BAB III 3. METODOLOGI
3.1.
Pasang Surut Pasang surut pada umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya muka
laut dan gerak horizontal dari massa air secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa terhadap massa air air di bumi. Benda-benda angkasa yang terkait dengan pasang surut adalah matahari dan bulan. Proses pasang surut laut dapat dilihat secara nyata di daerah pantai, yang mempengaruhi semua aktifitas
manusia
yang
hidup
di
daerah
pantai,
seperti
pelayaran
dan
penangkapan/budidaya sumberdaya hayati perairan. Pasang surut laut dapat didata, diolah datanya, bahkan dapat diprediksi dan disajikan sebagai informasi pasut. Informasi dan analisa data pasut berupa komponenkomponen pasang surut digunakan untuk berbagai terapan. Informasi yang dihasilkan dari komponen pasut M2, S2, K1 dan O1 adalah tipe-tipe pasut seperti diurnal, semidiurnal dan campuran antara keduanya. Dalam dunia rekayasa wilayah pesisir, semua informasi komponen pasut juga digunakan untuk menentukan kapan dan berapa kali air pasang dan air surut dalam sehari pada suatu tempat dan menghitung datum pasut seperti MSL (Mean Sea Level), LLWR (Lowest Low Water Level), HHWL (Highest High Water Level), HAT (Highest Astronomical Tide), LAT (Lowest Astronomical Tide) dan parameter-parameter lainnya. 3.1.1. Fenomena Pasang Surut Gejala pasang surut laut berhubungan erat dengan kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi. Pengaruh kedudukan bulan dan matahari tersebut adalah adanya gejala naik turunnya muka air laut dan arus secara periodik. Apabila kita memasang suatu alat ukur tinggi muka air laut di suatu tempat di laut, kemudian kita amati muka air tersebut setiap jam selama satu hari penuh (24 jam), maka akan jelas terlihat bahwa muka air laut berfluktuasi seiring dengan bertambahnya jam. Lalu
3–5
apabila kita gambarkan grafik pengamatannya akan terlihat bahwa fenomena pasut merupakan suatu fenomena yang periodik. Lihat Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Naik turunnya muka air laut akibat pasang surut terjadi periodik
Dari Gambar 3.1 diatas terlihat bahwa perbedaan antara tinggi muka air terendah dan tertinggi terjadi selama selang waktu 6 jam. Apabila dalam sehari (24 jam) terjadi dua kali pasang (air tinggi) dan dua kali surut (air rendah), maka kondisi pasutnya disebut dengan pasut tengah harian (semi diurnal). Sedangkan apabila dalam satu hari hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, maka kondisi pasutnya disebut pasang surut harian (diurnal). Akibat dari revolusi bulan terhadap bumi selama 27,3 hari, maka periode kembali ke kondisi pasang (air tinggi) terakhir tidak tepat selama 24 jam tetapi 24 jam 50 menit. Perbedaan 50 menit ini disebut dengan keterlambatan fasa. Perbedaan kondisi pasut ini disebabkan oleh gaya pembangkit pasut yang berbeda pada setiap tempat di bumi. Gaya pembangkit pasut ini terjadi karena adanya gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal. Resultante dari kedua gaya ini akan menghasilkan gaya pembangkit pasut (Tide Generating Force). 3.1.2. Gaya Pembangkit Gaya pembangkit pasut di permukaan bumi dihasilkan dari kombinasi dua buah gaya, yaitu gaya gravitasi bumi bulan dan matahari terhadap bumi dan gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh revolusi bumi dan bulan mengelilingi sumbu bersama. Mekanisme terbentuknya pasut dapat dijelaskan dari teori pasut seimbang
3–6
(Equilibrium Tide), dimana bumi dianggap seluruhnya ditutupi oleh air laut dan air memberikan respon yang segera terhadap gaya tarik Bulan dan Matahari. Akibat revolusi bumi-bulan mengelilingi sumbu bersamanya maka setiap titik pada permukaan bumi dipengaruhi oleh gaya sentrifugal yang arahnya menjauhi sumbu revolusi. Besar gaya sentrifugal ini adalah konstan disetiap titik di permukaan bumi. Seperti terlihat pada Gambar 3.2. dimana gaya sentrifugal dan gaya gravitasi oleh bulan menghasilkan resultan gaya pasang surut.
