BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD
A. Pengertian Wakalah Secara etimologi wakalah berarti al-hifzh (pemeliharaan), al-kifayah (pencukupan), al-dhoman (tanggungan), atau al-tafwidh (pendelegasian), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Pengertian wakalah menurut istilah para ulama yang dikutip oleh Helmi Karim sebagai berikut, menurut Hashbi Ash Shiddieqy, wakalah adalah “akad penyerahan kekuasaan” yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak, menurut Sayyid Sabiq, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Menurut Ulama Malikiah, wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakantindakan yang merupakan haknya, yang tindakan itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati. Dengan istilah lain, kelompok Hanafiah, merumuskan bahwa wakalah adalah seseorang mempercayakan orang lain menjadi ganti dirinya untuk bertindak pada bidang-bidang tertentu yang boleh diwakilkan. Menurut Ulama Syafi’iyah, wakalah adalah suatu ungkapan yang mengandung maksud pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain
11
12
supaya orang lain itu melakukan apa yang dikuasakan atas nama pemberi kuasa.1 Wakalah dalam istilah para ahli fiqih islam ialah perwakilan, yakni permintaan seseorang kepada orang lain supaya menggantikan hal atau perbuatan yang menurut ketentuan hukum dan kebiasaan boleh diwakilkan atau digantikan seperti dalam transaksi jual beli, sewa menyewa, pembayaran SPP, dan lain sebagainya. 2 Pengertian wakalah secara umum adalah suatu perjanjian dimana seseorang mendelegasikan atau menyerahkan suatu wewenang kepada orang lain untuk menyelenggarakan suatu urusan, dan orang lain tersebut menerimanya dan melaksanakannya untuk dan atas nama pemberi kuasa. 3 Secara teknis, wakalah adalah akad pemberian kuasa (muwakil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk mewakili dirinya untuk melakukan pekerjaan tertentu. Sedangkan kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab penerima kuasa (wakil), kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggung jawab pemberi kuasa (muwakil). Tugas, wewenang dan tanggung jawab wakil harus jelas sesuai dengan kehendak muwakil. Setiap tugas
yang dilakukan harus
mengatasnamakan muwakil
dan harus
dilaksanakan oleh wakil. Atas pelaksanaan tersebut, wakil mendapatkan pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberi kuasa berakhir
1
Drs. Helmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cet. Ke-2, 1997), h.20 2 Drs.Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia jilid 3, (Jakarta: Djambatan, 2002), h. 1256 3 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, 11 (Jakarta: Sinar Grafika, cet.ke-2, 1996), h.19
13
setelah tugas dilaksanakannya dan disetujui bersama antara muwakil dan wakil. Wakalah dalam sistem perbankan syari’ah adalah akad pemberian kuasa dari nasabah kepada bank (penerima), untuk mewakili nasabah melakukan pekerjaan tertentu. Apabila terjadi kelalaian dalam menjalankan kuasa, maka menjadi tanggung jawab bank, sedangkan kegagalan yang dikarenakan oleh force majeure maka menjadi tanggung jawab nasabah. Tugas dan tanggung jawab bank harus jelas dan sesuai dengan kehendak nasabah bank. Atas pelaksanaannya tersebut, bank mengenakan biaya administrasi kepada nasabah berdasarkan kebijakan bank.4 B. Landasan Wakalah Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala
urusannya
sendiri.
