BAB II DASAR HUKUM DAN TUJUAN RUMAH SUSUN, SERTA KONSEP, KLASIFIKASI PERUMAHAN PEMUKIMAN DAN PROGRAM-PROGRAM PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI
A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Pasal 28 mengatakan : 1) Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi: a. rumah komersial; b. rumah umum; c. rumah swadaya; d. rumah khusus; dan e. rumah negara. 2) Rumah komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 3) Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. 4) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok. 5) Rumah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus. 6) Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 8) Rumah khusus dan rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Namun yang akan penulis bahas dalam bab ini adalah rumah umum yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dalam hal ini adalah rumah susun. Kepastian hukum dalam pengadaan permukiman dan perumahan telah diatur dalam pasal 3 UU No.1 Tahun 2011, yakni Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk: a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; d. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; e. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan f. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Negara sepenuhnya sertanggung jawab dalam penyelenggaraan
perumahan dan
pembinaan yang telah dimuat dalam pasal 5 ayat 1 UU No.1 Tahun 2011 yang mengatakan Negara sertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman telah diatur dalam UU No.1 tahun 2011 pasal 56 yang mengatakan : 1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. 2) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim. Sementara tugas pemerintahan kota telah dimuat dalam pasal 15 UU No.1 Tahun 2011 yang mengatakan : Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai tugas: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi; b. menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; d. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman; e. melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan; f. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; g. melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota; h. melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan
perumahan
dan
kawasan
permukiman
pada
tingkat
kabupaten/kota; i. melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman; j. melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; k. melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; l. mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
m. mengalokasikan
dana
dan/atau
biaya
pembangunan
untuk
mendukung
terwujudnya perumahan bagi MBR; n. memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; o. menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan p. memberikan
pendampingan
bagi
orang
perseorangan
yang
melakukan
pembangunan rumah swadaya. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985 dalam Lembaran Negara RI nomor 75/1985. Undang-undang ini dapat disebut dengan undang-undang kondominium Indonesia yang menjadi landasan hukum untuk mengatur rumah susun. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988. Mulai tanggal tersebutlah masalah hukum mengenai rumah susun mendapat jawaban yang pasti. Namun menimbang bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun sehingga perlu diganti. 19 Untuk menjawab perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat yang belum terakomodir oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut maka pada tanggal 10 Nopember 2011 melalui sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
19
. Konsideran bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengertian mengenai rumah susun tersebut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 sama seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan demikian tidak ada perubahan mengenai pengertian tentang makna dari rumah susun itu baik yang dijelaskan dalam UURS yang lama maupun yang baru. Dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa rumah susun yang dimaksudkan dalam UURS ini adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi rumah susun yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua rumah susun itu dapat disebut rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, tetapi setiap rumah susun adalah selalu rumah susun. 20 Jika rumusan rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 dan penjelasannya itu dicermati, diperoleh pemahaman sebagai berikut : 21 a. Rumah susun merupakan terminologi hukum Indonesia untuk mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung pemilikan perseorangan dan hak 20 21
Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…. Op. Cit., hlm. 16 Ibid, hlm. 16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bersama. Dalam pengertian inilah, maka rumah susun merupakan terjemahan dari kata-kata condominium, flat atau apartment b. Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal” (Pasal 1 angka 1 UURS). Dalam Penjelasan UURS di atas menyatakan “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal”. Kata “maupun” serta “dan” perlu dicermati oleh karena membawa konsekuensi pada ruang lingkup UURS. Apakah pengaturan pemilikan satuan ruang dalam rumah susun selain rumah susun dapat tunduk pada UURS. Urgensi telaah kata “maupun” serta “dan” tersebut semakin berarti, terutama jika dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 yang mencontohkan “rumah toko, rumah sarana industri dan lain-lain” yang dibangun di atas tanah bersama sebagai rumah susun yang tidak termasuk dalam pengertian rumah susun. Selanjutnya, Penjelasan pasal 79 PP Nomor 4 Tahun 1988 tersebut menyebutkan bahwa contoh bangunan gedung tidak bertingkat yang dibangun di atas tanah bersama dalam suatu lingkungan adalah rumah-rumah peristirahatan, rumah kota (town house), dan lain-lain. Ahmad Chairudin dalam Surat Kabar Harian Suara Pembaruan tanggal 13 April 1994, menyatakan bahwa bangunan gedung bertingkat pada sistem ruko (rumah toko) dan rukan (rumah kantor) bagian- bagiannya terbagi dalam bagianbagian yang distrukturkan dalam arah horizontal saja, tidak dalam arah vertikal. Tetapi karena dalam kata-kata kalimat Pasal 1 angka 1 UURS menyebut : “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal”, maka yang diartikan bangunan gedung bertingkat yang bagian-bagiannya hanya distrukturkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
secara horizontal pun dapat disebut rumah susun, asal memenuhi ketentuanketentuan lainnya tentang rumah susun. 22 Selanjutnya Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menyatakan bahwa sebagai akibat pesatnya kemajuan sektor ekonomi yang ditunjang kemajuan teknologi dalam pembangunan perumahan dan pemukiman serta lahirnya bentuk sertifikat baru yang berupa Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, maka seharusnya bentuk kepemilikan rumah dan toko (ruko) atau town house dapat menggunakan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagai alat untuk kepemilikannya. Hal ini mengingat bahwa bentuk bangunan dan penataan lingkungannya sesuai dengan ketentuan yang ada pada rumah susun yang bangunannya berupa bangunan yang tersusun secara horizontal dan memiliki jenis kepemilikan perseorangan dan pemilikan bersama. Kedua pendapat Pejabat Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional tersebut setuju bahwa kepemilikan satuan bangunan pada bangunan yang hanya distrukturkan secara horizontal pun dapat tunduk pada pengaturan UURS. Kiranya kedua pendapat tersebut dapat diterima logika hukum. Ketentuan pasal 1 UURS merupakan ketentuan yang berisi definisi/rumusan konsep-konsep yang menjadi kata-kata kunci atau terminologi teknis yuridis dalam keseluruhan ketentuan UURS. Oleh karena itu jika terdapat perbedaan pengertian rumah susun di dalam ketentuan pasal 1 angka 1 UURS dengan Penjelasan Umum UURS serta Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 sebagai peraturan pelaksana UURS, maka yang dijadikan pegangan adalah rumusan Pasal 1 angka 1 UURS. 23
22 23
