BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA
3.1
Sistem Proteksi Pada Transformator Daya
3.1.1 Peralatan Proteksi Jaringan tenaga listrik secara garis besar terdiri dari pusat pembangkit, jaringan transmisi (gardu induk dan saluran transmisi) dan jaringan distribusi. Jaringan tenaga listrik terdiri dari banyak peralatan yang berbeda jenis dan karakteristik dan secara fisik dipisahkan oleh pemutus tenaga (PMT) seperti pada Gambar 3.1 PMT berfungsi untuk memisahkan/menghubungkan satu bagian jaringan dengan bagian lain, baik jaringan dalam keadaan normal maupun dalam keadaan terganggu. Bagian-bagian jaringan tersebut dapat terdiri dari satu PMT atau lebih.
Gambar 3.1 Jaringan sistem tenaga listrik 28
29
Dalam usaha untuk meningkatkan keandalan penyediaan energi listrik, kebutuhan sistem proteksi yang memadai tidak dapat dihindarkan. Sistem proteksi terdiri dari peralatan CT, PT, PMT, Catu daya dc/ac, relai proteksi, teleproteksi yang diintegrasikan dalam suatu rangkaian wiring. Disamping itu diperlukan juga peralatan pendukung untuk kemudahan operasi dan evaluasi seperti sistem recorder, sistem scada dan indikasi relai (annunciator). Fungsi peralatan proteksi adalah untuk mengidentifikasi gangguan dan memisahkan bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang masih sehat serta sekaligus mengamankan bagian yang masih sehat dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar.
3.1.1
Gangguan Sistem dan Non Sistem Jaringan tenaga listrik yang terganggu harus dapat segera diketahui dan
dipisahkan dari bagian jaringan lainnya secepat mungkin dengan maksud agar kerugian yang lebih besar dapat dihindarkan. Gangguan pada jaringan tenaga listrik dapat terjadi di pembangkit, di jaringan transmisi atau di jaringan distribusi.
3.1.2.1 Gangguan Sistem Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga listrik (sisi primer) seperti pada generator, transformator, SUTT, SKTT dan lain sebagainya. Gangguan sistem dapat dikelompokkan sebagai gangguan permanen dan gangguan temporer. Gangguan temporer adalah gangguan yang hilang dengan sendirinya bila PMT terbuka, misalnya sambaran petir yang menyebabkan flash
30
over pada isolator SUTT. Pada keadaan ini PMT dapat segera dimasukan kembali, secara manual atau otomatis dengan Auto Recloser. Gangguan permanen adalah gangguan yang tidak hilang dengan sendirinya, sedangkan untuk pemulihan diperlukan perbaikan, misalnya kawat SUTT putus. Gangguan sistem dapat bersifat controllable (dalam pengendalian O&M) dan uncontrollable (diluar pengendalian O&M).
3.1.2.2 Gangguan Non Sistem PMT terbuka tidak selalu disebabkan oleh terjadinya gangguan pada sistem, dapat saja PMT terbuka oleh karena relai yang bekerja sendiri atau kabel kontrol yang terluka atau oleh sebab interferensi dan lain sebagainya. Gangguan seperti ini disebut gangguan bukan pada sistem, selanjutnya disebut gangguan non–sistem (sisi sekunder). Jenis gangguan non-sistem antara lain : •
kerusakan komponen relai,
•
kabel kontrol terhubung singkat,
•
interferensi / induksi pada kabel kontrol.
3.2 Fungsi Utama Sistem Proteksi Fungsi utama sistem proteksi dengan menggunakan relai adalah untuk mengidentifikasikan gangguan dan memisahkan bagian jaringan yang terganggu dan bagian lain yang tidak terganggu, serta sekaligus mengamankan bagian yang tidak terganggu dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar. Untuk itu dalam sistem tenaga listrik alat-alat proteksi harus digunakan untuk mengurangi
31
kerusakan komponen-komponen listrik pada sistem tenaga listrik. Selain relai alat-alat paroteksi di sistem tenaga listrik diantaranya adalah PMT, arrester, dan fuse, dimana alat-alat proteksi ini sangatlah penting dalam mengamankan suatu sistem tenaga listrik dari gangguan agar tenaga listrik dapat disalurkan ke pelanggan dengan lancar.