Pada
suatu
kesempatan
seorang
perlu
mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakilkan dirinya. Adapun landasan syariah tentang kebolehan pemberian kuasa atau wakalah adalah sebagai berikut: a. Al-Qur’an Surat Al-Kahfi:19 4
Sofyan Ghufron, Konsep dan Implementasi Bank Syariah, (Jakarta: Renaisa, 2005), h.59
14
Artinya: Dan demikianlah kami bangkitkan mereka agar saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka, sudah berapa lamanya kamu berada disini, mereka menjawab kita berada disini satu atau setengah hari (berkata yang lain lagi). Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada disini, maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia membawa makanan itu untukmu dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. (AlKahfi:19) Surat Al-Yusuf:55 Artinya: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi pengalaman. (Al-Yusuf:55) Surat Al-Baqorah:283
ynitrAa : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [180] barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai. (Al-Baqarah:283)
15
b. Al-Hadist Dari sunah nabi cukup banyak riwayat yang menceritakan kebolehan wakalah ini termasuk diantaranya tindakan nabi sendiri mewakilkan beberapa hal kepada pihak lain. Diantaranya adalah riwayat yang menyebutkan: “Rasulullah SAW telah mewakilkan dirinya kepada Umar bin Ummayah al-Dhaminy ketika melakukan akad nikah dengan Ummi Habibah binti Abi Sufyan”.
c. Al-Ijma’ Para ulamapun bersepakat dengan ijma’ atas kebolehan wakalah, mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’wun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong menolong diseruhkan olewh AlQur’an dan disunahkan oleh Rasulullah SAW . Allah berfirman: Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebijakan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam (mengerjakan dosa dan permusuhan). Al-Maidah : 2 Rasulullah bersabda: Dan Allah menolong hamba selama menolong saudaranya. (HR. Muslim).5
C. Rukun dan Syarat Wakalah
5
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Op.cit, h.122
16
Akad adalah ucapan tanda penyerahan dari pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian. Rukun dan syarat akad sebagai berikut:
a. Sighat (Ijab dan Kabul) Ijab merupakan pernyataan mewakilkan sesuatu dari pihak yang memberi kuasa dan kabul adalah penerimaan pendelegasian itu dari pihak yang diberi kuasa. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist tidak ada keterangan tentang ketentuan lafadz yang harus diadakan di antara para pihak, oleh karena itu pemberian kuasa dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, sebagaimana dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun lazimnya dalam praktek hukum dewasa ini pemberian kuasa selalu dilakukan dalam bentuk tertulis, seperti pemberian kuasa untuk mengurus suatu perkara di depan pengadilan, pemberian kuasa menjual dan sebagainya. (Untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang yang diberikan oleh penerima kuasa). 6 b. Orang Yang Mewakilkan (Pemberi Kuasa) Disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikan, karena itu seseorang tidak sah mewakilkan sesuatu yang bukan haknya selain pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu
6
h.25
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Op.cit,
17
yang dikuasakannya, di sisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak. c. Orang Yang Mewakilkan (Pemberi Kuasa) Ialah seorang yang cakap bertindak, mengetahui obyek yang akan diwakilkan kepadanya. Supaya jangan terjadi penipuan oleh pihak lain terhadap yang diberi kuasa karena ketidaktahuannya terhadap suatu obyek yang dikuasakan kepadanya. Hal yang perlu ditegaskan pula disini adalah orang yang diberi kuasa itu mestinya jelas dan pasti. 7 d. Hal-hal Yang Boleh Diwakilkan Hal yang dikuasakan diketahui oleh penerima kuasa, sebab dalam hukum islam tidak semua perbuatan dapat dikuasakan kepada pihak lain. Adapun yang boleh dikuasakan adalah semua perjanjian yang boleh diperbuat oleh manusia, seperti sewa menyewa, jual beli, membayar hutang, pinjam meminjam, dan sebagainya. Sedangkan yang tidak boleh dikuasakan atau sesuatu yang bersifat ibadah badaniah, seperti membayar zakat, bersedekah, dan sebagainya. 8
D. Jenis-jenis Wakalah a. Al-Wakalah Al-Muthlaqah Yaitu perwakilan secara mutlak tanpa batasan waktu atau urusan-urusan tertentu. b. Al-Wakalah Al-Muqayyadah 7 8
Drs. Helmi Karim, Fikih Muamalah, Op.cit, h.24 Ibid, h.25
18
Yaitu suatu perwakilan yang terbatas pada waktu dan urusan tertentu. c. Al-Wakalah Al-‘Aammah Yaitu bentuk wakalah antara yang luas dan yang terbatas.