Ibid, hlm 16 Dalam teori hukum, ketidaksinkronan pengertian rumah susun di dalam Pasal 1 angka 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan Penjelasan Umum UURS akan “dimenangkan” Pasal 1 angka 1 UURS oleh karena Pasal 1 angka 1 yang lebih spesifik (rinci) merumuskan pengertian rumah susun dibandingkan dengan Penjelasan Umum UURS. Selanjutnya ketidaksinkronan (pertentangan) antara Pasal 1 angka 1 UURS dengan Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 “dimenangkan “ Pasal 1 angka 1 oleh karena di dalam peraturan perundang-undangan diberlakukan asas “Hukum yang lebih tinggi mengenyampingkan hukum yang lebih rendah” (lex superior de rogat lex inferior) Rumah susun mengandung sistem pemilikan perseorangan (individual) dan hak bersama. Kita mengenal ada 3 (tiga) bentuk sistem pemilikan, yaitu : a. sistem pemilikan perseorangan b. sistem pemilikan bersama yang terikat c. sistem pemilikan perseorangan yang sekaligus dilengkapi dengan sistem pemilikan bersama yang bebas (condominium) Rumah susun merupakan kategori sistem pemilikan yang ketiga. Di dalam rumah susun secara simultan terkandung sistem pemilikan perseorangan dengan hak bersama yang bebas. Oleh karena itulah, maka hak pemilikan perseorangan atas satuan (unit) rumah susun meliputi pula hak bersama atas bangunan, benda dan tanahnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa hak milik (individual) atas satuan rumah susun juga meliputi hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan telekomunikasi. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mendefinisikan bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 ayat 1 mencontohkan benda bersama adalah ; ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 merumuskan bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan. Menurut A.P Parlindungan, sebenarnya rumah susun itu adalah suatu istilah yang dibuat oleh perundangan kita yang berwujud sebagai suatu perumahan yang dimiliki oleh beberapa orang/badan hukum secara terpisah dengan segala kelengkapan sebagai suatu tempat hunian ataupun bukan hunian, untuk perkantoran, usaha komersil dan lain-lain, dengan akses tersendiri untuk keluar ke jalan besar dan dengan segala hak dan kewajibannya dan mempunyai bukti-bukti tentang haknya tersebut, dengan berdimensi horizontal dan vertikal. 24 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menganut asas kondominium dalam pemilikan atas rumah susun. Masalah paling penting dalam asas kondominium adalah pemilikan dan penghunian 24
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang…hal 99 27 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op Cit, hlm. 7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
secara terpisah bagian-bagian dari suatu rumah susun, di samping bangian-bagian lainnya serta tanah di atas mana bangunan yang bersangkutan berdiri, yang karena fungsinya harus digunakan bersama. Soni Harsono dalam bukunya “Aspek Pertanahan Dalam Pembangunan Rumah Susun,” berpendapat bahwa inti sistem kondominium adalah pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah. 25 Menurut Arie S. Hutagalung dalam bukunya “Membangun Condominium (Rumah Susun), Masalah-Masalah Yuridis Praktis Dalam Penjualan, Pemilikan, Pembebanan serta Pengelolaannya”, bahwa rumah susun merupakan terjemahan dari kata-kata condominium, flat, atau apartment. Kondominium berasal dari kata condominium, jika dipenggal, co berarti bersama-sama, dominium berarti pemilikan. Istilah yang dipakai berbeda menurut sistem hukum yang bersangkutan, misalnya di Inggris disebut joint property, di Amerika menggunakan istilah condominium, sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilah strata title. Di antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah strata title yang lebih memungkinkan adanya pemilikan bersama secara horizontal, di samping pemilikan secara vertikal. Walaupun di Indonesia digunakan istilah seperti: rumah susun, apartemen, flat, maupun kondominium, namun bahasa hukum semuanya disebut rumah susun, karena mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang kini diganti menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011. 26 Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dan penjelasannya menyatakan bahwa asas penyelenggaraan rumah susun adalah sebagai berikut: 25
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang…hal 99 27 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op Cit, hlm. 7 26 Ibid, hlm. 8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. asas kesejahteraan Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
rumah
susun
yang
layak
bagi
masyarakat
agar
mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya b. Asas keadilan dan pemerataan Yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat. c. Asas kenasionalan Yang dimaksud dengan asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional. d. Asas keterjangkauan dan kemudahan Yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR. e. asas keefisienan dan kemanfaatan Yang dimaksud dengan asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
f. asas kemandirian dan kebersamaan Yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antarpemangku kepentingan. g. asas kemitraan Yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung. h. asas keserasian dan keseimbangan Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang. i. asas keterpaduan Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. j. asas kesehatan Yang dimaksud dengan asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
k. asas kelestarian dan keberlanjutan Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan. l. asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan Yang dimaksud dengan asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia. m. asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan Yang dimaksud dengan asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.
B. Tujuan Pembangunan Rumah Susun Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Di samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional. 27 Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa perumahan merupakan masalah nasional, yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air, terutama di daerah perkotaan yang berkembang pesat. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat perlu ditangani secara mendasar, menyeluruh, terarah, dan terpadu, oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan keikutsertaan secara aktif usaha swasta dan swadaya masyarakat. Pembangunan perumahan yang telah dirintis sejak Pelita I perlu ditingkatkan dan dikembangkan, khususnya perumahan dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Sehubungan
dengan
uraian
tersebut,
maka
kebijaksanaan
umum
pembangunan perumahan diarahkan untuk: 28 a.
Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil, dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia. 27
Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun & Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 157 Ibid, hlm 159
28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b.
Mewujudkan permukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna. Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah perkotaan
yang berpenduduk padat, sedangkan tanah yang tersedia sangat terbatas, perlu dikembangkam pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya. Pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan yang masingmasing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian bersama dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia. Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi: 29 a. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah b. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun c. Hak bersama atas benda-benda
29
Ibid, hlm 161
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Hak bersama atas tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian, pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan permukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Adapun tujuan pembangunan rumah susun seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang No.16 Tahun 1985 pembangunan rumah susun bertujuan untuk : 1.
a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjami kepastian hukum dalam pemanfaatannya; b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang
2.
Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1 huruf a), dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tujuan pembangunan rumah susun adalah:
a.
Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan
prinsip
pembangunan
berkelanjutan
dan
berwawasan
lingkungan; c.
Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;
d.
Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;
e.
Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;
f.
Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;
g.
Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan
h.
Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Uraian tujuan pembangunan rumah susun dari kedua Undang-Undang Rumah
Susun di Indonesia, kita tahu pada Undang-Undang No.16 Tahun 1985 adalah hanya menitik beratkan dalam membantu masyarakat berpenghasilan rendah dan meringankan beban dalam pemilikan perumahan atau permukiman sementara dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Undang-Undang No.20 Tahun 2011 telah diuraikan secara lengkap bahwa tujuan pembangunan rumah susun adalah selain dari pada menjamin kebutuhan perumahan bagi masyarakat juga menjamin keamanan, kesehatan lingkungan, harmonis serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan karena kawasan perkotaan saat ini semakin sempit sementara setiap tahunnya masyarakat perkotaan pertumbuhannya semakin meningkat.
C. Konsep dan Klasifikasi Perumahan dan Pemukiman yang Layak Huni Meningkatnya pembangunan perumahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun perorangan, perlu ditujang dengan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman baik dalam persiapan, perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan dan pembiayaannya. Pembangunan lingkungan perumahan harus direncanakan pada daerah yang telah ditentukan bagi pengembangan perumahan seperti yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang suatu wilayah. Masing-masing lokasi perumahan ini mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda, tergantung kondisi fisik masing-masing lokasi. Secara umum, tingkat kemudahan lingkungan perumahan dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu : 1. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan I, yaitu lingkungan perumahan di daerah yang paling dekat dengan pusat kegiatan yang memberikan pelayanan untuk kehidupan sehari-hari, misalnya fasilitas pendidikan, pelayanan umum, kesehatan, perbelanjaan, olahraga, lapangan terbuka, dan lain-lain. Tempat terjauh dari pusat pelayanan tersebut mempunyai jarak tempuh 15 menit berjalan kaki, atau sejauh 1 km.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan 11, yaitu lingkungan perumahan di mana tempat kediamannya berada di dalam daerah yang berbatasan dengan lingkungan perumahan daerah kemudahan tingkat 1. 3. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan III, yaitu lingkungan perumahan di mana tempat kediamannya berada di dalam daerah yang berbatasan dengan lingkungan perumahan daerah kemudahan tingkat 11. 30 Untuk merencanakan lingkungan perumahan dengan baik, kita perlu memperhatikan beberapa kriteria berikut 31: 1.
Lokasi Lokasi perumahan sebaiknya dipilih di daerah yang memberikan akses yang mudah bagi para pemukim (selama-lamanya 30 menit dengan menggunakan alat transportasi umum) untuk menuju tempat kerja dan pusat-pusat kegiatan pelayanan yang lebih luas. Ketentuan ini mengandung beberapa pengertian berikut: a. Antara Lokasi perumahan dan tempat bekerja serta pusat-pusat layanan kegiatan dihubungkan dengan prasarana dan sarana jalan umum. b. Antara lokasi perumahan dan tempat bekerja serta pusat-pusat layanan kegiatan dilalui alai transportasi umum yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat yang bermukim di tempat tersebut. c. Perencanaan permukiman harus dapat memberikan keseimbangan sosial, dalam arti bahwa pembangunan perumahan tersebut harus dapat menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai lapisan masyarakat, misalnya dalam hubungannya dengan golongan pendapatan (rendah, 30 31
M. Sastra S. dkk, 2005. Op. Cit, hal.131 Ibid, hal.132-135
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sedang, menengah, dan tinggi), agama, dan budaya sehingga tercipta hubungan yang harmonis di dalam masyarakat. Keseimbangan sosial yang terbentuk merupakan salah satu ciri berkembangnya kondisi masyarakat ke arah yang positif. Kondisi ini dalam jangka panjang merupakan salah satu pertimbangan
pengembangan
wilayah
sekitarnya
menjadi
kawasan
permukiman baru. Kondisi sosial masyarakat yang seimbang akan memberi kesempatan kepada setiap anggota masyarakat untuk membina diri dan keluarganya sehingga dapat tumbuh dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat. 2.
Kondisi Geologi/Topografi Suatu daerah permukiman memerlukan kondisi dasar geologi maupun topografi yang baik untuk dapat berkembang dengan baik. Dari aspek geologi, struktur dan
kekuatan
tanah yang
direncanakan
untuk
pengembangan
daerah
permukiman harus dalam kondisi yang baik dan stabil. Kondisi geologi tanah yang kurang menguntungkan sebaiknya diolah terlebih dahulu hingga mencapai kondisi yang baik sebelum dikembangkan menjadi daerah permukiman. Apabila tanah mempunyai kestabilan dan kemantapan yang baik, secara teknis di lahan tersebut akan dapat dikembangkan berbagai bangunan secara bebas dan leluasa. Tidak jarang pengembang permukiman kurang memikirkan hal ini, namun hanya mengejar harga tanah yang murah saja, misalnya dengan memilih lokasi permukiman di daerah bantaran sungai. Selain menyalahi aturan teknis, daerah ini juga labil. Secara teknis di daerah bantaran sungai tidak boleh didirikan bangunan permanen untuk menghindari bahaya banjir. Dipandang dari aspek geologi pun daerah ini sebenamya kurang tepat untuk pengembangan perumahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
karena tanahnya cenderung labil. Kondisi topografi adalah kondisi yang menggambarkan kondisi kemiringan lahan, atau kontur lahan. Semakin besar kontur lahan berarti lahan tersebut mempunyai kemiringan yang semakin besar. Lahan yang baik untuk dikembangkan sebagai area perumahan adalah lahan yang relatif landai, memiliki kemiringan yang kecil, sehingga mempunyai potensi pengembangan yang besar. 3.
