BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Syariah 2.1.1 Pengertian Bank Syariah Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Pengertian bank syariah menurut Ali (2009 : 1) “ialah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam”. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan.Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan
yang
matang
atas
proporsi
masukan
dan
keluarannya.Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah
9
penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah :
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah). c. Prinsip
jual
beli
barang
dengan
memperoleh
keuntungan
(murabahah) d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah). e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis.Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba. Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah.
10
2.1.2 Fungsi Utama Bank Syariah
Berikut ini adalah fungsi utama bank syariah.Bank syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi, menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah. berikut ini adalah beberapa fungsi bank syariah menurut Ismail (2011:39), yaitu : 1.
2.
Penghimpun Dana Masyarakat Fungsi bank syariah yang pertama yaitu menghimpun dana dari masyarkat yag kelebihan dana. Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad al-Wadiah dan bentuk investasi dengan menggunakan akad al-Mudharabah. Masyarakat yang kelebihan dana membutuhkan keberadaan bank syariahuntuk menitipkan dananya dengan aman. Keamanan atas dana yang dititipkan atau diinvestasikan di bank oleh masyarakat merupakan faktor yang sangat penting yang menjadi pertimbangan. Masyarakat akan merasa lebih aman apabila uangnya diinvestasikan di bank syariah. Return merupaakan imbalan yaang diperoleh nasabah atas sejumlah dana yang diinvestasikan di bank. Imbalan yang diberikan oleh bank bisa dalam bentuk bonus dananya dititipkan dengan menggunakan akad al-wadiah, dan bagi hasil dalam hal dana yang diinvestasikan menggunakan akad alMudharabah. Penyaluraan Dana Kepada Masyarakat Menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan (user of fund) merupakan fungsi kedua. Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dari persyaratan yang berlaku. Bank menyalurkan dana kepada masyarakat dengan mengucapkan bermacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja sama usaha. Dalam akad jual beli, maka return yang diperoleh oleh bank atas penyaluran dananya adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin keuntungan merupakan selisih antara harga jual kepada nasabah dan harga beli bank. Pendapatan
11
yang diperoleh dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah yang menggunakan akad kerja sama usaha adalah bagi hasil. Pembiayaan bank syariah dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain : a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik. c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna. d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh. e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. 3.
Pelayanan Jasa Bank Pelayanan yang diberikan bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Beberapa jenis produk pelayanan jasa yang diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahanbukuan, penagihan surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso, garansi bank, dan pelayanan bank lainnya. Beberapa bank berusah meningkatkan teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan jasa yang memuaskan nasabah. Pelayanan yang dapat memuaskan nasabah ialah pelayanan jasa dan akurat.
2.2 Mudharabah Investasi mudharabah merupakan investasi yang dilakukan oleh pihak pemilik dana atau pemodal kepada pihak pengguna dana untuk melakukan suatu usaha. Dalam investasi mudharabah, imbalan yang akan diterima pihakpihak yang melaksanakan kerja sama usaha akan dibagi sesuai keuntungan bagi hasil. 2.2.1 Pengertian Mudharabah Pengertian Al- Mudharabah Menurut Ismail (2011 :83), “adalah akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama
12
usaha. Satu pihak akan menempatkan modal sebesar 100% yang disebut denganshahibul maal, dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha disebut dengan mudharib”. Mudharabah Menurut Ali (2009 : 25) “ialah sebuah akad kerja sama, sama antarpihak, yaitu pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal; sedangkan pihak lainnya sebagai pengelolah”. Mudharabah sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana/shahibul maal) menyediakan seluruh dana, sedangkaan pihak kedua (pengelolah dana/mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung pemilik dana. Bagi hasil dari usaha dihitung sesuai dengan nisab yang disepakati antara pihak-pihak yang berkerja sama. Secara muamalah, pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan modalnya kepada pedagang/pengusaha (mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan atau usaha. Keuntungan yang dihasilkan mudharib itu akan dibagikan hasilnya dengan shahibul maal. Pembagian hasil usaha ini berdasarkan kesepakatan yang telah dituangkan dalan akad. Keuntungan usaha secara mudharabah, dibagi berdasarkan kesepakatan, dimana apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat kelalaian si pengelola. Namun jika kerugian itu
13
disebabkan oleh kelalaian atau kecurangan pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. 2.2.2 Jenis-jenis Mudharabah Mudharabah memiliki tiga jenis, yaitu mudharabah muthlaqah, dan mudarabah muqayyadah, mudharabah musyarakah berikut ini adalah penjelasan tentang ketiga jenis mudarabah (Nurhayati. 2013;130), yaitu : A. Mudarabah Muthlaqah Mudharabah Muthalaqah adalah Mudharabah di mana pemilik dananya memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa berlakunya, di daerah mana usaha tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of industry, atau line of service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan ini bukan kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh Islam seperti untuk keperluan spekulasi, perdagangan minuman keras (sekalipun memperoleh izin dari pemerintah), perternakan babi, atau pun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya. Dalam mudharabah muthalaqah, pengelola dana memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkannya, sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan di tanggung oleh pemilik dana. B. Mudharabah Muqyyadah Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha. Misalnya, tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
14
Mudhrabah jenis ini disebut juga investasi terikat. Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pemilik dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konseksuensi keuangan. C. Mudharabah Musytarakah Mudharabah Musytarakah adalah mudhrabah di mana pegelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Diawal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan engan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut jenis mudharabah seperti ini disebut mudhrabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. 2.3 Sumber Hukum Akad Mudharabah Akad mudharabah merupakan akad yang termasuk sering digunakan di dalam kegiatan syariah, dalam akad ini sumber hukum yang mendasari pada akad mudharabah adalah al-quraan dan hadits. Dalam buku Akuntansi Perbankan Syariah (Salam, 2012: 219) tercantum landasan dasar syari’ah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga macam, yaitu : 1. Al-Qur’an “… dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT …” (al-Muzzammil: 20) “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT …” (al-Jumu’ah: 10) Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya mudharabah. Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah. 2. Al-Hadits Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib “jika memberikam dana ke mitra usahanya secara
15
mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani) Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah), 3. Ijma Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah. 2.4 Deposito Mudharabah Deposito mudharabah merupakan dana investasi yang ditempatkan oleh nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu, sesuai dengan akad perjanjian yang dilakukan antara bank dan nasabah investor. Sifat deposito yaitu penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai jangka waktunya, sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa nisab bagi hasil yang diberikan oleh bank untuk deposito lebih tinggi dibandingkan tabungan mudharabah. Deposito dalam undang-undang No. 21 Tahun 2008 (Anshori. 2007;93) menyatakan sebgai berikut: investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpanan dan bank syariah dan/atau UUS. Pada deposito berjangka terdapat variasi waktu yaitu, depoito jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan”. Perbedaan yang terdapat pada waktu deposito berjangka di samping merupakan perbedaan masa penyimpanan, juga akan menimbulkan perbedaan
16
terhadap balas jasa berupa persentase nisab bagi hasil. Pada umumnya, semankin lama jangka waktu deposito berjangka akan semankin tinggi persentase nisab bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah. Deposito berjangka diterbitkan atas nama, baik atas nama perorangan maupun atas nama badan hukum, bukti kepemilikan deposito berjangka berupa bilyet deposito. Pihak yang dapat mencairkan deposito berjangka hanya
pihak
yang
berjangka.Deposito
namanya berjangka
tercantum tidak
di
dapat
dalam
bilyet
deposito
dipindahtangankan
atau
diperjualbelikan. Bank memberikan imbalan atas penempatan deposito berjangka berupa bagi hasil yang besarnya ditentukan pada saat pembukaan sesuai dengan nisab
yang telah diperjanjikan, pembayaran bagi hasil deposito
dilakukan pada saat deposito berjangka dibuka. Pembayaran bagi hasil deposito dapat dilakukan secara tunai, dipindahbukukan ke rekening lain yang dimiliki oleh nasabah seperti giro atau tabungan atau langsung dikirimkan ke bank lain atau menambah nominal deposito berjangka.
