5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terkait
Penelitian-penelitian yang terkait untuk mengukur rugi-rugi transmisi pada serat optik yang dilakukan oleh Andi Setiono, dkk (2012). Penelitian ini menggunakan variasi beban yang diberikan yaitu antara 0 sampai 4 kg dan mengalami kenaikan setiap 0.5 kg dengan beban yang digunakan yaitu beban statik, beban terpusat dan beban terdistribusi. Adapun grafik dari data penelitian beban statik yang didapat adalah seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Grafik hubungan antara daya optik dan berat beban (Setiono dkk, 2012).
6
Dari hasil percobaan pada beban terpusat dan terdistribusi dapat disimpulkan bahwa dengan beban yang sama, kerugian daya optik semakin besar. Perbandingan pengaruh beban terpusat dan terdistribusi dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan pengaruh beban terpusat dan terdistribusi Beban Terpusat 0.306 (Daya Optik) -5.12 dB (Attenuasi)
Beban Terdistribusi 0.223 (Daya Optik) -6.69 dB (Attenuasi)
Penelitian yang lain yaitu dilakukan oleh Andi Setiono dan Bambang Widiyatmoko (2012). Penelitian ini menggunakan variasi beban yaitu 0 kN sampai dengan 40 kN (± 4.0 ton) menggunakan daya laser yang dikontrol dengan sistem Automotics Power Control (APC) dan untuk pengujian sensor dilakukan dengan memberikan tekanan Universal Tensile Machine (UTM) ke sensor kemudian mengukur besar daya optik yang melewati fiber optik. Tekanan UTM yang diberikan berkisar antara 0 kN s.d 15 kN (± 1.5 ton). Dari hasil percobaan menggunakan APC maka dapat disimpulkan bahwa daya laser terus menurun seiring bertambahnya beban yang diberikan. Sebaliknya ketika beban dilepaskan kembali maka daya laser kembali membesar. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa elastisitas serat optik sudah cukup baik. Grafik dari percobaan menggunakan APC yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Setiono, 2012).
7
Gambar 2.2. Grafik respon elastisitas serta optik Dari hasil percobaan untuk uji tekan sensor oleh UTM dalam range 0 s/d 15 kN dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan dapat ditarik kesimpulan bahwa sensor ini memiliki linieritas yang cukup baik terhadap beban.
Beban (kN)
Gambar 2.3. Grafik attenuasi daya optik terhadap berat beban (0 s/d 15 kN) (Setiono dan Bambang, 2012).
Penelitian ini dilakukan oleh Andi Setiono, dkk (2013) dengan tujuan untuk mendeteksi berat kendaran yang berlebih (overloading). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdapat dua macam pengujian yaitu uji statis dan pengujian dinamis dengan variasi beban yang digunakan yaitu 400N, 600 N,
8
800N, 1200 N dan 1580 N. Hasil pengujian statis menunjukkan bahwa linieritas sensor cukup baik dan pengujian dinamis menunjukkan hasil yang error. Grafik respon sensor terhadap beban yang diuji secara statis yaitu seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Grafik respon sensor terhadap beban yang diuji statis
Grafik respon sensor terhadap beban yang diuji secara dinamis yaitu seperti pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Gambar 2.5. Grafik respon sensor terhadap beban yang diuji dinamis untuk 400 N, 600 N dan 800 N
9
Gambar 2.6. Grafik respon sensor terhadap beban yang diuji dinamis untuk 1200 N dan 1580 N (Setiono dkk, 2013).
Penelitian ini dilakukan oleh Nopi Yudi Pramono dkk (2012) untuk mengetahui perubahan intensitas cahaya yang melalui serat optik akibat pengaruh tekanan dengan memberikan massa beban yang bervariasi. Variasi beban yang digunakan yaitu dengan massa 0 sampai 150 gram. Serat optik diletakkan diantara silinder plastik yang diberi massa beban besi yang mengakibatkan terjadinya lekukan pada serat optik dan berkurangnya intensitas cahaya yang melaluinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya massa yang diberikan berbanding lurus dengan hilangnya intensitas cahaya yang hilang. Grafik dari data penelitian yang didapat adalah seperti pada Gambar 2.7 (Pramono, 2012).
Gambar 2.7. Grafik hubungan antara output intensitas cahaya dan massa beban (Pramono, 2012).
10
Penelitian ini dilakukan oleh Egyn Furqon Ghozali dkk (2014) dengan tujuan untuk mengukur perubahan nilai intensitas cahaya akibat adanya gejala bengkokan (bending) pada serat optik yang menimbulkan gejala rugi-rugi serat optik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai perbandingan tegangan mengalami kenaikan ketika besar penekanan bertambah. Rugi-rugi serat optik ini akibat adanya cahaya yang keluar dari core sehingga gagal ditransmisikan, bahkan cahaya juga dapat keluar dari bagian cladding. Grafik dari data penelitian yang didapat adalah seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Grafik hubungan antara loss bending dan massa beban (Ghazali dkk, 2014).
Penelitian ini dilakukan oleh Henry Prasetyo dan Endarko (2013) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pembebanan dengan variasi jumlah dan diameter lilitan. Variasi beban yang digunakan yaitu 200, 400, 600, 800 dan 1000 gr. Sedangkan untuk variasi jumlah lilitan sebesar 1, 3 dan 5 lilitan dan variasi
11
diameter adalah 3, 4 dan 5 cm. Penelitian ini menggunakan metode pembebanan yaitu metode kontinu. Hal ini disebabkan semakin besar jumlah lilitan maka semakin besar luas penampang. Hubungan antara tekanan dan massa dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.