3.3 Relai Proteksi Pada Transformator Daya 3.3.1 Definisi Relai Proteksi Tujuan utama dari sistem tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik yang mempunyai mutu dan kehandalan yang tinggi dan ketika terjadi gangguan dapat meminimalkan akibat dari gangguan tersebut, seperti kehilangan daya, tegangan turun dan tegangan lebih. Karena gangguan tidak dapat dihindari maka untuk mencegahnya atau mengurangi akibat dari gangguan tersebut digunakan relai pengaman. Definisi relai proteksi menurut The Institute Of Electrical And Electronic Engineering (IEEE) adalah suatu peralatan elektrik yang didesain untuk mengartikan kondisi masukan pada keadaan tertentu, setelah kondisi tersebut dispesifikasikan, yang ditujukan untuk memberi respon yang dapat menyebabkan pengoperasian kontak didalam suatu kesatuan rangkaian listrik. Kondisi masukan biasanya berupa sinyal listrik, mekanik, atau besaran lainnya. Komponen
dari
relai
dapat
berupa
electromechanic,
solid
state/electrostatic dan digital numeric. Pada awalnya relai yang digunakan menggunakan tipe elektromekanik lalu beralih ke tipe elektrostatik dan sekarang menggunakan teknologi relai digital numerik.
32
Relai elektrostatik dan digital numerik digunakan dalam tegangan yang rendah, relai ini memiliki keuntungan dibanding jenis elektromekanik antara lain keakuratan waktu, kepekaan frekuensi dan sistem logika pemecahan terhadap masalah yang rumit. Sedangkan relai elektromekanik memiliki kekurangan antara lain kurang akurat, sensitif dan sulit untuk dites dan dirawat.
Gambar 3.2 Blok Diagram Relai
Selain relai proteksi digunakan peralatan-peralatan pendukung yang dapat membebaskan sistem dari bagian yang terganggu, antara lain : 1. Trafo Arus (CT) dan/atau Trafo Tegangan (PT) yaitu untuk meneruskan arus dan/atau tegangan dengan perbandingan tertentu dari kumparan primer ke kumparan sekunder. 2. Pemutus Tenaga (PMT) yaitu sebagai pemutus arus gangguan di dalam sirkit tenaga atau untuk melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing). PMT menerima perintah untuk membuka (sinyal trip) dari relai proteksi. 3. Battre (aki) yaitu sebagai sumber tenaga untuk mentrip PMT dan catu daya untuk relai utama dan relai bantu.
33
Keterangan : PMS
= Pemisah
PMT
= Pemutus tenaga
R
= Relai
PT
= Trafo Tegangan
CT
= Trafo Arus
TC
= Trip Coil
F
= Fuse
B
= Battre
Gambar 3.3. Hubungan Komponen Sistem Proteksi
Relai menggunakan besaran listrik yang dihubungkan dengan sistem tenaga listrik melalui trafo arus dan/atau trafo tegangan. Peralatan ini memberikan perlindungan dari tegangan yang tinggi pada sistem tenaga listrik dan mengurangi medan magnet pada kumparan sekunder untuk dihubungkan dengan relai.
Gambar 3.4. Hubungan Relai Dalam Sistem Tenaga Listrik Pada gambar diatas dalam kondisi normal PMT menutup dan daya dapat disalurkan, apabila terjadi gangguan maka relai akan merasakan gangguan tersebut melalui trafo arus dan/atau trafo tegangan dan akan memberikan sinyal kepada PMT untuk membuka dengan bantuan battre, sehingga penyaluran daya terhenti.
34 PMT harus dapat segera membuka apabila mendapat sinyal dari relai untuk membuka, kejadian ini harus berlangsung dalam waktu yang sangat singkat untuk mengurangi akibat dari gangguan tersebut.