Gambar 3.2 Gaya Pembangkit Pasut (Tide Generating Force)
(sumber : www.oc.nps.navy.mil)
Tinggi pasut bervariasi dalam satu bulan, pada saat bulan baru dan bulan purnama posisi bulan, bumi dan matahari berada dalam satu garis. Pada kondisi ini pasut yang terjadi adalah maksimum atau pasang purnama (Spring Tide), lihat
3–7
Gambar 3.3. Pada kuarter pertama dan ketiga posisi bulan, bumi dan matahari saling tegak lurus, pasut yang terjadi adalah minimum atau pasang perbani (Neap Tide).
Gambar 3.3 Pengaruh Gaya Pasut bulan dan matahari terhadap permukaan bumi
(Sumber : Garrison, 1998)
3.2.
Analisa Harmonik Pasang Surut Untuk mempelajari karakteristik pasang surut di suatu perairan dilakukan
analisis pasang surut guna menghitung konstanta harmonik pasang surut dari hasil pengukuran di lokasi yang akan dianalisa. Konstanta harmonik pasang surut adalah dua parameter yang dianggap konstan, yakni amplitudo beberapa komponen pasut, serta keterlambatan phasa dari pasang sebenarnya. Konstanta harmonik ini nantinya akan dapat digunakan untuk dapat meramalkan kondisi pasang di perairan tersebut, untuk setiap kurun waktu yang dikehendaki. Ramalan pasang sangat bermanfaat
3–8
dalam menetapkan kriteria desain bangunan pantai, untuk keperluan navigasi serta keperluan lainnya. Pasang surut laut dihasilkan oleh gaya tarik bulan, matahari dan benda langit lainnya, yang disebut sebagai faktor astronomis. Sepanjang penjalarannya gelombang pasang surut dipengaruhi oleh topografi dasar laut, morfologi pantai serta kondisi meteorologi. Komponen pasang surut yang dihasilkan oleh faktor-faktor astronomis merupakan gelombang harmonik (periodik), sedang pengaruh meteorologis tidaklah periodik, bahkan seringkali hanya menghasilkan efek sesaat saja. Tinggi muka air oleh pasang surut merupakan jumlah dari banyak sekali komponen pasang, sehingga dapat dituliskan sebagai persamaan berikut : N
η (t) = S0 + SS0 + dimana :
∑ i =1
Ai cos (ωi t - Pi)
(3.1)
η(t)
= tinggi pasang sebagai fungsi waktu t
A1
= amplitudo komponen pasang ke i
ωi
= 2π / Ti , T : periode komponen ke i
Pi
= phasa dari komponen ke i
S0
= muka laut rata-rata (Mean Sea Level – MSL)
SS0
= muka laut rata-rata akibat pengaruh faktor meteorologis
t
= waktu
N
= jumlah komponen pembentuk tinggi pasang
Analisa pasang surut dilakukan untuk memperoleh elevasi muka air yang menentukan dalam perencanaan. Analisa pasang surut dilakukan dengan urutan sebagai berikut: •
Menguraikan komponen-komponen pasang surut.
•
Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.
•
Menghitung elevasi muka air.
