14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Program Bina Keluarga Balita (BKB) 1. Konsep Keluarga Berencana Nasional Sebagaimana dijelaskan pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang No 10 Tahun 1992 bahwa: Perkembangan kependudukan diarahkan pada pengendalian kualitas penduduk, pengembangan kulaitas penduduk, serta pengarahan mobilitas penduduk sebagai potensi sumber daya manusia agar menjadi kekuatan pembangunan bangsa, ketahanan nasional, dan dapat memberikan manfaat sebesar – besarnya bagi penduduk, serta mengangkat harkat dan martabat dalam segala matra kependudukannya. Selanjutnya dijelaskan pada pasal 1 ayat 7 bahwa keluarga berencana adalah “upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kehamilan, pembinaan ketahanan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera”. 2. Upaya Kader dalam Kaitannya dengan Program BKB a. Pengertian Kader Berbicara masalah kader, diantaranya para pakar pendidikan luar sekolah mendefinisikan berbeda – beda, namun demikian tujuannya sama yaitu seseorang atau sekelompok orang dewasa yang mempunyai kelebihan berupa keberhasilan dalam suatu kegiatan, dapat mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk
15
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga, serta dapat menggerakan masyarakat untuk melaksanakan suatu kegiatan. Berikut ini dikemukakan pendapat para pakar mengenai pengertian kader yaitu : Kader adalah anggota masyarakat yang telah mendapat pendidikan serta menjalankan tugasnya dengan sukarela. ( BKKBN, 1993 : 5 ). Selanjutnya kader adalah seseorang atau sejumlah orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang tertentu, serta mau dan mampu menyebarluaskan pengetahuan serta keterampilannya kepada sasarannya secara teratur dan terencana. ( BKKBN, Buku Pedoman BKB, 1997 : 16 ). Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kader adalah anggota masyarakat yang telah mendapatkan pendidikan serta
menjalankan
menyebarluaskan
tugasnya pengetahuan
dengan serta
sukarela
dan
mampu
keterampilannya
kepada
sasarannya secara terencana dan teratur. b. Syarat – syarat Kader BKB Untuk menjadi kader BKB harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut : 1. Wanita, berumur minimal 20 tahun, telah berkeluarga dan menjadi peserta KB. 2. Bertempat tinggal di lokasi kegiatan. 3. Sehat jasmani dan sehat rohani. 4. Dapat membaca dan menulis, menguasai bahasa Indonesia serta bahasa daerah setempat.
16
5. Bersedia mengikuti latihan BKB sesuai petunjuk yang telah ditetapkan. 6. Bersedia menjalankan tugas – tugas kader BKB dengan penuh tanggung jawab. ( BKKBN,1997 : 18 ) c. Tugas Kader BKB Di dalam melaksanakan kegiatannya kader BKB mempunyai tugas pokok sebagai berikut : 1. Mengadakan dan menyelenggarakan penyuluhan BKB. 2. Melakukan kunjungan rumah kepada keluarga binaannya. 3. Melakukan pengamatan atau melihat langsung kegiatan ibu balita di tempat penyuluhan dan di rumah. 4. Membuat laporan pencatatan dan pelaporan. ( BKKBN,1997 : 19 )
3. Konsep Bina Keluarga Balita Program BKB adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para ibu dan anggota keluarga lain tentang bagaimana mengasuh dan mendidik anak balitanya. Melalui kegiatan program BKB diharapkan ibu-ibu balita dan anggota keluarga lainnya dapat mengetahui tahap tumbuh kembang anak serta cara merangsangnya, sehingga anak-anak tumbuh tumbuh dan berkembang sebagai anak yang sehat, cerdas, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkepribadian kuat da budi luhur. Bina Keluarga Balita adalah bagian dari
17
pembangunan kualitas sumber daya manusia, guna mencapai keluarga kecil sejahtera. a.
Tujuan Bina Keluarga Balita
Kegiatan Program Bina Keluarga Balita mempunyai tujuan yaitu: 1.
Meningkatkan jumlah ibu balita yang ikut penyuluhan kelompok BKB.
2.
Meningkatkan jumlah kelompok-kelompok Bina Keluarga Balita baru.
3.
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga, kesadaran serta kemampuan setiap ibu dan anggota keluarga dalam melakukan kegiatan program BKB untuk anak balitanya.
4.
Meningkatkan peran serta masyrakat dalam pengembangan BKB. (BKKBN,1997:23)
b.
