BAB II TINJAUAN UMUM UNITED NATIONS CONVENTIONAGAINSTCORRUPTION (UNCAC) A. Latar belakang dibentuknya United Nations Convention Againt Corruptions (UNCAC) Korupsi memperlemah lembaga-lembaga demokratis, menghambat pembangunan
ekonomi
dan
memberikan
kontribusi
kepada
pemerintah
ketidakstabilan. Korupsi serangan dasar lembaga-lembaga demokratis dengan mendistorsi proses pemilihan, menyesatkan aturan hukum, dan menciptakan birokrasi yang hanya Quagmire alasan hidup adalah meminta suap. Pembangunan ekonomi terhambat karena investasi langsung di luar berkecil hati dan usaha kecil di dalam negeri sering menemukan mustahil untuk mengatasi "biaya awal" diperlukan karena korupsi. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (LNCAC) menciptakan kesempatan untuk mengembangkan bahasa global tentang korupsi dan strategi pelaksanaan yang koheren. Sebuah banyak anti-korupsi internasional pedanjian ada, namun pelaksanaannya telah merata dan hanya sedikit yang sukses. The UNCAC memberikan kesempatan masyarakat global untuk mengatasi kelemahan kedua. dan mulai membangun set yang efektif standar efektif strategi anti-korupsi. Program Global Melawan Korupsi (GPAC) adalah sebuah katalis dan
34
35
sumber daya untuk membantu negara-negara secara efektif melaksanakan ketentuan Konvensi P1313 melawan Korupsi.1 The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) secara komprehensif telah membuat kerangka kerja yang berkesinambungan memerangi korupsi secara global. Hal ini telah ditetapkan pada Conference of State Parties (Ist CoSP) UNCAC di Yordania bulan Desember 2006. Pada saat itu telah diletakan pondasi yang kuat untuk meraih kesuksesan dalam memerangi korupsi dimasa yang akan datang. Merupakan saat yang penting untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang bebas korupsi dan sikap masyarakat yang anti korupsi. Sehingga terdapat beberapa ajakan yang populer melalui stiker pada konferensi ini antara lain:"CORRUPTION YOUR NO COUNTS" "YOU CAN STOP CORRUPTION" Dalam hal ini UNCAC bersama-sama mengajak seluruh negara untuk melawan korupsi. UNCAC memperkenalkan, memerangi atau melawan korupsi tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga melibatkan masyarakat (civil society). Dalam hal ini pemerintah harus memberdayakan masyarakat secara aktif berpartisipasi memerangi korupsi. Agenda Konferensi UNCAC kedua ini lebih menitikberatkan pada 4 aspek yaitu:
1
Alber USada, Sinergi Global antara UNCAC dan UNDOC sebagai Respon terhadap Masalah Korupsi Global, www.unodc.org / LTNODC / en / korupsi / index.html diakses 23
36
1. Review of Implementation of the UNCAC Seluruh delegasi sepakat bahwa korupsi merupakan fenomena atau epidemi yang sangat berbahaya baik terhadap kehidupan sosial masyarakat maupun perekonomian suatu negara. Oleh karena itu harus dicegah dan diberantas melalui preventive measures dan criminalization measures. 2. Asset Recovery Kegiatan dilakukan dalam bentuk Workshop yang dibuka oleh HE. Andi Mattalata, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Kegiatan ini lebih diutamakan untuk berbagi pengalaman dan permasalahan yang dihadapi negara peserta. bcrkaitan dengan Mutual Legal 4ssistance (MLA). Kemudian diskusi mengenai pengalaman beberapa negara yang telah sukses melakukan asset recovery seperti Kuwait, Indonesia, Afrika Selatan, Swiss dan Amerika Serikat. Berkaitan dengan asset recovery, terjadi ketidaksepakatan negara maju dengan negara berkembang khususnya berkaitan dengan pembentukan kelompok ahli konsultasi dalam rangka asset recovery. Negara maju menginginkan difokuskan pada capacity building programs for officials from developing countries. Sementara negara berkembang berpendapat bahwa pengembangan capacity memang baik untuk masa datang, tapi saat ini negara berkembang maunya real action to recover asset mereka yang sudah dilarikan oleh koruptor dan ditempatkan di negara-negara maju. Permasalahan timbul karena ada