3–9
Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metoda yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metoda Admiralty dan Least Square. Komponen-komponen pasang surut penting yang akan dihitung adalah: M2
: Komponen utama Bulan
S2
: Komponen utama Matahari
N2
: Komponen eliptik besar Bulan
K2
: Komponen semidurnal bulan-matahari
K1
: Komponen diurnal deklinasi bulan
O1
: Komponen diurnal deklinasi bulan
P1
: Komponen diurnal deklinasi matahari
M4
: Komponen perairan dangkal dari komponen utama bulan
MS4
: Komponen perairan dangkal
3.2.1. Metoda Admiralty Metoda Admiralty digunakan untuk mencari nilai konstanta harmonik yaitu Ai (Amplitudo) dan Pi (Phasa) dari data pasang surut yang ada. Karena komponen pasang surut merupakan gelombang harmonik maka tinggi muka air yang dihasilkan adalah sebanyak N komponen harmonik, sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan 3.1. Proses awal perhitungan dimulai dengan melakukan proses perhitungan harian yaitu menyusun kombinasi dari tinggi muka laut setiap jam dari setiap hari pengamatan atau dari hasil simulasi model. Metoda Admiralty tidak menghitung secara langsung harga Ai dan Pi, melainkan harga amplitudo dan phasa sesaat dari masing-masing komponen yang sebut sebagai r dan R. Dimana dinyatakan sebagai berikut,
3–10
R = fA
(3.2)
-r = V + u – P
(3.3)
Dimana (V+u) adalah argumen astronomik dari komponen harmonik setimbang (equilibrium) pada saat yang bersamaan untuk parameter – r, f, dan n adalah faktor koreksi Nodal, sedangkan A dan P adalah dua konstanta harmonik yang nantinya akan dihitung. Sehingga diperoleh hubungan: A=R/f
(3.4)
H=V+u+r
(3.5)
Untuk mendapatkan nilai R dan r kita perlu mentransformasikan persamaan (3.4) dan (3.5) sedemikian sehingga komponen-kompenen penyusun pasang surut memiliki kecepatan sudut yang berdekatan satu sama lainnya. Dari sembilan komponen harmonik yang akan dihasilkan tersebut akan dihitung berdasarkan kecepatan sudutnya dalam 4 kelompok komponen yaitu : S2,K2, K1 dan P1; M2, MS4 dan O1; N2 dan M4. Nilai f dan u dihitung dengan menggunakan hubungan sebagai berikut f Æ f(1+W) u Æ u+w dimana besaran W dan w merupakan besaran yang sangat kecil. Dalam teori pengembangan harmonik pasang surut, kita ketahui bahwa parameter V, f dan u merupakan fungsi dan parameter orbital bulan dan matahari yaitu s, h, p, p', dan N. Untuk itu proses perhitungan kelima parameter tadi dimulai dengan menghitung parameter orbital, yang dihitung , pada jam 00.00 tanggal hari tengah. Persamaan matematis untuk menghitung parameter orbital adalah :
s = 277,02º + 481 267,S0° T + 0,0011° T2 h = 280,19° +36 000,77° T + 0,0003º T2
3–11
p = 334,39º + 4 069,04° T + 0,0103° T2 N = 259,16° + 1 934,14º T+ 0,0021° T2 p' = 281,22° + 1,72º T + 0,0005º T2 Dimana T panjangnya waktu dinyatakan dalam satuan abad (365,25 hari surya) dihitung sejak dari jam 00.00 tengah malam 1 Januari 1900, sampai jam 00.00 tanggal hari tengah. Jadi kalau D adalah banyaknya hari sejak tanggal Januari sampai hari tengah pada tahun pangamatan pasut Y. maka persamaan untuk menghitung T adalah sebagai berikut : T = (365(Y-1900)+(D -1)+i)/365.25
(3.6)
dimana i = banyaknya tahun kabisat dari tahun 1900 s/d tahun Y D = bagian bilangan bulat dari (y-1900)/4. Langkah selanjutnya adalah menghitung harga kedua konstanta harmonik yakni A (amplitudo) dan g (beda phasa) dari ke 7 komponen. Kedua parameter dihitung sebagai berikut A = PR/(Pxf x (I+W))
(3.7)
g = s – n x 360
(3.8)
dimana : s = r + V + u +p+w n = bilangan bulat, sedemikian hingga s-n x 360<360
3.3.
Arus Pasang Surut
Arus laut dapat diklasifikasikan sebagai arus pasang surut dan non pasang surut. Arus Pasut adalah pergerakkan massa air laut secara horizontal yang terjadi periodik akibat adanya pengaruh pasang surut. Sedangkan Arus Non Pasut adalah arus yang bukan diakibatkan oleh pasut, seperti arus yang dibangkitkan oleh angin dan perbedaan densitas.