3.3.2 Fungsi Relai Proteksi Relai proteksi mempunyai fungsi antara lain : 1. Mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal lainnya pada bagian sistem yang diamankannya. 2. Memisahkan bagian yang terganggu dari bagian sistem yang masih beroperasi dengan cara memerintahkan trip kepada PMT yang bersangkutan. 3. Memberitahukan adanya gangguan kepada operator, yaitu dengan cara membunyikan alarm dan menyalakan lampu tanda gangguan. 4. Relai proteksi mutakhir dapat memberi informasi jarak lokasi gangguan dan letak gangguan.
3.3.3 Syarat Utama Relai Pengaman Suatu relai proteksi harus memiliki beberapa syarat-syarat :
1. Kepekaan (Sensitivity) Relay harus mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap besaran
minimal (kritis) sebagaimana direncanakan. Relay harus
dapat bekerja pada awalnya terjadinya gangguan. Oleh karena itu, gangguan lebih mudah diatasi pada awal kejadian. Hal ini memberi
35
keuntungan dimana
kerusakan peralatan yang harus diamankan
menjadi kecil. 2. Keandalan (Reliability) Pada kondisi normal (tidak ada gangguan) relay tidak bekerja.
Jika terjadi gangguan maka relay tidak boleh gagal
bekerja dalam mengatasi gangguan. Kegagalan kerja relay dapat mengakibatkan alat yang diamankan rusak berat atau gangguannya meluas sehingga daerah yang mengalami pemadaman semakin luas. Relay tidak boleh salah kerja, artinya relay yang seharusnya tidak bekerja, tetapi bekerja. Hal ini
menimbulkan pemadaman yang
tidak seharusnya dan menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Keandalan relay pengaman ditentukan dari rancangan, pengerjaan, beban yang digunakan, dan perawatannya. 3. Selektivitas (Selectivity) Selektivitas berarti relay harus mempunyai daya beda (discrimination), sehingga mampu dengan tepat memilih bagian yang
terkena gangguan. Kemudian relay bertugas mengamankan
peralatan.
Relay mendeteksi adanya gangguan dan memberikan
perintah untuk membuka pemutus tenaga dan memisahkan bagian yang terganggu.
Bagian yang tidak terganggu jangan sampai
dilepas dan masih beroperasi secara normal, sehingga tidak terjadi pemutusan pelayanan. Jika terjadi pemutusan hanya terbatas pada daerah yang terganggu.
36
4. Kecepatan Kerja Relay pengaman harus dapat bekerja dengan cepat. Jika ada gangguan, misalnya isolasi bocor akibat adanya gangguan tegangan lebih terlalu lama sehingga peralatan listrik yang diamankan dapat mengalami kerusakan. Namun demikian, relay tidak boleh bekerja terlalu cepat (kurang dari 10 ms). Disamping itu, waktu kerja relay tidak boleh melampaui waktu penyelesaian kritis (critical clearing time). Pada
sistem yang besar atau luas, kecepatan kerja relay
pengaman mutlak diperlukan karena untuk menjaga kestabilan sistem agar tidak terganggu. Hal ini untuk mencegah relay salah kerja karena transient akibat surja petir
5. Ekonomis Satu hal yang harus diperhatikan sebagai persyaratan relay pengaman adalah masalah harga atau biaya. Relay tidak akan diaplikasikan dalam sistem tenaga listrik, jika harganya sangat mahal.
Persyaratan reliabilitas, sensitivitas, selektivitas dan
kecepatan kerja relay hendaknya tidak menyebabkan harga relay tersebut menjadi mahal.