37
perbedaan hukum di tiap negara, oleh karena itu diharapkan MLA berperan secara efektif untuk menjembatani usaha asset recovery tersebut. Technical Assistance Hasil konferensi mengidentifikasi 4 prioritas yang berkaitan dengan: a. Prevention of corruption b. Criminalization and law enforcement c. International cooperation d. Asset recovery Pada umumnya peserta memerlukan adanya technical assistance tersebut, dengan menjelaskan jenis technical assistance yang diminta dan menentukan formulanya. Special events : Kegiatan ini dirancang dalam bentuk: a. Artists for Integrity b. Round table on corruption and development c. Forum for Parliamentarians d. Business coalition: The UNCAC as a new market force e. Peer-to-peer media forum : covering corruption with integrity f. Bribery of official public international organizations g. Ministerial round table on the Stolen Asset Recovery2
2
Konferensi UNCAC-2 di Bali, www.bphp.go.id. diakses 23 November 2009
38
B. Konvensi Anti Korupsi PBB dan Negara-negara yang Meratifikasi UNCAC Tanggal berlaku: 14 Desember 2005, sesuai dengan. pasal 68 (1) yang berbunyi sebagai berikut: " 1. Konvensi ini akan mulai berlaku pada hari kesembilan pulub setelah. tanggal penyimpanan dari tiga puluh instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi. Untuk tujuan ayat ini, setiap instrumen disimpan oleh organisasi integrasi ekonomi regional tidak akan dihitung sebagai tambahan kepada orang-orang disetor oleh negara-negara anggota organisasi tersebut. 2. Bagi setiap Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional yang meratifikasi, menerima, menyetujui atau aksesi pada Konvensi ini setelah disimpannya instrumen ketiga puluh tindakan tersebut, Konvensi ini akan mulai berlaku pada hari ketigapuluh setelah tanggal deposit oleh Negara, atau organisasi seperti dari instrumen yang relevan atau pada tanggal masuk Konvensi ini mulai berlaku sesuai dengan ayat I pasal ini, mana yang kemudian. "Status: penandatangan: 140, Pihak: 143. Teks: Dok. A/58/422. A/58/422. Konvensi ini diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 31 Oktober 2003 di Markas Besar PBB di New York. Itu akan terbuka bagi semua Negara untuk tanda tangan 9-11 Desember 2003 di Merida, Meksiko, dan setelah itu di Markas Besar PBB di New York sampai 9 Desember 2005, sesuai dengan pasal 67 (1) dari Konvensi ini. (2). Konvensi juga harus terbuka untuk ditandatangani oleh organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional dengan ketentuan bahwa sekurang-kurangnya satu Negara anggota organisasi semacam itu telah menandatangani Konvensi ini sesuai dengan pasal 67(2).
39
Negara-negara yang meratifikasi United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC)
Signature
Ratification, Acceptance (A), Approval (AA), Accession (a), Succession (d)
Afghanistan
20 Feb 2004
25 Aug 2008
Albania
18 Dec 2003
25 May 2006
Algeria
9 Dec 2003
25 Aug 2004
Angola
10 Dec 2003
29 Aug 2006
Country
Antigua and Barbuda
21 Jun 2006 a
Argentina
10 Dec 2003
28 Aug 2006
Armenia
