36 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PELAYANAN PUBLIK DAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK
2.1 Tinjauan Umum tentang Pelayanan Publik 2.1.1
Definisi
a. Pengertian Pelayanan Publik Secara Etimologis Secara sederhana dalam arti konsep pelayanan berarti membicarakan tentang cara yang dilakukan untuk memberikan servis atau jasa kepada orang yang membutuhkan. Dalam pengertian secara etimologis, kata publik berasal dari bahasa Inggris, yakni public berarti masyarakat, umum, rakyat umum, orang banyak, dan keperluan umum. Dalam Bahasa Indonesia, publik berarti orang banyak (umum). Dengan demikian, pelayanan publik merupakan kegiatan membantu masyarakat (stakeholders) dalam rangka memperoleh servis dan advis yang terkait dengan kepentingan umum (orang banyak). b. Pengertian Pelayanan Publik Menurut Para Ahli Menurut Philip Kotler sebagaimana dikutip dalam buku Sampara Lukman mengemukakan pandangannya mengenai konsep pelayanan sebagai berikut: A service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. It’s production may or may not be tied in physical produce” (Pelayanan merupakan setiap tindakan atau pelaksanaan yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya menunjukkan tidak nyata dan tidak mengakibatkan kekuasaan atas segala sesuatunya). Hasil dari pelayanan ini dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan produk fisik. Pandangan Kotler tersebut dapat dipahami bahwa pada hakikatnya pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. 47 47
Sampara Lukman, 2000, Manajemen Kualitas Pelayanan, STIA Lan Press, Jakarta, h.8
37
Sebagaimana konsep pelayanan menurut Philip Kotler tersebut, Sampara Lukman juga berpendapat bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urusan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.48 Disamping konsep pelayanan diatas, dalam memahami konsep pelayanan publik maka juga harus diketahui mengenai konsep publik. Inu Kencana mendefinisikan publik yakni: Sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.49 H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat juga mengemukakan pengertian pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.50 c. Pengertian Pelayanan Publik dalam Peraturan Perundang-Undangan. Pelayanan Publik di seluruh daerah provinsi serta kabupaten/kota di Indonesia dan telah memperoleh landasan konstitusional, yaitu diatur dalam Pasal 18A UUD NRI Tahun 1945. Ketentuan Pasal 18A tersebut selanjutnya di
48
Ibid, h. 6. Lijian Poltak Sinambela, 2006, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara, Bandung, h. 5. 50 H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op.cit, h. 19. 49
38 implementasikan melalui UU Pelayanan Publik. Dengan demikian UndangUndang Pelayanan Publik ini sudah seharusnya dalam tataran normatif harus menterjemahkan atau mengimplementasikan keinginan esensi Pasal 18A UUD NRI 1945. Dalam pengertian bahwa, ketentuan pasal ini harus memuat prinsipprinsip dasar yang memungkinkan bagi terselenggaranya pelayanan masyarakat yang lebih dapat dinikmati oleh masyarakat. Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai implementasi pengaturan pelayanan publik dalam UU Pelayanan Publik, perlu dikemukakan deskripsi pengertian dan teori mengenai pelayanan publik yang akan dibahas dalam bab ini. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 1 Angka 1 dirumuskan: Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian tugas utama
dari setiap instansi pemerintahan adalah
memberikan pelayanan atau menyelenggarakan pelayanan publik (public service) dan kesejahteraan bagi rakyatnya (public welfare) berdasarkan peraturan perundang-undangan.51 Dalam Keputusan Menteri Penetapan Aparatur Negara (KEPMENPAN) Nomor 63/KEPMEN/PAN/17/2003 dirumuskan bahwa: Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu 51
M. Busrizalti, 2013, Hukum Pemda : Otonomi Daerah dan Implikasinya, Cet. I, Total Media, Yogyakarta, h. 140.
39 barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Oleh karena itu sebenarnya pelayanan publik harus memiliki standar yang berbeda-beda antara suatu daerah dengan daerah yang lainnya dengan mengingat kondisi dan situasi yang berbeda. Berkaitan dengan pengertian tentang pelayanan publik di atas, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh institusi pemerintah pusat dan atau daerah dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian jelas bahwa tidak ada alasan untuk menghambat penyelenggaraan publik terhadap masyarakat oleh aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah. 2.1.2 Maksud, Tujuan, Asas, dan Ruang Lingkup Pelayanan Publik. Secara normatif maksud dirumuskannya pelayanan publik dalam UndangUndang Pelayanan Publik adalah untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Dengan demikian, penyelenggara pelayanan publik akan memperoleh perlindungan dan kepastian hukum apabila bertindak benar sesuai dengan hukum serta masyarakat terlindungi dari pelanggaran hukum atau penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Berdasarkan Pasal 3, Undang-undang tentang Pelayanan Publik bertujuan: a. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
40 b. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; c. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan d. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan publik. Di samping tujuan pelayanan publik, berdasarkan Pasal 4 UU pelayanan publik tersebut juga harus dilaksanakan dengan prinsip atau asas-asas sebagai berikut: a. Kepentingan umum, artinya pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan; b. Kepastian hukum, artinya terjaminnya hak dan kewajiban dalam pelayanan publik; c. Persamaan hak, artinya tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi; d. Keseimbangan hak dan kewajiban, artinya pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan; e. Keprofesionalan, artinya pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan tugasnya; f. Partisipatif, artinya peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat; g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, artinya setiap warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan yang adil; h. Keterbukaan, artinya setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan; i. Akuntabilitas, artinya proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, artinya pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan; k. Ketepatan waktu, artinya setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan, dan; l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, artinya setiap pelaanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.
41 Adapun sesuai dengan Pasal 5 UU Pelayanan Publik, ruang lingkup pelayanan publik meliputi: a. Pelayanan barang publik, mencakup pengadaan dan penyaluran; b. Pelayanan jasa publik; c. Pelayanan administratif. Pelayanan barang publik adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik (masyarakat). Barang publik tersebut merupakan hasil dari kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mendapat pelimpahan tugas untuk
menyelenggarakan
pelayanan
publik.
Misalnya
jaringan
telepon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih, penyediaan infrastruktur transportasi perkotaan dan pedesaan. Pelayanan jasa publik adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik. Jasa publik merupakan jasa yang dihasilkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD) yang mendapat pelimpahan tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Misalnya pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan navigasi, pelayanan peradilan, pelayanan kelalulintasan, pelayanan keamanan, pelayanan pasar, pelayanan transportasi. Pelayanan administratif adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik. Pelayanan dokumen tersebut antara lain dimulai dari seseorang yang lahir memperoleh akta kelahiran hingga meninggal dan memperoleh akta kematian, termasuk segala hal ihwal yang diperlukan oleh penduduk dan menjalani kehidupannya. Misalnya: Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin usaha, sertifikat tanah, surat nikah, Surat
42 Izin Mengemudi (SIM), dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Paspor.52 2.1.3 Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dalam mengatur penyelenggaraan pelayanan publik, maka diterapkan suatu pola penyelenggaraan pelayanan publik agar pelaksanaanya dapat berjalan sistematis, akuntabel dan transparansi. Pola penyelenggaraan pelayanan publik terdiri dari: 1. Fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya. 2. Terpusat, yaitu pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. 3. Terpadu a) Terpadu satu atap, yaitu pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu untuk disatu-atapkan. b) Terpadu satu pintu, yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. 4. Gugus Tugas, yaitu petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.53 Konsep pola penyelenggaraan pelayanan publik yang dianut oleh Indonesia pada dasarnya adalah pola penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Pola penyelenggaraan PTSP pada dasarnya ditujukan untuk perubahan paradigma
52
S.F Marbun, op.cit, h. 16. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op.cit, h. 103.
53
43 penyelenggaraan pelayanan publik yang secara garis besar meliputi peningkatan kualitas pelayanan publik, reinventing government, dan pemangkasan birokrasi.54
2.1.4. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dalam melaksanakan penyelenggaraan pelayananan publik, dibutuhkan suatu pengawasan yang harus diperhatikan oleh subjek penyelenggara pelayanan publik. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: 1. Pengawasan melekat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 3. Pengawasan Masyarakat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam peyelenggaraan pelayanan publik.55 Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh atasan langsung dan oleh pengawas fungsional, sedangkan pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh masyarakat dan oleh Ombudsman serta oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota).56 2.2
Tinjauan Umum Tentang Pengaduan Pelayanan Publik Dalam sebuah tindakan pelayanan akan selalu menyediakan beragam
kemungkinan respon publik, yaitu puas dan tidak puas. Bagi mereka yang puas
54
Muh. Jufri Dewa, op.cit, h. 129. Ibid, h. 106. 56 S.F. Marbun, op.cit, h. 23. 55
44 berkemungkinan mereka akan berlanjut pada tingkat loyalitas sedangkan bagi mereka yang tidak puas berkemungkinan melakukan komplain atau bahkan menarik diri dari berhubungan dengan organisasi pelayanan tersebut. Pelanggan yang komplain oleh sebagian besar organisasi pelayanan masih dianggap sesuatu yang negatif. Organisasi pelayanan yang mendorong pelanggan untuk komplain, biasanya sudah mengalami pergeseran sikap terhadap komplain, sehingga komplain tidak dipersepsi sebagai sesuatu yang negatif, tetapi justru lebih banyak sisi positifnya. Pada organisasi yang dikelola dengan baik maka model komplain bergerak dari yang awalnya menyampaian sesuatu yang bersifat kritik terhadap pelaksanaan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan atau organisasi menuju penyampaian pendapat yang lebih bersifat positif berupa masukan-masukan, saran-saran tentang bagaimana pelaksanaan pelayanan dapat dilaksanakan lebih baik. Kemampuan mendorong pelanggan untuk menyampaikan saran dan masukan terhadap pelayanan yang diberikan menunjukkan bahwa organisasi telah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan memuaskan pelanggan sehingga tingkat kesadaran publik untuk terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanannya seakan menjadi kebutuhan dan tanggung jawab bersama. 2.2.1 Pengertian Pengaduan atau Keluhan (Complaint) Menurut Kotler sebagaimana dikutip oleh C.S Hutasoit mengemukakan konsep kepuasan sebagai berikut: Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing product’s perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectations. Maksudnya, kepuasan merupakan perasaan seseorang
45 menyenangkan atau kecewa setelah membandingkan kinerja produk (atau hasil) dalam hubungannya dengan harapan konsumen.57 Jadi secara sederhana, keluhan atau komplain (pengaduan) adalah wujud ekspresi ketidakpuasan dari pelanggan atau penerima layanan atas tindakan layanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Pengaduan merupakan ungkapan publik yang bisa timbul karena adanya ketidakpuasan publik atas suatu produk atau pelayanan. Namun tidak setiap ketidakpuasan
akan
diungkapkan
dengan
pengaduan.
Pelanggan
akan
mengungkapkan pengaduan apabila merasa pengaduan yang disampaikan mendapat tanggapan positif dan tidak menyita waktu dan biaya. Sebaliknya bila penanganan pengaduan tidak praktis, pelanggan akan lebih memilih untuk tidak mengungkapkan aduannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu a. b. c. d. e. f. g.
derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan tingkat ketidakpuasan pelanggan manfaat yang diperoleh pengetahuan dan pengalaman sikap pelanggan terhadap keluhan tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.58
Selanjutnya Hirschman mengungkapkan tiga bentuk respon yang dapat dilakukan masyarakat atas pelayanan yang mengecewakan yaitu: a. Exit, dilakukan ketika masyarakat tidak puas pada pelayanan dengan mencari alternatif pelayanan dari organisasi lain b. Voice, dilakukan melalui keluhan pada birokrasi pelayanan
57
C.S Hutasoit, 2011, Pelayanan Publik : Teori Dan Aplikasi, Cet. I, MagnaScrift Publishing, Jakarta Timur, h. 16. 58 Ni Nyoman Yuliarmi dan Putu Riyasa, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar”, Jurnal Buletin Studi Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar, 2007, Volume 12, Nomor 1, h. 16.
46 c. Loyalty, merupakan bentuk kesetiaan terhadap birokrasi yang melakukan voice untuk mengungkapkan kekecewaan kemudian tetap loyal pada organisasi meskipun mempunyai rasa kecewa.59 Pengaduan
sering dipandang sebagai
hal
buruk bagi
kehidupan
penyelenggara pelayanan publik, sehingga banyak pihak berusaha menutupi atau mengabaikannya. Padahal pengaduan menjadi peringatan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas penyelenggara pelayanan publik. Bahkan dengan kemampuan mengelola dan merespon aduan dapat menjadi kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan, bahkan dapat meningkatkan keuntungan. Keluhan dapat muncul karena adanya perbedaan antara persepsi dan harapan pengguna layanan dengan pelayanan yang diberikan, sehingga apa yang diharapkan pengguna layanan kurang sesuai atau tidak diberikan oleh pemberi layanan. Misalnya standar pelayanan yang ditetapkan ternyata tidak sesuai dengan pelayanan yang diberikan untuk masyarakat. Hal tersebut menyebabkan adanya kesenjangan antara penyampaian jasa yang dilakukan dengan spesifikasi kualitas jasa. Bila kesenjangan-kesenjangan yang demikian terjadi, maka akan timbul keluhan dan untuk itulah proses handling complaint (penanganan keluhan) diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang disebabkan oleh kesenjangankesenjangan tersebut. 2.2.2 Standar Pelayanan Minimal Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima 59
Suryadi, “Penanganan Keluhan Publik Pada Birokrasi Dinas Perijinan”, Jurnal Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, 2010, Volume 23, Nomor 4, h. 294.
47 pelayanan.
Standar
pelayanan
adalah
ukuran
yang
dilakukan
dalam
penyelenggaraan pelayanan yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.60 Adapun berdasarkan UU Pelayanan Publik, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya harus memuat komponen-komponen sebagai berikut: a. Dasar hukum; b. Persyaratan; c. Sistem, mekanisme, dan prosedur. Prosedur Pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. d. Jangka waktu penyelesaian. Jangka waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. e. Biaya Pelayanan. Biaya pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. f. Produk Pelayanan. Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. g. Sarana dan prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. h. Kompetensi Pelaksana atau Petugas Pemberi Pelayanan. Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan. i. Pengawasan Internal j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan k. Jumlah pelaksana l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilkasanakan sesuai dengan standar pelayanan. m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keraguraguan, dan n. Evaluasi kinerja pelaksana.61 Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Penyusunan standar pelayanan wajib mengikutsertakan masyarakat dengan prinsip tidak diskriminatif, mereka yang 60
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op.cit, h. 103. S.F. Marbun, op.cit, h. 21.
61
48 terkait langsung dengan jenis pelayanan, mengutamakan kompetensi dan mengutamakan musyawarah serta memperhatikan keberagaman.62 Berdasarkan kaitannya dalam penulisan skripsi ini, maka Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan sudah sepatutnya memiliki standar pelayanan yang menjadi landasan dalam proses pemberian pelayanan kepada masyarakat. Adapun payung hukum atas standar pelayanan dalam Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang skripsi ini adalah Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan Nomor: 75/DKCS/2015 Tentang Penetapan Standar Pelayanan Pada Jenis Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
62
Ibid.