Kepastian Hukum Status hukum suatu lahan merupakan hal yang sangat penting sehubungan dengan legalitas lahan tersebut. Dengan kejelasan status hukum suatu lahan, pemilik akan mempunyai kebebasan untuk mengembangkan (selama masih dalam
aturan
yang
berlaku
di
wilayah
tersebut),
bahkan
juga
memindahtangankan lahan kepada orang lain. Suatu bangunan/rumah dan tanah dikatakan mempunyai status hukum yang jelas apabila tanah, rumah, dan penghuniannya diperoleh dengan tata cara/prosedur hukum. Tanah, rumah, dan penghuniannya dalam hal ini akan dilindungi oleh hukum. Kegiatan-kegiatan/prosedur hukum pemilikan tanah, rumah, dan penghuniannya dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum/perusahaan, meliputi: a. Pembebasan tanah b. Permohonan hak c. Pembangunan d. Penghunian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
D. Program-Program Pemerintah Terkait Pelaksanan Perumahan dan Permukiman Yang Layak Huni Disamping usaha dan program Pemerintah untuk membantu memberdayakan masyarakat dalam pengadaan perumahannya di daerah perkotaan ada beberapa program Pemerintah yang berkaitan dengan masalah perumahan masyarakat berpenghasilan rendah di daerah perkotaan. Beberapa program yang penting, antara lain 32: a.
Program pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah oleh Perum Perumnas.
b.
Program peremajaan kota dan lingkungan kumuh.
c.
Program perbaikan kampung. Meskipun
program-program
tersebut
ditujukan
bagi
masyarakat
berpenghasilan rendah, tujuan dan cara pelaksanaannya berbeda-beda 33: 1.
Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah oleh Perum Perumnas Program pembangunan perumahan bagi masyarakat, terutama masyarakat
berpenghasilan rendah di daerah perkotaan dimulai pada awal Pelita II. Untuk melaksanakan program tersebut pada tahun 1974 dibentuk Perum Perumnas. Sebagai perusahaan negara yang bergerak di bidang pengadaan perumahan rakyat, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1988. Secara garis besar tugas Perum Perumnas yang tercantum dalam Pasal 5 sebagai berikut: a.
Sifat usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan 32
Panudju, B. Pengadaan Perumahan Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah, (Penerbit Alumni : Bandung, 2009). Hal. 175 33 Ibid, hal. 175-177
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. b.
Maksud didirikannya perusahaan adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa kegiatan-kegiatan produktif di bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya, dan melakukan pemupukan dana.
c. Tujuan perusahaan melaksanakan kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya yang mampu mewujudkan lingkungan permukiman sesuai dengan rencana pembangunan wilayah/kota. Untuk melaksanakan tugas tersebut, kegiatan-kegiatannya telah dirumuskan dalam Pasal 6 sebagai berikut: a.
Menyiapkan perencanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dalam arti luas dan prasarana lingkungan;
b.
Mengusahakan pembiayaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya;
c.
Menyiapkan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dan prasarana lingkungan yang mencakup penguasaan dan pematangan tanah, pembangunan perumahan, pembangunan prasarana lingkungan, perbaikan lingkungan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan hal itu;
d.
Mengelola tanah-tanah yang dikuasainya, dengan kewenangan untuk: - merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; - menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- menyerahkan bagian-bagian daripada tanah tersebut berikut rumah/ bangunannya dan/atau memindah-tangankan (menjual) tanah yang sudah dimatangkan berikut prasara yang diperlukan kepada pihak ketiga. e.
Melaksanakan dan mengusahakan unit-unit produksi bahan bangunan dan usaha penunjang lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok perusahaan;
f.
Melakukan hubungan kerja dan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Dari arahan-arahan tersebut di atas, pada kenyataannya Perum Perumnas
mempunyai fungsi ganda yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Disatu pihak harus melaksanakan fungsi sosial untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah, dilain pihak harus memupuk keuntungan. Pada awal-awal kegiatan, antara tahun 1974 sampai dengan 1979 cumber dana pembangunan Perum Perumnas berasal dari APBN sebesar 97%, dalam bentuk penyertaan modal pemerintah dan selebihnya dari usaha sendiri dan pinjaman luar negeri. Sejak tahun 1979, sebagai akibat menurunnya harga minyak, penyertaan modal pemerintah semakin dikurangi dan pada tahun anggaran 1982/1983 penyertaan modal pemerintah dihentikan sama sekali. Karena lingkup kegiatan Perum Perumnas meliputi seluruh propinsi di Indonesia, Perum Perumnas berkembang menjadi suatu perusahaan yang cukup besar. Untuk melaksanakan operasinya kantor pusat Perum Perumnas di Jakarta membawahi beberapa kantor cabang di kota-kota Medan, Jakarta dua buah, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang. Disamping itu, ada beberapa puluh kantor unit proyek di berbagai kota. Hal tersebut menyebabkan jumlah karyawannya cukup banyak dan overhead perusahaan menjadi cukup besar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sesuai dengan program dan target pemerintah sejak Pelita II Perum Perumnas telah membangun cukup banyak rumah di berbagai kota di 27 propinsi. Meskipun jumlah yang telah dibangun jumlahnya relatif cukup banyak, belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama -masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut, seperti apa yang dijelaskan pada Peraturan Pemerintah No. 121 Tahun 1988 Pasal 6, Perum Perumnas sertanggung jawab melaksanakan proses pengadaan perumahan sejak pengadaan lahan, pembuatan rencana tapak, pematangan lahan, pembuatan rencana bangunan maupun pelaksanaan pembangunan fisik rumah dan lingkungannya. Namun, karena banyaknya pembangunan perumahan yang ditangani, Perum Perumnas menggunakan jasa konsultan dan kontraktor. Dalam proses ini tidak ada keterlibatan masyarakat, calon penghuni sama sekali. Meskipun dalam pelaksanaan pembangunan perumahan di lapangan menjadi tanggung jawab kepada unit atau kepala proyek, dalam pengambilan keputusankeputusan penting seperti penentuan pemilihan lokasi, penentuan rencana tapak, perencanaan bangunan dan penentuan konsultan maupun kontraktor masih banyak ditentukan oleh kantor cabang dan terutama kantor pusat. Dengan demikian proses pelaksanaan pembangunan perumahan oleh Perum Perumnas sampai beberapa waktu yang lalu masih sangat sentralistis. Standar-standar perancanaan maupun perencanaan dan rancangan rumah telah ditentukan dari pusat sehingga seringkali memperhatikan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat, terutama di kota- kota kecil di luar Pulau Jawa. Dalam pelaksanaannya Perum Perumnas sangat terikat oleh peraturanperaturan yang ada maupun peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1974 tentang Pembentukan Perum Perumnas, yang secara jelas telah mengatur lingkup pekerjaan, cara pembiayaan, cara pembangunan dan lain sebagainya. Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut, kegiatan-kegiatan Perum Perumnas sudah sangat terarah dan sangat formal. Dalam pemilihan para calon penghuni, selain persyaratan- persyaratan untuk calon penghuni yang ketat, proses pendaftarannya pun diatur secara rinci sehingga untuk dapat mendaftar sebagai calon penghuni Kompleks Perumahan Perum Perumnas sudah merupakan suatu saringan cukup berat. Karena bagi pembeli perumahan yang dibangun oleh Perum Perumnas diberikan fasilitas kredit oleh BTN, selain peraturan-peraturan tersebut di atas, masih ada peraturan-peraturan tentang pembangunan perumahan dengan dukungan KPR BTN yang harus diakui oleh Perum Perumnas seperti yang dimuat dalam peraturan-peraturan sebagai berikut: a. Ketentuan Proyek Perumahan Sederhana dengan Dukungan Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara. b. Ketentuan dan Syarat serta Prosedur Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Kapling Siap Bangun (KPKSB) dari Bank Tabungan Negara. Dari peraturan-peraturan tersebut di atas, terlihat bahwa bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mempunyai penghasilan tetap seperti buruh bangunan, tukang becak, buruh kasar, dan lain pekerjaan yang sifatnya tidak tetap, sulit untuk bisa mendapatkan perumahan yang dibangun oleh Perum Perumnas. Selain tidak dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan, juga karena
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
relatif tingginya harga rumah dan perbandingan kebutuhan dengan rumah yang dapat dihasilkan oleh Perum Perumnas, program ini belum dapat membantu sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah. 34
2. Peremajaan Kota dan Lingkungan Perumahan Kumuh Peremajaan lingkungan perumahan kumuh merupakan bagian dari progran peremajaan kota. Program ini dilaksanakan berdasarkan, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang peremajaan Permukiman Kumuh di atas Tanah Negara. Sesuai dengan Instruksi Presiden tersebut, arahnya adalah sebagai berikut 35: a.
Peremajaan Permukiman Kumuh adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan selanjutnya ditempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunan-bangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan.
b.
Peremajaan Permukiman Kumuh bertujuan untuk: •
Meningkatkan mutu kehidupan, harkat, derajat, dan martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah, dengan memperoleh perumahan yang layak dalam lingkungan permukiman yang sehat dan teratur.
•
Mewujudkan kawasan kota yang ditata secara sesuai dengan fungsinya sebagai ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan.
•
Mendorong penggunaan lahan yang lebih efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan
34 35
Ibid, hal.178-179 Ibid, hal. 181-182
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang diperlukan serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dari berbagai kawasan daerah perkotaan. Prinsip pelaksanaan program tersebut adalah para penghuni wilayah yang diremajakan dan ditampung dalam rumah-rumah susun yang akan dibangun di wilayah-wilayah tersebut atau di lokasi lain yang dekat dengan lokasi peremajaan tersebut. Rumah-rumah tersebut dapat disewa maupun dimiliki dengan bantuan fasilitas kredit pemilikan rumah. Selama proses perombakan dan pembangunan kembali tersebut masyarakat yang terlibat akan ditampung di dalam perumahan sementara. Konsep pemikiran dari program ini, selain untuk meningkatkan kondisi perumahan masyarakat berpenghasilan rendah, adalah untuk mendapatkan lahan di lokasi-lokasi yang strategis di dalam kota yang nilai lahannya cukup tinggi. Dengan demikian, sasaran utama dari program ini adalah untuk dapat menampung para penghuni di kawasan tersebut dalam rumah susun, sehingga terdapat kelebihan lahan yang cukup luas, untuk dapat dipergunakan pembangunan fasilitas-fasilitas kota yang secara komersial menguntungkan. Hal ini mengakibatkan pembangunan kembali perumahan masyarakat yang tadinya horisontal, untuk meningkatkan daya tampung lahan perlu dibangun secara vertikal dalam bentuk rumah susun sederhana. Dengan demikian, biaya konstruksi setiap unit rumah menjadi lebih tinggi bila dibandingkan,
dengan
pembangunan
rumah
murah
biaya.
Selain
biaya
pembangunan rumah susun, masih ada biaya-biaya lain yang perlu dikeluarkan dalam kegiatan ini, yaitu biaya pembongkaran rumah-rumah lama, pembangunan fasilitas penampungan sementara bagi para penghuni rumah dan pemasangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
prasarana air, listrik, pembuangan limbah dan prasarana jalan lingkungan. Dengan demikian, program ini memerlukan biaya yang cukup besar. Mengingat kegiatan ini memerlukan perhitungan ekonomi yang teliti, perencanaan dan perancangan yang rinci, pengelolaan pembongkaran, penampungan serta pembangunan dalam jumlah yang relatif besar, pelaksanaannya harus dilaksanakan oleh sebuah organisasi atau perusahaan yang profesional mempunyai tenaga ahli yang memadai dan mempunyai modal yang cukup besar. Menurut pengarahan Pemerintah organisasi yang memungkinkan kegiatan tersebut antara lain: a.
Pemerintah Pusat, melalui Departemen pekerjaan Umum, dengan sumber dana dari APBN dan atau pinjaman atau bantuan luar negeri.
b.
Badan Usaha Milik Negara, seperti Perum Perumnas, dengan modal dari perusahaan itu sendiri maupun pinjaman dari pihak luar.
c.