19 May 2005
8 Mar 2007
Australia
9 Dec 2003
7 Dec 2005
Austria
10 Dec 2003
11 Jan 2006
Azerbaijan
27 Feb 2004
1 Nov 2005
Bahamas Bahrain
10 Jan 2008 a 8 Feb 2005
Bangladesh
27 Feb 2007 a
Barbados
10 Dec 2003
Belarus
28 Apr 2004
17 Feb 2005
Belgium
10 Dec 2003
25 Sep 2008
Benin
10 Dec 2003
14 Oct 2004
Bhutan
15 Sep 2005
Bolivia
9 Dec 2003
5 Dec 2005
Bosnia and Herzegovina
16 Sep 2005
26 Oct 2006
Brazil
9 Dec 2003
15 Jun 2005
Brunei Darussalam
11 Dec 2003
2 Dec 2008
Bulgaria
10 Dec 2003
20 Sep 2006
Burkina Faso
10 Dec 2003
10 Oct 2006
Burundi
10 Mar 2006 a
Cambodia
5 Sep 2007 a
Cameroon
10 Dec 2003
6 Feb 2006
Canada
21 May 2004
2 Oct 2007
40
Cape Verde
9 Dec 2003
23 April 2008
Central African Republic
11 Feb 2004
6 Oct 2006
Chile
11 Dec 2003
13 Sep 2006
10 Dec 2003
13 Jan 2006
Colombia
10 Dec 2003
27 Oct 2006
Comoros
10 Dec 2003
China
1
Congo
13 Jul 2006 a
Costa Rica
10 Dec 2003
Côte d'Ivoire
10 Dec 2003
Croatia
10 Dec 2003
24 Apr 2005
Cuba
9 Dec 2005
9 Feb 2007
Cyprus
9 Dec 2003
23 Feb 2009
Czech Republic
22 Apr 2005
Denmark 2
10 Dec 2003
26 Dec 2006
Djibouti
17 Jun 2004
20 Apr 2005
Dominican Republic
10 Dec 2003
26 Oct 2006
Ecuador
10 Dec 2003
15 Sep 2005
Egypt
9 Dec 2003
25 Feb 2005
El Salvador
10 Dec 2003
1 Jul 2004
Ethiopia
10 Dec 2003
26 Nov 2007
European Community
15 Sep 2005
12 Nov 2008 AA
Fiji
21 Mar 2007
14 May 2008 a
Finland
9 Dec 2003
20 Jun 2006 A
France
9 Dec 2003
11 Jul 2005
Gabon
10 Dec 2003
1 Oct 2007
Georgia
4 Nov 2008 a
Germany
9 Dec 2003
Ghana
9 Dec 2004
27 Jun 2007
Greece
10 Dec 2003
17 Sep 2008
Guatemala
9 Dec 2003
3 Nov 2006
Guinea
15 Jul 2005
Guinea-Bissau
10 Sep 2007 a
Guyana
16 Apr 2008 a
41
Haiti
10 Dec 2003
14 Sep 2009
Honduras
17 May 2004
23 May 2005
Hungary
10 Dec 2003
19 Apr 2005
India
9 Dec 2005
Indonesia
18 Dec 2003
19 Sep 2006
Iran (Islamic Republic of)
9 Dec 2003
20 Apr 2009
Iraq
17 Mar 2008 a
Ireland
9 Dec 2003
Israel
29 Nov 2005
4 Feb 2009
Italy
9 Dec 2003
5 Oct 2009
Jamaica
16 Sep 2005
5 Mar 2008
Japan
9 Dec 2003
Jordan
9 Dec 2003
Kazakhstan
24 Feb 2005 18 Jun 2008 a
Kenya
9 Dec 2003
9 Dec 2003
Kuwait
9 Dec 2003
16 Feb 2007
Kyrgyzstan
10 Dec 2003
16 Sep 2005
Lao People's Democratic Republic
10 Dec 2003
25 Sep 2009
Latvia
19 May 2005
4 Jan 2006
Lebanon
Lesotho
22 Apr 2009 a
16 Sep 2005
Liberia
16 Sep 2005 16 Sep 2005 a
Libyan Arab Jamahiriya
23 Dec 2003
Liechtenstein
10 Dec 2003
Lithuania
10 Dec 2003
21 Dec 2006
Luxembourg
10 Dec 2003
6 Nov 2007
Madagascar
10 Dec 2003
22 Sep 2004
Malawi
21 Sep 2004
4 Dec 2007
Malaysia
9 Dec 2003
24 Sep 2008
Maldives
7 Jun 2005
22 Mar 2007 a
Mali
9 Dec 2003
18 Apr 2008
Malta
12 May 2005
11 Apr 2008
Mauritania
25 Oct 2006 a
42
Mauritius
9 Dec 2003
15 Dec 2004
Mexico
9 Dec 2003
20 Jul 2004
Moldova
28 Sep 2004
1 Oct 2007
29 Apr 2005
11 Jan 2006
Mongolia Montenegro
3
23 Oct 2006 d
Morocco
9 Dec 2003
9 May 2007
Mozambique
25 May 2004
9 Apr 2008
Myanmar
2 Dec 2005
Namibia
9 Dec 2003
Nepal
10 Dec 2003 4
10 Dec 2003
New Zealand
10 Dec 2003
Nicaragua
10 Dec 2003
Netherlands
3 Aug 2004
Niger
31 Oct 2006 A 15 Feb 2006 11 Aug 2008 a
Nigeria
9 Dec 2003
14 Dec 2004
Norway
9 Dec 2003
29 Jun 2006
Pakistan
9 Dec 2003
31 Aug 2007
Palau
24 Mar 2009 a
Panama
10 Dec 2003
23 Sep 2005
Papua New Guinea
22 Dec 2004
16 Jul 2007
Paraguay
9 Dec 2003
1 Jun 2005
Peru
10 Dec 2003
16 Nov 2004
Philippines
9 Dec 2003
8 Nov 2006
Poland
10 Dec 2003
15 Sep 2006
Portugal
11 Dec 2003
28 Sep 2007
Qatar
1 Dec 2005
30 Jan 2007
Republic of Korea
10 Dec 2003
27 Mar 2008
Romania
9 Dec 2003
2 Nov 2004
Russian Federation
9 Dec 2003
9 May 2006
Rwanda
30 Nov 2004
4 Oct 2006
Sao Tome and Principe
8 Dec 2005
12 Apr 2006
Saudi Arabia
9 Jan 2004
Senegal
9 Dec 2003
16 Nov 2005
43
Serbia
11 Dec 2003
20 Dec 2005
Seychelles
27 Feb 2004
16 Mar 2006
Sierra Leone
9 Dec 2003
30 Sep 2004
Singapore
11 Nov 2005
06 Nov 2009
Slovakia
9 Dec 2003
1 Jun 2006
Slovenia
1 Apr 2008 a
South Africa
9 Dec 2003
22 Nov 2004
Spain
16 Sep 2005
19 Jun 2006
Sri Lanka
15 Mar 2004
31 Mar 2004
Sudan
14 Jan 2005
Swaziland
15 Sep 2005
Sweden
9 Dec 2003
25 Sep 2007
Switzerland
10 Dec 2003
24 Sep 2009
Syrian Arab Republic
9 Dec 2003
Tajikistan
25 Sep 2006 a
Thailand
9 Dec 2003
The Former Yugoslav Republic of Macedonia
18 Aug 2005
13 Apr 2007
Timor-Leste
10 Dec 2003
27 Mar 2009
Togo
10 Dec 2003
6 Jul 2005
Trinidad and Tobago
11 Dec 2003
31 May 2006
Tunisia
30 Mar 2004
23 Sep 2008
Turkey
10 Dec 2003
9 Nov 2006
Turkmenistan
28 Mar 2005 a
Uganda
9 Dec 2003
9 Sep 2004
Ukraine
11 Dec 2003
02 Dec 2009
United Arab Emirates
10 Aug 2005
22 Feb 2006
United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland 5
9 Dec 2003
9 Feb 2006
United Republic of Tanzania
9 Dec 2003
25 May 2005
United States of America
9 Dec 2003
30 Oct 2006
Uruguay
9 Dec 2003
10 Jan 2007
Uzbekistan
Venezuela (Bolivarian
29 Jul 2008 a
10 Dec 2003
2 Feb 2009
44
Republic of) Viet Nam
10 Dec 2003
19 Aug 2009
Yemen
11 Dec 2003
7 Nov 2005
Zambia
11 Dec 2003
7 Dec 2007
Zimbabwe
20 Feb 2004
8 Mar 2007
Sumber: http://unodc.org
C. Garis Besar Program
United Nations Convention Againts Corruption
(UNCAC) 1. Pencegahan Korupsi dapat dituntut setelah fakta, tapi pertama-tama dan terutama, itu membutuhkan pencegahan. Satu bab dari Konvensi ini didedikasikan untuk pencegahan, dengan langkah-langkah baik diarahkan pada sektor publik dan swasta. Ini termasuk model kebijakan preventif, seperti pembentukan badan-badan anti korupsi dan peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye pemilihan dan partai politik. Negara harus berusaha untuk memastikan bahwa pelayanan publik mereka tunduk pada pengamanan yang mendorong efisiensi, transparansi dan rekrutmen berdasarkan prestasi. Setelah direkrut, pegawai negeri harus tunduk pada kode etik, persyaratan untuk keuangan dan pengungkapan lainnya, dan tindakan disiplin yang sesuai. Transparansi dan akuntabilitas dalam hal keuangan publik juga harus dipromosikan, dan persyaratan khusus didirikan untuk pencegahan korupsi, di daerah-daerah kritis terutama dari sektor publik, seperti lembaga peradilan dan pengadaan publik. Mereka yang menggunakan layanan publik harus mengharapkan standar tinggi perilaku dari pelayan publik mereka. Mencegah korupsi publik juga
45
memerlukan upaya dari semua anggota masyarakat pada umumnya. Untuk alasan ini, Konvensi menyerukan kepada negara-negara untuk secara aktif mempromosikan keterlibatan non-pemerintah dan organisasi berbasis masyarakat, serta unsur-unsur lain dari masyarakat sipil, dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap korupsi dan apa yang dapat dilakukan tentang hal ini. Pasal 5 dari Konvensi memerintahkan setiap Negara Pihak untuk membangun dan mempromosikan praktek-praktek yang efektif ditujukan untuk pencegahan korupsi. 