=
(2.1)
Dari persamaan (2.1) P = tekanan, F = gaya yang dihasilkan oleh pembebanan dan A = luas penampang. Sehingga pada analisis rugi daya untuk sistem dengan pembebanan untuk 1 lilitan memiliki tekanan yang lebih besar maka daya yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan analisis rugi daya untuk sistem dengan pembebanan untuk 3 lilitan. Grafik dari hasil penelitian yang didapat ditunjukkan seperti pada gambar 2.9 (Prasetyo dan Endarko, 2013).
Gambar 2.9. Grafik hubungan daya dengan massa berdiameter 3 cm (Prasetyo dan Endarko, 2013).
Penelitian ini dilakukan oleh W. B. Garner dengan judul “Microbending loss in optical fiber”. Untuk mendapatkan data pada kerugian mikrobending, langkah
12
yang dilakukan yaitu dengan mengelupas fiber dibawah kontrol tegangan pada tong (drum) yang memiliki permukaan yang tidak sempurna (halus). Hasilnya gangguan pada serat optik yang disebabkan oleh kenaikan kerugian optik. Dari hasil pada penelitian ini, diketahui bahwa kerugian optikal mempengaruhi daya pada sistem komunikasi. Grafik hasil penelitian ini dalah seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Grafik hubungan beban dan kerugian mikrobending (Gardner, 1974).
Penelitian ini dilakukan oleh N.K. Pandey dan B.C. Yadav dengan judul “Fibre optic pressure sensor and monitoring of structural defects”. Apabila tekanan tinggi digunakan untuk serat optik mikrobending, hal ini dapat menyebabkan serat optik pecah, akan tetapi jika tekanan yang digunakan pada serat optik dengan struktur yang solid tanpa mikrobending, sensitivitas yang dihasilkan lebih rendah. Penurunan output intensitas cahaya yaitu dengan meningkatnya tekanan dalam struktur. Oleh karena itu, dapat digunakan untuk mengetahui tekanan
13
optimum/minimum pada struktur agar dapat menahan beban. Kerusakan dalam transmisinya dapat meningkatkan tekanan ke tingkat bahaya dan membuat indikator tekanan berlebihan dalam struktur. Setelah terjadi kerusakan, output tiba-tiba turun derastis, cahaya bersinar pada titik dimana terjadi kerusakan tersebut. Sensor ini dapat digunakan untuk mengukur tekanan tinggi dan mendeteksi cacat struktural dan untuk mengetahui beban maksimum yang srtuktural agar dapat menahan beban. Grafik hasil penelitian ini seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Grafik hubungan output intensitas dengan (a) tekanan yang meningkat, (b) tekanan yang menurun (Pandey dan B.C Yadav, 2007).
Penelitian ini dilakukan oleh Paulo Antunes, dkk dengan judul “Mechanical Properties of Optical Fibers”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik sifat mekanis dari serat optik, seperti konstanta elastisitas serat optik, modulus Young dan batas regangan rata – rata untuk serat optik. Konstatnta eleastisitas serat optik menggunakan hukum Hooke, yang menyatakan hubungan antara gaya dan deformasi yang dihasilkan sebanding dengan konstanta elastisitas
14
pada bahan yang digunakan. Pada penelitian ini, sampel yang diuji yaitu serat optik standar dengan lapisan pelindung, serat optik standar tanpa pelindung coating dan serat optik fotosensitif tanpa lapisan pelindung. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan yaitu modulus Young yang diperoleh dari serat optik standar tanpa lapisan pelindung dengan nilai rata-rata 69,2 GPa. Hal ini menunjukkan bahwa serat optik standar tanpa lapisan pelindung memiliki elastisitas yang baik dan berguna untuk desain dan pemodelan serat optik (Antunes et al, 2012). Table 2.2. Perbedaan Modulus Young pada serat optik Serat Optik Standar serat dengan coating Standar serat tanpa coating Serat photosintetif tanpa coating
(GPa) 16.56 ± 0.39 69.22 ± 0.42 68.56 ± 1.47
Penelitian ini dilakukan oleh Lhaten dan Rosly Adb Rahman dengan tujuan untuk mengetahui kerugian transmisi karena tekanan pada serat optik. Penelitian ini menggunakan serat optik multimode dan beban dengan massa 500 gr sampai 2000 gr. Penelitian dilakukan dengan meletakkan beban di atas serat optik. Tampilan hasil penelitan menggunakan OTDR. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa serat optik dapat digunakan sebagai sensor beban/tekanan. Grafik dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Lhaten, 2013).
15
Gambar 2.12. Grafik hubungan tekanan dan kerugian transmisi (Lhaten, 2013).
Penelitian ini dilakukan oleh J. Červeňová dan M. Iglarčík (2013) dengan tujuan untuk mengetahui pelemahan daya akibat mikrobending pada serat optik. Penelitian ini menggarisbawahi akurasi (ketelitian), sensivitas (kepekaan), range dinamik, linearitas dan ketaklinearan berbagai jenis sensor. Dari hasil yang telah didapat, diketahui bahwa semakin berat suatu beban maka semakin tinggi tingkat sensivitas sensornya. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.13 (Červeňová, 2013).
Gambar 2.13. Grafik hubungan sensivitas sensor dan berat benda (Červeňová, 2013).