Atas dasar prinsip wakalah, bank membuka L/C atas permintaan nasabah dengan meminta nasabah untuk menyetorkan dana yang cukup (100%) dari besarnya L/C yang dibuka, setoran dana tersebut disimpan oleh bank dengan prinsip Al-Wadi’ah dan dana bank memungut ujr (fee atau komisi) sebagai imbalan. 9 Ketetapan jasa tentang ujr (fee atau komisi) dikenakan biaya pada nasabah untuk local Rp 2.000,- dan untuk intercity Rp 10.000,- dan biaya tersebut dikenakan pada awal penyerahan kliring.
E. Aplikasi Wakalah Dalam Perbankan Wakalah diterapkan pada produk jasa transfer, kliring dan inkaso: 1. Transfer adalah jasa layanan perbankan untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai perintah pemberi amanat untuk keuntungan seseorang atau badan usaha yang ditunjuk sebagai penerima transfer. 2. Kliring adalah sarana perhitungan hutang piutang antar bank peserta kliring guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral dalam suatu wilayah tertentu yang ditetapkan oleh BI.
9
Sjahdeini Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Drafiti, 1999)
19
3. Inkaso adalah suatu jasa bank untuk menagihkan suatu warkat yang mana tertariknya atau sumber dananya pada bank lain atau pihak lain yang berasal dari luar kota atau luar negeri. 10
F. Pengertian Kliring Dan Tata Cara Penyelenggaraannya 1. Pengertian Kliring Menurut kamus perbankan yang disusun oleh tim penyusun kamus perbankan Indonesia 1980, kliring adalah perhitungan utang piutang antara para peserta secara terpusat disatu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan. 11 Dalam pengertian lain, kliring diartikan debagai sarana perhitungan warkat antar bank yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang bertujuan untuk memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral, agar perhitungan penyelesaian utang piutang dapat dilaksanakan lebih mudah, aman dan efisien, dan juga merupakan salah satu pelayanan bank kepada nasabah. Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa tujuan pokok diasakannya kliring adalah untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral dan merupakan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank.
10
Suharto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005), h.119 11 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 85
20
Landasan Hukum dan Ketentuan Kliring 1. Landasan Hukum Positif Kliring Menurut pasal 7 dan 8 UU No. 23 Th. 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa: 12 Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (pasal 7), sedangkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran c. Mengatur dan mengawasi bank. Guna melaksanakan tugas-tugas tersebut, terutama tugas dalam huruf ‘b’, Bank Indonesia menyelenggarakan kliring antar bank yang lazim disebut kliring lokal. Ketentuan-ketentuan pokok tentang penyelenggaraan kliring lokal tersebut semuanya diatur dalam: 1. SK Direksi BI No.14/35/KEP/Dir/UPPB tanggal 10 September 1981 tentang penyelenggaraan kliring lokal 2. SK Direksi BI No.21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei tentang otomatisasi penyelenggaraan kliring lokal dan ketentuan pembakuan warkat kliring lokal 3. SK Direksi BI No.28/122/KEP/DIR tanggal 5 Januari 1996 tentang tambahan jadwak dan penyelesaian hasil kliring
12
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia,(Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2003), h. 109-111
21
4. SK Direksi BI No.31/1/KEP/DIR tanggal 3 April 1998 tentang penggunaan nota debet dalam kliring 5. SK Direksi BI No.31/79/KEP/DIR tanggal 18 Agustus tentang penyelenggaraan kliring lokal secara Elektronik.13 Dalam proses kliring biasanya ada pihak-pihak yang mempunyai “piutang”. Pihak yang mempunyai “utang” adalah bank yang mendapat tagihan dari bank yang lainnya. Sepanjang tidak ada penolakan dari bank yang bersangkutan mengenai tagihan yang masuk kepadanya bank penyelenggara akan mengurangi saldo rekening bank tersebut sebesar jumlah tagihannya. Peristiwa ini biasa sisebut dengan istilah kliring masuk. Sedangkan pihak yang mempunyai “piutang” adalah bank yang melakukan tagihan kepada bank lainnya sama dengan kliring masuk, maka sepanjang tidak ada penolakan dari pihak lawan pihak penyelenggara (Bank Indonesia) akan menambah rekening bank yang bersangkutan sebesar jumlah tagihannya, peristiwa ini biasanya disebut dengan istilah kliring keluar. 14 Perhitungan kliring yang melibatkan dua bank penyelesaian utang piutangnya akan dilakukan dengan mudah dan cepat, namun bila melibatkan banyak bank prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan cenderung lebih rumit. Sehingga penyelesaiannya perlu dilakukan pada suatu lembaga
13
Ichwan Sam dan Hasanudin, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006), h.64 14 Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, h.192-193
22
yang merupakan tempat untuk memperhitungkan utang piutang antar bank lain yang terkait dalam proses kliring yaitu Lembaga Kliring. 2. Tata Cara Penyelenggaraan Kliring Pertemuan kliring lokal dilakukan dalam dua tahap, yaitu: Pertemuan kliring penyerahan dan kliring retur. Sebelum pertemuan kliring diadakan harus lebih dahulu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Cabang Kliring a. Semua warkat harus dicap terlebih dahulu dengan cabang yang memuat sebutan kliring dan dicantumkan nomor kode kelompok peserta yang bersangkutan. b. Cap kliring harus disetujui oleh penyelenggara dan dimuka para peserta lain. Demikian pula bila ada perubahan atau penggantian cap kliring. c. Cap kliring pada warkat debet maupun kredit merupakan bukti atau tanda pengenal dari peserta. d. Cap kliring pada bilyet giro yang tidak ditolak berarti peserta yang membubuhi cap tadi telah menerima sejumlah dana yang tercantum dalam bilyet giro tersebut. e. Jika dalam satu warkat terdapat lebih dari satu cap kliring, maka cap kliring terdahulu harus dibatalkan dengan cap kliring pembatalan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari peserta yang bersangkutan. 2. Kliring Penyerahan
23
a. Untuk memperlancar penyelenggaraan kliring, peserta dibagi atas beberapa kelompok. b. Sebelum kliring dimulai warkat-warkat dipisahkan menurut kelompok peserta yang bersangkutan warkat debet dan warkat kredit diperinci nilai nominalnya dalam daftar kliring tersendiri. Nilai nominal dan banyaknya warkat dalam daftar kliring dijumlahkan. c. Serah terima warkat kliring yang telah ditanda tangani oleh wakil peserta kliring, berlangsung antara yang menyerahkan dan yang menerima warkat setelah menandatangani daftar kliring sebagai bukti penerima. d. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara dua peserta mengenai dapat tidaknya warkat diperhitungkan dalam kliring, maka keputusan terakhir diserahkan kepada penyelenggara. e. Dari hasil penyerahan dan penerimaan warkat masing-masing wakil peserta disusun neraca penyerahan yang ditanda tangani dan dibubuhi nama jelas. Neraca kliring ini harus dilengkapi dengan rekapitulasi penyerahan dan penerimaan baik untuk warkat-warkat debet maupun kredit. f. Peserta dilarang menerima setoran untuk langsung dikliringkan di kantor penyelenggara.15 3. Warkat Kliring
15
Thomas Suyatno, et.al., Kelembagaan Perbankan, Op.cit, h 75-77
24
Dalam lembaga kliring semua peserta kliring bertemu untuk mengadakan perhitungan atau penyelesaian sokumen-dokumen yang diterima dari masing-masing nasabah. Dengan kata lain, warkat kliring atau alat pembayaran bukan tunai atau didebut juga dengan alat bantu lalu lintas pembayaran giral yang diperhitungkan dalam kliring lokal yang terdiri dari, 16Cek, BG, Wesel bank untuk transfer, surat bukti penerimaan transfer, nota debet, nota kredit. Warkat-warkat lain dari yang disebutkan di atas diperhitungkan sebagai lampiran nota debet. Semua warkat diperhitungkan kepada peserta lainnya melalui kliting kecuali:17 a. Warkat untuk menyelesaikan saldo negatif atau saldo debet b. Warkat untuk pelimpahan likuiditas dari satu peserta kepada kantor lain c. Penyetoran lain yang ditetapkan Bank Indonesia (BI).
4. Penolakan Warkat a. Warkat debet dapat diterima oleh masing-masing peserta apabila warkat tersebut memenuhi syarat dan dananya cukup tersedia. b. Semua warkat debet yang ditolak karena tidak memenuhi persyaratan butir a/ diatas dikembalikan pada peserta yang mengajukan pada waktu kliring retur. Pengembalian warkat kredit dilakukan melalui kliring penyerahan setelah diketahui adanya kesalahan. 16
Thomas Suyatno, et.al., Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), h.75 17 Thomas Suyatno, et.al., Kelembagaan Perbankan, Op.cit,h.75
25
c. Pengembalian warkat disertai dengan surat keterangan penolakan (SKP) yang ditanda tangani dan diberi nama jelas dari peserta penerima. SKP tersebut berisi alasan-alasan penolakan warkat, sesuai ketentuan-ketentuan tentang cek dan bilyet giro kosong. Cara penyampaian warkat : warkat asli diserahkan kepada peserta yang mengkliringkan,
tembusan
pada
penyetor,
tembusan
pada
penyelenggara. d. Warkat yang ditolak dan diduga ada kreterianya dengan kejahatan harus ditahan kemudian dibuat surat keterangan pemalsuan dan dilaporkan pada polisi. 5. Kliring Retur Semua warkat yang dikembalikan (diretur) disortir kemudian dibagi menurut kelompok masing-masing peserta, warkat-warkat ini kemudian dicatat dalam daftar kliring retur dengan diperinci menurut nilai nominalnya, kemudian jumlahkan warkat-warkat dan nilai nominalnya. Setelah ditanda tangani wakil peserta, daftar kliring retur beserta warkatwarkatnya diserahkan kepada wakil. Bila terdapat perbedaan pendapat antara wakil-wakil kliring tentang dapat tidaknya satu warkat kliring ditolak, maka keputusan terakhir diserahkan kepada penyelenggara, dari hasil serah terima warkat dalam kliring retur kemudian disusun neraca kliring retur yang sebabnya, merupakan pelengkap dari saldo neraca kliring penyerah. 6. Bilyet Giro
26
Berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring retur dibuat bilyet saldo kliring yang memuat hasil akhir kliring dari call money. Oleh penyelenggara dibuatkan neraca gabungan yang merupakan kompilasi dari neraca masing-masing peserta kliring dinyatakan selesai apabila neraca kliring gabungan telah seimbang dan hasil kliring masing-masing peserta telah dapat diselesaikan. 7. Dihentikan dari Peserta Kliring Apabila jumlah kewajiban dari peserta melampaui jumlah dana (saldo) dan jaminan kliring yang tersedia pada penyelenggara, maka pelampauan itu disebut saldo negatif. Peserta yang bersangkutan diberi kesempatan untuk menyelesaikan saldo negatif itu 30 menit setelah pertemuan kliring retur ditutup. Jika sampai batas waktu tadi tidak dapat diselesaikan juga maka
atas
persetujuan
Bank
Indonesia
penyelenggara
dapat
memperpanjang batas waktu termasuk sampai hari kliring berikutnya sebelum kas dari kantor penyelenggara dibuka dan jika saldo negatif tidak dapat diselesaikan juga, maka terhadap peserta itu dikenakan penghentian sementara dari pengikutsertaannya dalam kliring. 8. Pengunduran Diri dari Peserta Kliring Peserta dapat mengajukan permohonan pengunduran diri dari peserta kliring jika, mengalami hal-hal sebagai berikut: a. Mengalami
kesulitan
keuangan
yang
mengakibatkan
tidak
terpenuhinya syarat-syarat untuk diikutsertakan lebih lanjut dalam kliring.