2. Kriminalisasi Konvensi mewajibkan negara untuk mendirikan kriminal dan pelanggaran lain untuk menutupi berbagai tindak korupsi, jika ini belum kejahatan di bawah hukum domestik.. Dalam beberapa kasus, negara-negara secara hukum diwajibkan untuk mendirikan pelanggaran; dalam kasus lain, untuk memperhitungkan perbedaanperbedaan dalam hukum domestik, mereka diwajibkan untuk mempertimbangkan melakukannya. Konvensi melampaui alat-alat sebelumnya seperti ini, tidak hanya criminalizing bentuk dasar korupsi seperti suap dan penggelapan dana publik, tetapi juga perdagangan pengaruh dan persembunyian dan pencucian hasil korupsi.. Pelanggaran berkomitmen untuk mendukung korupsi, termasuk pencucian uang dan menghalangi keadilan, juga ditangani. Pelanggaran konvensi juga menangani masalah wilayah bermasalah sektor swasta korupsi. 3. Kerjasama internasional Negara setuju untuk bekerja sama dengan satu sama lain dalam setiap aspek perjuangan melawan korupsi, termasuk pencegahan, investigasi, dan penuntutan
46
pelanggar.. Negara terikat oleh Konvensi untuk membuat bentuk-bentuk khusus bantuan hukum timbal balik dalam mengumpulkan dan mentransfer bukti untuk digunakan di pengadilan, untuk mengekstradisi pelaku. Countries Negara-negara juga diminta untuk melakukan langkah-langkah yang akan mendukung pelacakan, pembekuan, perampasan dan penyitaan hasil korupsi. 4. Pengembalian aset Dalam sebuah terobosan besar, negara-negara sepakat pemulihan aset, yang dinyatakan secara eksplisit sebagai prinsip dasar dari Konvensi ini. Ini adalah masalah yang sangat penting bagi banyak negara berkembang di mana korupsi tingkat tinggi telah menjarah kekayaan nasional, dan di mana sumber daya yang sangat diperlukan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi masyarakat di bawah pemerintahan baru. Mencapai kesepakatan mengenai bab ini telah terlibat perundingan intensif, karena kebutuhan negara-negara yang mencari aset haram itu harus diselaraskan dengan hukum dan prosedur pengamanan dari bantuan negara-negara yang dicari. Beberapa ketentuan kerja sama dan menentukan bagaimana bantuan akan diberikan. Secara khusus, dalam kasus penggelapan dana publik, properti yang disita akan dikembalikan ke negara yang meminta itu; dalam kasus hasil pelanggaran lain yang dicakup oleh Konvensi, properti akan dikembalikan menyediakan bukti kepemilikan atau pengakuan dari kerusakan yang ditimbulkan untuk negara yang meminta; dalam semua kasus lain, pertimbangan prioritas akan diberikan kepada kembalinya harta disita untuk negara yang meminta, untuk kembalinya harta tersebut kepada pemilik yang sah sebelum atau untuk kompensasi terhadap korban aset. Efektif
47
pemulihan aset-ketentuan akan mendukung upaya negara-negara untuk memperbaiki dampak terburuk korupsi saat mengirim pada saat yang sama, pesan untuk para pejabat yang korup tidak akan ada tempat untuk menyembunyikan aset ilegal mereka.. Oleh karena itu, pasal 51 memberikan untuk mengembalikan aset ke negara asal sebagai prinsip dasar Konvensi ini.. Pasal 43 mewajibkan negara pihak untuk memperluas kerjasama seluas mungkin satu sama lain dalam penyelidikan dan penuntutan pelanggaran yang didefinisikan dalam Konvensi.. Berkenaan dengan pemulihan aset secara khusus, artikel menyediakan antara lain bahwa "Dalam hal kerjasama internasional, setiap kali kriminalitas ganda dianggap sebagai persyaratan, itu akan dianggap dipenuhi terlepas dari apakah hukum Negara Pihak yang diminta pelanggaran di dalam tempat yang sama kategori menamakan pelanggaran atau pelanggaran oleh terminologi yang sama seperti yang meminta Negara Pihak, jika melakukan pelanggaran yang mendasari bantuan yang dicari adalah tindak pidana berdasarkan undang-undang kedua Negara yang bekerjasama ".
