7
BAB II TRANSFORMATOR
2.1
Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan
dan mengubah tegangan dan arus bolak-balik dari suatu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain dengan nilai yang sama maupun berbeda besarnya pada frekuensi yang sama, melalui gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kumparan itu. Biasanya kumparan terbuat dari kawat tembaga atau aluminium yang dililitkan pada kaki inti transformator. Transformator digunakan secara luas baik dalam bidang tenaga listrik maupun
elektronika.
Penggunaan
transformator
dalam
sistem
tenaga
memungkinkan terpilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan misalnya, kebutuhan akan tegangan tinggi dalam pengiriman daya jarak jauh. Penggunaan transformator yang sangat sederhana dan handal merupakan salah satu alasan penting dalam pemakaiannya pada penyaluran tenaga listrik arus
8
bolak-balik,
karena
arus
bolak-balik
sangat
banyak
digunakan
untuk
pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik. Pada penyaluran tenaga listrik arus bolak-balik terjadi kerugian energi sebesar I2 . R watt. Kerugian ini akan banyak berkurang apabila tegangan dinaikkan setinggi mungkin. Dengan demikian maka saluran-saluran transmisi tenaga listrik senantiasa mempergunakan tegangan yang tinggi. Hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi kerugian energi yang terjadi, dengan cara mempergunakan transformator untuk menaikkan tegangan listrik di pusat pembangkit dari tegangan generator yang biasanya sebesar 6 kV – 20 kV pada awal transmisi ke tegangan saluran transmisi antara 100 kV – 1000 kV, kemudian menurunkannya lagi pada ujung akhir saluran ke tegangan yang lebih rendah. Transformator yang dipakai pada jaringan tenaga listrik merupakan transformator tenaga. Di samping itu ada jenis-jenis transformator lain yang banyak dipergunakan dan pada umumnya merupakan transformator yang jauh lebih kecil. Misalnya transformator yang dipakai di rumah tangga untuk menyesuaikan tegangan dari lemari es dengan tegangan yang berasal dari jaringan listrik umum, transformator yang dipakai pada lampu TL dan transformatortransformator “mini” yang digunakan pada berbagai alat elektronika, seperti penerima radio, televisi dan sebagainya.
2.2
Konstruksi Transformator Pada dasarnya transformator terdiri dari kumparan primer dan sekunder
yang dibelitkan pada inti ferromagnetik. Transformator yang menjadi fokus
9
bahasan disini adalah transformator daya. Kontruksi transformator daya ada dua tipe yaitu tipe inti (core form) dan tipe cangkang (shell form). Kedua tipe ini menggunakan inti berlaminasi yang terisolasi satu sama lainnya, dengan tujuan untuk mengurangi rugi-rugi arus eddy.
Tipe inti (Core form) Tipe ini dibentuk dari lapisan besi berisolasi berbentuk persegi dan kumparan transformator dibelitkan pada dua sisi persegi. Pada konstruksi tipe inti, kumparan mengelilingi inti besi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Konstruksi transformator tipe inti (core form)
Sedangkan konstruksi intinya pada umumnya berbentuk U atau huruf L. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Konstruksi lempengan logam inti transformator bentuk U dan L
10
Tipe inti (Core form) Jenis konstruksi transformator yang kedua yaitu tipe cangkang yang dibentuk dari lapisan inti berisolasi dan kumparan dibelitkan di pusat inti, dapat dilihat pada gambar 2.3 .
Gambar 2.3 Konstruksi transformator tipe cangkang (shell form)
Pada transformator ini, kumparan atau belitan transformator dikelilingi oleh inti. Sedangkan konstruksi intinya pada umumnya berbentuk E, I atau F. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Konstruksi lempengan logam inti transformator bentuk E, I atau F. 2.3
Prinsip Kerja Transformator Transformator terdiri atas dua kumparan (primer dan sekunder) yang
bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun berhubungan
11
secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi (reluctance) rendah. Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer. Akibatnya adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder dibebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi).
Volt ........................................................ (2.1 ) Dimana :
E
= gaya gerak listrik (ggl) Volt
N
= jumlah lilitan = perubahan fluks magnet
Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik bolak-balik yang dapat ditransformasikan oleh transformator, sedangkan dalam bidang elektronika transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban untuk menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus bolak-balik antara rangkaian. Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah untuk mengurangi reluktansi (tahanan magnetis) rangkaian magnetis (common magnetic circuit).