3.3.4 Tipe Proteksi Ada kemungkinan suatu sistem proteksi gagal bekerja karena kegagalan komponennya. Misalnya kegagalan/kelemahan battre, terputusnya rangkaian trip, gangguan pada PMT, kerusakan relai dsb. Oleh karena itu sistem harus dilengkapi
37
oleh proteksi utama (main protection) dan proteksi cadangan (backup protection), dimana setiap tipe ini mempunyai fungsi dan cara kerja masing-masing : 1. Proteksi Utama Proteksi utama adalah proteksi yang akan bekerja pertama dan membebaskan gangguan pada bagian yang diamankan secepat mungkin. Keandalan yang dijaga 100 % tidak hanya dari skema proteksi tetapi juga dari CT, PT dan PMT. Selain itu sistem proteksi tidak dapat dijamin dengan hanya pemasangan proteksi utama saja, oleh karena itu diperlukan suatu proteksi cadangan. 2. Proteksi Cadangan Proteksi Cadangan ini akan bekerja, jika proteksi utama gagal bekerja. Pengaman cadangan dibagi menjadi : •
Pengaman Cadangan Lokal (Local Back up)
•
Pengaman Cadangan Jarak Jauh (Remote Back up)
•
Pengaman Kegagalan PMT (CB Failure Protection) Pengaman cadangan lokal terletak ditempat yang sama dengan
pengaman utamanya, sedangkan pengaman cadangan jarak jauh terletak di seksi sebelah hulunya. Suatu relai dapat berfungsi ganda yaitu sebagai pengaman bagi seksinya sendiri dan sekaligus sebagai pengaman cadangan jauh bagi seksi berikutnya. Dalam hal ini pasti terjadi tumpang tindih (overlapping) antara daerah pengaman utama dengan daerah pengaman cadangan pada seksi yang sama atau dengan seksi sebelah hulunya.
38
Hal ini berarti gangguan yang terjadi pada daerah pengaman utama akan dideteksi baik oleh pengaman utama maupun pengaman cadangannya. Untuk menghindari terpisahnya kedua seksi secara bersamaan, maka pengaman cadangan diberi waktu tunda (time delay). PMT dapat gagal bekerja, misalnya karena lemahnya battere, terputusnya rangkaian trip, gangguan mekanis pada PMT, atau kegagalan dalam memutuskan arus meskipun kontaknya sudah bergerak kearah membuka. Pengaman kegagalan PMT mendeteksi arus gangguan pada PMT yang seharusnya sudah terbuka. Jika arus masih ada, yang berarti terjadi kegagalan PMT, pengaman kegagalan PMT ini mentrip semua PMT terdekat disebelah hulunya yang mensuplai arus gangguan. Cara mendeteksi kegagalan PMT dapat dilakukan oleh relai arus lebih yang mendeteksi masih adanya arus setelah PMT tersebut ditrip oleh relai proteksinya. Jadi pengaman kegagalan PMT ini baru bisa bekerja setelah menerima sinyal trip dari relai proteksinya untuk start. Jika relai pengaman utama dan pengaman cadangan lokalnya gagal, pengaman kegagalan PMT ini juga akan lumpuh karena sinyal trip dari relai proteksinya sebagai persyaratan untuk start tidak diterimanya, maka dalam hal ini menjadi tugas relai pengaman cadangan jauh untuk mengamankannya.
39
3.4 Jenis Proteksi Pada Transformator 3.4.1 Current Transformer (CT) Dalam teknik elektro, transformator arus (CT) digunakan untuk pengukuran
arus
listrik.
Current
Transformator,
bersama-sama
dengan
transformator tegangan (VT) (transformator potensial (PT)), dikenal sebagai instrumen transformer. Ketika sedang di sirkuit terlalu tinggi untuk langsung berlaku untuk instrumen pengukuran, sebuah trafo arus menghasilkan penurunan arus akurat sebanding dengan arus dalam rangkaian, yang dapat dengan mudah dihubungkan untuk mengukur dan merekam instrumen. Sebuah trafo arus juga mengisolasi alat pengukur dari apa yang mungkin sangat tegangan tinggi pada sirkuit dipantau. transformator arus umum digunakan pada relay metering dan pelindung dalam industri tenaga listrik. Fungsi Current Transformator (CT) : 1. Memperkecil besaran arus pada sistem tenaga listrik menjadi besaran arus untuk sistem pengukuran. 2. Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer. 3. Standarisasi rating arus untuk peralatan sisi sekunder. Berdasarkan rumus : I1.N1 = I2.N2
=
=
Dimana a =
I1 > I2 sehingga N1 < N2 N1 = jumlah lilitan Primer
40
N2 = jumlah lilitan sekunder CT dalam sistem tenaga listrik digunakan untuk keperluan pengukuran dan proteksi. Perbedaan mendasar pada kedua pemakaian diatas adalah pada kurva magnetisasinya.