16
B. Serat Optik 1. Bahan Penyusun Serat Optik
Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar dari indeks bias udara. Sumber cahaya yang digunakan adalah laser karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Serat optik terdiri dari 2 bagian, yaitu cladding, core dan coating. Cladding merupakan lapisan selubung core yang mempunyai indek bias lebih rendah daripada core, dimana cladding berfungsi memantulkan kembali cahaya yang mengarah keluar dari core kembali ke dalam core lagi. Coating merupakan pembungkus serat optik. (Rambe, 2003).
Gambar 2.14. Skema bagian penyusun serat optik (Rambe, 2003).
Mayoritas serat dibuat dari kaca yang terdiri dari silika (SiO ). Beberapa kaca yang tersedia memiliki rentang kerugian tinggi pada serat optik dengan core yang luas digunakan untuk jarak transmisi yang dekat, sampai serat yang sangat transparant (kerugian rendah) digunakan pada aplikasi jarak jauh. Serat plastik memiliki kekurangan ketika digunakan, karena pada hakekatnya memiliki redaman yang besar dari pada serat kaca. Saluran yang digunakan serat plastik
17
dalam aplikasi jarak dekat dan pada lingkungan yang kasar, dimana kekuatan mekanik serat plastik lebih besar dan memberikan keutungan lebih dari yang digunakan serat kaca (Keiser, 1991).
Serat kaca dibuat dengan menggabungkan campuran logam oksida, sulfida atau selenida. Material yang dihasilkan terhubung pada jaringan molekul secara acak dibandingkan pendefenisian struktur yang jelas seperti yang ditentukan pada material kristal. Bagian terbesar dari kaca optik transparan dibuat konstan pada kaca oksida. Pada umumnya silika (SiO ), memiliki indeks bias 1,4858 pada 850 nm. Produk yang materialnya sama namun sedikit indeks bias pada core dan cladding, dengan variasi oksida seperti B O , GeO , atau P O yang ditambahkan pada silika (Keiser, 1991).
Kaca yang digunakan dalam pembuatan serat termasuk benda elastis. Elastisitas yaitu sifat suatu benda untuk dapat kembali ke bentuk semula. Serat optik yang terbuat dari kaca dengan mudah dapat dilengkungkan sama halnya dengan tali. Namun demikian, jika gaya yang bekerja pada serat terlalu besar, kaca akan terpecah-pecah. Keadaan ini dikatakan sebagai keadaan dimana batas elastisitas bahan telah terlampaui. Hubungan antara elastisitas dan mikrobending dapat dirumuskan sebagai berikut (Jay, 2011) :
Keterangan : γ
N
γ =
〈ℎ 〉
∆
(
)
/
: peningkatan redaman mikrobending (dB/meter); : jumlah benturan;
(2.2)
18
h
: tinggi rata-rata (m);
b
: diameter keseluruhan serat (
);
: jari-jari inti (m); Δ
: perbedaan indeks bias; : modulus elastisitas dari serat dan bahan disekitarnya (N/
).
Dari persamaan 2.2 dapat dijelaskan bahwa dengan coating modulus elastisitas yang rendah maka redaman mikrobending dapat dikurangi. Oleh karena itu, semakin kecil diameter sampel maka meningkatkan redaman lebih cepat (Jay, 2011).
Ketika tekanan diterapkan pada serat optik, hal ini akan menyebabkan kerusakan pada serat tersebut. Kerusakan ini disebabkan oleh pelemahan kulit terluar (coating) pada serat optik. Untuk mengurangi tekanan tersebut, pada coating menggunakan bahan halogen khusus elastomer. Meningkatnya kerugian serat optik sebanding dengan beban dalam kasus kabel konvensional, tetapi berbeda jika serat optik menggunakan bahan halogen khusus elastomer (Furukawa, 2013).
19
Gambar 2.15. Kerugian serat optik berbanding tekanan (Okano, 2013).
Penelitian ini dilakukan oleh Nur Fitriyani dan Hasto Sunarno (2013) dengan tujuan untuk mengetahui karakterisasi serat optik terhadap temperatur. Penelitian ini dilakukan dengan memberi tekanan dan mengukur antara serat optik tanpa jaket dan dengan jaket. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa serat optik tanpa jaket memberikan nilai tegangan keluaran yang tinggi karena banyaknya rugi daya yang terjadi selama penjalaran. Grafik hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Grafik hubungan tegangan dan temperatur (Fitriyani, 2013).
20
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Andeskob Topan Indra dan Harmadi (2014) dengan tujuan untuk melihat pengaruh panjang pengelupasan cladding terhadap rugi-rugi pada serat optik dan pengaruh pembengkokan serat optik yang telah dikupas cladding-nya terhadap rugi-rugi pada serat optik. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan jenis cladding pengganti yaitu cladding udara dan air, memvariasikan panjang pengupasan cladding dengan panjang 3 cm sampai 10 cm. dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa semakin panjang pengupasan cladding, semakin besar rugi-rugi serat optik yang dihasilkan. Rugi-rugi serat optik juga akan semakin besar seiring bertambah besarnya pembengkokan serat optik. Grafik hasil penelitian ini seperti pada Gambar 2.17 dan 2.18 (Indra, 2014).
Gambar 2.17 Hubungan panjang pengupasan cladding dengan rugi-rugi serat optik pada cladding udara (Indra, 2014).
Gambar 2.18 Hubungan panjang pengupasan cladding dengan rugi-rugi serat optik pada cladding air (Indra, 2014).
21
Penelitian ini dilakukan oleh Mustapha Remouche, Francis Georges dan Patrick Meyrueis (2013) dengan tujuan untuk menganalisis respon serat optik pada beberapa desain. Penelitian ini menggunakan dua jenis serat optik, yaitu serat optik dengan acrylate coating material dan silica core/hard polymer cladding fiber. Dari hasil penelitian, serat optik dengan acrylate coating material memiliki sensivitas yang baik, sensivitas menurun ketika masa kritis menurun. serat optik dengan acrylate coating material dapat digunakan hingga beban 30 N sampai 60 N. Sedangkan silica core/hard polymer cladding fiber memiliki sensivitas yang lebih baik dan dapat digunakan hingga beban 0 sampai 100 N (Remouche, 2013).
Penelitian ini dilakukan oleh G. Scott Glaesemann and Donald A. Clark (2003) dengan tujuan untuk mengukur kemampuan pelapis serat dalam melindungi permukaan kaca yang mendasari. Penelitian ini menggunakan serat ganda dilapisi dengan diameter 80 dan 125 µm kaca dan serat dilapisi dengan diameter mulai 50125 µm kaca. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa meningkatnya beban tusukan dengan meningkatnya ketebalan dinding sekunder (Glaesemann, 2003).
Serat optik single mode dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu polarisasi single mode dimana
atau
diteruskan, serat dimana sebagai
penghubung karena pertubasi eksternal diberi tekanan dengan menerapkan tekanan internal atau dengan memperkenalkan contoh distribusi indeks, dan memperlihatkan polarisasi rendah bias-ganda dengan mengurangi tekanan internal. Bias-ganda dan dispersi polarisasi disebabkan oleh beberapa deformasi elastisitas dan deformasi inti eliptikal pada single mode yang dirumuskan dan dibandingkan. Analisis ini berdasarkan couple-mode teori (Sakai, 1981). Bias-
22
ganda adalah suatu penyebaran mode dengan perbedaan kecepatan phase dan perbedaan antara efektif indeks bias (Keiser, 1991).
2. Pembiasan dan Pemantulan Cahaya
Prinsip kerja serat optik menggunakan prinsip pembiasan dan pemantulan yang berhubungan dengan indeks bias bahan. Dengan memanfaatkan karakteristik serat optik
yang
mengalami
kehilangan
daya
akibat
pembengkokan,
dapat
dimanfaatkan untuk sensor tekanan. Ketika berkas cahaya melewati batas dua medium yang berbeda, maka sebagian berkas cahaya dipantulkan masuk pada medium pertama dan sebagian lagi dibiaskan masuk pada medium kedua. Pembiasan berkas cahaya pada permukaan medium yang sama merupakan akibat dari perbedaan laju kecepatan cahaya pada dua medium yang mempunyai indek bias berbeda. Hubungan tersebut dapat dijelaskan menggunakan hukum Snellius seperti terlihat pada Persamaan 2.2 (Keiser, 1991). ∅
Keterangan :
∅
=
(2.3)
sin ∅ : sudut datang (sudut antara sinar datang dan garis normal); sin ∅ : sudut bias (sudut antara sinar bias dan garis normal); : indeks bias medium pertama; : indeks bias medium kedua.
Pemantulan cahaya dari medium dengan kerapatan tinggi ke medium dengan kerapatan rendah ada kemungkinan cahaya akan dipantulkan secara optik ke
23
dalam medium berindeks bias tinggi tersebut, meskipun sebagian ada yang dibiaskan menuju medium berindeks bias rendah. Proses ini dinamakan pemantulan internal. Pada proses ini semua cahaya dipantulkan kembali ke dalam core (
) dan tidak ada cahaya yang dibiaskan ke clading (
). Proses pemantulan
internal pada dua medium yang berbeda terlihat pada Gambar 2.19.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.19. Sinar cahaya datang pada bidang batas (a) pemantulan dan pembiasan, (b) sudut kritis, (c) pemantulan internal total (Keiser, 1991).
Gambar 2.19 (a) memperlihatkan bahwa sebagian kecil cahaya dipantulkan kembali dan terjadinya pantulan internal parsial. Bila indeks bias medium pertama lebih besar dari indeks bias medium kedua, maka sudut bias selalu lebih besar dari pada sudut datang. Bila sudut datang diperbesar, maka sudut bias akan semakin besar dan menyebabkan sudut bias sejajar bidang batas. Sudut terjadinya
24
pembiasan yang sejajar bidang batas disebut sudut kritis, seperti yang terlihat pada Gambar 2.19 (b). Dari Persamaan (2.3) nilai sudut kritis diberikan oleh :
=
Keterangan :
sin
(2.3)
: sudut kritis; : indeks bias medium pertama; : indeks bias medium kedua. Bila sudut datang lebih besar dari pada sudut kritis maka cahaya dipantulkan kembali ke media dielektrik asal terjadinya pantulan internal total, Gambar 2.19 (c) (Keiser, 1991).
3. Numerical Aperture
Aperatur numerik adalah besaran yang nilainya ditentukan atau tergantung pada indeks bias inti (core) dan kulit (cladding). Bersama dengan ukuran inti (core) dan panjang gelombang yang masuk, aperatur numerik menentukan jumlah mode cahaya yang terjadi pada inti serat optik (Hadi, 2002). Semakin besar nilai NA menandakan semakin tinggi efisiensi dari suatu sumber optik dalam mengatur sinar-sinar ke serat optik (Pedrotti, 1993). Adapun persamaan NA adalah sebagai berikut :
Keterangan : NA
=
: Numerical Aperture;
sin
=
(
−
)
(2.4)
25
: sudut cahaya yang masuk dalam serat optic; : indeks bias core; : indeks bias cladding.
4. Karakteristik Serat Optik Berdasarkan Rambatan Cahaya
Cahaya dapat merambat dalam serat optik melalui sejumlah lintasan yang berbeda. Lintasan cahaya yang berbeda-beda ini disebut mode dari suatu serat optik. Ukuran diameter core, besarnya sudut datang dan indeks bias menentukan jumlah mode yang ada dalam suatu serat optik. Serat optik yang memiliki lebih dari satu mode disebut serat optik multimode. Serat optik yang hanya memiliki satu mode saja disebut serat optik single mode, serat optik single mode memiliki ukuran core yang lebih kecil (Prasetya, 2009).
Adapun jenis serat optik berdasarkan rambatan cahaya adalah sebagai berikut : a) Multimode Step-Index Serat Optik multimode step-index memiliki core besar (50μm) dan dilapisi cladding yang sangat tipis dapat. Penyambungan kabel lebih mudah karena memiliki core yang besar terjadi dispersi. Hanya digunakan untuk jarak pendek dan transmisi data bit rate rendah. Penampang pada serat optik multimode stepindex dapat dilihat pada Gambar 2.20 (Bass, 2002).
26
.
Gambar 2.20. Serat optik multimode step-index (Bass, 2002).
b) Multimode Graded-Index Serat Optik multimode graded-index memiliki core 50 µm. Cahaya yang merambat dikarenakan difraksi yang terjadi pada core sehingga rambatan cahaya sejajar dengan sumbu serat. Core terdiri dari sejumlah lapisan gelas yang memiliki indeks bias yang berbeda, indeks bias tertinggi terdapat pada pusat core dan berangsur-angsur turun sampai ke batas core-cladding. Penampang pada serat optik multimode graded-ndex dapat dilihat pada Gambar 2.21 (Bass, 2002).
Gambar 2.21. Serat optik multimode graded-index (Bass, 2002).
27
c) Single Mode Step-Index Serat single mode step-index mempunyai ukuran diameter core yang sangat kecil dan diameter cladding sebesar 125 μm. Cahayanya merambat dalam satu mode saja yaitu sejajar dengan sumbu serat optik. Serat optik single mode stepindex digunakan dengan bit rate tinggi. Penampang pada serat optik single mode step-index dapat dilihat pada Gambar 2.22 (Bass, 2002).
Gambar 2.22. Serat optik step index singlemode (Bass, 2002).
5. Karakteristik Berdasarkan Jenis Serat Optik
Adapun dua jenis kabel fiber optik tersebut yaitu sebagai berikut : a) Pipa Longgar (Loose Tube) Serat optik ditempatkan di dalam pipa longgar (loose tube) yang terbuat dari bahan Polybutylene Terepthalete (PBTP) dan berisi jelly. Saat ini sebuah kabel optik maksimum mempunyai kapasitas 8 loose tube, dimana setiap loose tube berisi 12 serat optik. Penampang kabel optik jenis loose tube dapat dilihat pada Gambar 2.23 (Bass, 2002).
28
Gambar 2.23. Penampang kabel loose tube (Bass, 2002).
Fungsi dari bagian-bagian kabel optik jenis loose tube adalah sebagai berikut : 1) loose tube, berbentuk tabung longgar yang terbuat dari bahan PBTP (Polybutyleneterepthalete) yang berisi thixotropicgel dan serat optik ditempatkan di dalamnya; 2) konstruksi loose tube yang berbentuk longgar tersebut mempunyai tujuan agar serat optik dapat bebas bergerak, tidak langsung mengalami tekanan atau gesekan yang dapat merusak serat pada saat instalasi kabel optik; 3) thixotropicgel adalah bahan semacam jelly yang berfungsi melindungi serat dari pengaruh mekanis dan juga untuk menahan air; 4) sebuah loose tube dapat berisi 2 sampai dengan 12 serat optik. Sebuah kabel optik dapat berisi 6 sampai dengan 8 loose tube; 5) HDPE Sheath atau High Density Polyethylene Sheath yaitu bahan sejenis polyethylene keras yang digunakan sebagai kulit kabel optik berfungsi sebagai bantalan untuk melindungi serat optik dari pengaruh mekanis pada saat instalasi;
29
6) alumunium tape atau lapisan alumunium ditempatkan di antara kulit kabel dan water blocking berfungsi sebagai konduktivitas elektris dan melindungi kabel dari pengaruh mekanis; 7) flooding gel adalah bahan campuran petroleum, synthetic dan silicon yang mempunyai sifat anti air. Flooding gel merupakan bahan pengisi yang digunakan pada kabel optik agar kabel menjadi padat; 8) PE Sheath adalah bahan polyethylene yang menutupi bagian central strength member; 9) central strength member adalah bagian penguat yang terletak ditengahtengah kabel optik. Central Strength Member dapat merupakan: pilinan kawat baja, atau Solid Steel Core atau Glass Reinforced Plastic. Central Strength member mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi yang diperlukan pada saat instalasi; 10) peripheral Strain Elements terbuat dari bahan polyramid yang merupakan elemen pelengkap optik yang diperlukan untuk menambah kekuatan kabel optik. Polyramid mempunyai kekuatan tarik tinggi (Prasetya, 2009). b) Alur (Slot) Serat optik ditempatkan pada alur (slot) di dalam silinder yang terbuat dari bahan PE (Polyethyiene). Pada saat di Jepang telah dibuat kabel jenis slot dengan kapasitas 1.000 serat dan 3.000 serat (Bass, 2002).
30
Gambar 2.24. Penampang kabel optik jenis slot (Bass, 2002). Fungsi dan bagian-bagian kabel optik jenis slot : 1) kulit kabel, terbuat dari bahan sejenis polyethylene keras, berfungsi sebagai bantalan untuk melindungi serat optik dari pengaruh mekanis saat instalasi; 2) aluran (slot) terbuat dari bahan polyethylene berfungsi untuk menempatkan sejumlah serat. Untuk kabel optik jenis slot dengan kapasitas 1000 serat, diperlukan 13 aluran (slot) dan 1 slot berisi 10 fiber ribbons. 1 fiber ribbon berisi 8 serat; 3) central strength member adalah bagian penguat yang terletak ditengahtengah kabel optik. Central strength member terbuat dari pilinan kawat baja yang mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi yang diperlukan pada saat instalasi (Prasetya, 2009).
31
6. Pengiriman Informasi Serat Optik Sistem Komunikasi secara umum terdiri dari pemancar sebagai sumber pengirim informasi, detektor penerima informasi, dan media transmisi sebagai sarana untuk melewatkannya. Pengirim bertugas untuk mengolah informasi yang akan disampaikan agar dapat dilewatkan melalui suatu media sehingga informasi tersebut dapat sampai dan diterima dengan baik dan benar di tujuan/penerima. Perangkat yang ada di penerima bertugas untuk menterjemahkan informasi kiriman tersebut sehingga maksud dari informasi dapat dimengerti.
Gambar 2.25. Blok Diagram Sebuah Sistem Komunikasi Keterangan: Tx
: pengirim
Rx
: penerima
Pada sistem komunikasi serat optik, media transmisinya adalah berupa serat optik, dengan informasi yang dilewatkan didalamnya berupa sinyal-sinyal pulsa cahaya. Gambar 2.25 menjelaskan proses transmisi dan penerima pada sistem komunikasi serat optik dan sistem komunikasi biasa yang menggunakan kabel tembaga.
Perbedaan sistem komunikasi optik dengan sistem komunikasi biasa terletak pada proses pengiriman sinyalnya. Pada sistem komunikasi biasa (a), sinyal informasi dirubah ke sinyal listrik/elektrik, lalu dilewatkan melalui kabel tembaga. Setelah
32
sampai ditujuan, sinyal tersebut lalu dirubah kembali menjadi informasi yang sama seperti yang dikirimkan. Pada sistem komunikasi optik (b), sinyal informasi dirubah ke signal listrik lalu dirubah lagi ke optik/cahaya. Sinyal ini kemudian di lewatkan melalui serat optik, yang setelah sampai di penerima nanti, cahaya tersebut dirubah kembali ke listrik dan akhirnya diterjemahkan menjadi sinyal informasi (Santoso, 2010).
7. Rugi-Rugi Serat Optik
Rugi-rugi transmisi ini menghasilkan penurunan dari daya cahaya dan juga penurunan bandwidth dari sistem, transmisi informasi yang dibawa, efisiensi, dan kapasitas sistem secara keseluruhan. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi serat optik tersebut ataupun karena gangguan ataupun tambahan pada jaringan serat optik tersebut. Selain itu, rugi-rugi pada suatu saluran transmisi yang mempergunakan serat optik juga didapat dari pemasangan komponen-komponen pendukung yang dibutuhkan dalam suatu jaringan seperti konektor, splice, ataupun komponen lain yang disambungkan pada saluran transmisi (Auzaiy, 2008).
Adapun rugi-rugi transmisi serat optik ini adalah sebagai berikut (Auzaiy, 2008) : a) Absorpsi Untuk mengatasinya digunakan kaca yang benar-benar murni yang diperkirakan kemurniannya sampai 99,9999 %. Ada tiga faktor yang turut
33
menimbulkan rugi absorpsi yaitu absorpsi ultraviolet, inframerah, dan resonansi ion.
Gambar 2.26. Rugi penyerapan (Keiser, 2000).
1) Absorpsi ultraviolet, disebabkan oleh elektron valensi dari bahan silika. Cahaya mengionisasi elektron valensi menjadi konduktor. Ionisasi tersebut sama saja dengan rugi cahaya total dan menimbulkan rugi-rugi transmisi. 2) Absorpsi inframerah adalah hasil penyerapan photon-photon cahaya oleh atom-atom molekul inti kaca. Ini menyebabkan photon bergetar secara acak dan menyebabkan panas. 3) Absorpsi resonansi ion disebabkan oleh ion-ion OH¯ pada bahan penyusunnya. Ion ini terdapat pada molekul air yang terperangkap pada
kaca saat proses pembuatannya. Absorpsi ini juga dapat disebabkan oleh molekul besi, tembaga dan khromium.
Gambar 2.27. Molekul air yang terdapat dalam inti kaca (Auzaiy, 2008). b) Rugi-Rugi Pada Inti dan Cladding Struktur serat optik terdiri dari 3 komponen yaitu inti, cladding, dan pembungkus. Masing-masing bagian serat optik ini terbentuk dari berbagai macam material yang berbeda. Meskipun inti ataupun cladding memiliki bahan
34
penyusun dasar yang sama, namun inti memiliki indeks bias yang lebih besar dari cladding dengan adanya bahan aditif yang ditambahkan dalam mateial penyusun inti (Auzaiy, 2008).
c) Rugi-Rugi Pada Konektor dan Splice Saluran transmisi serta optik pasti akan tersambung dengan komponenkomponen lainnya. Adapun komponen tersebut adalah konektor serat optik, konektor serat optik dengan komponen lainnya seperti sumber cahaya atau penerima. Konektor dalam sambungan serat optik bersifat tidak permanen sehingga dapat dibongkar apabila sudah tidak memenuhi kebutuhan. Splice pada dasarnya adalah penyambung antar optik, namun sifat sambungan yang mempergunakan splice adalah permanen. Selain konektor dan splice ada juga komponen lain yang mungkin ditemui, yaitu repaired splice yang merupakan splice yang diperbaiki dari splice sebelumnya yang mengalami kerusakan atau gangguan lain (Auzaiy, 2008).
d) Hamburan Rugi-rugi ini berasal dari variasi mikroskopik pada kepadatan material. Pada dasarnya, serat optik terbentuk dari beberapa molekul. Keberadaan molekul pada serat optik memiliki kepadatan molekul yang lebih padat pada suatu daerah dibanding dengan daerah lainnya. Adanya perbedaan ini menimbulkan variasi indeks bias pada serat optik dalam jarak tertentu yang relatif kecil dibandingkan dengan panjang gelombang (Auzaiy, 2008).
35
e) Pembengkokan Pada saat pemasangan serat optik pada suatu saluran transmisi akan ada beberapa kondisi yang akan mengubah keadaan fisik dari serat optik tersebut. Misalnya
adalah
kondisi
lapangan/daerah
yang
berkelok-kelok
dan
mengharuskan kabel dipasang dengan pembelokan. Selain itu, tekanan secara fisis dari lingkungan maupun kesalahan instalasi juga akan berpengaruh dalam mengubah kondisi fisik serat optik (Auzaiy, 2008). Perubahan fisik ini biasa disebut bending dan terdiri dari dua jenis sebagai berikut (Auzaiy, 2008) : 1) Pembengkokan Makro Pembengkokan ini adalah pembengkokan serat optik dengan radius pembengkokan yang dipengaruhi banyaknya pelemahan sinyal yang berpropagasi
dalam
inti.
Adanya
pembengkokan
dengan
radius
pembengkokan lebih besar dari radius inti serat optik mengakibatkan sebagian sinyal hilang terutama dalam pembengkokan serat optik.
Gambar 2.28. Pembengkokan makro (Auzaiy, 2008).
36
2) Pembengkokan Mikro Pembengkokan mikro berasal dari keadaan kabel yang tidak sempurna akibat berbagai pengaruh dari luar kabel, seperti tekanan dari luar, ataupun ketidaksempurnaan
bentuk inti di dalam serat optik tersebut. Adanya
perubahan radius inti berakibat sama seperti halnya pembengkokan mikro dimana sinyal yang berpropagasi akan hilang pada saat berpropagasi. Pembengkokan mikro yang diakibatkan oleh tekanan dari luar serat diantisipasi dengan mempergunakan pembungkus yang lebih kuat dan tidak sensitif terhadap pengaruh eksternal.
Gambar 2.29. Pembengkokan mikro pada serat optik akibat tekanan dari luar (Auzaiy, 2008).
Gambar 2.30. Penghamburan karena microbending (Yudistira, 2003)
37
Redaman (α) sinyal atau rugi-rugi serat optik didefenisikan sebagai perbandingan antara daya output optik (
) terhadap daya input optik (
)
sepanjang serat L, dimana dapat ditunjukkan pada Persamaan 2.5.
Keterangan :
=
log
/
(2.5)
: Nilai bending (dB/km); L
: Panjang serat optik (km;) : Daya input (Watt); : Daya output (Watt).
f) Coupling Losses Pada kabel serat optik, coupling losses dapat terjadi pada tiga tipe sambungan optik, yaitu sambungan light source-to-fiber, sambungan fiberto-fiber, dan sambungan fiber-to-photodetector. Rugi-rugi sambungan lebih sering disebabkan pada salah satu masalah-masalah penyambungan yang bisa terjadi pada saluran (lateral misalignment), logitudinal misalignment, dan (sudut) angular misalignment.
Gambar 2.31. Coupling losses (a) logitudinal misalignment (b) lateral misalignment dan (c) angular misalignment
38
Dari semua jenis misalignment ini memiliki prinsip yang sama, yaitu inti dari serat optik pengirim dengan serat optik penerima tidak bertemu dengan keadaan yang sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa rugi-rugi data yang diakibatkan oleh misalignment bukan karena perbedaan karakteristik serat optik, namun lebih mengacu kepada kesalahan mekanis yang sangat mungkin terjadi pada isntalasi serat optik dalam suatu saluran transmisi. Masing-masing misalignment memiliki parameter yang berbeda-beda sehingga perhitungan rugi-rugi pada setiap misaligment juga berbeda-beda (Auzaiy, 2008).
C. Mikrokontroler
1. Mikrokontroler ATMega32
Mikrokontroler merupakan suatu device yang di dalamnya sudah terintegrasi dengan I/O port, RAM, ROM,sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan kontroler. Mikrokontroler AVR ATMega32 merupakan low power CMOS mikrokontroler 8 bit yang di kembangkan oleh atmel dengan arsitektur RISC (Reduced Instruction SET Computer) sehingga dapat mencapai troughput eksekusi instruksi 1 MIPS (Million Instruction Per Second).Mikrokontroler AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu kelas ATtiny,
kelas AT90xx,
keluarga ATMega, dan kelas AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, kecepatan operasi, tegangan dan fungsinya sedangkan dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan bisa di
39
katakan hampir sama. Bentuk fisik mikrokontroler ATMega32 dapat dilihat pada Gambar 2.32 (Budiarto, 2005).