3–12
Arus Laut biasanya merupakan kombinasi dari arus pasut dan arus non pasut. Dalam navigasi efek arus pasut lebih penting daripada efek pengurangan kedalaman. Arus Pasang Surut disebabkan oleh adanya fenomena pasang surut air laut. Arus pasang surut berubah arah sesuai dengan tipe pasutnya. Apabila suatu daerah memiliki tipe pasut harian tunggal maka kecenderungan arus pasut yang terjadi adalah harian tunggal yang berarti dalam satu hari terjadi perubahan arus satu kali, sedangkan untuk wilayah yang memilki tipe pasut harian ganda maka arus pasutnya akan mengalami dua kali perubahan arah arus pasutnya. Sedangkan untuk pasut campuran arahnya akan mengalami perubahan dalam interval sekali sampai dua kali sehari. Besarnya kecepatan arus pasang surut yang akan terjadi akan sangat bergantung pada pasang surut. Pada saat elevasi pasut mencapai titik tertinggi (maksimum) dan terendah (minimum) maka laju arus akan sama dengan nol. Laju arus maksimum terjadi pada saat elevasinya sama dengan nol. Arus pasut akan mengalami perubahan pergerakkan pada saat elevasi pasut minimum atau maksimum. Dengan melihat karakteristik arus pasut maka arus ini bersifat periodik dan dapat diramalkan kejadiannya. Perubahan muka air laut yang disebabkan oleh pasang surut menimbulkan medan arus yang kompleks. Di perairan dalam yang terbuka arus pasang surut biasanya kecil dan dalam orde 1 cm/detik. Memasuki perairan dangkal dan daerah pantai, arus pasang surut didesak oleh topografi kecepatan arus pasang surut bisa mencapai orde 1m/detik. Ketika massa air yang besar melewati selat dan celah yang sempit kecepatan arus pasang surut dapat mencapai hingga 3-5 m/detik dalam satu siklus pasang surut (Gjevik, 2006).
3.4.
Gerakan Arus Pasang Surut Gerakan arus pasut ada dua tipe, yaitu gerak rotasi dan gerak yang berubah
arah. Dilaut lepas, gerak arus pasut adalah gerak rotasi yang berbentuk ellips dimana arah rotasi adalah searah dengan putaran jarum jam di BBU dan berlawanan arah dengan jarum jam di BBS.
3–13
Arus pasut bergerak secara kontinu dengan arah yang terus berubah mengikuti arah yang searah atau berlawanan dengan putaran jarum jam dalam satu periode pasut. Di sungai, estuari atau selat mempunyai gerakan arus pasut bolak balik, yaitu pada masing-masing kondisi sebagai berikut : Pada saat pasang muka air dilaut lebih tinggi daripada diestuari, dimana gerakan arus pasut memasuki estuari, hal ini disebut dengan flood. Sedangkan pada saat surut muka air dilaut lebih rendah daripada diestuari, sehingga arus pasut keluar estuari menuju laut, hal ini disebut dengan ebb. Sewaktu akan terjadi perubahan arah arus terdapat suatu periode yang pendek dimana kecepatan arus adalah kecil atau nol, kondisi ini disebut dengan slack water. Dimana kecepatan arus pasut berubah dari nol pada saat slack water menjadi maksimum yang disebut dengan flood strength (kecepatan maksimum pada saat flood) atau ebb strength (kecepatan maksimum pada saat ebb) yang terjadi diantara dua slack water. Berikut ini kurva arus pasut diestuari dapat diperlihatkan dalam Gambar 3.4:
Gambar 3.4 Kurva Arus Pasut di Estuari
(Sumber Radjawane, 2005)
Kurva arus pasut seperti halnya kurva pasut berbentuk kurva sinusoidal. Di estuari atau sungai kurva sinus ini tidak lagi simetri karena pengaruh gesekan dasar dan debit sungai. Seperti yang ditemui di sungai atau estuari akibat gesekan dasar dan debit sungai, ebb lebih lama daripada flood.
3–14
Diselat yang menghubungkan dua perairan yang dipengaruhi pasut maka arus pasut yang terjadi juga bolak-balik, arus ini timbul akibat perbedaan tinggi dan fasa pasut di kedua ujung selat. Umumnya tinggi dari fasa pasut di kedua ujung selat adalah tidak sama. Arus pasut dapat bertipe diurnal, semidiurnal atau campuran tergantung dari tipe pasut yang mempengaruhinya. Dilepas pantai, arus pasut tipe semidiurnal melengkapi satu siklusnya dalam waktu 12 jam 25 menit, akibat pengaruh deklinasi bulan, terjadi ketidaksamaan harian pada pasut dan arus pasutnya. Jika ketidaksamaan ini cukup besar maka vektor arus akan memperlihatkan dua ellips dengan ukuran yang berbeda selama periode 24 jam 50 menit. Ketidaksamaan harian terjadi pada tropic tide dimana deklinasi bulan adalah maksimal yaitu 28 derajat terhadap ekuator. Sedangkan pada equatorial tide dimana bulan tepat berada diatas ekuator bumi, ketidaksamaan harian dari arus tidak terjadi. Contoh kasus di estuari diketahui bahwa arus pasut lebih dahulu berubah arah daripada pasutnya, dengan perbedaan waktu sekitar 3 jam. Umumnya amplitudo arus pasut sesuai dengan range dari pasut pada saat spring tide (pasang purnama) dan pada saat bulan paling dekat dengan bumi (moon’s perigee) terjadi arus yang kuat, sementara pada saat neap tide dan pada saat moon’s apogee terjadi arus yang lemah. Di banyak tempat dimana arus pasut dengan pasutnya keduanya semidiurnal terdapat hubungan yang jelas antara waktu arus pasut dan waktu air tinggi dan rendah. Di lokasi-lokasi dimana terdapat ketidaksamaan yang besar antara pasut dengan arus pasutnya atau bila tipe arus pasutnya berbeda dengan tipe pasutnya, maka hubungan antra waktu arus pasut dan waktu pasut tidak konstan. Untuk kasus seperti ini berbahaya untuk meramalkan waktu arus pasut dari waktu pasutnya. Secara umum, slack water terjadi pada HW dan LW dan arus maksimum terjadi pada saat pasang dan surut, tetapi hal ini tidak terjadi di setiap tempat. Arus pasut yang mencapai maksimum dalam interval waktu antara LW dan HW disebut flood current. Sedangkan arus pasut mencapai maksimum dalam interval waktu HW dan LW disebut ebb current (Gambar 3.5).
3–15
Gambar 3.5 Kurva Hubungan Antara Waktu Arus Pasut dan Pasut
(Sumber Radjawane, 2005)
3.5.
Peta Pasang Surut Peta pasang surut merupakan peta yang menggambarkan distribusi konstanta
harmonik pasang surut yang dinyatakan dengan garis-garis corange dan cophase (Hill dalam Gumilar, 1991). Cophase merupakan garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai fase atau waktu pasang dan surut yang sama. Sedangkan corange adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki amplitudo yang sama. Penentuan corange dan cophase dapat diperoleh dengan mengggunakan data pengamatan atau dari hasil simulasi model. Pencuplikan nilai elevasi dilakukan pada perioda ke-0, T/4 (ζT/4), T/2 (ζT/2) dan pada saat 3T/4 (ζ3T/4).
Dari parameter tersebut dapat diperoleh apmlitudo dan fasa sebagai berikut
3–16
di mana A = Apmlitudo P = fasa = Elevasi pada perioda ke-0
= Elevasi pada perioda T/2
= Elevasi pada perioda T/4
= Elevasi pada perioda ¾ T T = Perioda 3.6.
Interpolasi Biliner Interpolasi bilinier merupakan pengembangan dari interpolasi linier untuk
dua variabel pada grid yang tetap dan teratur. Prinsip dasar yang digunakan adalah dengan melakukan interpolasi linier pada arah horizontal kemudian pada arah vertikal atau dapat pula dilakukan sebaliknya. Y y2
P12
Q2
y
y1
P22
R
P11 x1
Q1 x
P2 x2
x
Gambar 3.1. 3.6 Skema Interpolasi Bilinier
3–17
Jika diketahui nilai pada titik-titik pada batas grid P1,1, P2,1, P1,2, P2,2 ( Gambar 3.6 ) maka nilai R dapat ditentukan dengan melakukan interpolasi linier pada arah x (horizontal) dengan menggunakan persamaan (3.19) dan persamaan (3.20) (3.19)
(3.20)
Langkah berikutnya adalah dengan melakukan interpolasi pada arah y (vertikal) dengan menggunakan persamaan (3.21) (3.21)
Sehingga dapat persamaan (3.19) dan (3.20) dapat disubstitusikan kedalam persamaan (3.21) seperti pada persamaan (3.22)
(3.22)
Persamaan (3.22) dapat pula dituliskan dalam bentuk persamaan matriks sebagai berikut (3.23)
3–18