Ciri-ciri Kelompok Bina Keluarga Balita.
Program BKB mempunyai ciri khusus yang membedakan dengan program-program pembinaan kesehjateraan balita lainnya. Adapun ciri-ciri yang membedakan adalah sebagai berikut: 1.
Program BKB menitikberatkan pada ibu-ibu yang memiliki anak balita
2.
Program BKB adalah untuk meningkatkan keterampilan dan kecerdasan anak balita.
3.
Didalam pelaksanaan kegiatan program BKB menggunakan alat bantu dalam menggunakan alat bantu dalam hubungan timbal balik
18
ibu anak berupa permainan antara lain Alat Permainan Edukatif (APE), serta cerita, dongeng dsb. Sebagai perangsang tumbuh kembang anak. (BKKBN, 1997:25) c.
Kedudukan
Program
BKB
dalam
Pembangunan
Keluarga
Sejahtera. Baik Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1992 maupun Garis-garis Besar Haluan Negara 1993 telah menggariskan bahwa pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana Nasional dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah menggunakan “Pendekatan Keluarga” dengan menempatkan keluarga sebagai unit analis sasaran yang diarahkan untuk menjadi wahana pembangunan. Oleh karena itu dalam mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan keluarga sejahtera dapat dilakukan melalui pengembangan program pembangunan keluarga sejahtera melalui pendekatan tahapan pembentukan keluarga dengan memungkinkan krisis yang dihadapi menuju pembangunan keluarga sejahtera. Intervensi program dapat dikembangkan melalui keluarga muda, keluarga balita, keluarga remaja, keluarga dewasa dan keluarga lansia sehingga segmen mampu membina keutuhan dan kesehjateraan secara baik dan seimbang.
4. Konsep Bina Keluarga Balita Kemas Bina Keluarga Balita Kemas adalah Pembinaan yang ditunjukan kepada orang tua dan anggota keluarga lainnya yang memiliki anak usia 5 – 6 tahun, belum sekolah ( Kelompok Bermain, TK, SD ) tentang bagaimana
19
membina tumbuh kembang anak dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang pendidikan.. a. Tujuan Bina Keluarga Balita ( Kemas ) Umum : Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap orangtua serta anggota keluarga lainnya untuk mempersiapkan anak usia 5 – 6 tahun masuk sekolah, sebagai upaya mensukseskan wajib belajar. Khusus : Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap keluarga terutama suami istri dalam membina tumbuh kembang anak 5 – 6 tahun. Terciptanya kesiapan anak usia 5 – 6 tahun untuk memasuki sekolah. b. Sasaran BKB Kemas Sasaran Langsung : Keluarga yang memiliki anak usia 5 – 6 tahun, belum sekolah ( Taman Bermain, TK, SD ) Sasaran tidak langsung : Para Pengambil kebijakan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama. 5. Upaya Kader dalam Kegiatan Program BKB. Didalam pelaksanaan kegiatan Bina Keluarga Balita, kader diharapkan dapat melakukan kegiatannya sebagaimana yang telah ditetapkan, yaitu minimal dapat melakukan paling sedikit empat bagian kegiatan pokok, yaitu: 1. Mengadakan dan menyelenggarakan penyuluhan BKB. 2. Mengadakan kunjungan rumah
20
3. Melakukan pengamatan atau melihat langsung kegiatan ibu sasaran ditempat penyuluhan dan dirumah. 4. Memotivasi peserta agar pesan BKB dilaksanakan 5. Membuat
dan
melakukan
pencatatan
dan
pelaporan.
(BKKBN,1997:28). B. Persepsi Masyarakat 1.