Gambar 3.5. Kurva kejenuhan CT untuk pengukuran dan proteksi Untuk pengukuran, memiliki kejenuhan sampai dengan 120 % arus rating tergantung dari kelasnya, hal ini untuk mengamankan meter pada saat gangguan. Untuk proteksi, memiliki kejenuhan cukup tinggi sampai beberapa kali arus rating. Hubungan antara belitan primer dan sekunder membagi jenis CT menjadi tipe bar (batang) dan tipe wound (lingkaran) seperti pada gambar 3.7 dan 3.8
Gambar 3.6. Bar Primary
Gambar 3.7. Wound Primary
41
3.4.1.1 Akurasi Current Transformer (CT) a. Kesalahan rasio CT Kesalahan besaran arus karena perbedaan rasio name plate dengan rasio sebenarnya dinyatakan dalam : % = 100 ( Kn Is – Ip ) / Ip………………………………(3.1) dimana Kn = rating rasio transformer Ip = arus primer actual Is = arus sekunder actual b. Kesalahan Sudut Phasa Akibat pergeseran sudut phasa antara arus sisi primer dengan arus sisi sekunder : •
bernilai positip ( + ) jika Is mendahului Ip,
•
bernilai negatip ( - ) jika Is tertinggal dari Ip.
c. Komposit error Komposit error merupakan nilai rms dari kesalahan trafo dan ditunjukkan oleh persamaan berikut :
3.4.2
Potential Transformer (PT)
Trafo tegangan digunakan untuk menurunkan tegangan sistem dengan perbandingan transformasi tertentu. Transformator Tegangan/Potensial (PT) adalah trafo instrument yang berfungsi untuk merubah tegangan tinggi menjadi tegangan rendah sehingga dapat diukur dengan Volt meter.
42
Prinsip kerja Trafo tegangan, kumparan primernya dihubungkan parallel dengan jaringan yang akan diukur tegangannya. Voltmeter atau kumparan tegangan wattmeter langsung dihubungkan pada sekundernya. Jadi rangkaian sekunder hampir pada kondisi open circuit. Besar arus primernya tergantung pada beban disisi sekunder. Rancangan trafo tegangan ini sama dengan trafo daya stepdown tetapi dengan beban yang sangat ringan. Fungsi Potential Transformer (PT) : -
Memperkecil nilai tegangan pada sistem tenaga listrik menjadi nilai tegangan untuk sistem pengukuran.
-
Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap primer
-
Standarisasi rating tegangan untuk peralatan sisi sekunder
3.4.2.1 Klasifikasi Potential Transformer (PT) Klasifikasi PT dibedakan menurut kontruksi dan pemasangannya, yaitu pasangan dalam dan pasangan luar.
Klasifikasi menurut kontruksinya : •
PT Induktif ( Inductive voltage transformer atau electromagnetic voltage transformer ), yang terdiri dari belitan primer dan belitan sekunder, dan tegangan pada belitan primer akan menginduksikannya ke belitan sekunder melalui core.
•
PT Capasitive (Capasitive Voltage Transformer/CVT), terdiri dari rangkaian kapasitor yang berfungsi sebagai pembagi tegangan tinggi dari trafo pada tegangan menengah yang menginduksikan tegangan ke belitan sekunder melalui media kapasitor.
43
3.5 Relai Differensial Gambar dibawah ini menunjukan prinsip kerja relai diferensial pada transformator : PMT I1
CT1
CT2
I2
PMT
T
I2'
I2"
R Diff
Gambar 3.8 Prinsip Kerja Relai Differensial Arus primer I1 dan I2 dideteksi oleh CT1 dan CT2, dalam keadaan normal atau ada gangguan diluar daerah pengamanannya (diantara dua CT) , arus primer yang lewat di CT1 sama dengan yang lewat di CT2. Jadi kalau kedua trafo arus itu identik (mempunya ratio yang sama), I2’ sama besar dan sefasa dengan I2”, sehingga Diff = 0 dan relai relai tidak akan bekerja. Jika Diff tidak sama dengan nol maka relai akan bekerja. Relai diferensial adalah salah satu relai pengaman utama sistem tenaga listrik yang bekerja seketika tanpa koordinasi relai disekitarnya sehingga waktu kerja dapat dibuat secepat mungkin. Daerah pengamanannya dibatasi oleh pasangan trafo arus dimana relai diferensial dipasang sehingga relai diferensial tidak dapat dijadikan sebagai
44
pengaman cadangan untuk daerah berikutnya. Proteksi relai diferensial bekerja dengan prinsip keseimbangan arus (current balance). Prinsip ini berdasarkan hukum kirchhoff yaitu membandingkan jumlah arus masuk ke primer (Ip) sama dengan jumlah arus yang keluar dari sekunder (IS).