Badan Usaha Milik Daerah, dengan modal dari perusahaan, bantuan dari pemerintah atau pinjaman luar negeri.
d. Perusahaan pengembang swasta, dengan modal dari perusahaan maupun kerja sama dengan berbagai pihak dalam maupun luar negeri. e. Yayasan-yayasan semi pemerintah, seperti yayasan dana pension atau yayasanyayasan lain yang mempunyai simpanan dana yang cukup besar, yang bekerja sama dengan pihak lain. Ditinjau dari kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah, sampai saat ini program
ini
belum
berkembang
dan
belum
menguntungkan
masyarakat
berpenghasilan rendah. Ditinjau dari kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah, sampai saat ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
program
ini
belum
berkembang
dan
belum
menguntungkan
masyarakat
berpenghasilan rendah. 3. Perbaikan Kampung 36 Program perbaikan kampung yang lebih dikenal dengan nama Kampung Improvement Project yang disingkat KIP pada kenyataannya bukan suatu program baru di Indonesia. Kegiatan tersebut telah ada pada waktu penjajahan Belanda dengan nama Kampoeng Verbetering. Tujuan program ini pada awalnya adalah untuk memperbaiki kondisi lingkungan perumahan kampung di dalam kota yang kumuh dan tidak sehat, agar masyarakat dapat tinggal dalam lingkungan perumahan yang lebih sehat dan lebih nyaman. Dengan adanya perbaikan kondisi lingkungannya, diharapkan masyarakat secara, sertahap akan berkembang memperbaiki kondisi rumah mereka masingmasing. Program perbaikan kampung dimulai kembali di Indonesia pada akhir tahun enam puluhan di dua kota. Program ini dilaksanakan oleh Pemerintah DKI - Jakarta diberi nama Proyek Muhammad Husni Thamrin dan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Surabaya yang diberi nama Proyek W.R. Supratman. Konsep pelaksanaan program perbaikan kampung pada awalnya cukup sederhana. Untuk meningkatkan kondisi fisik lingkungan perumahan kampung, sasarannya adalah: a.
Mengurangi genangan air di waktu hujan, dengan cara memperbaiki sistem saluran drainase dan pengerasan jalan-jalan dalam kampung.
b.
Meningkatkan pengadaan air bersih, dengan cara pemasangan kran-kran umum 36
Ibid, hal.186-189
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
di beberapa tempat. c.
Mengurangi gangguan sampah, dengan cara memperbaiki sistem pembuangan sampah melalui pengadaan gerobak-gerobak sampah, tong dan bak sampah.
d.
Meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan, dengan cara pembangunan fasilitas mandi, cuci, kakus atau MCK. Untuk beberapa kampung yang membutuhkan, program ini juga membangun
Puskesmas, Pos Pelayanan Kesehatan maupun penambahan atau perbaikan Sekolah Dasar Meskipun pada prinsipnya tujuan program ini sama, pada kenyataannya konsepnya berkembang dari waktu ke waktu. Berdasarkan penelitian Johan Silas, konsep tersebut selalu berkembang dan disempurnakan. Konsep tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: a.
Konsep Politis Konsep ini dilaksanakan pada waktu penjajahan Belanda. Program ini dipakai sebagai alas politik Pemerintah untuk memenuhi tuntutan pihak oposisi di parlemen maupun untuk memenuhi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
b. Konsep Proyek Pekerjaan Umum Konsep pekerjaan ini pertama sekali mulai di Jakarta dan Surabaya pada akhir enam puluhan dan awal tujuh puluhan, konsep yang dipakai adalah konsep pekerjaan umum. Kegiatan-kegiatan pembangunan di kampung sangat ditentukan oleh apa yang menurut Pemerintah penting untuk dilakukan. c.
Konsep Perumahan Pemerintah Pusat mulai tertarik untuk membantu konsep perumahan ini dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bantuan pinjaman dari Bank Dunia. Program perbaikan kampung diharapkan untuk dapat menghasilkan rumah-rumah dengan standar minimum yang masih dapat diterima, tanpa harus membangun rumah-rumah baru. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan rumah-rumah yang dibawah standar menjadi rumah-rumah yang standarnya dapat diterima oleh Pemerintah. d. Konsep dengan Peran Serta Masyarakat Dengan bantuan Institut Teknologi Sepuluh November atau ITS di Surabaya, masyarakat setempat yang akan terkena program tersebut diajak berkonsultasi dan dimintai pendapatnya tentang program perbaikan kampung yang akan dilaksanakan di kampungnya. Dalam diskusi tersebut dijelaskan pula apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh proyek tersebut. Disamping itu, dijelaskan pula apa yang diharapkan untuk dapat dilengkapi oleh masyarakat setempat. Dapat pula ditambahkan disini bahwa konsep yang mirip telah dikembangkan oleh Prof. Hasan Poerbo dan Jurusan Arsitektur ITB untuk program yang sama di Kota Bandung.
e. Konsep Pengembangan Kota Setelah banyak kampung di dalam kota menjadi baik, dana Pemerintah masih tetap terbatas sedangkan untuk memenuhi kebutuhan kualitas selalu meningkat. Oleh karena itu, program perbaikan kampung dijadikan salah satu bagian dari program pengembangan kota secara terpadu. Dengan menggunakan kekuasaan Pemerintah Daerah, program perbaikan kampung dimanfaatkan sebagai alas untuk mengintegrasikan, merangsang dan memaksakan adanya subsidi silang dari berbagai kegiatan pembangunan di daerah perkotaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan
adanya
penyempurnaan
perbaikan awal dari program ini juga
konsep-konsep
tersebut,
komponen
mengalami perubahan dan penambahan,
disesuaikan dengan kondisi kampung dan masyarakat setempat. Sejak dilaksanakan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1969 program perbaikan kampung terns dilaksanakan d berbagai kota. Sejak Pelita II program perbaikan kampung, dengan bantuan Bank Dunia, dikembangkan di beberapa kota besar antara lain, Jakarta, Surabaya dan Ujung Pandang. Mulai Pelita III dan dilanjutkan pada pelita-pelita berikutnya program perbaikan kampung dilaksanakan di kota-kota sedang dan kecil. Sampai saat ini telah banyak kampung di beberapa kota di Indonesia yang telah terkena program ini. Dari hasil penelitian dan pengamatan dari para peneliti antara lain John Taylor dan Johan Silas yang dikemukakan dalam sebuah pertemuan yang diprakarsai oleh Bank Dunia di Surabaya pada tahun 1994, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan tentang dampak program perbaikan kampung pada masyarakat, yaitu antara lain sebagai berikut: Terlihat adanya sedikit kontribusi dari program ini pada peningkatan pendapatan masyarakat maupun pola pengeluaran masyarakat, demikian pula adanya peningkatan yang tidak mencolok pada kesehatan masyarakat. Secara Kualitatif dapat dilihat adanya peningkatan yang cukup besar pada kondisi