Pengertian Persepsi Para ahli memberikan definisi yang cukup jelas dan komprehensif mengenai apa yang dimaksud dengan persepsi dalam nada dan penekanan yang berbeda namun memiliki penekanan yang sama dikemukakan pengertian persepsi oleh para ahli. Selanjutnya yang diungkapkan pengertian persepsi tersebut sesuia dengan keterbasan literatur yang penulis miliki. Kamus besar bahasa indonesia,(1995:1684) memberikan arahan bahwa persepsi merupakan mental yang menghasilkan bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenai suatu objek dengan jalan asosiasi pada suatu ingatan tertentu, baik secara indra penglihatan, indra peraba, dan sebagainya sehingga akhirnya bayangan itu dapat didasari secara etimologi persepsi berasal dari bahasa inggris”perseption” yang berarti penglihatan, kemungkinan dapat melihat atau mengerti (Pito Witeran, 1974:320) dalam Malik (2006:20)
21
Selanjutnya menurut Gibson (1989) dalam Ratna Wulan dan Endang Hermawan (1991:10) menjelaskan bahwa: “ persepsi memperoleh informasi tentang pertama mengenai dunia sekitar kata yang bermakna setiap individu akan memberikan terhadap stimulus dengan sama terhadap sesuatu masalah melalui cara yang berbeda.” Menurut Sanafiah Fasial dan Andi Mappiere (1982:63) mengartikan bahwa persepsi sebagai berikut : “Persepsi adalah suatu fungsi jiwa unit organisasi dan interprestasi kesan-kesan yang timbul dan merupakan hasil pekerjaan indera sehingga individu menyadari kenyataan-kenyataan yang ada disekitarnnya”. Sedangkan (Slameto, 1995:101) “Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau infromasi kedalam otak manusia melalui persepsi, manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungan. Hubungan ini dilakukan dengan inderanya, yaitu indera penglihatan, pandangan, peraba, dan penciuman) Persepsi erat kaitannya dengan perilaku dalam melibatkan atau menjabarkan. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi pada intinnya merupakan suatu pengamatan melalui penginderaan terhadap suatu objek, kemudian diteruskan oleh syaraf-syaraf sensoris ke otak. Didalam otak, hasil pengamatan diproses secara sadar sehingga individu yang bersangkutan dapat menyadari dan memberikan objek yang diamati sesuia dengan perhatian, kebuthan, sistem nilai dan karakteristik kepribadian.
22
2.
Ciri-Ciri Persepsi Untuk memahami individu membentuk persepsi dan akibatnya yang timbul setelah persepsi dibentuk maka dibawah ini akan dikemukakan beberapa karakteristik atau ciri-ciri persepsi sebagai berikut: a.
persepsi itu melibatkan proses penerimaan rangsangan banyak dilakukan melalui pengamatan.
b.
persepsi itu
melibatkan penyelesaian suatu rangsangan. Proses
penyeleksian suatu rangsangan banyak dipengaruhi oleh intensitas rangsangan,
gerakan,
ulangan/pengulangan,
sedangkan
faktor
kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman kepribadian c.
persepsi itu melibatkan pengorganisasian rangsangan melalui proses kognitif seseorang
d.
persepsi itu melibatkan proses penafsiran yakni pembentukan persepsi seseorang terhadap suaru objek.
3. Proses Persepsi Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses penganalisaan terhadap suatu objek, peristiwa atau kejadian yang terdapat disekitarnya. Berdasarakan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses persepsi adalah sebagai berikut:
23
a. Proses Penerimaan Rangsangan Pada proses ini informasi atau rangsangan yang ada diterima melalui panca indera yang dimiliki oleh seseorang ketika ia mendengar, melihat, mencium, menyentuh, merasakan suatu objek, peristiwa atau rangsangan lainnya. b. Proses Penyeleksian Rangsangan setelah rangsangan tersebut diterima, maka langkah selanjuntnya adalah menyeleksi rangsangan tersebut. Dalam penyeleksian itu rangsangan –rangsangan yang ada dipilah-pilah dan hanya rangangan yang memiliki kesan yang khusus saja yang kemudian dipilih dan ditindak lamjuti. c.
Proses Pengorganisasian Rangsangan Setelah
rangsangan
diterima
kemudian
rangsangan
itu
diorganisasikan atau dirangkaikan agar masuk akal. d. Proses Penafsiran Kemudian setelah rangsangan diterima dan ditata melalui pengorganisasian sipenerima lalu menafsirkan tersebut dengan cara memberikan arti pada berbagai data, informasi atau rangsangan yang diterima e. Proses Pengecekan Data infromasi atau rangsangan telah ditafsirkan kemudian dicek apakah penafsiran telah benar atau tidak, dengan cara meminta pendapat orang lain tentang persepsi mereka.
24
f. Proses Reaksi Merupakan tahap akhir dari tiap tahap persepsi. Setelah dilakukan pengecekan atas data yang ditafsirkan maka seseorang bertindak dan berperilaku berdasarkan persepsinya. Jadi tindak lanjut atau perilaku merupakan hasil akhir dari proses persepsi. Sementara
Abizar
(1988:18)
dalam
Malik
(2006:
23)mengemukakan bahwa : Persepsi adalah proses dengan mana seseorang individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan stimulus dari lingkunga. Persepsi oleh karena itu adalah dengan cara individu berpengalaman dengan dunia luar. Persepsi juga menentukan cara kita bertingkah laku terhadap sesuatu.