12
2.3.1
Keadaan Transformator Tanpa Beban Bila kumparan primer suatu transformator dihubungkan dengan sumber
tegangan V1 yang sinusoidal, akan mengalir arus primer I1 yang juga sinusoidal, dengan menganggap belitan N1 reaktif murni, I0 akan tertinggal 90o dari V1. Arus primer I1 menimbulkan fluks (Ф) yang sephasa dan juga berbentuk sinusoid.
Gambar 2.5 Transformator dalam keadaan tanpa beban
Ф = Фmax sin ωt Wb ..................................................................... (2.2 ) Fluks yang sinusoidal ini akan menghasilkan tegangan induksi e1 (Hukum Farraday) Φ Φ
sin ωt
Φ
cos
Φ Dimana :
cos
(tertinggal 90o dari Ф) ........................ (2.3 ) 90
E1
= Gaya gerak listrik induksi
N1
= Jumlah lilitan di sisi primer
13
= Kecepatan sudut putar Ф
= Fluks magnetic
Harga efektif : Φ √2 2
Φ √2
2
3,14
Φ
√2 6,28
Φ
√2 4,44
Dimana :
Φ
(Volt) ..............................................................(2.4 )
E1
= Gaya gerak listrik induksi (efektif)
f
= Frekuensi
Bila tahanan dan adanya fluksi bocor diabaikan akan terdapat hubungan : .................................................... (2.5 ) Dimana :
E1
= Gaya gerak listrik induksi di sisi primer (volt)
E2
= Gaya gerak listrik induksi di sisi sekunder (volt)
V1
= Tegangan terminal di sisi primer (volt)
V2
= Tegangan terminal di sisi sekunder (volt)
N1
= Jumlah belitan di sisi primer
N2
= Jumlah belitan di sisi sekunder = faktor transformasi
14
2.3.2 Keadaan Transformator Berbeban Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban ZL akan mengalir arus I2 pada kumparan sekunder, dimana
Gambar 2.6 Transformator dalam keadaan berbeban Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2 I2 yang cenderung menentang fluks (Ф) bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan. Agar fluks bersama ini tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I2’ , yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2, hingga keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi : (ampere) ................................................................ (2.6 ) Bila komponen arus rugi tembaga (Ic) diabaikan, maka I0 = Im , sehingga : (ampere) ............................................................... (2.7 ) Dimana :
I1
= arus di sisi primer
I0
= arus penguat
Im
= arus pemagnetan
Ic
= arus rugi-rugi tembaga
15
2.4
Rangkaian Ekivalen Transformator Fluks yang dihasilkan oleh arus pemagnetan Im tidak seluruhnya
merupakan Fluks Bersama (Фm), sebagian darinya hanya mencakup kumparan primer (Ф1), atau mencakup kumparan sekunder (Ф2) saja dalam model rangkaian ekivalen yang dipakai untuk menganalisis kerja suatu transformator, adanya fluks bocor Ф1 dengan mengalami proses transformasi dapat ditunjukan sebagai reaktansi X1 dan fluks bocor Ф2 dengan mengalami proses transformasi dapat ditunjukan sebagai reaktansi X2 sedang rugi tahanan ditunjukan dengan R1 dan R2, dengan demikian model rangkaian dapat digambarkan seperti gambar 2.7
Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen sebuah transformator
V1 = I1.R1 + I1.X1 + E1 E1 = a.E2 E2 = I2.R2 + I2.X2 + V2 I2
= a.I’2
V1 = I1.R1 + I1.X1 + a(I2.R2 + I2.X2 + V2) V1 = I1.R1 + I1.X1 + a.I2.R2 + a.I2.X2 + a.V2 V1 = I1.R1 + I1.X1 + a. (a.I’2.R2) + a. (a.I’2.X2) + a.V2
16
V1 = I1.R1 + I1.X1 + a2.I’2.R2 + a2.I’2.X2 + a.V2 V1 = I1.R1 + I1.X1 + I’2(a2.R2 + a2.X2) + a.V2........................ (2.8 )
Apabila semua parameter sekunder dinyatakan dalam harga rangkaian primer, harganya perlu dikalikan dengan faktor a2 , dimana a = E2/E2. Sekarang model rangkaian menjadi sebagai terlihat pada gambar berikut.