Gambar 2.32. Mikrokontroler ATMega32.
2. Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATMega32
Mikrokontroler memiliki beberapa port yang dapat digunakan sebagai input/output (I/O). Susunan kaki standar 40 pin DIP mikrokontroler AVR ATMega32 seperti Gambar 2.33.
Gambar 2.33. Susunan kaki ATMega32
40
Pin pada mikrokontroler memiliki fungsi masing-masing yaitu: a) Pin 1 sampai 8 (port B) merupakan port paralel 8 bit dua arah (bidirectional), yang dapat di gunakan untuk general purpose dan special feature; b) Pin 9 (riset) jika terdapat minimum pulse pada saat active low; c) Pin 10 (VCC) di hubungkan ke Vcc (2,7-5,5 Volt); d) Pin 11 dan 31 GND di hubungkan ke Vssatau ground; e) Pin 12 (XTAL 2) adalah pin masukan ke rangkaian osilator internal. Sebuah osilator kristal atau sumber osilator luar dapat digunakan; f) Pin 13 (XTAL 1) adalah pin keluaran ke rangkaian osilator internal. Pin ini dipakai apabila menggunakan osilator Kristal; g) Pin 14 sampai 21 (port D) adalah 8 bit dua arah (bi-directional I/O) port dengan internal pull-up resistors di gunaka untuk general purpose dan special feature; h) Pin 22 sampai 29 (port C) adalah 8 bit dua arah (bi-directional I/O) port dengan internal pull-up resistors digunaka untuk general purpose dan special feature;. i) Pin 30 adalah Avcc pin penyuplai daya untuk port A dan A/D converter dan dihubungkan ke Vcc. Jika ADC di gunakan maka pin ini dihubungkan ke Vcc; j) Pin 32 adalah A REF pin yang berfungsi sebagai referensi untuk pin analog jika A/D converter digunakan; k) Pin 33 sampai 40 (port A) adalah 8 bit dua arah arah (bi-directional I/O) port dengan internal pull-up resistors digunaka untuk general purpose (Budiarto, 2005).
41
D. Perangkat Lunak MATLAB
MATLAB adalah singkatan dari MATrix LABoratory, merupakan bahasa pemrograman yang dikembangkan oleh The Mathwork Inc. MATLAB merupakan suatu software yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan komputasi numerik keteknikan, komputasi simbolik, visualisasi grafis, analisis data matematis, statistika, simulasi, pemodelan, dan desain melalui fasilitas graphical user interface (GUI) (Mathwork, 2015).
GUIDE atau GUI Builder merupakan sebuah Graphical User Interface (GUI) yang dibangun dengan objek grafis seperti tombol (pushbutton), edit, slider, text, combo, sumbu (axes), maupun menu dan lain-lain untuk kita gunakan. Aplikasi yang menggunakan GUI umumnya lebih mudah dipelajari dan digunakan karena orang yang menjalankannya tidak perlu mengetahui perintah yang ada dan bagaimana perintah bekerja (Sugiarto, 2006). Tidak seperti bahasa pemrograman lainnya, GUIDE MATLAB memiliki banyak keunggulan tersendiri, antara lain: 1. GUIDE MATLAB cocok untuk aplikasi-aplikasi berorientasi sains; 2. MATLAB memiliki banyak fungsi built-in yang siap digunakan dan pemakai tidak perlu repot membuatnya sendiri; 3. ukuran file, baik Fig-file maupun M-file yang dihasilkan relatif kecil; 4. kemampuan grafisnya cukup handal dan tidak kalah dengan bahasa pemrograman lainnya (Sugiarto, 2006).
42
Tampilan GUI pada MATLAB seperti Gambar 2.34 :
Gambar 2.34. Tampilan GUI pada MATLAB (Mathwork, 2015).
E. Sensor Fototransistor
Fototransistor merupakan salah satu komponen yang berfungsi sebagai detektor cahaya yang dapat mengubah efek cahaya menjadi sinyal listrik (Fraden, 1996). Fototransistor adalah sebuah transistor yang akan saturasi pada saat menerima sinar infrared dan cut off pada saat tidak ada sinar infrared. IR Module adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari sebuah fototransistor dan filter yang terbentuk dalam satu modul di mana collector dari fototransistor merupakan output dari modul ini. Pada saat fototransistor cut off maka tidak terjadi aliran arus dari collector menuju ke emitter sehingga collector yang merupakan output dari IR Module akan berkondisi tinggi. Apabila fototransistor saturasi maka arus mengalir dari collector ke emitter dan output dari IR Module akan berkondisi rendah (Petruzella, 2001).
43
Tingkat sensitivitas cahayanya dapat dikendalikan melalui tahanan basis yang variabel (basereturn transistor), tetapi basis biasanya dibiarkan terbuka untuk mendapatkan sensitivitas yang maksimum untuk diberi cahaya. Makin tinggi sensitivitas dari suatu
fototransistor, maka kecepatannya makin rendah
(Petruzella, 2001). Bentuk fisik dan simbol fototransistor dapat dilihat pada Gambar 2.35 dan 2.36.
Gambar 2.35. Bentuk fisik fototransistor
Gambar 2.36. Simbol fototransistor