lingkungan
sosial,
mengakibatkan
adanya
peningkatan
komitmen
masyarakat untuk meningkatkan perbaikan dan pemeliharaan komponen- komponen program perbaikan kampung maupun rumah mereka masing-masing. Komitmen masyarakat tersebut meningkat sejalan besarnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan maupun pelaksanaan perbaikan, kampung tersebut. Disamping dampak positif tersebut di atas, masih ada beberapa masalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang belum terpecahkan dengan baik pada program ini yaitu masalah status kepemilikan lahan milik masyarakat, yang menyulitkan pengaturan dan penertiban kampung tersebut. Disamping itu, menurut Johan Silas di beberapa lokasi proyek perbaikan
kampung,
karena
meningkatnya
nilai
tanah
dan
rumah,
ada
kecenderungan masyarakat yang ekonominya lemah tergusur dari kampungnya karena rumah dan tanahnya dijual kepada masyarakat yang lebih mampu, atau tidak mampu membayar sewa rumah yang meningkat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun secara keseluruhan program perbaikan kampung telah dapat meningkatkan kondisi perumahan masyarakat berpenghasilan rendah dan beberapa bagian dari kota, secara kuantitas tidak dapat menambah jumlah rumah yang sangat diperlukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. 37
5. Prasarana Lingkungan Perumahan Dalam sebuah lingkungan perumahan harus disediakan prasarana untuk memberikan kemudahan bagi penghuni. prasarana-prasarana yang harus disediakan adalah sebagai berikut 38: a. Jalan Klasifikasi jalan pada lingkungan perumahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: 1) Jalan Penghubung Lingkungan Perumahan, yaitu jalan yang menghubungkan lingkungan perumahan yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan lingkungan perumahan dengan fasilitas layanan di luar lingkungan
37
Ibid, hal.189-191 M. Suparno S. dkk. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, (Penerbit Andi : Yogyakarta, 2005), hal. 145 38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perumahan. 2) Jalan poros Lingkungan Perumahan, yaitu jalan utama pada suatu lingkungan perumahan., 3) Jalan Lingkungan, yaitu jalan pembagi suatu lingkungan perumahan, yang hierarkinya lebih rendah daripada jalan poros lingkungan perumahan. Jalan lingkungan ini dapat dibagi lagi menjadi jalan lingkungan tingkat I, jalan lingkungan tingkat II, dan jalan lingkungan tingkat III, yang mempunyai hierarki yang semakin rendah. Proporsi jalan pada lingkungan perumahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: 1)
pada perumahan daerah kemudahan tingkat I, jalan lingkungan II dan III sebesar 80%, jalan lingkungan I 15%, dan jalan poros lingkungan 5%.
2)
pada perumahan daerah kemudahan tingkat II, jalan lingkungan II dan III sebesar 60%, jalan lingkungan I 30%, dan jalan poros lingkungan 10%.
3)
pada perumahan daerah kemudahan tingkat III, jalan lingkungan II dan III sebesar 40%, jalan lingkungan I 40%, dan jalan poros lingkungan 20%.
b. Air minum Suatu lingkungan perumahan harus menyediakan sumber air bersih bagi warganya. Sumber air bersih ini dapat saja disediakan per unit ataupun secara sentral untuk seluruh area permukiman. c. Air limbah
Lingkungan perumahan yang baik harus mempunyai sarana pengolahan air limbah. Karena fungsinya sebagai kawasan permukiman, sebagian besar air limbah merupakan limbah rumah tangga, yang pengelolaannya cukup dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyediakan septic tank dan sumur resapan. d. Pembuangan air hujan
Untuk pembuangan air hujan dapat disediakan sumur resapan di area-area terbuka di dalam kawasan perumahan ataupun berupa selokan yang dikendalikan bersama untuk seluruh area perumahan. Untuk memenuhi persyaratan kesehatan, saluran air hujan ini sebaiknya berupa saluran tertutup. e. Pembuangan sampah
Sarana pembuangan sampah merupakan kelengkapan yang penting terkait dengan persyaratan kesehatan lingkungan. Tempat pembuangan sampah rumah tangga sebaiknya disediakan pada setup unit hunian. Dari unit-unit hunian ini sampah diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS), misalnya dengan menggunakan gerobak ataupun mobil sampah. Selanjutnya sampah diangkut ke Tempat
Pembuangan
Akhir
dengan
menggunakan
dumb
truck,
yang
operasionalisasinya dapat dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah setempat dan dapat pula dikelola secara mandiri. f. Jaringan listrik
Sesuai tuntutan kebutuhan hidup saat ini, listrik merupakan sarana penerangan yang penting. Pada lingkungan perumahan, pasokan listrik harus diperhitungkan dengan standar minimal 450 VA per keluarga ataupun 90 VA per individu.
7. Fasilitas Lingkungan Permukiman Lingkungan permukiman yang baik harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pelayanan bagi penghuninya. Fasilitas-fasilitas ini secara umum dapat dibedakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjadi 39: a. Fasilitas Pendidikan Pendidikan merupakan sarana untuk membangun individu. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan merupakan suatu faktor penting bagi peningkatan derajat sosial seseorang. Karenanya kawasan permukiman harus dilengkapi dengan fasilitas pendidikan sesuai dengan standar di bawah ini: 1). Untuk setiap 1000 penduduk harus disediakan 1 fasilitas pendidikan
setingkat Taman Kanak-kanak (TK). 2). Untuk setiap 1600 penduduk harus disediakan 1 fasilitas pendidikan
setingkat Sekolah Dasar (SD). 3). Untuk setiap 6000 penduduk harus disediakan 1 fasilitas pendidikan
setingkat Sekolah Menengan Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). b.
