BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG SISTEM KOORDINASI, BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) DAN PELAYANAN KEPADA NASABAH
A. Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi Diantara sistem manajemen yang mengatur sumberdaya manusia untuk melaksanakan kegiatan manajemen adalah sistem koordinasi manajemen. Koordinasi didefinisikan sebagai proses kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terarah, dikelompokkan dan Terstruktur dengan baik dan benar sesuai dengan job dan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya yang menjadi perangkat koordinasi guna mencapai hasil, sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Koordinasi berasal dari bahasa inggris coordination bersumber dari perkataan latin coordination yang berarti kombinasi atau interaksi yang harmonis (harmonious combination on interaction). (Onong Uchyana, 1993: 18). Menurut Moekijat bahwa koordinasi adalah penyelarasan secara teratur atau penyusunan kembali kegiatan-kegiatan dari individu-individu untuk mencapai tujuan bersama. (Moekijat, 1994; 2) Hasibuan
(2001:
85),
bahwa
koordinasi
adalah
Kegiatan
mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur 6M dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
22
23
Mc. Ferlad (dalam Soewarno Handayaningrat 1986: 88), mendefinisikan bahwa koordinasi adalah suatu proses dimana pemimpin mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur diantara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Koordinasi dalam suatu manajemen adalah kegiatan membuat orang-orang yang terlibat dalam organisasi, berinteraksi secara harmonis atau secara singkat dapat dikatakan bahwa koordinasi adalah kerjasama yang harmonis (Onong Uchyana, 1993: 18). Berdasar
pengertian
yang
dikemukakan
oleh
para
tokoh
manajemen di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa; a. Pertama, bahwa sistem koordinasi adalah salah satu fungsi serta sistem manajemen yang didalamnya mempunyai sub-sub sistem tersendiri. b. Kedua sistem koordinasi adalah rangkaian sistem yang terdiri dari unsur-unsur 6M yakni sebagai perangkat penunjang organisasi, proses kerja ,dan tujuan atau sasaran kerja. c. Ketiga, sistem koordinasi dalam proses aktivitas terdiri dari rangkaian kerja untuk menentukan dan mengarahkan, mengkoordinasikan kerja menjadi satuan tugas kerja, pendegalisiran wewenang kepada individu, dalam mencapai tujuan organisasi. 2. Tipe-Tipe Koordinasi Menurut Hasibuan (2001; 86), terdapat dua tipe koordinasi yaitu tipe koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan pengarahan yang dilakukan oleh
24
atasan terhadap kegiatan unit-unit kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah
wewenang
dan
tanggung
jawabnya.
Tegasnya
atasan
mengkoordinasikan semua anggota yang ada dibawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sangsi kepada aparat yang sulit diatur. Tipe koordinasi yang kedua menurut Hasibuan (2001: 87), yaitu koordinasi horisontal yang pengertiannya yaitu mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi yang setingkat. Koordinasi horisontal ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu; a. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan
tindakan–tindakan,
mewujudkan,
dan
menciptakan
disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern ataupun secara ekstern pada unit yang sama tugasnya. b. Interrelated adalah koordinasi antar badan atau unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergatung atau mempunyai kaitan baik, cara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf, koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sangsi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat. Menurut Handayaningrat (1980: 90), terdapat dua tipe koordinasi yaitu koordinasi intern dan fungsional. Koordinasi intern yaitu koordinasi yang dilakukan oleh atasan langsung. Dalam koordinasi ini manajer wajib mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan bawahan, apakah bawahannya telah
25
melakukan tugas sesuai dengan kebijaksanaannya atau tugas pokoknya. Untuk mengetuai kemampuan seorang manajer dalam mengkoordinasikan bawahannya, tergantung dari pada beberapa jumlah bawahan yang dapat di koordinasi secara efektif. Bila terdapat adanya rentang / jenjang pengendalian yang luas berarti jumlah bawahan yang harus dikendalikan banyak. Sebaliknya bila terdapat adanya rentang / jenjang pengendalian yang sempit, maka jumlah bawahan yang harus dikendalikan sedikit. Oleh karena kemampuan jumlah manusia terbatas, maka diperlukan pembatasan secara rasional terhadap jumlah bawahan yang harus dikendalikan. Tipe koordinasi yang kedua menurut Soewarno Handayaningrat (1980: 91), yaitu koordinasi fungsional yaitu koordinasi yang dilakukan horizontal, hal ini disebabkan karena sebuah unit organisasi tidak mungkin dapat melakukan sendiri tanpa batuan unit organisasi lain. Dengan perkataan lain bahwa koordinasi fungsional wajib dilakukan karena unitunit/organisasi lainnya mempunyai hubungan secara fungsional yang dapat dibedakan antara koordinasi fungsional yang bersifat intern dan ekstern. a. Koordinasi fungsional yang bersifat intern, yaitu bahwa unit-unit dalam organisasi diperlukan koordinasi secara horisontal. Koordinasi fungsional ini diperlukan, karena antara unit yang satu dengan unit lainnya mempunyai hubungan kerja secara fungsional. b. Koordinasi fungsional yang bersifat ekstern, adalah koordinasi antara organisasi satu dengan organisasi lainnya. Hal ini mungkin
26
menyangkut satu atau beberapa organisasi. Koordinasi fungsional ini dilakukan, karena sebuah organisasi tidak mungkin menyelenggarakan tugasnya tanpa bantuan dari organisasi lainnya. 3. Prinsip-Prinsip Koordinasi Prinsip merupakan kebenaran yang pokok atau apa yang diyakini menjadi kebenaran pada suatu waktu tertentu (Moekijat, 1994: 36). Dengan demikian yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koordinasi adalah kebenaran-kebenaran yang pokok atau apa yang diyakini menjadi kebenaran-kebenaran dalam bidang koordinasi. Menurut George R Terry dan Stephene G. franklin (moekijat 1994: 36), mengatakan bahwa prinsip dapat dirumuskan sebagai suatu pernyataan atau kebenaran yang pokok yang memberikan suatu petunjuk untuk berpikir atau bertindak. Pernyataan yang pokok memberitahukan hasil-hasil apakah yang dikemukakan bila prinsip itu diterapkan. Berikut adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh beberapa ahli (dalam Moekijat 1994: 36), yaitu: a.
Geoge R. Terry, mengatakan bahwa koordinasi itu membantu memperbesar hasil kerja suatu kelompok dengan jalan mendapatkan keseimbangan dan menyatupadukan kegiatan bagian-bagian yang penting, menunjukkan partisipasi kelompok dalam tahap awal perencanaan dan mendapatkan penerimaan tujuan kelompok dari setiap anggota.
27
b.
Menurut Dann Sugandha, (1988: 16) mengatakan bahwa beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi antara lain adalah: 1. Ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama. 2. Adanya kesempatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya. 3. Adanya kegiatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan. 4. Adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang berkerja sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing. 5. Adanya koordinasi yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerja sama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama. 6. Adanya informasi dari berbagai yang mengalir kepada koordinator sehingga koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerja sama dan mengerti masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak. 7. Adanya saling hormati terhadap wewenang fungsional masingmasing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling bantu.
28
4. Syarat-Syarat Koordinasi Menurut Tripethi dan Reddy (dalam Moekijat 1994.39), syarat untuk mencapai koordinasi manajemen yang efektif ada sembilan, syarat yaitu. a. Hubungan langsung Koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung diantara orang-orang yang bertanggung jawab. Melalui hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan, pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan salah paham dapat dijelaskan jauh lebih baik ketimbang melalui metode apapun lainnya. b. Kesempatan awal Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Misalnya, sambil mempersiapkan rencana itu sendiri hanya ada konsultasi bersama. Dengan cara demikian tugas penyesuaian dan penyatuan dalam proses pelaksanaan rencana lebih mudah. c. Konstitusi Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinyu dan harus berlangsung pada semua waktu, mulai dari tahapan perencanaan. Oleh karena itu koordinasi merupakan dasar struktur organisasi, maka koordinasi harus berlangsung selama perusahan berfungsi.
29
d. Dinamisme Koordinasi harus secara terus menerus diubah mengingat perubahan-perubahan lingkungan intern maupun ekstern. Dengan kata lain koordinasi itu jangan kaku. Koordinasi akan meredakan masalahmasalah apabila timbul koordinasi yang baik akan mengetuai masalah secara dini dan mencegah kejadiannya. e. Tujuan yang jelas Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif dalam suatu perusahan, manajer-manajer bagian harus diberitahu tentang tujuan perusahan dan diminta agar berkerja untuk tujuan bersama perusahan. Suatu tujuan yang jelas dan diberikan keselarasan tindakan. f. Organisasi yang sederhana Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang
efektif.
Penyusunan
kembali
bagian-bagian
dapat
dipertimbangkan untuk memiliki koordinasi yang lebih baik diantara bagian. Pelaksanaan pekerjaan dan fungsi yang erat berhubungan dapat ditempatkan di bawah beban seorang pimpinan apabila hak ini akan mempermudah
pengambilan
tindakan
yang
diperlukan
untuk
koordinasi agar semua bagian yang saling berhadapan dapat dibicarakan kepada seorang atasan bersama untuk menjamin koordinasi yang lebih baik. Suatu sub bagian merupakan suatu contoh jelas pengelompokan ini. Suatu sub bagian membuat koordinasi lebih
30
mudah dan membantu penyusunan yang cepat terhadap perubahan lingkungan. g. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas Faktor lain yang memudahkan koordinasi adalah wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing individu dan bagian. Wewenang yang jelas tidak harus mengurangi pertentangan diantara pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pelaksanaan pekerjaan dengan kesatuan tujuan. Selanjutnya, wewenang yang jelas membantu manajer dalam mengawasi bawahan bertanggung jawab atas pelanggaran pembatasanpembatasan. h. Komunikasi yang efektif Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik. Melalui saling tukar informasi secara terus menerus, perbedaan individu dan bagian dapat diatasi dan perubahanperubahan kebijaksanaan, penyesuaian program-program, untuk waktu yang akan datang, dan sebagainya, dapat dibicarakan. Melalui komunikasi
yang
efektif
tindakan-tindakan
atau
pelaksanaan-
pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahan dapat dihindarkan dan kegiatan-kegiatan keseluruhan staf dapat diarahkan secara harmonis menuju ke pelaksanaan tujuan perusahan yang ditentukan.
31
i. Kepemimpinan dan supervisi yang efektif Suksesnya koordinasi banyak dipengaruhi oleh hakikat kepemimpinan dan supervisi. Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkatan perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaan. Kepemimpinan yang efektif merupakan metode koordinasi yang paling baik dan tidak ada lain yang dapat menggantikannya (Moekijat 1994:39-42) 5. Teknik-Teknik Koordinasi Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha penciptaan tujuan bersama. Koordinasi tidak dapat diperintahkan dan dipaksakan tetapi akan lebih baik dengan cara persuasif kepada bawahan. Karena dengan cara tersebut akan lebih mudah dihayati dan ditaati olah bawahan, untuk itu cara-cara mengadakan koordinasi harus benar. Seperti yang dikatakan oleh Hasibuan (2001: 88). bahwa cara-cara mengadakan koordinasi adalah sebagai berikut. 1.
Memberikan keterangan secara langsung dan bersahabat. Keterangan mengenai pekerjaan saja cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi yang baik.
2.
Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan dicapai oleh anggota tidak menurut masing-masing individu anggota dengan tujuannya sendiri-sendiri tujuan itu adalah tujuan bersama.
32
3.
Mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide, dan lain-lain.
4.
Mendorong para anggota untuk berpartisipasi dalam pencapaian sasaran.
5.
Membina hubungan reiadons yang baik antara sesama karyawan. Sedangkan menurut Pandji Anoraga (1992: 37), mengatakan
langkah-langkah yang dilakukan untuk menjamin bawahan satu rencana dan tindakan yang telah di koordinasi adalah sebagai berikut: 1. Melakukan rapat, sebagai langkah untuk mengadakan integrasi pokokpokok hasil pekerjaan setiap karyawan. 2. Mengumpulkan laporan-laporan atasan pelaksanaan kebijaksanaan pimpinan yang telah digariskan. 3. Melakukan kunjungan untuk melihat secara langsung serta untuk memberikan secara langsung petunjuk sesuai dengan pedoman yang telah digariskan. 4. Memelihara hubungan dalam berbagai bentuk demi meningkatkan keserasian kerja. Adanya fungsi koordinasi dianggap sebagai fungsi yang tidak terpisah dari fungsi-fungsi manajemen lainnya seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian sasaran dan pengendalian. Sedangkan menurut Tripathi dan Reddy (dalam Moekijat 1994: 129-134), mengatakan ada delapan teknik yang penting untuk mencapai koordinasi yang efektif.
33
a. Hierarki Alat yang paling sederhana untuk mencapai koordinasi adalah hierarki atau landasan komando, dengan menampakkan unit-unit yang saling bergantung dibawah seorang atasan dapat dijamin adanya koordinasi diantara kegiatan-kegiatannya. Para ahli klasik sangat mengandalkan alat ini. b. Peraturan, prosedur dan kebijaksanaan Rincian peraturan, prosedur dan kebijaksanaan merupakan alat yang sudah umum untuk mengkoordinasikan sub-sub unit dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatannya yang sifatnya rutin. Peraturan, prosedur dan kebijaksanaan standar ditentukan untuk mencakup semua situasi yang mungkin. Akan Tetapi seperti halnya yang ditunjukkan oleh beberapa kritik alat ini merupakan suatu "lingkaran setan'' di dalam akibat gangguan fungsi alat ini menimbulkan kepercayaan yang lebih kuat kepadanya. Artinya uraian peraturan-peraturan, prosedurprosedur merupakan lebih banyak peraturan dan prosedur untuk memeliharanya. c. Perencanaan Perencanaan merupakan suatu cara untuk mengetahui lebih dini keadaan-keadaan yang saling bergantung dan dengan demikian dapat mencegah atau mengurangi kesulitan-kesulitan koordinasi. Sampai suatu tingkat sehingga kemungkinan-kemungkinan timbul tidak diketahui secara dini dalam rencana, koordinasi memerlukan
34
komunikasi untuk memberikan komunikasi untuk memberikan peringatan penyimpangan dari kondisi yang direncanakan atau diramalkan. d. Panitia Pengikutsertaan panitia atau pengambilan keputusan kelompok merupakan alat koordinasi yang sudah umum. Alat ini sangat mengurangi
struktur
hierarki
meningkatkan
komunikasi
dan
pemahaman ide-ide yang efektif mendorong penerimaan dan tanggung jawab atas kebijaksanaan dan membuat pelaksanaan menjadi lebih efektif. e. Ide Membantu perkembangan saling percaya dan kerja sama juga merupakan suatu mekanisme pengkoordinasian. Menurut Gullck (dalam Meokijat 1994: 132) mengatakan pemimpin sebaiknya muncul dalam
pikiran mereka yang berhubungan dengan tiap kegiatan
keinginan dan kemauan bekerja sama untuk suatu tujuan. Tidak hanya mencakup kecakapan atau kemampuan yang berhubungan dengan pengertian, tetapi juga berhubungan dengan emosi. f. Indoktrinasi insentif Mengindoktrinasi anggota-anggota dengan sasaran-sasaran dan tugas-tugas organisasi, suatu alat yang biasanya digunakan dalam organisasi-organisasi keagamaan dan militer, masih merupakan suatu alat pengkoordinasian lainnya.
35
g. Insentif Memberikan insentif kepada unit-unit yang saling bergabung untuk bekerja sama, seperti rencana pembagian laba merupakan suatu mekanisme atau alat yang lain. Anjuran Ardent mengenai pembagian laba menyatakan bahwa hal ini meningkatkan semangat kelompok yang lebih baik diantara pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja, diantara para atasan dan orang-orang bawahan. h. Bagian penghubung Dalam beberapa kegiatan dimana terdapat hubungan yang banyak sekali diantara dua bagian, bagian penghubung berkembang mengenai transaksi-transaksi. Hal ini terjadi khususnya antara bagian penjualan dan bagian produksi. B. Baittul Mal wa Tamwil (BMT) 1. Pengertian Baitul Mal wa Tamwil (BMT) BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal wa Tamwil atau dapat ditulis dengan baitul maal wa baitul tamwil. Secara harfiyah / lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul mal dikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan Islam dimana
baitul
maal
berfungsi
untuk
mengumpulkan
sekaligus
mentasyarufkan dana sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.
36
Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari baitul tamwil. Sebagai lembaga sosial baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan lembaga amil zakat (LAZ), oleh karenanya, baitul maal ini harus didorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah, wakaf, dan sumber dana-dana yang lain. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta
menyalurkannya
kepada
sektor
ekonomi
yang
halal
dan
menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan yang dilarang dan dilakukan oleh lembaga keuangan bank. (Muhammad Ridwan, 2004 :126) Baitul Maal wa Tamwil adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya
berintikan
Baitul
Maal
wa
Tamwil
dengan
kegiatan
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil ke bawah dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu Baitul Maal wa Tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infaq
37
dan sodaqoh serta menyalurkan sesuai dengan peraturan amanatnya (A. Djazuli, 2002:183) Berdasar pengertian di atas dapat dipahami bahwa pola pengembangan lembaga ini diadopsi dari Baitul Maal yang pernah dan sempat tumbuh dan berkembang pada masa Nabi SAW., dan Khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu keberadaan BMT selain bisa dianggap sebagai media penyaluran zakat, infaq dan sodaqoh juga bisa dianggap sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif seperti layaknya bank. 2. Landasan Normatif Tentang Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Al-Qur’an Al-Qur’an tidak menyebutkan lembaga keuangan secara eksplisit. Namun penekanan konsep organisasi sebagaimana keuangan telah terdapat dalam al-Qur’an. Konsep dasar kerjasama muamalah dengan berbagai cabang kegiatannya mendapat perhatian yang cukup banyak dalam alQur’an. Khusus tentang urusan ekonomi, al-Qur'an memberikan aturanaturan dasar supaya transaksi ekonomi tidak sampai melanggar norma / etika (riba), dengan demikian BMT suatu lembaga ekonomi Islam yang berupaya memberdayakan perekonomian dan menghindari dari rentenir yang menerapkan bunga yang tinggi. Firman Allah dalam surat al-Baqarah: 275.
(275 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ... ﺎﺮﺑ ﻡ ﺍﻟ ﺮ ﺣ ﻭ ﻊ ﻴﺒﻪ ﺍﹾﻟ ﺣﻞﱠ ﺍﻟﱠﻠ ﻭﹶﺃ
38
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba … (QS. alBaqarah: 275) (Depag RI, 1978: 69) Firman Allah dalam surat Ali Imron: 130 secara eksplisit menyatakan tentang haramnya riba.
(ﻮ ﹶﻥﺗ ﹾﻔِﻠﺤ ﻢ ﻌﻠﱠﻜﹸ ﻪ ﹶﻟ ﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﺍﻋ ﹶﻔ ﹰﺔ ﻭ ﺎﻣﻀ ﺎﻓﹰﺎﺿﻌ ﺑﺎ ﹶﺃﺗ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺮ ﻮﺍ ﻻﻣﻨ ﻦ ﺁ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ (130:)ﺁﻝ ﻋﻤﺮان Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS. Ali Imron: 130) (Depag RI, 1978: 79) Lebih jauh dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih berorientasi pada keadilan dan kemakmuran umat. Organisasi keuangan (BMT) dikenal dengan istilah amil. Badan ini tidak saja berfungsi untuk urusan zakat semata, tetapi memiliki peran yang lebih luas dalam peningkatan ekonomi dengan menunjukan mekanisme distribusi yang merata dan adil. (Muhammad Ridwan. 2004. 54) Menurut Islam adil adalah norma yang paling utama dalam seluruh praktek perekonomian. Hal ini dapat ditangkap dalam al-Qur'an yang menjadikan adil sebagai tujuan agama samawi, karena Allah meyukai terhadap orang-orang yang bersifat adil. (Yusuf Qordhawi, 1997. 182). Firman Allah
ﻳﻘﹸﻮ ﹸﻝﻭ ﻢ ﺑ ِﻬﺭ ﻋﻠﹶﻰ ﻮ ﹶﻥﺮﺿ ﻌ ﻳ ﻚ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﻛﺬِﺑﹰﺎ ﺃﹸﻭﹶﻟِﺌ ﻯﺘﺮﻤ ِﻦ ﺍ ﹾﻓ ِﻣﻦ ﹶﺃ ﹾﻇﹶﻠﻢ ﻣ ﻭ (18:ﲔ )ﻫﻮﺩ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻈﱠﺎِﻟ ِﻤ ﻨﺔﹸ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪﻌ ﻢ ﺃﹶﻻ ﹶﻟ ﺑ ِﻬﺭ ﻋﻠﹶﻰ ﻮﺍﻦ ﹶﻛ ﹶﺬﺑ ﻻ ِﺀ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻫﺆ ﺩ ﺎﺷﻬ ﺍﹾﻟﹶﺄ Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah, mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka dan para saksi akan berkata. Orang inilah yang telah berdusta terhadap tuhan
39
mereka ingatlah kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim (QS. Huud: 18) (Depag RI, 1978: 329) Al-Hadist Lembaga baitul maal merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Apa yang dilaksanakan rasul itu merupakan proses penerimaan pendapatan dan pembelanjaan secara transparan dan bertujuan seperti yang disebut sekarang sebagai welfare oriented. (Muhammad Ridhwan, 2004: 56) Tujuan baitul maal secara transparan dalam melaksanakan akadnya ini akan jauh dari unsur riba, di dalam al-Qur’an term riba dapat dipahami dalam delapan macam arti yaitu pertumbuhan, peningkatan, bertambah, meningkat, menjadi besar, dan besar. (Abdullah Saeed, 2004: 34). BMT dalam operasionalnya menggunakan BMT menggunakan akad wadiah (titipan), akad syirkah, dan akad mudharabah (al-Qirad) yang berlandaskan pada hadist nabi:
ﻪ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﱠﻠ ﻮ ﹸﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪﺭﺳ ﻦ ﹶﺃﺑِﻴ ِﻪ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻋ ﺐ ٍ ﻴﻬ ﺑ ِﻦ ﺻ ﺎِﻟ ِﺢﻦ ﺻ ﻋ ﺩ ﺍﻭﺑ ِﻦ ﺩ ﻤ ِﻦ ﺣ ﺮ ﺒ ِﺪ ﺍﻟﻋ ﻦ ﻋ ﺖ ﻟﹶﺎ ِ ﻴﺒﺸ ِﻌ ِﲑ ِﻟ ﹾﻠ ﺑِﺎﻟﺒﺮﻁ ﺍﹾﻟ ﺧﻠﹶﺎ ﹸ ﻭﹶﺃ ﺿﺔﹸ ﺭ ﻤﻘﹶﺎ ﺍﹾﻟﺟ ٍﻞ ﻭ ﻊ ِﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃ ﻴﺒﺮ ﹶﻛﺔﹸ ﺍﹾﻟ ﺒﻦ ﺍﹾﻟ ﺙ ﻓِﻴ ِﻬ ﻢ ﹶﺛﻠﹶﺎ ﹲ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﻴ ِﻊﺒِﻟ ﹾﻠ Dari Abdurrahman bin Daud, dari Sholeh bin Suhaib dari bapaknya ra. Bahwa Rasulallah SAW bersabda: tiga perkara di dalamnya terdapat keberkahan (1) menjual pembayaran secara kredit (2) muqaradah (nama lain dari mudharabah) (3) mencampur dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk di jual (HR, Ibnu Majah) (Ibnu Majah: 1995: 720)
40
3. Karakteristik Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Baitul Maal wa Tamwil (BMT) menggabungkan dua kegiatan yang sifatnya berbeda yaitu laba dan nirlaba dalam satu lembaga. Namun, secara operasionalnya BMT tetap merupakan entitas (badan) yang terpisah. Dalam perkembangannya, selama bergerak dibidang keuangan BMT juga bergerak di sektor riil. Sehingga ada tiga jenis aktifitas yang dilakukan BMT yaitu jasa keuangan sosial atau pengelolaan zakat infaq dan shadaqah serta sektor riil. Mengingat masing-masing mempunyai ke hasan sendiri, setip aktifitas merupakan badan yang terpisah, artinya pengelola dana ZIS, jasa keuangan dan sektor rill tidak bercampur satu sama lain. Penilaian kinerjanya pun selalu dipisahkan sebelum menilai kerja BMT secara keseluruhan. Selain itu yang mendasar adalah bahwa seluruh aktifitas BMT harus dijalankan prinsip muamalah (ekonomi) dalam Islam (Hartanto Widodo, 1999: 81-82) Karakteristik usaha BMT Menurut Hartanto Widodo (1999: 8284), adalah sebagai berikut: 1. Jasa Keuangan Kegiatan jasa keuangan dikembangkan oleh BMT berupa penghimpunan dana dan menyalurkannya melalui pembiayaan dari anggota dan untuk anggota atau non anggota. Kegiatan ini dapat disamakan secara operasional dengan kegiatan simpanan pinjam dalam koperasi atau kegiatan perbankan secara umum. Namun demikian karena merupakan lembaga keuangan Islam, BMT dapat disamakan
41
dengan sistem perbankan lembaga keuangan yang mendasarkan kegiatannya dengan syariat Islam. Hal ini juga terlihat dari produkproduk jasanya yang kurang lebih sama dengan yang ada dalam perbankan Islam. Sesuai dengan peraturan perundang-undang koperasi, untuk jenis kegiatan simpanan pinjam, aktifitasnya tidak boleh bercampur dengan aktifitas lain yang dilakukan oleh koperasi. 2. Sektor Riil Pada dasarnya kegiatan sektor rill yang merupakan bentuk penyaluran dana BMT. Namun, berbeda dengan kegiatan jasa keuangan yang penyalurannya berjangka waktu tertentu, penyaluran dana pada sektor riil bersifat permanen atau jangka panjang dan terdapat unsur kepemilikan didalamnya. Penyaluran dana ini selanjutnya disebut investasi atau pernyataan. Investasi yang dilakukan BMT dapat dengan mendirikan usaha baru dengan masukan ke usaha yang sudah ada dengan cara membeli saham. 3. Sosial (zakat infaq dan shadaqah) Kegiatan pada sektor ini adalah pengelolaan zakat, infaq dan sodaqoh baik yang berasal dari dompet dhuafa, atau yang dihimpun sendiri oleh BMT. Sektor ini merupakan salah satu kekuatan BMT karena juga berperan dalam pembinaan agama Islam bagi para nasabah dalam bentuk sektor jasa keuangan BMT. Dengan demikian pemberdayaan yang dilakukan BMT tidak terbatas pada sisi ekonomi,
42
tetapi juga dalam hal agama. Diharapkan para nasabah BMT tersebut akan turut memperkuat sektor sosial BMT ini dengan menyalurkan ZIS-nya kepada BMT. Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga ekonomi keuangan BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan dan kepada masyarakat (anggota BMT). Sebagai lembaga ekonomi seperti perdagangan dan industri. Atas landasan tersebut, maka menurut (Djazuli, 2002: 184) Baitul Mal wa Tamwil memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berorientasi pemanfaatan
bisnis,
mencari
ekonomi
paling
laba
bersama,
banyak
untuk
meningkatkan anggota
dan
lingkungannya. 2. Bukan
lembaga
sosial
tetapi
dapat
dimamfaatkan
untuk
mengefektifkan penggunaan zakat infaq dan shadaqah bagi kesejahteraan orang banyak. 3. Di tumbukan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya. 4. Milik bersama masyarakat kecil bawah dan kecil dari lingkungan BMT itu sendiri milik orang seorang dari luar masyarakat. Menurut Muhammad (2000: 114), mengatakan bahwa BMT memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Modal awal lebih kurang Rp 5 s/d 10 Juta.
43
2. Memberikan pembiayaan kepada anggota relatif lebih kecil tergantung perkembangan besarnya modal. 3. Menerima titipan zakat, infaq dan sodaqoh. 4. Calon pengelolaan atau manajer dipilih yang berakidah, komitmen tinggi pada pengembangan ekonomi umat, amanah dan jujur, jika mungkin lulusan D3, S1. 5. Dalam operasi menggiatkan dan menjemput berbagai jenis simpanan
mudharabah,
demikian
pula
terhadap
nasabah
pembiayaan. Tidak hanya menunggu. 6. Manajemennya profesional dan Islami. 4. Badan Hukum Baitul Maal wa Tamwil (BMT) BMT dapat didirikan dalam bentuk KSM Kelompok Swadaya Masyarakat atau koperasi. Sebelum menjalankan usaha, kelompok swadaya masyarakat mesti mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubas Bisnis Usaha Kecil) sementara PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) Sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang mendukung problem proyek hubungan bank dengan kelompok swadaya masyarakat yang dikelola oleh Bank Indonesia (PHBK-BI). Selain dengan badan kelompok swadaya masyarakat, BMT juga bisa didirikan dengan menggunakan badan hukum koperasi, baik koperasi serba usaha di perkotaan, koperasi unit desa di pedesaan maupun koperasi pondok pesantren (Kopontren) di lingkungan pesantren.
44
Berkenaan dengan Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam petunjuk Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20 maret 1995 yang menetapkan bahwa apabila di suatu wilayah dimana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan baik dan organisasinya telah teratur dengan baik, maka BMT bisa menjadi unit usaha otonom (U2O) atau tempat pelayanan koperasi (PPK) dari KUD yang bersangkutan dapat dioperasikan sebagai BMT. Apabila di wilayah yang bersangkutan belum ada KUD, maka dapat didirikan KUD BMT. Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan dalam UU Nomor 7 tahun 1992 dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut undang-undang, pihak yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian, kalau BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi itu telah berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri ke pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagai BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah) dengan badan hukum koperasi dan perseroan terbatas. (A. Djazuli, 2002: 186).
45
5. Struktur Organisasi Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Menurut A. Djazuli (2001:192) bahwa struktur BMT yang paling sederhana harus terdiri dari badan sendiri, badan pengawas, anggota BMT dan badan pengelola. Badan pendiri adalah orang-orang yang mendirikan BMT dan mempunyai hak prerogative yang seluas-luasnya dalam menentukan arah dan kebijaksanaan organisasi BMT. Dalam kapasitas ini, badan pendiri adalah salah satu struktur dalam organisasi BMT yang berhak mengubah Anggaran Dasar dan bahkan sampai membubarkan BMT itu sendiri. Badan pengawasan adalah sebuah badan yang berwenang dalam menetapkan kebajikan operasional BMT, yang termasuk ke dalam kebijakan operasional adalah antara lain memilih badan pengelola, menelaah dan memeriksa pembukuan BMT dan memberikan saran kepada badan pengelola berkenaan dengan operasional BMT. Pihak-pihak yang masuk ke dalam badan pengawasan ini adalah anggota badan pendiri, peserta modal awal yang memiliki pernyataan tetap dan anggota BMT yang di angkat dan ditetapkan badan pendiri atau usulan badan pengawasan (A. Djazuli 2001: 192-193). Anggota BMT adalah orang yang secara resmi mendaftarkan diri sebagai anggota BMT dan dinyatakan diterima oleh badan pengelola yang diperoleh BMT. Anggota juga memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota badan pengawas. Mereka yang berhak menjadi anggota BMT adalah yang berdomisili di wilayah kerja BMT itu sendiri.
46
Badan pengelola adalah sebuah badan yang mengelola organisasi dan perusahan BMT serta dipilih dari dan oleh anggota pengawas (badan pendiri dan perwakilan anggota). Sebagai pengelola organisasi dan perusahaan BMT, badan pengelola ini biasanya memiliki struktur organisasi sendiri (A. Djazuli 2001: 193). Menurut M. Syafe’i Antonio (2001: 30) mengatakan bank syari’ah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syari’ah dan bank konvensional adalah keharusan adanya dewan pengawasan syari’ah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis syari’ah. Dewan pengawas syari’ah biasanya diletakkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh dewan pengawas syari’ah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham, setelah para anggota dewan pengawas syari’ah itu mendapat rekomendasi dari dewan syari’ah Nasional (M. Syafe’i Antonio, 2001: 30-31). 6. Jenis Usaha Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Jenis-jenis
usaha
Baitul
Maal
wa
Tamwil
sebenarnya
dimodifikasi dari produk perbankan Islam. Oleh karena itu, jenis usaha BMT dapat dibagi kepada dua bagian utama yaitu mobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan. Sedangkan jenis usaha BMT lebih
47
diarahkan pada pembiayaan usaha mikro, kecil dan bawah. Diantara pembiayaan tersebut antara lain: 1. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah berasal dari kata adhdaharbu fil ardhi yaitu berpergian untuk urusan dagang atau dharb, berarti memukul atau jalan, pengertian memukul atau jalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis mudharabah adalah akad kecil kerja sama dalam usaha antara dua pihak dimana pihak lain menjadi pengelola. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak diberikan peran dalam manajemen perusahaan. Konsekuensinya mudharabah merupakan perjanjian PLS dimana yang diperoleh para pemberi pinjaman adalah suatu bagian tertentu dari keuntungan / kerugian proyek yang telah mereka biaya. (Latif, 2001: 66). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi tergantung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola.
Seandainya
kerugian
tersebut
diakibatkan
oleh
kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (M. Syafe’i Antonio, 2001: 95-97). Secara umum mudharabahh terbagi ke dalam dua bagian yaitu: a. Mudharabah Muthlaqah yaitu pemilik dana (shahibul maal) memberikan keluasan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk
48
menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. b. Mudharabah Muqayyadah yaitu pemilik dana (shahibul maal) menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola (mudharib) dalam menggunakan dana dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. (Zainul Arifin, 2002: 13) 2. Pembiayaan Musayarakah Istilah lain dari musayarakah adalah syarikah atau syirkah. Musayarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (M. Syafe’i Antonio, 2001: 90) Musayarakah ada dua jenis, yaitu musayarakah pemilikan dan musayarakah akad (kontrak). Musayarakah pemilikan tercipta karena warisan wasiat atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musayarakah akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musayarakah dan berbagi keuntungan dan kerugian. (Heri Sudarsono: 67). Adapun teknik musyarakah yang dilakukan dalam bank Islam adalah sebagai berikut:
49
1. Bentuk umum dari usaha bagi hasil musyarakah. Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang kerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersamasama. 2. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya yang baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. 3. Secara spesifikasi terbentuk dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewirausahaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan seperti hak paten, kepercayaan reputasi dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. 4. Dengan merangkum seluruh kombinasi dan bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel. 3. Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah jual beli barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak bank dengan nasabah. Dalam pembiayaan murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkatan keuntungan sebagai tambahan. (M. Syafe’i Antonio, 2001: 101) Adapun teknik perbankan dalam menjalankan murabahah adalah sebagai berikut:
50
a. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/toko)
ditambah
keuntungan.
Kedua
pihak
harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. b. Harga jual ditentukan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam perbankan, mudharabah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan. c. Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang diserahkan segera kepada nasabah, sedangkan pembayaran secara tangguh. (Heri Sudarsono: 63) 4. Pembiayaan al-Ba’i Bitaman Ajil Al-Ba’i Bitaman Ajil adalah pembelian barang dengan pembayaran cicilan dengan harga jual merupakan harga pokok ditambah dengan harga pokok yang disepakati atau pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang modal (investasi). Pembiayaan semacam ini mirip dengan kredit investasi yang diberikan oleh bank-bank konvensional yang berjangka satu tahun. (Karnaen Perwataatmadja, 1992: 26). 5. Pembiayaan Al-Qardhul Hasan Al-Qardhul Hasan adalah suatu perjanjian antara bank sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan atau biaya apapun. Peminjam (nasabah) berkewajiban mengembalikan uang
51
atau barang yang dipinjam pada waktu yang disepakati bersama dengan jumlah yang sama dengan pokok pinjaman. (Warkum Sumitro, 2002: 101). Usaha-usaha di atas merupakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan masalah keuangan. Selain itu kegiatan keuangan tersebut, baitul Maal wa Tamwil (BMT) juga bisa mengembangkan usaha di bidang sektor riil, seperti kios telepon, kios benda pos memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan produktif hasil para nasabah, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengelolaan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produk, serta usaha lainnya yang layak, menguntungkan dalam jangka panjang dan tidak mengganggu jangka pendek. (A. Djazuli, 2002: 192) Dalam operasionalnya Baitul Maal wa Tamwil sebagai suatu sistem maka perlu metode pendekatan organisasi seperti apa yang sesuai untuk diterapkan dalam Baitul Maal wa Tamwil. Sehingga Baitul Maal wa Tamwil dalam perjalanannya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan berdirinya. Dengan sistem koordinasi maka usaha-usaha yang telah disusun oleh organisasi, akan terkoordinasi dengan terarah dengan baik.
52
C. Pelayanan Kepada Nasabah 1. Pengertian Nasabah Nasabah adalah Orang yang berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank. (Purwadarminta: 683). Atau nasabah bisa disebut dengan obyek yang dapat memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah merupakan sebuah aset yang berharga dalam sebuah bank. Dengan perkataan lain, hidup atau mati suatu bank ditentukan oleh nasabah yang menyalurkan aktifitas keuangannya pada suatu bank. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa nasabah adalah orang yang menyimpan kekayaan atau uang pada suatu bank dengan maksud agar uang tersebut aman. Nasabah merupakan orang yang paling penting dalam suatu bank, karena tanpa nasabah, suatu bank tidak ada artinya. 2. Kebutuhan Nasabah Agar setiap nasabah tetap setia dan menyalurkan aktifitas keuangannya pada bank kita harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh seorang nasabah, dan bagaimana supaya mereka tetap memilih bank kita sebagai bank kepercayaannya. Suatu cara untuk menarik calon nasabah adalah dengan melakukan pelayanan yang baik pada setiap nasabah yang datang dan berurusan dengan bank. (Bob. 1997: 16). Pelayanan yang baik itu sangat diperlukan dalam memasarkan produk dan jasa-jasa perbankan. Bila petugas bank bersikap baik terhadap nasabah
53
diharapkan
nasabah
akan
datang
kembali
menyalurkan
aktivitas
keuangannya pada bank tersebut hal ini karena kebutuhannya terpenuhi. Adapun kebutuhan-kebutuhan nasabah adalah: a. Faktor Keamanan Nasabah Hampir setiap nasabah bank memiliki kepercayaan, apakah bank tersebut dapat dipercaya oleh nasabah atau tidak, banyak faktor yang menentukan namun setidaknya ketika seorang nasabah menyimpan uang pada suatu bank mereka merasakan aman. Untuk itu nasabah mencari informasi diantara banyak bank yang merupakan bank kepercayaan, karena nasabah biasanya menyebutkan keamanan sebagai alasan utama mereka dalam memilih suatu lembaga keuangan. (Bob: 11). Oleh arena itu seorang nasabah selalu memperhatikan halhal yang kecil seperti: a) Besarnya aset atau kekayaan pada bank yang bersangkutan. b) Bank yang memiliki administrasi yang baik. c) Bank yang memberikan saran, dan informasi yang menguntungkan pada nasabah. d) Bang yang selalu menempati janjinya. b. Adanya ketenangan Nasabah bank biasanya termasuk orang yang sibuk. Ia selalu mencari suatu bank yang memberi kemudahan dan ketenangan padanya karena nasabah mencari bank yang dekat dengan lokasi kantornya, mudah di hubungi, memiliki ruang tamu atau lobi-lobi yang
54
nyaman, satpam yang ramah serta melayani nasabah dengan cepat dan tepat dapat mempersingkat waktu tunggu nasabah. (Bob: 17). 3. Kualitas Pelayanan Dengan mengadakan pelayan yang baik pada setiap nasabah, dan mendapatkan pelayanan yang memuaskan maka nasabah tidak merasa segan-segan untuk melakukan aktivitasnya yaitu simpan pinjam kepada bank. Hal ini karena kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian kualitas pelayanan sangat diperlukan dalam suatu bank. Bob (1979: 12-14) mengatakan beberapa hal yang diperhatikan dalam melakukan pelayanan kepada nasabah diantaranya; a. Pelayanan yang baik atas kebutuhan nasabah akan menanamkan suatu lingkaran yang baik sehingga tidak akan putus sepanjang waktu asal kita dapat menjaga kualitas pelayanan yang kita berikan secara berkesinambungan. b. Bersikap profesional dalam melayani nasabah. ketrampilan melayani nasabah, termasuk penguasaan pengetahuan produk adalah kesan yang diberikan kepada nasabah dan orang disekitarnya bahwa pelayan adalah orang profesional di dunia perbankan.