BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN 2.1
Pengertian Kepariwisataan Setelah Indonesia merdeka tidak ada usaha yang explisit dari pemerintah untuk mengembangkan
pariwisata, inisiatif itu datangnya dari pihak swasta. Dengan mengadakan musyawarah di Tugu Bogor, dan membentuk sebuah badan pariwisata swasta: Dewan Tourisme Indonesia pada tanggal 14 Januari 1957 dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono IX. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pariwisata seluas-luasnya atas dasar nonkomersial. Di Indonesia sendiri kata pariwisata dikenal setelah diselenggarakannya MUNAS Pariwisata II DI Tretes Jawa Timur pada tanggal 12 s/c 14 Juni 1958 untuk menggantikan kata tourisme menjadi pariwisata. Kata Pariwisata pertama kali dicetuskan oleh Prof. Priyono (Alm) yang kemudian disahkan oleh Presiden Soekarno, atas dasar itu pula istilah Dewan Tourisme Indonesia dirubah menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI), dan orang yang berjasa mempopulerkan kata pariwisata adalah Jenderal G.P.H Djatikusumo yang pada waktu itu menjabat sebagai menteri perhubungan darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata. Pada tahun 1960 beliau menunjuk Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI) sebagai satu-satunya penanggung jawab dalam menyelenggarakan segala jenis kegiatan kepariwisaan. Bersama-sama dengan bagian kementrian perhubungan ditetapkan sebagai Biro Executive untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah di bidang kepariwisataan. Menurut pengertian secara etymologi kata “pariwisata” diidentikkan dengan kata “travel” dalam bahasa inggis yang dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari suatu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau berkelompok dari suatu tempat ke
Universitas Sumatera Utara
tempat lain dengan tujuan dan motif untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada penjabaran kata-kata berikut:
Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris dapat disamakan dengan kata travel.
Wisatawan : Orang yang melakukan perjalanan, dalam bahasa Inggris dapat disebut dengan istilah “travelers”.
Pariwisata : Perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, dalam bahasa Inggris disebut dengan “tour”.
Kepariwisataan : Hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata dan dalam bahasa Inggris disebut dengan “tourism”.
Beberapa definisi pariwisata menurut para ahli: E. Guyer Freuler merumuskan pengertian pariwisata dengan memberikan batasan pariwisata sebagai berikut: Pariwisata dalam arti modern adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan, serta penyempurnaan daripada alat-alat pengangkutan. (Yoeti, 1996:115). Prof. Salah Wahab (bangsa Mesir), dalam bukunya yang berjudul An In Introduction on Tourism Theory mengemukakan bahwa pariwisata itu adalah suatu aktivitas manusia yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri atau diluar negeri, meliputi pendiaman orang lain di daerah lain (daerah tertentu, suatu negara atau benua) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap. (Yoeti,1996:116)
Universitas Sumatera Utara
Prof. Hunziger dan Krapf dari Swiss pada tahun 1942 memberikan batasan pariwisata yang lebih bersifat teknis, bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak lagi di tempat itu untuk melakukan pekerjaan yang penting yang memberi keuntungan yang bersifat permanent maupun sementara. (Anatomi Pariwisata,1996:116) Batasan yang tertera dalam definisi ini diterima secara official oleh The Association International des Experts Scientifique du Tourisme (AIEST) yang berlaku hingga saat ini. Ketetapan MPRS No. 1 Tahun 1960, Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakikatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi liburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara lain (pariwisata luar negeri). Satu hal sangat menonjol dalam batasan-batasan yang dikemukakan diatas ialah bahwa pada pokoknya, apa yang menjadi cirri dari perjalanan pariwisata itu adalah sama, namun cara mengungkapkannya saja yang berbeda. 2.2
Motif Perjalanan Wisata Pada hakikatnya motif orang untuk mengadakan perjalanan wisata itu tidak terbatas dan tidak
dapat dibatasi, suatu perjalanan dapat dianggap sebagai suatu perjalanan wisata apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: - Perjalanan itu dilakukan lebih dari 24 jam - Bersifat sementara waktu - Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah atau bayaran Menurut Robert W. Mc. Intosh yang menjadi dasar motivasi manusia melakukan perjalanan wisata terbagi dalam empat kategori, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Motif Fisik (Physical Motivation) yaitu, motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, misalnya kebutuhan untuk beristirahat, olahraga, kesehatan dan sebagainya.
2.
Motif Budaya (Cultural Motivation) yaitu, motif yang didasarkan atas faktor budaya. Wisatawan dengan motif budaya selalu datang ke tempat tujuan wisata untuk mempelajari atausekedar untuk mengenal atau memahami tata cara, kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaannya, kehidupan sehari-hari, kebudayaan yang berupa musik, tari, tata bangunan dan sebagainya.
3.
Motif Interpersonal (Interpersonal Motivation) yaitu, motif yang timbul dari dalam diri manusia itu sendiri karena adanya hasrat atau keinginan untuk bertemu dengan orang lain, keluarga, teman, sahabat, atau berkenalan dengan dengan orang-orang tertentu atau hanya sekedar ingin berjumpa dengan tokoh-tokoh terkenal: penyanyi, bintang film, tokoh politik, dan sebagainya.
4.
Motif Status atau Motif Prestise (Statuse and Prestise Motivation) yaitu, motif yang timbul karena adanya kebutuhan ego dan keinginan untuk mengembangkan diri agar dianggap lebih tinggi dari orang lain.
2.3
Objek dan Daya Tarik Wisata Dalam kepariwisataan Indonesia terdapat perbedaan antara objek wisata dan dan daya tarik
wisata. Pengertian objek wisata lebih banyak menggunakan istilah “tourism attraction” yaitu: segala sesuatu yang menjadi daya tarik wisata, sehingga objek wisata dapat diartikan sebagai tempat yang menjadi sasaran perjalanan wisata karena adanya daya tarik yang ditampilkan oleh daerah tersebut. Atraksi wisata sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dinikamati dan dilihat, dan yang termasuk didalamnya adalah acara-acara ritual atau acara adat, kesenian tradisional, tari-tarian dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa objek dan daya tarik wisata merupakan unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk menjadi sasaran wisata. Menurut Marioti (Yoeti, 1996:172), ada tiga hal yang menjadi daya tarik orang untuk mengunjungi suatu daerah wisata adalah: 1. Hasil ciptaan manusia (man made supply), berupa benja-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan. 2. Benda-benda yang tersedia di alam semesta (natural amentities), misalnya
flora dan fauna, hutan
belukar dan lain-lain. 3. Tata cara hidup masyarakat (the way of life), misalnya: upacara pembakaran mayat di Bali (ngaben), upacara sekaten di Jogjakarta. UU No. 9/1990 memberikan rumusan tentang ruang lingkup objek dan daya tarik wisata, yaitu:
Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Objek dan daya tarik ciptaan Tuhan ini merupakan suatu kawasan yang berisi flora dan fauna yang dikuasai dan dikelola untuk dijadikan suatu tempat kegiatan wisata. Objek dan daya tarik wisata ini dapat dibagi atas 3 kelompok, yaitu: 1. Objek kawasan hutan, pertanian, perkebunan, dan peternakan. 2. Objek wisata laut, pantai, gunung dan sebagainya. 3. Objek wisata lembah, gua, gunung dan sebagainya Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia
Universitas Sumatera Utara
Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia dapat berwujud peninggalan purbakala, sejarah seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru dan lain-lain. Jenis-jenis objek dan daya tarik wisata yang berupa hasil karya manusia dengan budayanya adalah sebagai berikut: 1. Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan 2. Aneka ragam budaya seperti : adat istiadat, upacara keagamaan, perkawinan dan lainlain. 3. Hasil kerajinan tangan dan karya arsitektur. Untuk meningkatkan potensi dan daya tarik wisata di suatu daerah perlu ada usaha-usaha pengembangan dan pembangunan objek dan daya tarik wisata yang sudah ada maupun yang menciptakan objek dan daya tarik wisata. Dan untuk memotivasi wisatawan suatu daerah tujuan wisata harus memiliki dan memenuhi tiga syarat utama, yaitu: a. Something to do, yaitu ada sesuatu yang dapat dilakukan. b. Something to see, yaitu ada sesuatu yang dapat dilihat. c. Something to buy, yaitu ada sesuatu yang dapat dibeli. 2.4
Pengertian Kebudayaan Pengertian kebudayaan meliputi bidang yang sangat luas, sehingga sukar sekali mendapatkan
pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan terperinci dengan mencakup segala segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. Budaya adalah kegiatan berpikir, bertindak, dan merasa yang dilakukan masyarakat yang menampilkan identitasnya sebagai suatu kesatuan. (Wahid : 2001). Dalam pengertian ini, kata budaya berarti keseluruhan produk seni dan sastra, pemaparan proses berpikir dan hasil pemikiran, refleksi dan pendalaman masalah, serta rekonstruksi
dan proyeksi
Universitas Sumatera Utara
kehidupan kita di masa lampau hingga ke masa mendatang, dan akhirnya juga totalitas pandangan hidup dan sikap kita sebagai bangsa. Kebudayaan merupakan sesuatu yang luas yang mencakup inti-inti kehidupan suatu masyarakat. Kebudayaan selalu lahir dari interaksi antar pribadi atau kelompok sembari menjamin kemerdekaan setiap pesertanya, oleh sebab itu, ia menjadi milik masyarakat, bukan milik negara. Dalam khasanah antropologi Indonesia, kebudayaan dalam perspektif klasik pernah didefinisikan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia yang diperoleh dengan cara belajar. Dalam pengertian tersebut, kebudayaan mencakup segala hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia, termasuk didalamnya benda-benda hasil kreativitas/ciptaan manusia,. Namun dalam perspektif antropologi yang lebih kontemporer, kebudayaan didefinisikan sebagai suatu sistem simbol dan makna dalam sebuah masyarakat manusia yang didalamnya terdapat norma-norma dan nilainilai tentang hubungan social dan perilaku yang menjadi identitas dari masyarakat bersangkutan. Kebudayaan memiliki tujuh unsur yang ada dalam masyarakat, antara lain: 1. Sistem religi (sistem kepercayaan) 2. Sistem pengetahuan 3. Sistem kemasyarakatan 4. Sistem mata pencaharian 5. Sistem bahasa 6. Sistem kesenian 7. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup
Universitas Sumatera Utara
Setiap kelompok masyarakat mempunyai kebudayaan masing-masing yang berbeda satu sama lain, dan setiap kebudayaan mempunyai sifat dan hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun berada, yaitu: 1. Kebudayaan terwujud dan tersalur dari perilaku 2. Kebudayaan sudah lahir terlebih dahulu daripada manusia itu lahir, pada suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia suatu generasi yang bersangkutan. 3.
Kebudayaan dibutuhkan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya di kehidupan sehari-hari.
4.
Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakantindakan yang diterima dan ditolak, serta tindakan-tindakan yang dilarang maupun yang diizinkan.
2.5
Pariwisata Budaya Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang berdasarkan pada mozaik tempat, tradisi,
kesenian, upacara-upacara, dan pengalaman yang memotret suatu bangsa/suku bangsa dan identitas (character) dari masyarakat atau bangsa bersangkutan. Garrison Keillor, pada tahun 1995 dalam pidatonya pada White House Conference on Travel & Tourism di Amerika Serikat, telah mendefinisikan pariwisata budaya di Amerika secara baik dengan mengatakan, “We need to think about cultural tourism because really there is no other kind of tourism. It’s what tourism is...People don’t come to America for our Airports, people don’t come to America for our hotels, or the recreation facilities…They come for our culture: high culture, low culture, middle culture, right, left, real or imagined – they come to here to see America.” Selanjutnya Boniface (1995) menyatakan bahwa pariwisata budaya adalah salah satu jenis pariwisata yang berhubungan dengan kehidupan manusia dengan cara hidup serta hasil karya yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan oleh para leluhur dan diwariskan secara turun-temurun sebagai daya tarik. (Yoeti 1996:40) Berdasarkan definisi diatas dapat dijelaskan bahwa pariwisata budaya adalah kegiatan wisata yang dilakukan sekedar untuk mengetahui bagaimana kebudayaan itu berada dalam suatu masyarakat. Kegiatan itu dapat dilakukan wisatawan ke suatu wilayah yang belum pernah didatangi atau diketahui, walaupun hanya sekedar melihat, mengamati atau diskusi tentang kebudayaan tersebut. Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang melimpah. Bangsa kita merupakan bangsa yang serba multi, baik itu multi-insuler, multibudaya, multibahasa, maupun multiagama. Kesemuanya itu bila dikelola dengan baik dapat dijadikan sebagai potensi untuk memakmurkan rakyat dan memajukan bangsa kita. Pariwisata budaya sebagai perpaduan dua unsur, baik sebagai industri maupun sebagai sistem yang berkelanjutan, yang memberikan peluang bagi Indonesia. Artinya, pariwisata budaya dapat membangun upaya terpadu untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakat. Caranya adalah dengan mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya budaya berkelanjutan. Dalam mengembangkan pariwisata budaya Indonesia dalam era otonomi dan perubahan paradigma, beberapa hal utama perlu mendapat perhatian, yaitu keterpaduan penerapan antara prinsip Sustainable Development, Sustainable Tourism dan prinsip pengelolaan sumber daya budaya. Apalagi “trend” kepariwisataan 2010 di kalangan wisatawan mancanegara (wisman) masih tetap berkiblat pada pariwisata budaya. Bahkan, negara-negara yang mengelola kepariwisataan sebagai salah satu sumber pendapatan, kini cenderung melakukan upaya-upaya pelestarian tradisi dengan memberikan kontribusi yang ideal bagi penganut tradisinya.
Universitas Sumatera Utara
2.6
Kesenian Tradisional Adapun cakupan pengertian yang terkandung dalam istilah kesenian tradisional pada hakikatnya
cukup luas. Kesenian tradisional dapat merangkum antara lain unsur-unsur seni sastra, seni rupa, gerak dan tari, seni suara serta musik. Selanjutnya fakta histories dan aktual memperlihatkan kepada kita bahwa kesenian tradisional berkaitan secara timbal balik serta merupakan bagian dari aktivitas dan pola hidup masyarakat pendukungnya yang bertalian dengan kebudayaan masyarakatnya. Kesenian dapat dipandang sebagai refleksi kebudayaan masyarakatnya. Jika kita cermati secara seksama, muatan atau kandungan kesenian tradisional pada dasarnya sangat luas dan dalam. Pemahaman yang mendalam terhadap totalitas, latar belakang, dan konteks kesenian tradisional akan mengantarkan kita kepada pemahaman akan makna acaranya. Dengan demikian kesenian tidak hanya dipahami sebagai gerak semata, atau bunyi yang berirama semata, atau rupa dan ungkapan-ungkapan semata, muatan kesenian tradisional bukan hanya yang terlihat atau yang terdengar melainkan juga yang melatarbelakangi dan yang menjadi tujuan atau maksudnya, berupa ideide yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara