BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ
2.1. Studi Semantik Makna Kalimat Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’ atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berari’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Pengertian makna (sense – bahasa Inggris) adalah pertautan yang ada diantara unsure-unsur bahasa itu sendiri terutama kata-kata. Makna menurut Palmer (1976:30) dalam Fatimah Djajasudarma (1999:5) hanya menyangkut intrabahasa. Sejalan dengan pendapat tersebut, disebutkan juga bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata-kata tersebut berbeda. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut de Saussure dalam Abdul Chaer (2007:287) bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki yang terdapat pada sebuah tanda linguistik. Semantik memegang peranan penting dalam suatu komunikasi karena bahasa yang digunakan dalam hal ini tidak lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang dimaksud karena
Universitas Sumatera Utara
ia bisa menyerap apa yang disampaikannya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu struktur kalimat, kosakata, atau pun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi) dan makna kalimat (bun no imi). Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya. Di dalam bahasa terutama bahasa Jepang banyak terdapat sinonim (ruigigo) dan sangat sulit untuk bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu persatu. Ditambah dengan masih minimnya buku-buku atau kamus yang bertuliskan bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang makna Makna kalimat merupakan kajian semantik karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya kalimat “Watashi wa Yamada san ni megane wo ageru” (saya memberikan kacamata pada Yamada) dengan kalimat “Watashi wa Yamada san ni tokei wo ageru” (saya memberikan jam pada Yamada). Jika dilihat dari strukturnya kedua kalimat tersebut sama, yaitu “A wa B ni C wo ageru”, akan tetapi mempunyai makna yang berbeda. Oleh karena itu, makna kalimat ditentukan oleh kata
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi unsur dalam kalimat tersebut. Bersamaan dengan pendapat tersebut, kalimat yang sama jika diucapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda akan berbeda pula maknanya yang berhubungan dengan pragmatik. Akan tetapi dalam hal ini Penulis hanya akan membahas makna kalimat yang ditinjau dari segi semantik yang menyangkut makna kalimat secara aslinya (makna dalam bahasa) (Dedi Sutedi, 2003:106).
2.2. Jenis-jenis Makna Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis-jenis makna. Palmer (1976:34) mengemukakan jenis-jenis makna terdiri dari makna kognitif, makna ideasional, makna denotasi, makna proposisi. Sedangkan Shipley (1962:261) menyatakan bahwa yang termasuk jenis makna yaitu makna emotif, makna kognitif atau deskriptif, makna referensial, makna piktorial, makna kamus, makna samping, dan makna inti. Verhaar dalam Mansoer Pateda (2001:96) mengemukakan istilah makna leksikal dan makna gramatikal, sedangkan Boomfield mengemukakan istilah makna sempit dan makna luas. Pateda menambahkan pendapatpendapat sebelumnya bahwa yang termasuk jenis-jenis makna yaitu makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna gramatikal, makna leksikal, makna ideasional, makna intensi, makna khusus, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual, makna konstruksi, makna kontekstual,
Universitas Sumatera Utara
makna lokusi, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, makna tematis, dan makna tekstual. Dalam hal ini Penulis akan menjelaskan beberapa dari jenis-jenis makna tersebut. 1. Makna leksikal Makna leksikal (lexical meaning), atau makna semantik (semantic meaning), atau makna eksternal (external meaning) adalah makna kata ketika kata tersebut berdiri sendiri baik itu dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang terdapat dalam kamus bahasa tertentu. Dapat dimengerti juga bahwa makna leksikal adalah makna yang terdapat dalam kamus. Mansoer Pateda dalam bukunya Semantik Leksikal (2001:96) menyatakan bahwa makna leksikal suatu kata terdapat dalam kata yang berdiri sendiri. Dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila kata tersebut telah berada dalam kalimat. Dengan demikian terdapat kata-kata yang makna leksikalnya dapat dipahami jika kata-kata tersebut dihubungkan dengan kata-kata yang lain seperti kata yang termasuk dalam kata tugas atau partikel, misalnya yang, dan, ke. Beberapa kata tersebut memperlihatkan bahwa maknanya hanya dapat diketahui jika sudah termasuk dalam konteks kalimat. Kata-kata tersebut berdiri sendiri, bahkan ciri utamanya adalah tidak dapat diberikan imbuhan.
Universitas Sumatera Utara
2. Makna gramatikal Makna gramatikal (grammatical meaning) atau makna fungsional (fungtional meaning), atau makna struktural (structural meaning), atau makna internal (internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Kata mata mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat di kepala berfungsi untuk melihat. Namun setelah kata mata ditempatkan dalam kalimat, seperti “Hei, mana matamu?” kata mata tidak lagi mengacu pada makna alat untuk melihat akan tetapi menunjuk pada cara bekerja, cara mengerjakan yang hasilnya kurang baik. Pada contoh lain kata mata digabungkan dengan kata yang lain seperti mata duitan, mata keranjang, telur mata sapi, mata pisau, dan lain-lain yang kesemuanya mengandung makna yang berbeda dan makna inilah yang disebut dengan makna gramatikal. 3. Makna kontekstual Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Diketahui bahwa konteks berhubungan dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud dalam hal ini adalah konteks orangan,dalam hal ini berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara/pendengar, latar belakang sosial ekonomi pembicara/pendengar; konteks tujuan seperti meminta, mengharapkan sesuatu; konteks situasi, misalnya situasi aman, ribut, dan lain-lain; konteks formal; konteks suasana hati; konteks waktu; konteks
Universitas Sumatera Utara
tempat; konteks objek, apa yang sedang dibicarakan; konteks kebahasaan, apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak; dan konteks bahasa, bahasa yang digunakan. 4. Makna tekstual Makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperoleh hanya melalui makna setiap kata atau makna setiap kalimat, akan tetapi makna tekstual dapat ditemukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks. Dengan demikian makna tekstual berhubungan dengan bahasa tertulis. Seseorang harus membaca teks terlebih dahulu barulah maknanya dapat ditentukan. Makna tekstual lebih berhubungan dengan amanat, pesan, dan tema yang ingin disampaikan melalui teks.
2.3. Makna dalam Gaya Bahasa Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; keseluruhan ciri khas bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan (Depdikbud 1993:297).
Universitas Sumatera Utara
Gaya bahasa termasuk dalam stilistika yakni makna yang mempunyai hubungan timbal-balik dengan lambang, yang berarti bahwa setiap lambang mengandung makna, baik makna leksikal maupun gramatikal. Gaya bahasa banyak dan biasanya dibicarakan dalam bidang sastra. Permasalahannya terletak pada makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa. Misalnya dalam kalimat “Pak Ali membeli lima ekor kambing”, dapat diketahui bahwa makna yang terkandung dalam gabungan kata ini ialah lima kambing bukan ekor kambing sebanyak lima. Jadi yang dimaksud dalam kalimat ini adalah lima kambing seluruhnya, bukan ekor kambing yang sebanyak lima.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat makna yang berhubungan dengan gaya personifikasi, metonimia, dan seterusnya. Juga dapat dilihat dari segi kedekatan antar makna.
2.4. Makna Kalimat Dugaan Yō Menurut Seichii Makino dan Michio Tsutsui (1997 :549) dalam bukunya A Dictionary of Basic Japanese Grammar mengatakan: “Yō expresses the likelihood of something/someone or the likeness of something/someone to something/someone. In either case when the speaker uses it, his statement is based on first hand, reliable information”. Bahwa bentuk yō digunakan untuk menyatakan sesuatu yang mirip atau kemiripan terhadap sesuatu/seseorang. Beliau juga mengatakan ketika menggunakan bentuk yō, pernyataan pembicara berdasarkan tangan pertama dan merupakan informasi yang dapat dipercaya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam buku terjemahan Nihon Go No Kiso II (1984:48) dijelaskan bahwa bentuk yō mempunyai beberapa arti, yaitu: 1. General Conjecture/Dugaan Umum Contoh: 1) 人が大勢集まっていますね。。。 事故があったようですね。パトカーと救急車が来ていますよ。 Hito ga oozei atsumatte imasu ne.. Jiko ga atta yō desune. Patoka- to kyuukyuusha ga kite imasu yo.. Banyak orang berkumpul ya.. Sepertinya terjadi kecelakaan. Mobil polisi dan ambulans sudah datang (Minna No Nihon Go II 2004:135) Pada saat ini pembicara menduga bahwa dengan ”banyaknya orang yang berkumpul sepertinya telah terjadi kecelakaan”. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan si pembicara oleh apa yang telah dilihat atau didengarnya. 2. Euphemistic Expression/Ungkapan Halus Pemakaian yō dapat digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang masih samar atau kurang jelas meskipun dapat dinyatakan secara positif. Contoh: 2) 彼は漢字が読めないようです。. Kare wa kanji ga yomenai yō desu. Sepertinya dia tidak bisa membaca kanji。 (Nihon Go No Kiso II 1984:48) Dalam hal ini menurut si pembicara, dia tidak bisa membaca kanji tapi hal itu belum tentu benar, karena mungkin saja dia dapat membaca kanji hanya saja hal itu tidak diketahui oleh si pembicara.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Makna Yō Sebagai Kata Benda Bentuknya adalah sebagai berikut: [Kata benda (no / datta) yō desu] Contoh: 3) ここは昔学校だったようです。 Koko wa mukashi gakkō datta yō desu Dulu di sini sepertinya sekolah (A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)
4) この酒は水のようです。 Kono sake wa mizu no yō desu ne. Sake ini seperti air (A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)
2.4.2. Makna Yō Sebagai Kata Sifat Bentuknya adalah sebagai berikut: [kata sifat i/na + yō desu] Contoh: 5) この問題は学生にちょっと難しいようです。 Kono mondai wa gakusei ni chotto muzukashii yō desu. Bagi siswa soal ini sepertinya sangat susah (A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Makna Yō Sebagai Kata Kerja Bentuknya adalah sebagai berikut: [kata kerja + yō desu]. Contoh: 6) 木村さんはきのうお酒を飲んだようです。 Kimura san wa kinō osake wo nonda yō desu Kemarin, tuan kimura sepertinya minum sake (A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)
2.5.
Makna Kalimat Dugaan Sō Menurut Seiichi Makino dan Michio Tsuitsui dalam bukunya A
Dictionary of Basic Japanese Language (1997:409) mengemukakan bahwa sō memiliki dua macam makna, yaitu: a. Bentuk sō1 1. Menunjukkan suatu kabar atau informasi. Bentuk ini dipakai ketika pembicara menyampaikan sumber informasi yang diperoleh tanpa mengubahnya 2. Sumber informasi yang dinyatakan dengan bentuk kata benda ni yoru to ‘menurut kata benda’ Contoh: 7) 新聞によるとフロリダに雪が降ったそうです。 Shinbun ni yoru to Furorida ni yuki ga futta sō desu。 Menurut surat kabar, katanya Florida sedang turun salju
Universitas Sumatera Utara
(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:409) b. Bentuk sō2 1. Digunakan untuk menunjukkan dugaan pembicara berdasarkan informasi yang dilihatnya. Dengan demikian ungkapan ini hanya digunakan ketika pembicara mengamati sesuatu secara langsung. 2. Digunakan
untuk
mengungkapkan
mengenai kemampuannya di masa
dugaan
pembicara
yang akan datang
berdasarkan atas apa yang dirasakannya Contoh: 8) 僕はこのケーキをのこしそうです。 Boku wa kono ke-ki wo nokoshi sō desu Aku takut sepertinya tidak bisa menghabiskan kue ini (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:412)
Makna Sō Sebagai Kata Benda Pada sō1 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata benda + kopula da + sō desu] Contoh: 9) キングさんは英語の先生だそうです King san wa eigo no sensei da sō desu Kelihatannya tuan King adalah seorang guru bahasa Inggris (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:408)
Universitas Sumatera Utara
Contoh (8) di atas menjelaskan tentang makna sō sebagai kata benda karena bentuk sō tersebut diawali dengan kata benda “sensei/guru”. Dalam hal ini pembicara melihat penampilan tuan King yang seperti seorang guru yang mengajarkan bahasa Inggris dan ia berpendapat berdasarkan atas apa yang dilihatnya.
Makna Sō Sebagai Kata Sifat Pada sō1 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata sifat i/na + sō desu] Contoh: 10) 日本に肉はとても高いそうです。 Nihon ni niku wa totemo takai sō desu Katanya di Jepang daging sangat mahal (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:408) Pada sō2 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata sifat i/na + sō desu ] Contoh: 11) あのステーキはおいしそうです。 Ano sute-ki wa oishi sō desu Steak itu kelihatannya enak (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411) Pada bentuk sō2 ini terdapat pengecualian pada kata sifat ii/bagus yang diganti menjadi yosa. Contoh:
Universitas Sumatera Utara
12) このアパートは良さそうです。 Kono apaato wa yosa sō desu Apartemen ini kelihatannya bagus (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411) Kata sifat yang menunjukkan perasaan seperti “ureshii”, “kanashii”, dan “sabishii” tidak dapat digunakan begitu saja pada saat ingin menunjukkan perasaan orang lain. Kita menduga perasaan orang lain dari penampilan luarnya dan menyatakan dugaan tersebut dengan cara menambahkan sō desu pada kata sifat. Contoh: 13) ミラーさんはうれしそうです。 Mira san wa ureshi sō desu. Tuan Miller kelihatannya gembira (Minna No Nihon Go II 2004:110)
Makna Sō Sebagai Kata Kerja Pada sō1 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata kerja + sō desu] Contoh: 14)
しみずさんはお酒を飲まないそうです。 Shimizu san wa osake wo nomanai sō desu Katanya tuan Shimizu tidak minum sake (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:408)
Universitas Sumatera Utara
Pada sō2 bentuknya adalah sebagai berikut: [kata kerja masu + + sō desu] Contoh: 15)
この家は強い風がふいたらたおれそうです Kono ie wa tsuyoi kaze ga fuitara taore sō desu Rumah ini kelihatannya jatuh kalau ada angin kencang (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411)
2.6.
Manfaat Mempelajari Semantik Manfaat yang dapat dipetik dari studi semantic sangat bergantung pada
apa yang digeluti dalam tugas sehari-hari. Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung di dunia pemberitaan seperti dalam surat kabar, majalah, dan lain-lain, mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik yang akan memudahkan mereka dalam menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum. Bagi
mereka
yang
berkecimpung
dalam
penelitian
bahasa,
pengetahuan tentang semantik akan banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk menganalisa bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi para pengajar akan mendapatkan manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis karena sebagai pengajar dia harus mempelajari sungguhsungguh bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis akan
Universitas Sumatera Utara
dipeoleh berupa kemudahan bagi dirinya untuk mengajarkan bahasa tersebut kepada murid-muridnya. Bagi masyarakat awam atau orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan tentang teori semantik tidaklah begitu diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami hal-hal di sekelilingnya yang penuh dengan informasi. Semua informasi yang ada berlangsung dengan bahasa. Sebagai masyarakat, tanpa bahasa, tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekitar yang sedang berlangsung
Universitas Sumatera Utara