48
D. Pengembalian Aset Hasil Korupsi (Stolen Recovery Asset) UNCAC tidak dijelaskan pengertian pengembalian3 aset.4 Menurut Matthew H. Fleming5, dalam dunia internasional tidak ada definisi pengembalian aset yang disepakati bersama. Fleming sendiri tidak mengemukakan rumusan definisi, tetapi menjelaskan bahwa pengembalian aset adalah proses pelaku-pelaku kejahatan yang dicabut, dirampas, dan dihilangkan haknya dari hasil tindak pidana. Pendapat Matthew Fleming dalam bukunya "Asset Recovery and Its Impact on Criminal Behavior, An Economic Taxonomy: Draft for Comments"6 , melihat pengembalian asset sebagai: pertama, pengembalian aset sebagai proses pencabutan, perampasan, penghilangan; kedua, yang dicabut, dirampas, dihilangkan adalah hasil atau keuntungan dari tindak pidana; ketiga, salah satu tujuan pencabutan, perampasan, penghilangan adalah agar pelaku tindak pidana tidak dapat menggunakan hasil serta keuntungan-keuntungan dari tindak pidana sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana lainnya. Sebagaimana dijelaskan di atas, pengembalian aset tidak mempunyai definisi yang baku. Penulis menilai pengembalian aset tidak hanya merupakan proses saja, tetapi juga 3
4
Dalam Blacks'Law Dictionary, 8th ed, diberikan penjelasan bahwa kata "recovery" sebagai istilah hukum, yang diartikan sebagai: " 1. The regaining or restoration of something lost or restoration of something lost or taken away. 2. The obtained of a right to something by a judgement or decree. 3. An amount awarded in or collected from a judgement or decree." Ibid., Aset berarti: " I - An item that is owned and has value. 2. The entries of property owned, including cash, inventory, real estate, accounts receivable, and goodwill. 3. All the property of a person available for paying debts." 5 Matthew H. Fleming, Asset Recovery and Its impact on Criminal Behavior, An Economic Taxonomy: Draft for Comments, Version Date (London: University College, 2005), hal. 27. 6 Ibid., hal. 31
49
merupakan upaya penegakan hukum melalui serangkaian maknisme hukum tertentu. Untuk memberikan penjelasan yang komprehensif, berdasarkan pandangan-pandangan
dari
sebelumnya,
penulis
merumuskan
pengertian
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi sebagai berikut: Pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara korban (victim state) tindak pidana korupsi untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana korupsi dari pelaku tindak pidana korupsi melalui rangkaian proses dan mekanisme. Baik secara pidana maupun perdata, aset yang berada di dalam maupun disimpan di luar negeri, yang dilacak, dibekukan, dirampas, disita, dan dikembalikan kepada negara korban hasil tindak pidana korupsi, sehingga dapat mengembalikan kerugian keuangan akibat tindak pidana korupsi. Juga termasuk untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan/ atau calon pelaku tindak pidana korupsi." Terdapat pula mekanisme dalam melakukan proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, yaitu: pertama dengan melakukan pelacakan, selanjutnya aset yang sudah dilacak dan diketahui kemudian dibekukan, terakhir, aset yang dibekukan lalu disita dan dirampas oleh badan berwenang dari negara di mana aset tersebut berada, dan kemudian dikembalikan kepada negara tempat aset tersebut diambil melalui mekanisme-mekanisme tertentu. Kesepakatan tentang pengembalian aset tercapai karena kebutuhan untuk mendapatkan kembali aset-aset hasil tindak pidana korupsi sebagaimana harus direkonsiliasikan dengan hukum dan prosedur dari negara-negara yang dimintai
50
bantuan.
Pentingnya
pengembalian
aset,
terutama,
bagi
negara-negara
berkembang didasarkan pada kenyataan bahwa tindak pidana, korupsi telah merampas kekayaan negara-negara tersebut, sementara sumber daya sangat dibutuhkan untuk merekonstruksi dan merehabil;.tasi masyarakat melalui pembangunan berkelanjutan.7 Mengenai proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, para pelaku tindak pidana korupsi mampu melintasi dengan bebas batas yurisdiksi dan geografis antar negara. Sementara, para penegak hukum tidak mudah menembus batas-batas yurisdiksi dan melakukan penegakkan hukum di dalam yurisdiksi negara-negara lain. Untuk itu diperlukan kerjasama yang mengglobal dalam melakukan pengejaran serta pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Dengan diaturnya ketentuan mengenai bantuan hukum timbal balik di dalam UNCAC, maka upaya pengembalian aset dapat terlaksana dengan maksimal. Cara paling mudah dalam melakukan proses pengembalian aset yang berada di luar yurisdiksi negara korban adalah melalui bantuan hukum timbal balik. Ketika aset-aset hasil tindak pidana korupsi ditempatkan di luar negeri, negara korban yang diwakili oleh penyelidik, penyidik, atau lembaga otoritas dapat meminta kerjasama dengan negara penerima untuk melakukan proses pengembalian aset. hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 46 UNCAC, di mana negara-negara penerima aset harus memberikan bantuan kepada negara korban dalam rangka proses pengembalian aset.
7
7
Mukadimah Konvensi UNCAC
51
D. Kendala dalam Pemberantasan Korupsi dan Pengembalian Aset Korupsi di Luar Negeri Dalam
perkembangannya.
korupsi
mempunyai
kaitan
dengan
kejahatan-kejahatan lain yang terorganisasi, khususnya. dalam upaya koruptor menyembunyikan hasil korupsinya melalui pencucian uang dengan menggunakan transfer-transfer internasional yang efektif. Tidak sedikit asset publik yang dikorup, dilarikan dan disimpan pada, sentra-sentra finansial di negara-negara maju yang terlindungi oleh sistim hukum yang berlaku di negara. tersebut dan oleh j asa para profesional yang disewa. oleh koruptor, sehingga tidak mudah untuk melacak apalagi untuk memperoleh kembali aset tersebut. Negara-negara berkembang di mana. "grand corruption umumnya tedadi, sangat merasakan kenyataan tersebut sebagai kesulitan dalam upaya memperoleh kembali aset yang dicuri dan disembunyikan pada sentra-sentra. finansial dunia. Negara. berkembang yang berkeinginan memperoleh kembali aset yang dicuri akan menghadapi berbagai hal antara, lain: 1. Lemahnya institusi publik, belum berkembangnya checks and balances untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi; 2. Lemahnya kemampuan untuk mempersiapkan dakwaan; mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan bukti yang patut (cukup) untuk memperoleh keyakinan mentrasir hasil korupsi dan untuk memperoleh perintah pembekuan
52
dan penyitaannya; lemahnya penegakan hukum, penuntutan, dan wewenang pengadilan dalam sistem peradilan pidana untuk memenuhi internationally accepted legal standards; 3. Adanya perbedaan common law dan civil law menimbulkan komplikasi
dan
kesulitan dalam penyidikan, penyitaan, pembuktian; dual criminality condition dsb; Kenyataan bahwa setengah dari Negara G-8 dan sebagian besar sentra finansial belum meratifikasi UNCAC; Dan lain-lain masalah dalam lingkup manajemen finansial.