4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh beberapa factor baik internal merupakan factor yang berkenaan dengan keadaan individu yang bersangkutan, sedangkan factor yang eksternal adalah factor yang mempengaruhi yang diakibatkan oleh stimulus atau yang berhubungan dengan keberadaan stimulus tersebut. Berikut ini beberapa pendapat dari ahli factor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Sedangkan menurut Sarlito Wirawan (1982) mengungkapkan bahwa factor-faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi itu diantaranya perhatian, kebutuhan, system dan cirri-ciri kepribadian.
25
Lebih lanjut Sarito Wirawan dalam Elin Marina (1982:21) menjelaskan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh: a. Perhatian, perbedaan, focus perhatian antara satu orang dengan orang lain, menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka b. Set, yaitu harapan seseorang akan rangsangan yang timbul perbedaan set akan menimbulkan persepsi c. System nilai, system nilai yang berlaku dimasyarakat akan membedakan persepsi antara satu dengan yang lain d. Kebutuhan, baik kebutuhan yang sesaat maupun kebutuhan yang menetap. e. Ciri-ciri kepribadian f. Gangguan kejiwaan akan menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi. Menurut pendapat (Mar’at 1982:22), Perspesi dipengaruhi oleh factor-faktor pengalaman proses belajar, cakrawala dan pengetahuanya. Mansuia mengamati objek psikologis dengan sendiri, kepribadian dan pengalaman hidupnya. Sedangkan objek psikologis dapat berupakejadian, ide-ide, atau stimulus terhadap kepribadian. Lanjutan (Mar’at 1982:23) menjelaskan bahwa: “ factor penglaman prsoes belajar atau sosialisasi memberikan bentuk atau struktur terhadap apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuan objek dan cakrawala memberikan arti terhadap nilai dan norma yang
26
dimiliki pribadi seseorang keyakinan (Belief) terhadap objek tersebut.” Uraian diatas menunjukan bahwa factor pengalaman, proses belajar, cakrawala pengetahuan seseorang merupakan merupakan dasar yang mempengaruhi persepsi terhadap objek tertentu. Selanjutnya komponen efektifitas akan memberikan evaluasi, emosiemosi yang menyangkut perasaan senang atau ketidak senangan terhadap objek, kemudian beberapa konponen kondisi yang menentukan kesediaan atau kesiapan mendekati atau menjauhi objek. Atas dasar tindakan ini maka situasi yang semula kurang atau tidak seimbang akan seimbang kembali. Keseimbangan dalam situasi ini berarti bahwa antara objek yang terlihat sesuai dengan penghayatan dimana unsure nilai dan norma dirinya dapat menerima rasional dan emosional. Jika situasi ini tidak dapat tercapai maka individu menolak dan reaksi yang timbul adalah sikap acuh tak acuh, menentang bahkan sampai ekstrim memberontak.
5. Peran Persepsi Persepsi seseorang terhadap peristiwa yang dihadapinya akan berpengaruh terhadap perilakunya. Sondang P. Siagian (1989:205) dalam Malik (2006:26)berpendapat bahwa: “Persepsi memegang peranan
penting
dalam
kehidupan
manusia,
sebab
manusia
27
mengadakan kontak dengan lingkungan sekelilingnya, melalui prosesnya.” Pendapat diatas didukung oleh Henry L.Tosi (1990:211) dalam Malik (2006:26) yang berpendapat bahwa:”The study of perception is centrel to understanding how people react”(studi mengenai persepsi merupakan kunci pokok untuk memahami reaksi seseorang) Dari kedua pendapat diatas bahwa pendapat diatas bahwa pada dasarnya setiap manusia termasuk para kader memiliki persepsi yang merupakan alat untuk mengenal lingkungan disekelilingnya. Dalam kehidupan di lingkungan Taman Sari para kader mempunyai persepsi tentang program BKB Kemas. C. Program BKB sebagai salah satu Satuan Pendidikan Luar Sekolah 1.
Pengertian Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Luar Sekolah bukan merupakan hal yang baru, karena menurut asal usul pendidikan luar sekolah itu lahir di dunia ini setua manusia yang hidup di masyarakat. Pendidikan Luar Sekolah yang tumbuh dan berkembang dalam alur da budaya setiap mastarkarat dan secara nyata pendidikan luar sekolah ini telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan, sebelum lebih jauh lagi bicara mengenai pendidikan luar sekolah, maka penulis kemukakan terlebih dahulu pengertian dari pendidikan luar sekolah menurut Napitulu, 1981 (DJuju Sudjana 1991:22) adalah sebagai berikut:
28
Pendidikan Luar Sekolah adalah kegiatan pendidikan yang dislenggarakan di masyarkat dan lembaga, berlangsung secara berkelanjutan yang dijalankan dengan sadar teratur dan terencana yang mempunyai tujuan pengembangan manusia seutuhnya yang selalu belajar untuk kesehjateraan. Sedangkan menurut SEAMEO dalam Djuju Sudjana (2005:43), adalah sebagai berikut: Pendidikan luar sekolah adalah suatu kegiatan yang didalamnya ada proses komunikasi yang teratur diluar sekolah sehingga dapat memperoleh penambahan pengetahuan, latihan dan keterampilan yang sesuia dengan kemampuan dan kebutuhan. Dari kedua pernyataan di atas, dapat tergambar mengenai pendidikan luar sekolah bukan hanya adanya proses belajar mengajar akan tetapi lebih luas lagi, dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah baik secara individu maupun kelompok mengenai informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi dirinya agar mereka mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Kemudian menurut Philip Combs, menyatakan sebagai berikut: “Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kegiatan terorganisir dan sistematis diluar system persekolahan yang mapan dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian yang penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya”. (Djuju Sudjana, 2005:20) Dari pernyataan diatas, dapat digambarkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap usaha yang terorganisir di luar persekolahan yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam
29
meningkatkan taraf hidupnya, baik materil, social maupun mental, dimana upaya tersebut dilakukan melalui bimbingan pembinaan dan latihan.
2.
Tujuan Pendidikan Luar Sekolah Adapun tujuan pendidikan luar sekolah ini dikemukakan sebagai berikut : “Tujuannya untuk mengembangkan pengetahuanm, sikap, keterampilan dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efektif dan efisien dalam lingkungan keluarga, pekerjaan masyarkat dan bahkan negara. (Djuju Sudjana, 2005:43) . Apabila kita telaah mengenai pernyataan tersebut, ini mengandung arti bahwa pendidikan luar sekolah membentuk perkembangan potensipotensi yang ada dalam diri manusia yang mau belajar agar dapat lebih berperan aktif dalam kehidupannya, baik secara individu maupun berkelompok. Pada dasarnya pendidikan luar sekolah ini membantu untuk mengaktualisasi potensi yang terpendam dalam diri manusia tersebut. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, bahwa pendidikan luar sekolah bertujuan untuk: 1) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin sepanjang hayat guna meningkatkan martabat dan mutu pendidikan
30
2) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan melanjutkan ketingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi 3) Memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh jalur pendidikan sekolah.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Luar Sekolah yang disimak sebagaimana PP RI No 73/1991, yaitu untuk melayani warga belajar supaya berkembang sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental dan juga untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh jalur pendidikan sekolah.
3.
Sasaran Pendidikan Luar Sekolah Sasaran pendidikan luar sekolah menurut Sutaryat Trinamansyah (1986:128), yang di pandang sebagai suatu yang potensial adalah sebagai berikut : a. Semua anggota masyarakat yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan di sekolah b. Semua anggota masyarakat yang tidak dapat menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu secara penuh (drop out). c. Anggota masyarakat yang telah menyelesaikan studi pada jenjang tertentu, tetapi masih perlu untuk mendapatkan keahlian mendapatkan
31
pendidikan agar lebih mendapatkan keahlian melalui program pendidikan luar sekolah. Dari pernyataan di atas, dapat dijabarkan bahwa sasaran dari pendidikan luar sekolah itu semua warga masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat, yang tidak mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan sekolah juga ingin merasa lebih atau ingin menambah keterampilan yang dimiliki agar dapat berguna baik bagi dirinya juga bagi masyarkat. 4.
Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan luar sekolah sebagai lembaga berbeda dalam proses pelaksanaannya dengan pendidikan persekolahan. Untuk melihat adanya perbedaan tersebut dapat dilihat cirri-cirinya. Adapun ciri-ciri pendidikan luar sekolah, seperti di kemukakan oleh DJuju Sudjana (1989:41-48), adalah : a. Tujuan pendidikan luar sekolah bersifat jangka pendek dan khusus, serta berorientasi bukan menekankan ijazah. b. Waktu belajarnya singkat orientasinya untuk kehidupan sekarang dan waktunya tidak terus menerus. c. Isi pendidikan berpusat pada lulusan dan kepentingan warga belajar, menekankan
pada
praktek
dan
prasyarat
masuk
ditentukan
oleh/bersama warga belajar. d. Proses belajar mengajar dilakukan dalam lingkungan kehidupan anak didik (warga belajar) serta penghematan sumber dengan menggunakan sumber yang ada di masyarakat.
32
e. Pengawasan dilakukan sendiri atau bersama-sama dan bersifat demokratis. Selanjutnya oleh Soelaeman Joesoep dan Slamet Santoso (1997:19), dijelaskan pula mengenai ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah, yaitu sebagai berikut a. Adanya pengorganisasian. b. Adanya programming isi pendidikan c. Adanya urutan (sequencing) materi d. Adanya credential sekalipun kurang memegang peranan penting. e. Jangka waktu pendek f. Learning for life not setting for examination. g. Sasaran/subjek. Orang dewasa, anak tuna sekolah, anak prasekolah serta anak-anak sekolah bagi hal-hal yang tidak diperoleh di sekolah. Menyimak ciri-ciri pendidikan luar sekolah dapat dilihat perbedaan dalam segi sifat-sifat dari pendidikan persekolahan. Lebih lanju Soelaeman Joesoep dan Slamet Santoso (1997:58-59), mengatakan bahwa “Pendidikan luar sekolah mempunyai sifat-sifat yang lebih dari pendidikan persekolahan, sifat-sifat tersebut adalah : a. Bersifat fleksibel, tampak dengan tidak adanya tuntutan sarat yang credential yang keras bagi anak didiknya (warga belajar), lamanya penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada (beberapa tahun, bulan atau beberapa hari saja). Tujuan belajarnya lebih spesifik
33
sesuai dengan kebutuhan, hanya ia menguasai pelajaran yang akan diberikan. b. Pendidikan luar sekolah lebih effektif dan efisien untuk dibidang pelajaran tertentu. Efektif karena program pendidikan bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat-syarat ketat (seperti guru, metode, fasilitas dan lain-lain). c. Pendidikan luar sekolah bersifat quick fielding maksudnya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan. d. Pendidikan luar sekolah sangat instrumental, artinya bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang relative singkat. 5. Azas-azas Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Luar Sekolah berkembang berdasarkan 4 azas hal ini dikemukakan Djudja Sudjana (2004:2), yaitu: 1) Azas Kebutuhan, 2) Azas Pendidikan sepanjang hayat 3) Azas Relevansi dengan pengemnbangan masyarakat, 4) Azas Wawasan kedepan. Azas Kebutuhan memberikan makna bahwa program-program pendidikan luar sekolah berorientasi pada upaya untuk memenuhi
34
kebutuhan. Azas ini menyangkut kebutuhan hidup manusia, kebutuhan pendidikan dan kebutuhan belajar. Azas pendidikan sepanjang hayat mengarahkan agar programprogram pendidikan luar sekolah dapat mendorong peserta didik (warga belajar) untuk melakukan kegiatan belajar secara berlanjut selama hidupnya. Peserta didik belajar tanpa dibatasi ruang dan waktu. Azas relevansi dan pengembangan masyarakat, memberikan tekanan bahwa program – program pendidikan luar sekolah mempunyai kaitan erat dengan pembangunan masyarakat. Kaitan erat ini mendukung arti bahwa pendidikan luar sekolah merupakan pendekatan dasar dalam pengembangan masyarakat sekaligus sebagai bagian penting dari program pembangunan masyarakat. Azas wawasan kedepan, memberi arah bahwa pendidikan luar sekolah berorientasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi itu didasarkan atas hasil pemantauan terhadap berbagai kecenderungan perubahan yang terdapat pada lingkungan pada saat sekarang. 6.