27
b. Kepengurusan peserta yang bersangkutan tidak menunjukan keadaan semestinya: seperti perselisihan dalam kepengurusan. 18
1. Penyelenggaraan kliring di selenggarakan oleh: a. Bank Indonesia (BI) b. Bank yang ditunjukan oleh BI: 1) Kelengkapan sarana, kemampuan administrasi, tenaga pimpinan dan pelaksana, ruang kantor, peralatan komunikasi. 2) Ketentuan: a. Melaksanakan penyelenggaraan kliring sesuai jadwal yang ditetapkan. b. Menyampaikan laporan mingguan data kliring. c. Hasil kliring pada hari itu juga diperhentikan pada kantor BI yang ditunjuk. 2. Bank Peserta Kliring Bank peserta kliring meliputi: Bank Indonesia (BI), Bank-bank Umum, Bank-bank Pembangunan penyertaan kliring: a. Langsung addalah memperhitungkan warkat secara langsung dalam pertemuan kliring b. Tidak langsung adalah memperhitungkan warkat dalam pertemuan kliring melalui kantor pusat atau cabang yang menjadi peserta langsung. 18
Widjanarko, Hukum dan Ketentuan Perbankan Indonesia, ( Jakarta: Pustaka Grafiti, 2003), h.113
28
Keikutsertaan Kantor Bank: a. Bank Indonesia: peserta langsung b. Bank Umum/ Bank Pembangunan 1) Kantor pusat, Hanya dapat menjadi peserta langsung 2) Kantor cabang, dapat menjadi peserta langsung dan peserta tidak langsung 3) Kantor Capem/dibawah kantor cabang, hanya dapat menjadi peserta tidak langsung. 3. Kegiatan Kliring Kliring Penyerahan: a. Warkat Debet Keluar Penyerahan warkat kliring ke bank lain, dimana dengan penyerahan ini akan menambah dana bank yang menyerahkan, warkat debet terdiri dari: nota debet bank sendiri, warkat bank lain (cek atau giro). b. Warkat Kredit Keluar Penyerahan watkat kliring ke bank lain, dimana dengan penyerahan ini akan mengurangi dana bank yang menyerahkan yaitu: nota kredit bank sendiri. Kliring Penerimaan: a. Warkat debet masuk Penerimaan warkat kliring ke bank lain dimana dengan penerimaan ini akan mengurangi dana bank yang menerima. Warkat debet terdiri dari:nota debet bank lain, warkat bank sendiri(cek atau bilyet giro).
29
b. Warkat kredit masuk c. Penerimaan warkat kliring ke bank lain dengan penerimaan ini akan menambah dana bank yang menerima yaitu nota kredit bank lain. Kliring Pengembakian (retur): Warkat kliring yang dapat dikembalikan hanya warkat debet, sedangkan warkat kredit tidak bisa dikembalikan pada kliring pengembalian tapi dapat diproses kliring hari berikutnya. a. Retur masuk Penerimaan kembaki warkat-warkat dari bank lain atas kliring penyetoran. Alasan penolakan:saldo tidak cukup, tanda tangan tidak sesuai,dan sebagainya. b. Retur keluar Penyerahan kembali warkat-warkat dari bank lain atas kliring penerimaan.
4. Wakil Peserta Kliring Setiap bank peserta menunjuk minimal 2 orang wakil tetap pada lembaga kliring. Golongan A, yang berwenang membuat, mengubah, memberikan tanda terima dan menandatangani daftar rekapitulasi, neraca,dan bilyet giro kliring. Golongan B, disamping berwenang seperti golongan A juga berwenang mengubah, menambah,dan menandatangani surat penolakan.