Gambar 2.8 Penyederhanaan rangkaian ekivalen transformator
Untuk memudahkan perhitungan, model rangkaian tersebut dapat diubah menjadi seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.9 Parameter sekunder pada rangkaian primer
17
Maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut : Rek = R1 + a2R2 (ohm) .................................................................(2.9) Xek = X1 + a2X2 (ohm) ..............................................................(2.10) Sehingga rangkaian di atas dapat diubah seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.10 Hasil akhir penyederhanaan rangkaian ekivalen transformator
Parameter transformator yang terdapat pada model rangkaian (rangkaian ekivalen) Rc, Xm, Rek dan Xek dapat ditentukan besarnya dengan dua macam pengukuran yaitu pengukuran beban nol dan pengukuran hubungan singkat.
2.4.1
Pengukuran Beban Nol Rangkaian pengukuran beban nol atau tanpa beban dari suatu
transformator dapat ditunjukkan pada gambar 2.11 . Umumnya untuk pengukuran beban nol semua instrument ukur diletakkan di sisi tegangan rendah (walaupun instrument ukur terkadang diletakkan di sisi tegangan tinggi), dengan maksud agar besaran yang diukur cukup besar untuk dibaca dengan mudah.
18
Gambar 2.11 Rangkaian pengukuran beban nol
Dalam keadaan tanpa baban bila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan V1, maka akan mengalir arus penguat I0. Dengan pengukuran daya yang masuk (P0), arus penguat I0 dan tegangan V1 maka akan diperoleh harga : ............................................................................ (2.11 ) ................................................................ (2.12 ) Dimana :
Z0
= impedansi beban nol
Rc
= tahanan beban nol
Xm
= reaktansi beban nol
Dengan demikian, dari pengukuran beban nol dapat diketahui harga Rc dan harga Xm. Rangkaian ekivalen dari pengukuran beban nol dapat dilihat pada gambar 2.12 dibawah ini. Dari gambar rangkaian ekivalen tersebut dapat kita lihat bahwa :
19
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen pengukuran beban nol 2.4.2
Pengukuran Hubung Singkat Hubungan singkat bearti impedansi beban ZL diperkecil menjadi nol,
sehingga hanya impedansi Zek = Rek + j Xek yang membatasi arus. Karena harga Rek dan Xek ini relatif kecil maka harus dijaga agar tegangan masuk (Vsc) cukup kecil, sehingga arus yang dihasilkan tidak melebihi arus nominal. Harga Iek akan relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan arus nominal, sehingga pada pengukuran ini dapat diabaikan.
Gambar 2.13 Pengukuran hubung singkat
Dengan mengukur tegangan Vsc, arus Isc, dan Psc, akan dapat dihitung parameter :
20
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen pengukuran hubung singkat ..............................................................(2.13) ........................................(2.14) ............................................(2.15) 2.5
Diagram Vektor Transformator Diagram vektor adalah penggambaran hubungan antara fluks magnet,
tegangan dan arus yang mengalir dalam bentuk vektor. Hubungan yang terdapat di antara harga-harga tersebut akan tergantung pada sifat beban, impedansi lilitan primer dan sekunder serta rugi-rugi transformator.
2.5.1
Hubungan Tanpa Beban Apabila transformator tidak dibebani, arus yang mengalir dalam
transformator hanyalah arus pemagnetan (I0) saja. Dalam hal ini : 1. Fluks magnet (Ф0) sephasa dengan arus primer tanpa beban (I0) dan ketinggian 90o terhadap tegangan sumber (V1)
21
2. Gaya gerak listrik induksi pada primer (E1) besarnya sama, tetapi berbeda (180o) terhadap tegangan sumber (V1) 3. Gaya gerak listrik induksi pada sisi sekunder (E2) = a. E1, ketinggian 90o terhadap fluks magnet (Ф0).
Dalam penggambaran, V1 = -E1, dengan menganggap : 1. Rugi-rugi karena arus pusar hysteresis di dalam inti besi tidak ada. 2. Rugi-rugi tahanan pada kawat tembaga tidak ada. 3. Fluks bocor pada kumparan primer maupun sekunder tidak ada.