Kondisi Negara Berkembang 1. Dari gambaran di atas ternyata StAR initiative bukanlah sarana yang mudah digunakan oleh negara berkembang untuk memperoleh kembali uang yang dicuri melalui korupsi dan disimpan di pusat-pusat finansial yang terdapat di negara-negara maju yang dibentengi dengan hukum, profesionalisme, teknologi serta politik. 2. Implementasi StAR initiative serta keberhasilannya sangat tergantung kepada keikutsertaan. dan kepatuhan negara maju serta negara berkembang tanpa kecuali. Tanpa ini, StAR initiative akan tetap tinggal sebagai 3. Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC dengan UU No.7 Tahun 2006 seyogyanya mengikuti program StAR initiative. Conference of State Parties tahun 2007, di mana Indonesia menjadi tuan rumah, tentu bermanfhat dalam
53
hal Indonesia hendak berpartisipasi dalam program StAR initiative dan implementasi UNCAC, khususnya yang menyangkut asset recovery. 4. Dengan diberlakukannya United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) sejak 2003, pengembalian aset negara yang dilarikan koruptor ke negara lain, seharusnya tidak lagi menjadi masalah. Akses informasi yang tertutup dan dana operasional yang terbatas, semestinya bukan lagi alasan. Dengan meratifikasi konvensi ini, pemerintah Indonesia bisa lebih leluasa untuk mendapatkan akses di mana dan berapa jumlah aset koruptor yang tersebar di berbagai negara. Selain itu, pemerintah bisa mendapatkan bantuan dana dalam mengusut tuntas pengembalian aset melalui organisasi independen yang dibiayai oleh Bank Dunia. Melalui UNCAC, pemerintah bisa menemukan lobi diplomasi yang lebih mudah dan efisien. Pasalnya, sebagai resolusi PBB, UNCAC merupakan salah satu agenda terkini organisasi dunia. tersebut dalam usahanya memerangi praktek korupsi di berbagai negara anggota. UNCAC telah ditandatangani 140 negara, di mana 129 di antaranya termasuk Indonesia, telah meratifikasi pada 21 Maret 2006 silam
melalui
UU
nomor
7
tahun
2006.
Dengan
UNCAC,
konteks
ketidaksepahaman dari negara-negara yang memiliki sistem hukum berbeda bisa tereliminasi. Karena ini sudah merupakan kesepakatan dunia internasional. Terdapat tiga upaya dalam usaha pengembalian aset luar negeri melalui LNCAC. Pertama, dengan menuntut para koruptor melalui civil allegation (perdata). Hal itu dimaksudkan untuk membekukan aset milik negara agar bisa
54
dibekukan di negara tempat aset tersebut disimpan. Selain itu, demi menghambat agar aset tersebut tidak lari, pemerintah pun akan melakukan ftfll disclosure agar tidak mampu tersentuh lagi oleh ulah koruptor. Kedua, pemerintah melalui UNCAC bisa melakukan perampasan paksa terhadap aset fisik yang dimiliki koruptor di luar negeri. Ketiga, menggunakan kekuatan konvensi tersebut di dalam negara-negara yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya koruptor. Asset Recovery dalam UNCAC menggunakan strategi langsung (direct recovery) dan tidak langsung (indirect recovery). Strategi pertama mengandung implikasi hukum yang dikenal sebagai civil recovery sedangkan strategi kedua, dikenal sebagai criminal recovery. Strategi direct recovery, dilaksanakan dengan gugatan perdata terhadap "pemilik harta kekayaan" yang diduga. berasal dari korupsi dan ditempatkan di negara lain. Gugatan semacam ini sudah tentu memerlukan bantuan pengacara negara setempat yang telah terbukti memerlukan biaya yang relatif besar. Sedangkan strategi indirect recovery, tidak memerlukan biaya besar karena proses peradilan pidana di negara yang berkepentingan atas aset korupsi aset dari luar negeri yang berasal dari hasil korupsi. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan umum UU No. 7 Tahun 2006. Asset recovery dengan demikian merupakan strategi baru dalam pemberantasan korupsi yang melengkapi strategi yang bersifat pencegahan, kriminalisasi dan kerjasama internasional. Asset recovery ini mengatur soal tindakan pengembalian aset negara yang dikorupsi yang berada di luar negeri
55
hingga mekanisme pengembalian aset. Sebagai kebijakan yang baru, asset recovery ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia. Apalagi, masalah ini tidak diatur dalam perangkat hukum kita, sehingga sangat mungkin akan menghadapi masalah hukum tersendiri, baik secara konsepsional maupun operasional.8
8
http://www.ti.or.id/Penizembalian/ “Pengembalian Asset Negara Sebagai Pelaksanaan Konvensi Antikorupsi, 6 September 2007”, diakses 1 Desember 2009