............................(3.2)
Dimana : Id = Arus Diferensial (A) Ip = Arus Sisi Masuk (A) Is = Arus Sisi Keluar (A) Gambar 3.17. menunjukkan relai diferensial dalam keadaan arus normal, dimana Ip dan Is sama besar dan berlawanan arah.
45
Gambar 3.9. Relai Diferensial Saat Arus Normal
Id = Ip + Is = 0 Ampere Idif = IP + IS = 0 Ampere Maka tidak ada tegangan yang melintasi coil relay dan tidak ada arus yang mengalir pada relai tersebut, sehingga relai diferensial tidak bekerja.
3.5.1
Gangguan Diluar Daerah yang Dilindungi Pada gangguan diluar (eksternal) daerah proteksi relai diferensial (diluar
kedua trafo arus), relai diferensial tidak akan bekerja, karena Ip dan Is sama besar
46
dan berlawanan arah (Id = Ip + Is = 0 Ampere, Idif = IP + IS = 0 Ampere), seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.18. berikut.
Gambar 3.10. Relai Diferensial Saat Gangguan Eksternal
3.5.2 Gangguan Didalam Daerah yang Dilindungi Untuk gangguan didalam (internal) daerah proteksi relai diferensial (diantara kedua trafo arus), Ip dan Is searah. Id = Ip + Is > 0 Ampere Idif = IP + IS > 0 Ampere
47
Karena arus akan menuju titik gangguan, sehingga relai diferensial akan bekerja, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.19
Gambar 3.11. Relai Diferensial Saat Gangguan Internal Pada saat ada arus yang mengalir lewat relai, maka relai akan mengirim sinyal pada lock out relay. Sinyal ini akan di teruskan ke C/S dan memerintahkannya untuk lock out sehingga aliran energi listrik terputus, maka transformator tenaga yang diamankan bebas dari pengaruh gangguan yang ada.
48
3.5.3 Setting Relai Differensial Prinsip dasar untuk penyetelan relai differensial dapat ditinjau dari beberapa hal, antara lain adalah : 1. Pemilihan perbandingan ratio dari CT utama 2. Menghitung besar arus sekunder CT utama 3. Pemilihan tap dari trafo arus pembantu (ACT)
Rumus untuk menghitung arus primer dan arus sekunder dari transformator daya adalah sebagai berikut : I=
√
........................................(3.3)
Dimana : I : arus primer atau sekunder transformator daya (A) S : Kapasitas Transformator (MVA) Tegangan sistem
: Tegangan antar fasa sisi primer atau sekunder Transformator daya (kV)
3.5.3.1 Pemilihan Ratio CT Pemilihan CT disesuaikan dengan alat ukur dan proteksi. Pemilihan CT dengan kualitas baik akan memberikan perlindungan sistem yang baik pula. Relai diferensial sangat tergantung terhadap karakteristik CT. Jika karakteristik CT bekerja dengan baik, maka sistem akan terlindungi oleh relai diferensial ini secara optimal. CT ditempatkan dikedua sisi peralatan yang akan diamankan (transformator tenaga), seperti pada gambar 3.16
49
Rumus untuk menghitung arus sekunder dari trafo arus (CT) pada sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah adalah sebagai berikut : I1 =
I2 =
……………………….(3.4)
………………………..(3.5)
Dimana : I1 : Arus sekunder dari CT pada sisi tegangan tinggi (A) I2 : Arus sekunder dari CT pada sisi tegangan rendah (A) IH : Arus pada sisi tegangan tinggi (A) IL : Arus pada sisi tegangan rendah (A) n : Ratio dari CT Rumus untuk menghitung tap belitan sekunder dari trafo pada sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah adalah sebagai berikut : TS = Penjumlahan tap kumparan primer ………………..(3.6) Rumus untuk menghitung tap belitan primer dari trafo pada sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah adalah sebagai berikut : TPH=