Karena transformator tidaklah mungkin ideal, maka rugi-rugi yang ada harus diperhitungkan yaitu : 1. Arus primer tanpa beban (I0) sephasa dengan fluks magnet (Ф0), sebenarnya mendahului sebesar φc sehingga arus primer tanpa beban dapat diuraikan atas dua komponen yaitu : I0 = Im + Ih + e ............................................................................................................. (2.16)
Gambar 2.15 Diagram vektor Transformator ideal tanpa beban
22
2. Besarnya ggl induksi E1 tidak lagi sama dengan V1, tetapi harus diperhitungkan terhadap penurunan tegangan karena adanya impedansi kumparan primer Z1, sehingga diperoleh hubungan : V1 = (-E1) + (I0) (R1 + jX1) ...................................................(2.17) Dimana : R1 X1
: tahanan kumparan Primer : reaktansi induktif kumparan Primer
Gambar 2.16 Diagram vektor Transformator tak ideal tanpa beban
2.5.2
Transformator Berbeban
2.5.2.1 Beban Tahanan Murni Pada kumparan sekunder transformator terdapat R2 dan X2. Bila kumparan sekunder dihubungkan dengan tahanan murni R, maka dalam kumparan sekunder akan mengalir arus sebesar I2. Arus ini akan berbeda phasa sebesar φ2 terhadap E2 akibat reaktansi kumparan sekunder (X2).
23
Gambar 2.17 Transformator berbeban Tahanan Murni
Dari gambar 2.17 diatas didapat : V2 = E2 – I2 (R2 + jX2 + RL) ..................................................(2.18) V2 = E2 – I2 [(R2 + RL) + jX2] ...............................................(2.18) ............................................................(2.19) Untuk melukiskan diagram vektornya, maka diambil E2 sebagai dasarnya.
Gambar 2.18 Vektor diagram Transformator berbeban Tahanan Murni
24
2.5.2.2 Beban Induktif Apabila
transformator
berbeban
induktif,
bearti
pada
sekunder
transformator terdapat R2 + jX2 dan RL + jXL. Dengan adanya harga-harga tersebut akan menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan E2 sebesar θ2, dimana : ..................................................................(2.20) Dan dengan adanya harga-harga tersebut diatas juga menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan V2 sebesar φ2, dimana : ........................................................................(2.21) Oleh karena beban induktif, maka I2 ketinggalan tergadap E2. Dengan mengambil E2 sebagai dasar melukiskan diagram vektor dan harga E1 = a E2 , maka diagram vektor dapat dilukiskan sebagai berikut :
Gambar 2.19 Vektor diagram Transformator berbeban Induktif
2.5.2.3 Beban Kapasitif Dengan adanya beban kapasitif pada transformator menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan E2 sebesar θ2 , dimana :
25
..................................................................(2.22) Dan juga menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan V2 sebesar φ2 : .....................................................................(2.23)
Gambar 2.20 Vektor diagram Transformator berbeban Kapasitif
2.6
Rugi-rugi dan Efisiensi
Gambar 2.21 Blok Diagram Rugi-rugi pada Transformator
26
2.6.1
Rugi Tembaga (PCu) Rugi yang disebabkan arus yang mengalir pada kawat tembaga dapat
ditulis sebagai berikut : PCu = I2 R (watt) ...................................................................(2.24) Formula ini merupakan perhitungan untuk pendekatan. Karena arus beban berubah-ubah , rugi tembaga juga tidak konstan bergantung pada beban.
2.6.2
Rugi Besi (Pi) Rugi-rugi besi terdiri atas : 1. Rugi histeris, yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak-balik pada inti besi yang dinyatakan sebagai : Ph = kh f BMax1.6 (watt) ...........................................................(2.25) Kh = konstanta BMax= Fluks maksimum (webber) 2. Rugi arus eddy, yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi. Dirumuskan sebagai : Pe = ke f2 BMax2 (watt) ............................................................(2.26) Ke = konstanta BMax= Fluks maksimum (webber) Jadi , rugi besi (rugi inti) adalah : Pi = Ph + Pe (watt) ..................................................................(2.27)
27
2.6.3
Efisiensi Efisiensi dinyatakan sebagai : 100 %
100 % ..............................................(2.28) Pin = Daya input Transformator Pout = Daya output Transformator Σrugi
rugi = PCu + Pi
2.7
Transformator Tiga Phase
2.7.1
Umum Pada prinsipnya transformator tiga phase sama dengan transformator satu
phase, perbedaannya adalah seperti perbedaan sistem listrik satu phase dengan listrik tiga phase, yaitu mengenal sistem bintang (Y) dan segitiga (∆), serta sistem zig-zag (Z), dan juga sistem bilangan jam yang sangat menentukan untuk kerja parale transformator tiga phase. Untuk menganalisa transformator daya tiga phase dilakukan dengan memandang atau menganggap transformator tiga phase sebagai transformator satu phase, teknik perhitungannya pun sama, hanya untuk nilai akhir biasanya parameter tertentu (arus, tegangan dan daya) transformator tiga phase dikaitkan dengan nilai √3. Transformator tiga phase ini dikembangkan dengan alasan ekonomis,biaya lebih murah karena bahan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan tiga buah transformator satu phase dengan jumlah daya yang sama dengan satu buah
28
transformator daya tiga phase, lebih ringan dan lebih kecil sehingga mempermudah pengangkutan (menekan biaya pengiriman), pengerjaannya lebih cepat, serta untuk menangani operasinya hanya satu buah transformator yang perlu mendapatkan perhatian (meringankan pekerjaan perawatan). Selain itu transformator tiga phase juga lebih banyak digunakan di sistem tenaga listrik di dunia sehingga untuk pemesanannya lebih mudah, sedangkan transformator satu phase lebih jarang digunakan.
2.7.2
Konstruksi Transformator Tiga Phasa Untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh arus pusar di dalam
inti, rangkaian magnetik itu biasanya terdiri dari setumpuk laminasi tipis. Dua jenis konstruksi yang biasanya dipergunakan diperlihatkan pada gambar 2.22 dan 2.23 berikut ini.
Gambar 2.22 Transformator Tiga Phase Tipe Inti
29
Gambar 2.23 Transformator Tiga Phase Tipe Cangkang
Dalam jenis inti (core type) kumparan dililitkan pada setiap kaki transformator. Dalam jenis cangkang (shell type) kumparan dililitkan pada sekitar kaki tengah dari inti. Kebanyakan fluks terkurung dalam inti dan karena itu dirangkum oleh kedua kumparan. Meskipun fluks bocor dirangkum salah satu kumparan tanpa dirangkum yang lain merupakan bagian kecil dari fluks total, ia mempunyai pengaruh penting pada perilaku transformator. Kebocoran dapat dikurangi dengan membagi kumparan dalan bagian-bagian yang diletakkan sedekat mungkin satu sama lainnya.
2.7.3
Hubungan Tiga Phasa dalam Transformator Secara umum hubungan belitan tiga phasa terbagi atas dua jenis, yaitu
hubungan wye (Y) dan hubungan delta (∆). Masing-masing hubungan ini memiliki karakteristik arus tegangan yang berbeda-beda. Baik sisi primer maupun sekunde masing-masing dapat dihubungkan wye ataupun delata. Kedua hubungan ini akan dijelaskan secara terpisah, yaitu :
30
1. Hubungan wye (Y) Hubungan ini dapat dilakukan dengan menghubungkan ketiga belitan transformator yang memilik rating yang sama.
Gambar 2.24 Hubungan Wye (Y)
Dari gambar di atas dapat diketahui sebagai berikut, Ia = Ib = Ic = IL (ampere) .......................................................(2.29) IL = IPh (ampere) ...................................................................(2.30) Dimana : IL = Arus Line IPh = Arus Phasa Dan, VAB = VBC = VCA = VL-L (volt) VL-L = √3 VPh (volt) ..............................................................(2.31) Dimana : VL-L = Tegangan Line to Line VPh = Tegangan Line to Netral
31
2. Hubungan delta (∆) Hubungan delta ini juga mempunya tiga buah belitan dan masingmasing memiliki rating yang sama.
Gambar 2.25 Hubungan Delta (∆)
Dari gambar di atas dapat diketahui sebagai berikut, Ia = Ib = Ic = IL (ampere) .......................................................(2.32) IL = √3 IPh (ampere) ..............................................................(2.33) Dimana : IL = Arus Line IPh = Arus Phasa Dan, VAB = VBC = VCA = VL-L (volt) ............................................(2.34) VL-L = VPh (volt) ...................................................................(2.35) Dimana : VL-L = Tegangan Line to Line VPh = Tegangan Phasa
32
2.7.4
Jenis-jenis Hubungan Belitan Transformator Tiga Phasa Pada transformator tiga phasa terdapat dua hubungan belitan utama yaitu
hubungan delta dan hubungan bintang dengan konfigurasi Y – Y, Y - ∆, ∆ - Y, ∆ - ∆, bahkan untuk kasus tertentu belitan sekunder dapat dihubungkan secara berliku-liku (zig-zag), sehingga diperoleh kombinasi ∆ - Z dan Y – Z. Hubungan zig-zag (Z) merupakan sambungan bintang “istimewa”, hubungan ini dibuat dengan menambahkan kumparan yang dihubungkan secara segitiga pada kumparan sekunder yang dihubungkan secara bintang. Berikut ini pembahasan hubungan transformator tiga phasa secara umum.