Komponen-komponen Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan luar sekolah mempunyai komponen-komponen seperti yang dimiliki oleh pendidikan sekolah. Perbedaan komponen ialah adanya dua komponen tambahan yaitu masukan lain (other input) dan komponen
35
pengaruh (impact). Hubungan semua komponen pendidikan non-formal dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Menurut Sudjana (2000:33) mengungkapkan komponen yang terlibat dalam suatu pembelajaran yaitu dapat ditinjau melalui bagan dibawah ini:
MASUKAN LINGKUNGAN
MASUKAN SARANA
MASUKAN LAIN
PROSES
KELUARAN
MASUKAN MENTAH
PENGARUH
MASUKAN LINGKUNGAN (Diagram komponen pembelajaran PLS)
36
Berdasarkan pendekatan pendidikan luar sekolah, terdiri dari beberapa komponen yaitu : (1) Masukan mentah, (2) Masukan sarana, (3) Masukan lingkungan, (4) Masukan lain, (5) Komponen proses, (6) Komponen keluaran, dan (7) Komponen pengaruh. Masukan mentah (raw input) yaitu peserta didik (warga belajar) dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, termasuk ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor internal yang meliputi struktur kognitif, pengalaman, sikap, minat, keterampilan, kebutuhan belajar, aspirasi serta ciri-ciri yang berhubungan denganf faktor eksternal seperti: keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan status sosial, biaya dan sarana belajar serta cara dan kebiasaan belajar. Masukan saran (instrument input) meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok dapat melakukan kegiatan belajar. Masukan ini terdiri dari tujuan program, kurikulum, pendidik, tenaga pengelola program belajar, medis, fasilitas, biaya dan pengelolaan program. Masukan lingkungan (enviroment) yaitu
faktor lingkungan
mendorong/menunjang jalannya program pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sosial serta lingkungan alam. Proses menyangkut interaksi antara masukan sarana, pendidik dengan masukan mentah (warga belajar),. Proses ioni terdiri dari kegiatan
37
belajar membelajarkan, bimbingan dan penyuluhan serta eveluasi, proses belajar dilakukan secara mandiri dan berkelompok. Keluaran (output) yaitu kuantitas lulusan yang disertai kulaitas perubahan
tingkah
laku
yang
didapat
melalui
kegiatan
belajar
membelajarka. Perubahan tingkah laku ini meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang sesuia dengan kebutuhan belajar yang diperlukan. Pengaruh (impact) menyangkut hasil yang dicapai oleh peserta didik dan lulusan, pengaruh ini meliputi (a) perubahan taraf hidup yang ditandai dengan perolehan pekerjaan, atau berwiraiusaha, perolehan atau peningkatan pendapatan kesehatan, dan (b) mengikutsertakan orang lain dalam memanfaatkan hasil belajar yang telah dimiliki, (c) peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda dan dana. 7.
Program BKB sebagai Salah Satu Program BKB Kegiatan Pendidikan Luar sekolah Upaya pengembangan pendidikan dalam laju pembangunan merupakan suatu keharusan dan kewajaran. Dikatakan sebagai suatu keharusan, karena pendidikan perlu mengembangkan dirinya untuk lebih berperan sebagai pendidikan dalam dan untuk pengembangan sumber daya manusia dalam tatanan kehidupan global. Pendidikan nasional, sebagai salah satu sistem dari sistem pembangunan nasional, memiliki tiga subsistem pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal dan
38
pendidikan informal. Subsistem pertama disebut pula pendidikan sekolah sedangkan subsistem pendidikan nonformal dan pendidikan informal berada dalam cakupan pendidikan luar sekolah. Dalam makna yang wajar dan luas, pendidikan mencangkup semua komunikasi yang terorganisasi dan berkelanjutan yang diselenggarakan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Pendidikan, dalam makna yang umum,
dapat
diberi
arti
sebagai
komunikasi
terorganisasi
dan
berkelanjutan yang disusun untuk menumbuhkan kegiatan belajar. Pendidikan nonformal melipti komunikasi terirganisasi yang disengaja oleh kedua belah pihak (pihak pendidik dan warga belajar). Program BKB merupakan salah satu pendidikan nonformal yang merupakan bagian dari kegiatan pendidikan luar sekolah. Program Bina Keluarga yang telah dicanangkan sejak tahun 1980an merupakan suatu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang anak secara optimal melalui interaksi orang tua dan anak. Oleh karena itu terjadi proses pendidikan antara orang tua dan anak secara non formal yang dilaksanakan diluar pendidikan sekolah, sehingga program BKB merupakan salah satu program pendidikan luar sekolah.