Fasilitas Kesehatan Suatu lingkungan pennukiman yang penduduknya telah mencapai 6000 orang, selain harus dilengkapi dengan fasilitas pendidikan, juga harus dilengkapi dengan fasilitas kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut: 1). Untuk setiap 6000 jiwa harus disediakan. 1 fasilitas kesehatan setingkat Puskesmas Pmbantu yang sebaiknya diletakkan di tengah-tengah lingkungan permukiman dengan radius pencapaian maksimum 1500 m. 2). Selain itu, apabila jumlah penduduk di suatu lingkungan permukiman telah mencapai 6000 jiwa, selain Puskesmas Pembantu juga perlu
39
Ibid, hal. 147-150
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang lain seperti tempat praktek dokter. Fasilitas ini sebaiknya diletakkan di tengah-tengah lingkungan permukiman dengan radius pencapaian maksimum 1500 m. 3). Untuk setiap 30.000 jiwa harus disediakan 1 fasilitas kesehatan setingkat Puskesmas yang lebih tinggi daripada Puskesmas Pembantu. Pada lingkungan ini harus disediakan Puskesmas Induk yang membawahi 5 puskesmas pembantu. Sebaiknya fasilitas tersebut diletakkan di tengahtengah lingkungan permukiman sehingga akses setiap Puskesmas Pembantu ke Puskesmas Induk dapat sama rata, dengan radius pencapaian maksimum 3000 m. 4). Apabila jumlah penduduk mencapai 10.000 jiwa, suatu lingkungan permukiman harus dilengkapi dengan rumah bersalin. Fasilitas ini sebaiknya diletakkan di tengah-tengah dengan radius pencapaian maksimum 2000 m. 5). Selain itu, apabila penduduk suatu permukiman sudah mencapai 10.000 jiwa, maka lingkungan ini juga harus dilengkapi dengan apotik yang sebaiknya
diletakkan
ditengah-tengah
dengan
radius
pencapaian
maksimum 1500 m. c. Fasilitas Perbelanjaan dan Niaga Fasilitas perbelanjaan dan niaga merupakan fasilitas komersil sebagai layanan sebuah lingkungan permukiman. Fasilitas ini direncanakan dengan tujuan untuk mempermudah aktivitas ekonomi masyarakat. Ketentuannya adalah sebagai berikut: 1). Untuk lingkungan perumahan dengan penduduk mencapai 250 jiwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebaiknya disediakan fasilitas perbelanjaan terkecil yang dapat berwujud warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Fasilitas ini sebaiknya diletakkan di tengah-tengah dengan radius pencapaian maksimum 300 m. 2). Apabila jumlah penduduk telah mencapai 2500 jiwa, suatu lingkungan
permukiman sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas perbelanjaan berupa pertokoan yang diletakkan di tengah-tengah dengan radius pencapaian maksimum 500 m. 3). Apabila jumlah penduduknya sudah mencapai 30.000 jiwa, suatu
lingkungan permukiman sebaiknya mempunyai pusat perbelanjaan lingkungan sebagai tempat jual beli keperluan sehari-hari seperti bahan makanan, pakaian, alat rumah tangga, alat sekolah, dll. Pusat perbelanjaan ini terdiri dari pertokoan dan pasar, yang sebaiknya terletak di tengahtengah agar mudah dicapai oleh setiap warga permukiman. 4). Untuk lingkungan permukiman setara kecamatan dengan jumlah
penduduk mencapai 120.000 jiwa sebaiknya mempunyai pusat perbelanjaan dan niaga setara kecamatan. Selain pusat perbelanjaan dan niaga biasa, perlu juga dilengkapi dengan bank dan industri unit produksi yang tidak menimbulkan gangguan polusi serta tempat-tempat hiburan. d. Fasilitas Pemerintahan dan Layanan Umum Untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat, Selain fasilitas-fasilitas standar di atas, perlu juga disediakan fasilitas umum lain, seperti: 1). Untuk setiap 500 kk atau 2500 jiwa penduduk perlu disediakan balai pertemuan,
parkir
umum,
kamar
mandi
umum,
dan
pos
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keamanan/hansip. 2). Untuk setiap 6000 kk atau 30.000 jiwa perlu disediakan kantor kelurahan, pos polisi, kantor pos pembantu, pos pemadam kebakaran, parkir umum dan kamar mandi umum serta gedung serbaguna. 3). Untuk setiap 24.000 kk atau 120.000 jiwa perlu disediakan kantor kecamatan, kantor polisi, kantor pos cabang, kantor telepon cabang, pos pemadam kebakaran, parkir umum dan kamar mandi umum, gedung serba guna, dan gardu listrik. e. Fasilitas Peribadatan Untuk membangun kehidupan rohani warga, dalam suatu kawasan permukiman juga perlu disediakan sarana peribadatan. Ketentuannya adalah sebagai berikut (misalnya 80% penduduk beragama Islam): 1). Untuk setiap 500 kk atau 2500 jiwa perlu disediakan 1 buah langgar. 2). Untuk setiap 600 kk atau 30.000 jiwa, selain langgar juga perlu
disediakan masjid. 3). Untuk setiap 24.000 kk atau 120.000 jiwa, perlu disediakan masjid
setingkat kecamatan dan fasilitas ibadah lain di samping masjid dan langgar tingkat kelurahan. f.
Fasilitas Rekreasi dan Kebudayaan Untuk memberikan keseimbangan pada kondisi psikologi warga, selain fasilitas-fasilitas di atas perlu juga disediakan fasilitas rekreasi dan kebudayaan sebagai sarana apresiasi diri. Ketentuannya adalah sebagai berikut: 1). Untuk setiap 6000 kk atau 30.000 jiwa (setingkat kelurahan) perlu disediakan gedung serbaguna.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2). Untuk setiap 24.000 kk atau 120.000 jiwa (setingkat kecamatan) di samping gedung serbaguna perlu juga disediakan gelanggang remaja. g.
Fasilitas Olah Raga dan Lapangan Terbuka. Pada suatu kawasan permukiman perlu juga disediakan fasilitas olah raga dan lapangan terbuka. Ketentuannya adalah sebagai berikut: 1). Untuk kelompok 50 kk atau 250 jiwa (setingkat RT) perlu disediakan tempat bermain anak sebagai pengikat lingkungan. 2). Untuk kelompok 500 kk atau 3000 jiwa (setingkat RW) perlu disediakan lapangan terbuka, sebaiknya berupa taman yang sekaligus dapat digunakan untuk berolah raga (volley, badminton, dll). 3). Untuk kelompok 6000 kk atau 30.000 jiwa (setingkat kelurahan), di samping tempat bermain anak, lapangan terbuka, perlu juga disediakan lapangan olah raga. 4). Untuk kelompok 24.000 kk atau 120.000 jiwa (setingkat kecamatan), selain fasilitas-fasilitas di atas, perlu juga lapangan olah raga yang diperkeras seperti tennis, bola basket, dilengkapi dengan tempat ganti pakaian dan kakus 40
40
Ibid, hal. 152-153
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA