernah mencoba melakukan upaya teknis menghentikan semburan, sejumlah saintis, tokoh masyarakat dan korban semburan lumpur panas yang masih berkeyakinan bahwa teknologi relief well mampu mematikan semburan beraliansi dalam Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo yang dikomandani oleh K.H Sholahuddin Wahid (Gus Sholah). Mereka mendeklarasikan diri54 untuk menggalang dukungan secara independen untuk kembali menerapkan teknologi relief well yang sebelumnya belum tuntas bekerja55.
Kisah semburan lumpur panas terus berlanjut. Sampai tesis ini disidangkan, semburan juga masih terus berlangsung. Di hari-hari berikutnya dari kisah ini, kita masih akan menunggu bagaimana realisasi sisa ganti rugi 80%; semburan lumpur panas yang kita tidak pernah tahu kapan akan berhenti; adanya proses politik di DPR dan proses hukum yang belum tuntas; masih berlangsungnya perdebatan di antara para saintis; kondisi sosial ekonomi korban atau masyarakat Sidoarjo kedepan.
54 55
Deklarasi dilakukan pada 21/02/2008 di Gedung Nusantara V, DPR‐RI Meski sempat tertahan Satpam, penulis sempat mengikuti bagian akhir dari deklarasi Gempur ini
42
III.2 Perubahan Konfigurasi Jaringan Aktor Dengan merujuk pada landasan teoritis ANT, maka setelah menyimak kisah semburan lumpur panas pada bagian III.1 (Dinamika Aksi Para Aktor), didapati fakta empirik bahwa aksi (translasi56) para aktor dalam menyikapi terjadinya semburan lumpur panas ini telah merelasikan aktor-aktor yang sebelumnya tidak terelasikan. Aksi-aksi (translasi-translasi) para aktor kemudian membawa kehadiran jaringan aktor yang cair, terus dikonstruksi lewat translasi-translasi tersebut. Dengan kata lain, atas translasi-translasi tersebut jaringan aktor terus mengalami perubahan konfigurasi, mengembang atau menyusut. Ini karena translasi-translasi dapat: merelasikan aktor-aktor baru ke dalam jaringan aktor yang sudah terbentuk sebelumnya; atau melepas relasi aktor-aktor lama; atau menyebabkan relasi-relasi aktor menguat atau melemah.
Lalu bagaimana wujud dari jaringan dan perubahan konfigurasi jaringan aktor semburan lumpur panas ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis akan mengulasnya dalam tiga bagian dengan merujuk pada dibentuknya Satkorlak BP, aksi pemerintah mengeluarkan Keppres No.13 Tahun 2006 dan Perpres No.14 Tahun 2007. Pemisahan menjadi tiga bagian ini bukan berarti bahwa jaringan aktor ini realitasnya terpisah dalam ruang masing-masing yang demikian. Namun, dengan pemisahan tersebut, Penulis justru hendak menunjukkan bahwa jaringan aktor ini justru belum konvergen dan stabil serta terus dikonstruksi melalui aksiaksi yang berwatak translasi57.
Ketidakstabilan jaringan aktor ini ditandai oleh masih adanya penolakan (resistensi58) aktor-aktor yang satu (misalnya: warga, saintis, Walhi) terhadap aksi aktor-aktor yang lain (Lapindo, saintis, pemerintah). Terhadap masih adanya resistensi tersebut, aktor-aktor yang lain (Lapindo, saintis, pemerintah) menerjemahkan ulang aksinya (translasi) untuk menghilangkan resistensi
56
Penjajakan dan penyesuaian aksi‐aksi yang berlangsung antara aktor‐aktor sampai suatu relasi yang stabil tercapai. Translasi lebih luas dari pada negosiasi. 57 Baca kembali konsep translasi pada Bab II 58 Dalam bahasa ANT berarti anti program
43
(mewujudkan konsensus)59. Aksi ini kemudian diterjemahkan aktor-aktor lainnya, demikian seterusnya. Jadi, karena aksi berwatak translasi, maka jaringan aktor ini selalu eksis dalam proses menjadi, bukan sudah dalam wujud jadi. Trajectory perubahan konfigurasi jaringan aktor ini sekaligus merupakan trajectory aksi para aktor; trajectory jejaring.
Sebelum pada pembahasan tersebut, penulis akan membahas jaringan relasi aktor dalam kegiatan pemboran Sumur Banjarpanji-1 sebagai tambahan informasi terlebih dahulu.
III.2.1 Jaringan Aktor Kegiatan Pemboran Sumur Banjarpanji-1 Berdasarkan penelusuran dokumen60, jaringan aktor dalam kegiatan pemboran (drilling) Sumur Banjarpanji-1 dapat dijelaskan sebagai berikut: sejak April 1990, Blok Brantas-Jawa Timur dimiliki HUFFCO. Pada tahun 1996 HUFFCO menjualnya ke PT. Lapindo Brantas Incorporation (LBI/Lapindo)61. Di Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Brantas, Lapindo adalah perusahaan eksplorasi dan produksi migas berdasarkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)62 dengan Badan Pelaksana Hulu Migas (BP Migas) hingga tahun 2020 yang mencakup tiga kabupaten (Kabupaten Sidoarjo, Mojokerto dan Pasuruan) dan terbagi atas empat lokasi meliputi lapangan Wunut, Carat, Ketingan, dan Tanggulangin. Pada tahun 2005, melalui Participating Interest (PI)63, susunan pemegang saham di Blok Brantas menjadi: PT. Lapindo Brantas Inc sebesar 50%, Novus Brantas64 sebesar 32%, dan Santos Brantas Indonesia Tbk65 sebesar 18%. Sebagai pemegang saham mayoritas, Lapindo bertindak sebagai operator (pengendali) WKP Blok Brantas. 59
Dalam terminologi ANT, aksi‐aksi yang berkelanjutan ini diistilahkan sebagai program aksi (serangkaian aksi yang diinskripsikan ke dalam suatu jaringan relasi aktor‐aktor) 60 Akbar, 2007: 93‐95; 207‐219, dan beragam sumber lain. Berkas‐berkas perizinan dan kontrak pemboran merupakan materialisasi aksi; mewujudkan relasi‐relasi ke dalam material‐material yang durable sehingga memberi bentangan atau ekstensi temporal yang lebih tinggi pada jaringan‐aktor. Jadi, keberadaan aktor dalam suatu jaringan dapat ditelusuri dari jejak aksi mereka yang durable ini. 61 Anak perusahaan PT. Energi Mega Persada (EMP), yang tergabung dalam Bakrie Group. 62 Atau dalam istilah lain kontraktor Production Sharing Contract (PSC) 63 Keikutsertaan dalam kepemilikan saham 64 Anak perusahaan PT. Medco E&P Brantas (PT. Medco Energi) 65 Perusahaan migas dari Australia
44
Sekitar setahun sebelum perubahan kepemilikan saham di Blok Brantas (sebelum adanya PI), pada tanggal 15 Maret 2004, President & Vice President Lapindo telah mengajukan permohonan Authorization For Expenditure (AFE) kepada BP Migas (Deputi Perencanaan) sesuai surat No.Ref. 034/ISS/L04 untuk melakukan pemboran lima sumur eksplorasi di Blok Brantas-Jawa Timur, salah satunya adalah sumur eksplorasi Banjarpanji-1. Pekerjaan pemboran Sumur Banjarpanji-1 sendiri telah direncanakan dan dimuat dalam Work Program and Budget (WP&B) Lapindo sejak tahun 2003.
Berdasarkan surat persetujuan Kepala Dinas Pengadaan dan Manajemen Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) BP Migas No.284/BPD3200/2004-S1 tanggal 6 Juli 2004, Lapindo mengumumkan proses tender Integrated Drilling Proect Management (IDPM) atas lima proyek pemboran yaitu Sumur Banjarpanji-1, Porong-2, Ketingan-1, Banjarpanji-2 dan Porong-3. Setelah melalui proses tender dan tender ulang, akhirnya hanya tiga peserta tender yang memasukkan penawaran harga, yaitu PT Medici Citra Nusa (US$ 24,175,502.84), PT Jasa Karya Utama (US$ 28,325,193.09) dan PT Patra Drilling (US$ 28,620,093). Hasil negosiasi dengan peserta tender adalah sebagai berikut:
Dengan PT MCN (22/02/2005), harga turun menjadi US$24,054,625.33
Dengan PT JKU (10/03/2005), harga turun menjadi US$ 28,300,193.00
Dengan PT PD (17/03/2005), harga tetap dengan alasan adanya resiko yang tinggi pada proyek tersebut yang semuanya harus ditanggung pihak kontraktor.
Sementara
itu,
Kepala
Divisi
Eksplorasi
BP
Migas
dengan
surat
No.444/BPA1000/2001-SI tanggal 1 September 2004 kepada Lapindo menyetujui untuk pemboran sumur eksplorasi Banjarbanji-1 sampai kedalaman akhir 10.037 kaki (± 3.000 meter) dengan objektif utama Batu Gamping Formasi Kujung dan objektif tambahan Batu Gamping pada koordinat garis lintang 07 31 37.50 Selatan dan garis bujur 112 42 45.79 Timur. Tujuannya adalah membuktikan kandungan hidrokarbon dalam bentuk gas pada formasi Kujung (kedalaman 8.500 kaki s/d
45
10.000 kaki) dan untuk membuktikan adanya kandungan gas/minyak bumi pada kedalaman 5.498 kaki (di atas formasi Kujung).
Anggaran AFE untuk pemboran Sumur Banjarpanji-1 sendiri adalah US$ 4,078,650. Selanjutnya, sehubungan dengan terjadinya kenaikan harga jasa pemboran sebagai akibat kenaikan harga minyak, maka BP Migas dengan surat Deputi Perencanaan No.157/BPA0000/2005-S1 tanggal 3 Agustus 2005 menyetujui usulan revisi AFE dari Lapindo atas eksplorasi Sumur Banjarpanji-1 menjadi sebesar US$ 6,295,244.
Selanjutnya dengan surat No.1044/ri/GA/L05 tanggal 21 Oktober 2005, Lapindo mengajukan permohonan penetapan PT MCN sebagai pemenang tender IDPM kepada BP Migas; karena penetapan pemenang lelang di atas US$ 5,000,000.00 menjadi wewenang BP Migas. BP Migas dengan surat No.R91/BPD0000/2005-S1 tanggal 30 Nopember 2005 kepada Lapindo menyatakan menyetujui PT MCN sebagai pemenang tender. Kemudian tanggal 23 Desember 2005, Presiden Lapindo dan Dirut PT MCN menandatangani kontrak pekerjaan sesuai Integrated Drilling Project Management Contract (IDPMC) No.Con-0144/DRLG/2005. Nilai kontrak pemboran khusus untuk Sumur Banjarpanji-1 adalah sebesar US$5,431,461.74. Sumur Banjarpanji-1 adalah sumur pertama dari lima sumur tersebut yang akan dibor, dengan lama pemboran direncanakan selama 37 hari.
Selain melakukan tender kontraktor lapangan, terdapat sejumlah persyaratan lain yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh Lapindo sebagai Kontraktor Production Sharing (KPS/PSC), diantaranya adalah izin lokasi dari pemda setempat. Untuk izin lokasi ini, bupati sidoarjo telah menerbitkan Surat Izin Lokasi sesuai SK No.188/227/404.1.1.3/2005 tanggal 19 April 2005.
Setelah memperoleh izin lokasi, BP Migas dan Lapindo mengajukan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) kepada Direktorat Jenderal Migas (Ditjen Migas) Departemen ESDM sesuai surat No.443/BPB3000/2005-S5 tanggal 23 September 2005. Ditjen Migas
46
telah menyetujui UKL-UPL sesuai surat No.12483/28.02/DMT/2005 tanggal 14 Oktober 2005. Sejumlah persyaratan lainnya dapat disimak pada Tabel III.1.
Tabel III.1 Beragam Prosedur dan Pelaksanaannya Sebelum Kegiatan Eksplorasi Sumur Banjarpanji-1 No 1
Upaya Materi Izin Lokasi
Persetujuan Pemda setempat
Sertifikat Ijin Layak Operasi (SILO) Sosialisasi
Ditjen Migas
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) & Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) Sertifikasi Personil
Ditjen Migas
6
Inspeksi K3/Rigs
Ditjen Migas/BP Migas
7
Heanger Ordinance (Ijin Gangguan)
Pemda setempat
8
Pree Spud Meeting
KKKS
2
3
4
5
KKKS
Ditjen Migas
Realisasi Kegiatan Bupati Sidoarjo telah menerbitkan Surat Ijin Lokasi SK No.188/227/404.1.1.3/2005 tangal 19 April 2005 Ditjen Migas telah menerbitkan SILO No.6276/28.01/DMT/2005 tanggal 6 Juni 2005 LBI telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar lokasi pemboran tanggal 10 September 2005 Ditjen Migas telah menyetujui UKL-UPL sesuai surat No.12483/28.02/DMT/2005 tanggal 14 Oktober 2005
Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM telah menerbitkan Sertifikat Tenaga Teknik Khusus Pemboran tanggal 20 April 2001, 23 Juli 2001, 24 September 2004, 28 Januari 2005 (berlaku 4 tahun), dan Pelatihan Well Control tanggal 3 Pebruari 2006 BP Migas telah memeriksa teknis dan keselamatan kerja rig sesuai surat No.065/BPB2000/2006 tanggal 16 Maret 2006 Kepala Kantor Perijinan dan Penanaman Modal kabupaten Sidoarjo telah menerbitkan Ijin Gangguan sesuai SK No.660/55/404.3.7/2006 tanggal 23 Maret 2006 Lapindo telah melakukan pengarahan kepada teknisi tentang drilling
Sumber: Akbar, 2007
Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan IDPM dalam pelaksanaan pekerjaan pemboran, maka PT MCN harus bertanggung jawab untuk semua pekerjaan terkait dengan drilling. Tanggung jawab tersebut mulai dari menunjuk subkontraktor sampai dengan mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan 47
semua pekerjaan yang dilakukan subkontraktor. Berdasarkan dokumen, terdapat 21 subkontraktor yang bekerja untuk PT MCN, di antaranya:
PT Halliburton Indonesia untuk pekerjaan cementing equipment and services dan directional drilling services
PT MI Indonesia untuk pekerjaan mud material and services
PT Baker Atlas Indonesia untuk pekerjaan wireline logging services
PT Elnusa untuk pekerjaan mud logging services
PT Tiga Musim Mas Jaya (TMMJ) untuk pekerjaan drilling rig contractor
PT Asri Amanah untuk pekerjaan drilling waste management
PT MI Swaco untuk pekerjaan verti “G” driyer
PT Fergaco untuk pekerjaan H2S monitoring services
Pada tanggal 8 Maret 2006, Sumur Banjarpanji-1 kemudian mulai dibor.
Pemilik Lahan Pemilik saham (EMP)
Lahan
Novus Brantas Berkas Perizinan Pemkab SDA
KKKS
BP‐Migas
PI
Lapindo
Santos
Perusahaan Asuransi Berkas Kontraktor Lapangan (PT MCN) Sertifikasi
Ditjen Migas
IDPM Contract
Teknisi
Material &Artifak teknis drilling
Sub‐kontraktor drilling Jaringan Pemasok
Gambar III.10 Jaringan Aktor Kegiatan Eksplorasi Sumur Banjarpanji-1
48
Jika disimak, nampak bahwa kegiatan pemboran Sumur Banjarpanji-1 melibatkan sekumpulan aksi-aksi, di mana satu aksi dan aksi yang lain saling berkontribusi— komposisi aksi. Selain itu, jaringan kegiatan pemboran ini merupakan sebuah jaringan aktor yang dibangun dari relasi aktor heterogen; human (para teknisi (kontraktor/sub-kontraktor), pemilik saham, pemegang otoritas perizinan dan pengawasan, pemilik lahan), non-human (berkas-berkas perizinan, lahan dan beragam peralatan pemboran). Jaringan aktor kegiatan eksplorasi Sumur Banjarpanji-1 dapat disimak pada Gambar III.10.
III.2.2 Jaringan Aktor Pra-Keppres No.13 Tahun 2006 Sebelum lebih jauh mengkaji konfigurasi jaringan aktor semburan lumpur, ada pertanyaan mendasar yang perlu dijawab di sini, yaitu proses yang bagaimana yang membawa kehadiran jaringan aktor ini? Pada tinjauan teori dijelaskan bahwa translasi merupakan proses elementer yang membawa kehadiran jaringan aktor. Translasi-translasi yang bagaimana yang membawa kehadiran jaringan aktor semburan lumpur panas ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, situasi sebelum dan pada awal-awal semburan lumpur, serta kemudian rangkaian-rangkaian kejadian berikutnya harus dicermati, sebagaimana berikut.
Sejak 8 Maret 2006, kegiatan pemboran Sumur Banjarpanji-1 berlangsung. Kemudian pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi berkekuatan 6,3 Skala Rihter melanda kawasan Yogyakarta. Selang dua hari berikutnya (29/05/06), diketahui muncul semburan lumpur panas berjarak sekitar 150 meter dari lokasi pemboran. Sehari kemudian (30/06/06), EMP (pemilik Lapindo) mengeluarkan press release, yang di antaranya menyatakan bahwa: “…perusahaan melaporkan bahwa tidak terjadi hal yang fatal dan kerusakan terhadap peralatan rig…Meskipun aktivitas pengeboran dilaksanakan di lokasi yang dihuni penduduk, gas, uap, dan air yang meluap tersebut tidak menimbulkan kerusakan dari barang‐barang milik pihak ketiga… …sebagai Operator Brantas PSC…Lapindo juga telah mengasuransikan aktivitas pengeboran sumur dan biaya yang timbul terkait dengan pengungsian penduduk. perusahaan telah bekerja sama dengan pejabat pemerintah setempat sehingga tercapai situasi yang aman terkendali dan melaporkan bahwa tekanan semburan telah berkurang setelah dilakukan upaya pemompaan lumpur pemboran ke dalam sumur. Saat ini, PT
49
Lapindo Brantas Inc, masih melanjutkan upaya pengeboran untuk memastikan keselamatan lingkungan dan komunitas di sekitar lokasi. ENRG tidak menginginkan kehilangan sumurnya dan meski saat ini kami berkonsentrasi untuk memulihkan situasi saat ini, kami akan menginformasikan kepada pemegang saham mengenai rencana penyelesaian aktivitas sumur pada waktunya.”
Press release EMP66 dan muatannya ini dapat dianalisa sebagai berikut. Press release yang dikeluarkan sehari setelah semburan, yang muatannya lebih ditujukan bagi pemegang saham, adalah in-skripsi67 EMP untuk menjaga agar aktor-aktor dalam jaringannya (utamanya pemegang saham) tidak melakukan deskripsi68 (misal, menjual saham). Adanya statement bahwa “perusahaan telah bekerja sama dengan pejabat pemerintah setempat sehingga tercapai situasi aman terkendali…”, juga menandakan bahwa translasi terjadi antara Lapindo dan pejabat pemerintah setempat69. Jika yang dimaksud pemda setempat adalah Pemkab Sidoarjo (Bupati), artinya berlangsung translasi antar aktor dalam jaringan pemboran. Berlangsungnya translasi merujuk pada relasi Pemkab terkait kegiatan pemboran yang sebelumnya terbatas pada aksi pemberian izin lokasi, namun saat semburan terjadi translasi antara Pemkab dan Lapindo memungkinkan keikutsertaan Pemkab dalam menangani semburan. Menyelamatkan warga bisa jadi menjadi point penting yang mendasari keterlibatan Pemkab dalam mengatasi semburan lumpur.
Adapun, jika yang dimaksud tidak hanya Pemkab Sidoarjo, tetapi pimpinanpimpinan lembaga di level kabupaten atau propinsi, berarti berlangsung translasitranslasi sehingga aktor-aktor di luar kegiatan pemboran terelasikan. Selain itu, (aksi) press release ini juga bisa dimaknai sebagai translasi bagi aktor-aktor semburan lumpur yang masih belum terkoneksikan; yang saat itu masih terikat pada jaringannya masing-masing (aktor-aktor di luar jaringan pemboran). Karena press release ini, dengan banyak kemungkinan tafsir, salah satunya bisa
66
Kode saham dalam bursa: ENRG Upaya suatu aktor untuk mendefinisikan aksi‐aksi tertentu bagi aktor‐aktor lain. 68 Aktivitas kebalikan dari in‐skripsi. De‐skripsi terjadi ketika dalam suatu jejaring relasi yang stabil muncul suatu krisis yang kemudian memodifikasi arah translasi. 69 Tidak tahu pastinya, “pemda setempat” bisa jadi hanya pemda Sidoarjo, atau pemda propinsi Jatim. Atau juga melibatkan pimpinan daerah lainnya; kepolisian (Polres, Polda), TNI (Kodim, Kodam). 67
50
diterjemahkan oleh aktor-aktor tersebut bahwa EMP (Lapindo) mengakui terlibat atas terjadinya semburan lumpur.
Selanjutnya, atas terjadinya semburan lumpur panas ini, BP Migas selaku otoritas pengawas kegiatan pemboran, berkoordinasi dengan Lapindo mengkaji ada tidaknya hubungan semburan lumpur dengan kegiatan pemboran (translasi antar aktor dalam jaringan pemboran). Perlu diingat bahwa kegiatan pemboran ini sendiri, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, melibatkan sekumpulan aksi yang saling berkontribusi (komposisi aksi); aksi Lapindo, Pemkab Sidoarjo dan BP Migas di antaranya.
Selanjutnya, pada 1 dan 2 Juni 2006 muncul dua semburan baru di sekitar lokasi semburan pertama. Sementara itu, karena luapan lumpur mulai menggenangi area sumur, ada rekahan, dan pipa terjepit (yang selanjutnya di potong pada kedalaman 2.989 kaki), maka pada tanggal 4 Juni 2006 sumur ditinggal untuk sementara (temporary well abandonment). Situasi ini menunjukkan bahwa translasi juga berlangsung dalam relasi aktor manusia dan aktor non-manusia (artefak teknis dan material alam).
Kemudian, pada 8 Juni 2006, BP Migas dan Lapindo dalam Berita Acara penanggulangan kejadian semburan lumpur bersepakat semburan sebagai underground blowout. Semburan diduga berasal dari dua zona berbeda; overpressure zone dan formasi kujung, dan mengalir ke permukaan melalui zona patahan yang telah ada. Kesepakatan dua aktor yang kemudian diwujudkan dalam pembuatan Berita Acara berarti mewujudkan relasi-relasi ke dalam materialmaterial yang durable70. Seperti aksi press release EMP, pembuatan Berita Acara ini juga berarti translasi terhadap aktor-aktor di luar jaringan pemboran.
Berikutnya, karena upaya mematikan semburan melalui sumur belum berhasil, sementara luapan lumpur semakin meluas, untuk melokalisasinya Lapindo 70
Durability merupakan efek relasional, bukan sesuatu yang diatur oleh hukum alam semata. Durability adalah berkenaan dengan penataan dalam dimensi waktu, sehingga memberi bentangan atau ekstensi temporal yang lebih tinggi pada jaringan‐aktor. Aksi‐aksi yang termaterialkan ibarat situs, fosil, atau bukti forensik bagi “pemburu” aktor, karena aksi dan aktor adalah kesatuan.
51
melakukan penanggulan (pembuatan pond). Upaya penanggulan ini sendiri memerlukan keterlibatan sekumpulan aksi-aksi, di mana satu aksi dan aksi yang lain saling memberikan kontribusi—komposisi aksi. Aktor-aktor yang terlibat dalam sekumpulan aksi ini juga heterogen; manusia (sopir, operator becko, dll), artefak teknis (alat berat, truk) dan material-material (tanah liat, pasir).
Upaya penanggulan sendiri berkejaran dengan laju luapan lumpur. Karena luapan lumpur mulai mengarah ke permukimannya, warga Desa Siring mulai berbondong-bondong membangun tanggul darurat. Terlihat di sini bahwa, meski aksi warga ini terlihat spontan mereaksi luapan lumpur, sebenarnya aksi warga ini adalah penerjemahan aksi upaya penanggulan oleh pihak Lapindo yang ‘kalah cepat’ dari luapan lumpur.
Mengingat luapan lumpur mulai mengarah ke jalan tol, penanggulan di sisi jalan tol pun dilakukan. Karena penanggulan jalan tol berarti melokalisir luapan lumpur agar tidak menggenangi jalan tol atau meluas, tetapi pada sisi lain berarti mempertinggi genangan lumpur di kolam penampungan atau di kawasan perumahan warga yang mulai tergenang lumpur, warga yang tidak ingin rumahnya semakin tinggi tergenang lumpur beraksi menjebol tanggul (dengan menyandera becko pekerja pembangun tanggul) di sisi jalan tol. Warga Kedungbendo (di seberang tol) yang tidak ingin lumpur mengalir ke permukimannya menghalang-halangi aksi warga Siring ini, ketegangan pun terjadi antar dua warga ini. Terlihat di sini bahwa translasi-translasi terus berlangsung, dan aktor-aktor yang sebelumnya belum terkoneksikan, kemudian terkoneksikan.
Entah tepatnya kapan, statement-statement saintis, tokoh agama, paranormal tentang semburan lumpur juga mengemuka di media. Statement-statement mereka ini juga bermakna translasi terhadap aktor-aktor lain yang belum terkoneksikan. Jika kemudian statement saintis, bukan tokoh agama atau paranormal, yang dirujuk aktor-aktor lainnya, itu berarti kompetensi saintis hadir lewat translasitranslasi (relasional); in actu bukan kompetensi karena potensi yang sudah
52
dimiliki saintis. Keterlibatan aksi aktor media71, yaitu memberitakan semburan, baik lewat media cetak dan elektronik (tv dan situs internet) memberikan ekstensi spasial pada translasi-translasi. Dengan begitu, aktor-aktor yang sebelumnya tersebar dan belum terkoneksikan, lewat aksi-aksi dari jarak jauh (acting at a distance) kemudian terkoneksikan dalam jaringan aktor.
A PS
T W
PS
TA W
L
PN
LS
L
LS M
V S
B
S
B M S
LS: Lumpur L: Lapindo B: BP Migas PS: Pemda Sidoarjo W: Warga M: Media S: Saintis SB: Sumur BPJ‐1
K
LS: Lumpur L: Lapindo PS: Pemda Sidoarjo A: Alat Berat T: Tanggul W: Warga TA: Tokoh Agama V: Kodam V Brawijaya
S
P M: Media PN: Paranormal P: Polda Jatim S: Saintis K: Komisi VII DPR B: BP Migas SB: Sumur BPJ‐1
Gambar III.11 Jaringan Aktor di Awal Semburan Lumpur
71
Keterlibatan media dalam jaringan aktor semburan lumpur perlu pengkajian khusus. Tetapi (aksi) penyebutan semburan yang dipakai (Lumpur Sidoarjo/Lusi, Lumpur Lapindo/Lula, dll), dan pemberitaannya mengindikasikan bahwa media adalah salah satu bagian penting dari jaringan‐aktor semburan. Didapati bahwa konstelasi/kontestasi statement saintis juga berlangsung di media. Beberapa media hanya memuat statementkelompok saintis tertentu, atau memberi ruang pemberitaan yang sempit tentang semburan. “…organisasi media pada dasarnya adalah tempat bertarungnya berbagai wacana… Pemberian istilah dalam media tidak bebas nilai karena news room tidak steril dari ideologi dan kepentingan…Kosakata atau istilah tidak semata‐mata masalah teknis bahasa, tetapi sebagai praktik ideologi tertentu…Bahasa yang berbeda… akan menghasilkan realitas yang berbeda pula di masyarakat. Ini artinya, kosakata "lumpur sidoarjo" dan "lumpur Lapindo" juga tentu saja akan melahirkan tafsir dan realitas berbeda di masyarakat (Yayat R Cipasang, www.pikiran‐rakyat.com). Mengingat aksi media bisa hanya temporer, aksidental, atau terus establish, maka penggunaan istilah tertentu (sebagai pilihan sadar) adalah bagian dari apa‐apa yang disirkulasikan (atau ditranslasikan) dalam jaringan aktor.
53
Kemudian, karena aset warga tidak terselamatkan dari genangan lumpur, warga kemudian menyalahkan pihak Lapindo dan selanjutnya menuntut ganti rugi atas asetnya. Aksi warga ini juga bermakna translasi (in-skripsi) terhadap Lapindo.
Situasi di atas menggambarkan bahwa aksi-aksi yang berkarakter translasi merupakan proses elementer yang membawa kehadiran jaringan aktor semburan lumpur. Aktor-aktor yang bertranslasi sendiri bukanlah aktor-aktor bebas, mereka terikat dalam jaringannya masing-masing. Saat aktor-aktor ini bertranslasi, banyak kemungkinan terjadi menghinggapi setiap jaringan aktor di mana mereka terikat di dalamnya tersebut. Situasi di seputar semburan lumpur kemudian menjadi kompleks karena translasi-translasi kemudian mengkoneksikan aktor-aktor baru sehingga jaringan aktor menjadi berkembang (lihat Gambar III.11).
KLH
Walhi Pengusaha
Buruh Relief well‐1
YLBHI
Lusi DESDM
Warga
Media Komisi VII DPR
Saintis Lapindo
Paranormal Satkorlak BP
Tanggul
Tol BPJ‐1 Alat Berat
Jasa Marga
Sidetracking Snubbing Unit
Gambar III.12 Jaringan Aktor Pra-Keppres No.13 Tahun 2006
54
Konfigurasi jaringan aktor (Gambar III.11) terus berubah karena translasi aktoraktor dalam menyikapi penanganan luapan lumpur. Dibentuknya Satlak kabupaten, dan kemudian Satkorlak Penanggulangan Bencana propinsi, merupakan bagian dari translasi-translasi para aktor tersebut. Translasi-translasi juga kemudian merelasikan aktor-aktor baru dalam jaringan, yakni Walhi, KLH, dan YLBHI terkait kerusakan lingkungan yang terjadi dan penelantaran korban, serta perangkat snubbing-unit, sidetracking dan relief well-1 sebagai teknologi yang diusung untuk menghentikan semburan. Relasi aktor-aktor baru ini awalnya lemah, kemudian menguat, namun sebagian kemudian terputus. Saat snubbingunit dan sidetracking gagal mematikan semburan72, implementasi relief well-1 memutus relasi Satkorlak BP dengan snubbing-unit dan sidetracking, namun di sisi lain, relasi Satkorlak BP dengan relief well-1 menguat (Gambar III.12).
III.2.2 Jaringan Aktor Pasca-Keppres No.13 Tahun 2006 Jaringan aktor yang telah terbangun sebelumnya (pra-Keppres) terus mengalami perubahan konfigurasi. Sekali lagi ini tidak lain sebagai akibat aksi-aksi atau translasi di antara aktor-aktor73.
Jika sebelumnya penanganan persoalan semburan lumpur berada di bawah kendali Satkorlak BP, dengan diterbitkannya Keppres, penanganan persoalan semburan lumpur diambil alih Timnas. Hadirnya Timnas dalam jaringan aktor ini, selain memutus relasi aktor-aktor yang sudah ada sebelumnya dengan Satkorlak BP, relasi aktor-aktor ini dengan Timnas juga sekaligus kemudian mulai terjalin; misalnya Timnas dengan warga, saintis, para kontraktor, Lapindo (human), lumpur, dan tanggul (non-human). Jaringan aktor juga kemudian mengembang seiring aksi Timnas dalam menanggulangi semburan lumpur yang melibatkan aktor-aktor lain, jaringan aktor relief well-2 dan bola beton.
Perubahan konfigurasi jaringan juga terjadi karena relasi Walhi dan YLBHI dengan beberapa aktor lain yang awalnya masih lemah (translasi baru berwujud 72
Gagalnya Snubbing‐unit dan Sidetracking yang kemudian disusul penutupan semburan secara permanen menandai terputusnya relasi Satkorlak BP dengan Sumur Banjarpanji‐1. 73 Situasinya: semburan lumpur belum bisa dimatikan, dan area terdampak luapan lumpur semakin meluas
55
statement/Gambar III.12), menjadi menguat. Ini ditandai aksi Walhi74 dan YLBHI75 mengajukan tuntutan hukum (advokasi terhadap warga korban) terhadap Lapindo dan pemerintah. Dalam proses hukum itu sendiri, selain beraliansi di antara keduanya, Walhi dan YLBHI juga beraliansi dengan para saintis (sebagai saksi ahli dalam persidangan).
Translasi-translasi oleh warga berkenaan dengan tuntutan ganti rugi aset mereka kepada Lapindo juga menyebabkan perubahan konfigurasi jaringan aktor. Awalnya, menanggapi tuntutan ganti rugi ini pihak Lapindo menawarkan uang kontrak rumah selama dua tahun, uang jaminan hidup dan ongkos mengungsi. Lewat negosiasi-negosiasi, sebagian besar warga pun kemudian menyepakatinya. Ketika mendapati asetnya tidak terselamatkan lagi (tenggelam dalam lumpur), warga kembali menuntut ganti rugi. Agar tuntutannya dipenuhi, beragam aksi dilakukan warga, mulai menyatroni kantor Lapindo, Pemkab, sampai aksi blokade Jalan Raya Porong dan rel kereta api. Serangkaian aksi warga ini berarti program aksi, yakni serangkaian aksi yang diinskripsikan ke dalam suatu jaringan relasi aktor-aktor. Kesepakatan pemberian ganti rugi kemudian dicapai lewat negosiasi panjang yang melibatkan Timnas. Untuk melaksanakan pencairan ganti rugi, pihak Lapindo kemudian mendirikan Minarak. Untuk proses pencairan ganti rugi sendiri Lapindo meminta dilakukan verifikasi aset warga dan menuntut adanya sertifikat tanah dan IMB. Untuk proses ini, aktor-aktor baru kemudian terelasikan, seperti tim verifikasi LPPM-ITS, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dokumendokumen legal. Namun, bagi warga yang asetnya tidak bersertifikat dan ber-IMB (hanya berupa Pethok D dan Letter C), aksi negosiasi-negosiasi kembali terjadi. Sampai akhirnya pengesahan oleh Bupati atas bukti legal yang dimiliki warga ini menjadi kesepakatan baru dalam proses pencairan ganti rugi.
Translasi-translasi terus berlangsung, dan dengan masuknya aktor baru menjadikan jaringan aktor mengembang. Seperti ketika DPD beraksi membentuk Pansus DPD dan DPRD Jatim membentuk Pansus DPRD karena memerhatikan 74 75
Atas nama organisasi advokasi di bidang lingkungan hidup Atas nama warga korban semburan lumpur
56
molornya penanganan semburan. Jaringan aktor pasca-Keppres No.13 Tahun 2006 dapat disimak pada Gambar III.13.
Pansus DPD Parpol Pansus DPRD
PPB
BPN
Paranormal Warga
YLBHI
Media
Dokumen legal
LPPM ITS
Peradilan
Komisi VII‐DPR
Timnas
Saintis Lusi
Pemerintah
Bolton Walhi
Tanggul Relief Well
Infrastruktur S. Porong
Keppres No.13 Th.2006
Kontraktor
Lapindo
Pengelola S. Porong Minarak
Gambar III.13 Jaringan Aktor Pasca-Keppres No.13 Tahun 2006
Aksi pemerintah mengeluarkan Keppres No. 13 Tahun 2006 menarik dicermati di sini76. Selain menetapkan pembentukan institusi yang memiliki otoritas dalam penanggulangan semburan, Keppres ini juga menetapkan bahwa biaya penanggulangan semburan ditanggung Lapindo. Bagi jaringan aktor ini, Keppres berarti intermediari (intermediaries); aktor dengan suatu kompetensi yang khusus, yang efeknya memberikan kestabilan relasi di antara aktor-aktor lain77. Karena ketika 76
Bagi pemerintah, aksi ini berarti in‐skripsi Intermediari dapat dimetaforkan sebagai aktor yang ‘bersirkulasi’ di antara aktor‐aktor, menjadi boundary object atau immutable mobile, dan memelihara relasi di antara mereka (Yuliar, 2007).
77
57
pihak-pihak seperti warga, Walhi, YLBHI, DPRD Kabupaten Sidoarjo menuntut pertanggungjawaban Lapindo, sementara Lapindo sendiri menyatakan tidak terkait dengan terjadinya semburan, dengan Keppres ini kesimpangsiuran itu kemudian menjadi terkendali.
Dengan dibentuknya Timnas sebagai otoritas penanggungjawab penutupan semburan, keputusan teknologi yang diimplementasikan berada di tangan Timnas78. Tuntutan ganti rugi warga kepada Lapindo sendiri mekanismenya kemudian harus melalui Timnas. Dengan demikian, terkait urusan tersebut Timnas merupakan obligatory point of passage (OPP), yaitu suatu simpul (node) yang bertindak sebagai suatu perantara aksi dalam jaringan-aktor.
Yang juga menarik kemudian adalah dibentuknya Media Center Lusi oleh Timnas. Divisi ini dibentuk khusus untuk mengelola berbagai informasi seputar semburan lumpur. Dalam rangka tersebut, divisi ini setiap minggu menerbitkan semacam bulletin yang diberi nama ‘Media Center Lusi’79. Satu news room ini sendiri kemudian ‘diperebutkan’ oleh beberapa pihak untuk menyebar wacana khususnya menyangkut ‘apa dan apa penyebab semburan lumpur’. Bagi jaringan aktor ini, bulletin ‘Media Center Lusi’ merupakan intermediari.
III.2.3 Jaringan Aktor Pasca-Perpres No.14 Tahun 2007 Translasi-translasi yang terus berlanjut di antara aktor-aktor sekali lagi mengakibatkan konfigurasi jaringan aktor sebelumnya berubah. Dengan berakhirnya masa tugas Timnas, pemerintah selanjutnya mengeluarkan Perpres No.14 Tahun 2007. Selain menetapkan organisasi baru (BPLS) dalam menangani persoalan semburan lumpur, Perpres ini juga mengatur skema pembayaran ganti rugi aset warga serta pembagian tanggung jawab antara Lapindo dan pemerintah yang pada Keppres No.13 Tahun 2006 semuanya dibebankan ke Lapindo. Bagi jaringan 78
Ketika masa tugas Timnas (Keppres) berakhir, pemerintah kemudian menerbitkan Keppres No. 5 Tahun 2007 tentang perpanjangan masa tugas Timnas; bagian dari apa‐apa yang disirkulasikan untuk menjaga jaringan stabil. 79 Penamaan ini tidak bebas nilai; politik, idiologi atau kepentingan. Jadi, lewat nama tersebut sebenarnya realitas sedang terus dikonstruksi. Dan dalam kasus semburan lumpur panas ini, pertarungan wacana sangat kental terlihat. Selain dari nama bulletin yang diterbitkan Timnas ini, juga dapat diperhatikan dari nama Timnas dan BPLS.
58
aktor ini, Perpres, yang merupakan kepanjangan Keppres, merupakan intermediari; apa-apa yang disirkulasikan dalam jaringan relasi aktor-aktor untuk menjaga kestabilan relasi. Sebagaimana juga Timnas, BPLS—yang juga sebagai otoritas yang menangani persoalan semburan—merupakan OPP.
Peradil an
Pemerintah DPR Paranormal
Tim P2LS YLBHI Saintis
BPLS
Perpres No.14 2007
Walhi
Media
Iklan
Lapindo
Lusi
Tokoh Masya Jaringan Kontraktor Pembuangan Lumpur
Minarak Tanggul Dokumen legal
Bupati Sda
Korban Pompa
Tim Verifikasi Jaringan Kontraktor penanggulan
S. Porong
Gambar III.14 Jaringan Aktor Pasca Perpres No.14 Tahun 2007
Translasi-translasi terkait ganti rugi, seperti disepakatinya penggunaan sumpah untuk menyelesaikan persoalan perbedaan data aset warga yang melibatkan tokoh agama dan budayawan juga menyebabkan perubahan konfigurasi jaringan aktor. Aksi sebagian anggota dewan menggagas pengajuan hak interpelasi, yang kemudian didahului dengan pembentukan Tim Pemantau Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) DPR sebelum hak interpelasi diajukan juga
59
menyebabkan perubahan konfigurasi jaringan. Konfigurasi jaringan aktor juga berubah seiring aksi beberapa saintis, tokoh masyarakat, dan warga korban yang beraliansi mendeklarasikan Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo dengan mengusung kembali teknologi relief well secara independen. Jaringan aktor pasca Perpres No.14 Tahun 2007 nampak pada Gambar III.14.
Setelah menyimak deskripsi dinamika aksi para aktor (III.1) serta pembahasan perubahan konfigurasi jaringan aktor (III.2), didapati bahwa jaringan dan aksi merupakan dua hal yang hadir bersamaan. Atau jaringan dan aksi merupakan dua hal yang secara ontologis tidak terpisahkan karena suatu aksi mendapatkan sumber-sumbernya dari jaringan, dan suatu jaringan terbentuk dari aksi-aski (Yuliar, 2007).
Jika sebelumnya sudah dijelaskan posisi Keppres, Inpres, Timnas, BPLS dalam jaringan aktor semburan lumpur, penting juga adalah mendiskusikan posisi saintis, dalam jaringan aktor.
III.3. Saintis sebagai OPP Saintis, dalam jaringan (kasus ini), seperti dipahami, beraksi sebagai ‘juru bicara’ alam. Karena eskalasi persoalan semburan lumpur selalu kembali pada persoalan ‘apa dan apa penyebab semburan’, maka aktor-aktor yang lain akan merujuk sang ‘juru bicara’ alam ini ketika beraksi menyangkut hal tersebut80. ANT menyebut aktor semacam ini sebagai Obligatory Point of Passage (OPP) atau titik lewat wajib, yaitu suatu simpul yang bertindak sebagai suatu perantara aksi dalam jaringan-aktor.
Terhadap OPP, ANT membaginya dalam dua kategori; OPP kuat atau OPP lemah. OPP yang kuat dapat melakukan kontrol atas sumber-sumber daya (resources), dan dapat mengklaim tanggung jawab atas kesuksesan suatu jaringan. Sedangkan OPP yang lemah muncul di tengah-tengah jalur-jalur kompetisi antara para aktor 80
Tetapi ini efek translasi dalam jaringan. Karena meski sama‐sama beraksi sebagai ‘juru bicara’ alam (dan sama‐sama mengandung pengetahuan), paranormal dan tokoh agama tidak menjadi rujukan para aktor lainnya dalam aksi‐aksi mereka
60
yang berkepentingan atas kontrol terhadap sumber-sumber daya atau kesuksesan jaringan (Yuliar, 2007).
Pertanyaannya, saintis termasuk kategori OPP yang mana? Memperhatikan watak dari aksi saintis sebagai ‘juru bicara’ alam, sementara dalam jaringan-aktor ini fakta saintifik yang diusung saintis menjadi rujukan aktor-aktor lain ketika beraksi (di antaranya: Walhi dalam aksi tuntutan hukumnya, Lapindo dalam delik pembelaannya, hakim dalam pengambilan keputusan hukumnya), maka dalam jaringan aktor semburan lumpur panas ini saintis merupakan OPP yang kuat. Dengan beraksi sebagai ‘juru bicara’ alam, saintis dapat mengontrol sumbersumber daya. Dia tidak sekedar aktor yang muncul di tengah-tengah jalur-jalur kompetisi antara para aktor (Lapindo, korban, pemerintah, Walhi, dll) yang berkepentingan atas kontrol terhadap sumber-sumber daya atau kesuksesan jaringan. Ini berbeda dengan keberadaan Satkorlak, Timnas atau BPLS. Meski ada legalitas formal, keberadaan mereka sebatas suatu simpul yang bertindak sebagai suatu perantara aksi. Dengan demikian, kesuksesan translasi-translasi aktor-aktor sehingga jaringan aktor menjadi konvergen dan stabil berada dalam kontrol saintis. Jika perdebatan atau perselisihan paham di kalangan saintis belum mencapai konsensus (final statement), untuk mewujudkan jaringan aktor yang konvergen dan stabil, yang bisa diandalkan adalah menggunakan mekanisme translasi-translasi aktor-aktor sampai akhirnya didapati jaringan aktor yang konvergen dan stabil.
Tetapi dalam persoalan ini, mewujudkan jaringan aktor yang konvergen dan stabil sangat sulit hanya mengandalkan translasi-translasi di antara para aktor tanpa ada upaya ekstra (ini juga bagian dari translasi) dari salah satu aktor (dalam hal ini pemerintah) untuk mengarahkan jaringan menuju kestabilan. Karena ini menyangkut waktu dan eskalasi bencana; apabila persoalan terus dibiarkan mengambang dan berlarut-larut. Kestabilan jaringan di sini dimaksudkan pada terwujudnya statement final dan persoalan-persoalan mendasar semburan lumpur (ganti rugi, penutupan semburan, pembangunan infrastruktur) telah dapat diselesaikan.
61