TPL=
√
x TS…………………(3.7)
√
x TS…………………(3.8)
Dimana : TPH : Tap belitan primer pada sisi tegangan tinggi TPL : Tap belitan primer pada sisi tegangan rendah In
: Arus nominal relai differensial
I1
: Arus sekunder dari CT pada sisi tegangan tinggi (A)
50
I2 TS
: Arus sekunder dari CT pada sisi tegangan rendah (A) : Penjumlahan tap kumparan primer
Rumus untuk menghitung arus pada tap tertinggi pada sisi tegangan tinggi dan pada sisi tegangan rendah adalah sebagai berikut :
………….(3.9)
………….(3.10)
ITP18 =
√
ITS18 =
√
Dimana : S : Kapasitas Transformator (MVA) ITP18 : Tap tertinggi pada sisi tegangan tinggi (A) ITS18 : Tap tertinggi pada sisi tegangan rendah (A) VTP18: Tegangan tertinggi pada sisi tegangan tinggi (kV) VTS18: Tegangan tertinggi pada sisi tegangan rendah(kV) Xt : reaktansi Rumus untuk menghitung arus sekunder CT pada sisi tap tertinggi sisi tegangan tinggi dan tap tertinggi pada sisi tegangan rendah adalah sebagai berikut : ITP18S =
ITS18S =
……………..(3.11)
……………..(3.12)
Dimana : ITP18S : Arus tap tertinggi sekunder pada sisi tegangan tinggi (A) ITS18S : Arus tap tertinggi sekunder pada sisi tegangan rendah (A)
51
ITP18 : Arus pada tap tertinggi primer pada sisi tegangan tinggi (A) ITS18 : Arus pada tap tertinggi primer pada sisi tegangan rendah (A) n : Ratio dari CT
3.5.3.2 Tap Auxillary Auxillary CT adalah CT bantu yang berguna untuk menyesuaikan besar arus yang masuk ke relai diferensial akibat proses pergeseran fasa oleh transformator tenaga dan beda tegangan primer dan sekunder transformator tenaga. Untuk pemilihan tap auxillary CT sama dengan CT. Rumus untuk menghitung rasio CT bantu pada sisi tegangan tinggi dan pada sisi tegangan rendah adalah sebagai berikut : RACTH = RACTL =
………………………..(3.13)
………………………...(3.14)
Dimana : RACTH : Rasio CT bantu pada sisi tegangan tinggi (A) RACTL : Rasio CT bantu pada sisi tegangan rendah (A) TSH : Penjumlahan tap kumparan primer pada sisi tegangan tinggi TSL : Penjumlahan tap kumparan primer pada sisi tegangan rendah TPH : Tap belitan primer pada sisi tegangan tinggi TPL : Tap belitan primer pada sisi tegangan rendah Rumus untuk menghitung arus yang keluar dari CT bantu pada sisi tegangan tinggi dan pada sisi tegangan rendah adalah sebagai berikut : IACTH =
x √3……………..(3.15)
52
IACTL =
x √3……………..(3.16)
Dimana : IACTH : Arus yang keluar dari CT bantu pada sisi tegangan tinggi (A) IACTL : Arus yang keluar dari CT bantu pada sisi tegangan rendah (A) ITP18S : Arus tap tertinggi sekunder pada sisi tegangan tinggi (A) ITS18S : Arus tap tertinggi sekunder pada sisi tegangan rendah (A) RACTH : Rasio CT bantu pada sisi tegangan tinggi (A) RACTL : Rasio CT bantu pada sisi tegangan rendah (A)
Rumus untuk menghitung persentase bias differensial
adalah sebagai
berikut : %S = !
" #$%&'(#$%&) *
! x 100………………..(3.17)
Dimana : %S : persentase bias differensial IACTH : Arus yang keluar dari CT bantu pada sisi tegangan tinggi (A) IACTL : Arus yang keluar dari CT bantu pada sisi tegangan rendah (A)