1. Hubungan Wye – Wye (Y – Y) Hubungan ini ekonomis digunakan untuk melayani beban yang kecil dengan transformasi yang tinggi. Hubungan Y – Y pada transformator tiga phasa dapat dilihat pada Gambar 2.26 berikut ini.
Gambar 2.26 Transformator Hubungan Y – Y
33
Pada hubungan Y – Y , tegangan primer pada masing-masing phasa adalah : VφP = VLP / √3 .......................................................................(2.36) Tegangan phasa primer sebanding dengan tegangan phasa sekunder dan perbandingan belitan transforamtor. Maka diperoleh perbandingan tegangan pada transformator adalah : √ √
.............................................................(2.37)
2. Hubungan Wye – Delata (Y – ∆) Digunakan sebagai penaik tegangan untuk sistem tegangan tinggi. Hubungan Y - ∆ pada transforamator tiga phasa dapat dilihat pada Gambar 2.27 berikut ini.
Gambar 2.27 Transformator Hubungan Y – ∆
34
Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sebanding dengan tegangan phasa primer VLP = √3 VθP dan tegangan kawat ke kawat sekunder sama dengan tegangan phasa VLS = VθS. Sehingga diperoleh perbandingan tegangan pada hubungan ini adalah sebagai berikut : √
√3
......................................................(2.38)
3. Hubungan Delta – Wye (∆ - Y) Umumnya digunakan untuk menurunkan tegangan dari tegangan transmisi ke tegangan rendah. Hubungan ∆ - Y pada transformator tiga phasa ditunjukan pada Gambar 2.27 di bawah ini.
Gambar 2.28 Transformator Hubungan ∆ - Y
35
Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sama dengan tegangan phasa primer VLP = VФP dan tegangan sisi sekunder VLS
= √3VφS. Maka perbandingan tegangan pada hubungan ini
adalah: √
√
.............................................................(2.39)
4. Hubungan Delta – Wye (∆ - ∆) Hubungan ∆ - ∆ ini pada transformator tiga phasa ditunjukan pada Gambar 2.28 berikut :
Gambar 2.29 Transformator Hubungan ∆ - ∆ Pada hubungan ini, tegangan kawat ke kawat dan tegangan phasa sama untuk primer dan sekunder transformator VAB =VBC =VAC =VLN. maka hubungan tegangan primer dan sekunder transformator adalah sebagai berikut :
36
VL-L = VL-N (volt) .................................................................(2.40) VAB = VBC = VAC ................................................................(2.41) Dimana VL-L = Tegangan Line to line VL-N = Tegangan Line to netral Sedangkan arus pada transformator tiga phasa hubungan delta dapat dituliskan sebagai berikut : IL = √3 IP (ampere) ...............................................................(2.42) Dimana IL = Arus line, IP = Arus Phasa 2.7.5
Vektor Group Selain dibagi atas berbagai hubungan di atas, hubungan tersebut masih
dibagi lagi menjadi beberapa jenis, sesuai dengan besarnya pergeseran phasa, yang dikenal dengan bilangan jam. Adapun pembagian goup / kelompoknya adalah
bedasarkan
penunjukan
jarum
jam
dari
pengolompokannya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.30 Bilangan jam
vektornya,
contoh
37
Ketentuan-ketentuan
dalam
penentuan
angka
jam
vektor
grup
transformator antara lain : 1. Ketiga phasa tegangan dianggap berselisih 120o 2. Setiap belitan pada kaki transformator yang sama dianggap mempunyai arah belitan yang sama. 3. Tegangan belitan tegangan tinggi vektornya dianggap merupakan jarum panjang dan tegangan rendah merupakan jarum pendek dari sebuah jam. 4. Pembacaan angka jam harus dari penamaan seupa.
Bilamana kita meninjau hubungan belitan transformator tiga phasa maka akan dapat digambarkan diagram vektornya seperti Gambar 2.31 dan Gambar 2.32 berikut ini.
Gambar 2.31 Vektor Group Dyn5
38
Gambar 2.32 Vektor Group Yzn5