2.5 Landasan Hukum Deposito Mudharabah Pada dasarnya ,deposito mudharabah diterapkan olehBank Umum syariah yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah. Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya saat melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi. Landasan hukum mengenai deposito
17
mudharabah dapat ditemui pada fatwa DSN-MUI pada No. 03/DSNMUI/1V/2000, tanggal 1 April 2000 (dalam Amelia. 2011; 38-39), yaitu: Menyatakan tentang hukum deposito mudharabah “telah diatur dalam Fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/1V/2000, tanggal 1 April 2000 yang menyatakan bahwa keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang investasi, memerlukan jasa perbankan. Salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah deposito, yaitu simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Berdasarkan Fatwa DSN-MUI ini deposito yang dibenarkan secara syariah adalah yang berdasarkan prinsip mudharabah, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. 2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembannya, termasuk di dalamnya Mudharabah dengan pihak lain. 3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang. 4. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. 5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. 6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan. 2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil (ismail. 2011;96), yaitu : a. Investment Rate Merupakan persentase dana yang diinvestasikan kembali oleh bank syariah baik ke dalam pembiayaan maupun penyaluran dana lainnya. Kebijakan ini diambil karena adanya ketentuan dari Bank Indonesia, bahwa sejumlah persentase tertentu atas dana yang dihimpun dari masyarakat, tidak boleh diinvestasikan, akan tetapi harus ditempatkan dalam giro wajib minimum untuk menjaga likuiditas bank syariah. Giro wajib minimum (GWM) merupakan dana yang wajib dicadangkan oleh setiap bank untuk mendukung likuiditas bank. 18
b. Total Dana Investasi Total dana investasi yang diterima oleh bank syariah akan mempengaruhi bagi hasil yang diterimaoleh nasabah investor. Total dana yang berasal dari investasi mudharabah dapat dihitung dengan menggunakan saldo minimum bulanan atau saldo harian. Saldo minimal bulanan merupakan saldo minimal yang pernah mengendap dalam satu bulan. Saldo minimal akan digunakan sebagai dasar perhitungan bagi hasil. c. Jenis Dana Investasi mudharabah dalam penghimpunan dana, dapat ditawarkan dalam beberapa jenis, yaitu; tabungan mudharabah, deposito mudharabah, dan sertifikasi investasi mudharabah antar bank syariah. Setiap jenis dana investasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga akan berpengaruh pada besarnya bagi hasil. d. Nisab Nisab merupakan persentase tertentu yang disebutkan dalam akad kerja sama usaha (mudharabah dan musyarakah) yang telah disepakati antara bank dan nasabah investor. Nisab dapat berbeda-beda bila dilihat dari beberapa segi : a. Persentase nisab antarbank syariah akan berbeda, hal ini tergantung pada kebijakan masing-masing bank syariah. b. Persentase nisab akan berbeda sesuai dengan jenis dana yang dihimpun, seperti nisab untuk tabungan dan deposito akan berbeda. c. Jangka waktu investasi mudharabah akan berpengaruh pada besarnya persentase nisab bagi hasil. Misalnya, nisab untuk deposito berjangka dengan waktu satu bulan akan berbeda dengan deposito berjangka waktu tiga bulan dan seterusnya. e. Metode Perhitungan Bagi Hasil Bagi hasil akan berbeda tergantung pada dasar perhitungan bagi hasil, yaitu bagi hasil yang dihitung dengan menggunakan konsep revenue sharing dan bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing. Bagi hasil yang menggunakan revenue sharing, dihitung dari pendapatan kotor sebelum dikurangi dengan biaya.Bagi hasil dengan profit/loss sharing dihitung berdasarkan persentase nisab dikalikan dengan laba usaha sebelum pajak. a. Kebijakan Akuntansi Kebijakan akntansi juga akan mempengaruhi bagi hasil antar lan penyusutan. Penyusutan akan berpengaruh pada laba usaha bank, bila bagi hasil menggunakan metode profit/loss saharing, maka penyusutan akan berpengaruh pada bagi hasil, akan
19
tetapi bila menggunakan revenue saharing, maka penyusutan tidak akan mempengaruhi bagi hasil. 2.7 Pengaruh ROA, FDR, BOPO, NPF, NIM, dan CAR Terhadap Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah Pengaruh ROA, FDR, BOPO, NPF, NIM, dan CAR terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah sebagai berikut: A. Return On Asset (ROA) ROA (Return on Asset) menurut Hanafi dan Halim (2003:27) adalah sebagai beikut: Rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau deviden akan semakin besar. Hal ini juga berdampak pada harga saham dari perusahaan tersbeut di pasar modal yang akan semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahan. Angka ROA dapat dikatakan baik apabila >2%. ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan
baik untuk dapat mengukur efesiensi penggunaan
modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sahingga dapat diketahui posisi keuangan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. Rumus perhitungan ROA menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/SEOJK.03/2015, sebagai berikut: ROA=
Laba Sebelum Pajak Total Aset
20
×100%
B. Financing To Deposits Ratio (FDR) FDR (Financing to Deposit Ratio) Menurut wijaya (2005;116) adalah sebagai berikut: perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dikerahkan oleh bank. FDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit”. Semakin tinggi tingkat FDR suatu bank, maka bank tersebut akan berusaha untuk meningkatkan perolehan dananya, salah satunya dari sisi deposito, untuk menarik investor menginvestasikan dananya di bank syariah, maka diberikanlah tingkat bagi hasil yang menarik, sehingga peningkatan FDR akan meningkatkan return bagi hasil deposito mudharabah. Menurut Sadjeni, (2007;177) mengenai rasio FDR adalah sebagai berikut: Rasio ini merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari FDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun, batas toleransi antara 85% dan 100%. Sedangkan berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam surat Edaran Bank Indonesia No 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993, besarnya FDR ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak boleh melebihi 110%. Dengan ketentuan ini berarti
21
bank boleh memberikan kredit atau pembiayaan melebihi jumlah dana pihak ketiga asalkan tidak melebihi 110%. Penetapan nilai maksimum pemberian kredit (pembiayaan) yang dapat terlihat pada rasio FDR yang harus terus dipantau oleh bank syariah, maka bank syariah tidak dapat begitu saja dalam melakukan ekspansi pembiayaan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya atau untuk secepatnya dapat membesarkan jumlah assetnya
tanpa
membahayakan
memperhitungkannya. kelangsungan
hidup
Karena bank
hal
itu
akan
tersebut
dan
akan
membahayakan dana simpanan para nasabah penyimpan dana dari bank itu. Besarnya nilai FDR pada bank syariah dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan berdasarkan
Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 18/SEOJK.03/2015, sebagai berikut : FDR =
Total Pembiayaan x 100% Dana Pihak Ketiga
C. Biaya Operasional atas Pendapatan Operasional (BOPO) Pengertian
BOPO
(Biaya
Operasional
atas
Pendapatan
Operasional) menurut Kuncoro (2002), adalah sebagai berikut: BOPO termasuk rasio rentabilitas. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhdap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya opersional terhadap pendapatan operasional. Rasio ini mencerminkan tingkat efesiensi bank dalam menjalanka operasionalnya, BOPO merupakan rasio antara biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam menjalankan aktivitas utamanya terhadap pendapatan yang diperoleh dari aktivitas tersebut. Aktivitas utama bank seperti biaya
22
bunga, biaya tenaga kerja ,biaya pemasaran, dan biaya operasi lainnya. Pendapatan operasional adalah pendapatan bunga yang diperoleh dari penempata dana dalam bentuk kredit dan pendapata operasional lainnya. Semakin kecil rasio BOPO menunjukkan semakain efesien suatu bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Rumus perhitungan BOPO menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/SEOJK.03/2015, sebagai berikut: BOPO =
Biaya Operasional
Pendapatan Operasional
×100%
D. Non Performing Financing (NPF) Pengertian Non Performing Financing (NPF) menurut Rivai (2006;476), adalah sebagai berikut: Setiap bank tidak mengharapkan terjadinya NPF, namun dalam kegiatan usaha, walaupun telah dilaksanakan dengan baik, pasti masih ada resiko-resiko lain yang tidak terprediksi sebelumnya dalam perencanaan awal. Perkembangan pemberian pembiayaan yang paling tidak menggembirakan bagi pihak bank adalah apabila pembiayaan yang diberikannya ternyata menjadi bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalanpihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok pembiayaan beserta bagi hasil yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam perjanjian pembiayaan. NPF merupakan situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan menunjukkan kepada bank akan mengalami risiko kegagalan. Ada beberapa pengertian pembiayaan bermasalah, yaitu : 1. Pembiayaan yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank; 2. Pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas; 3. Mengalami kesulitan di dalam menyelesaikan kewajibankewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga/denda keterlambatan
23
serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan. Sementara NPF Menurut Muhammad (2005;165) mendefinisikan sebagai berikut; Kredit atau pembiayaan golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak Kelancaran nasabah membayar angsuran pokok maupun bagi hasil/profit margin pembiayaan menyebabkan adanya kolektabilitas pembiayaan dikategorikan menjadi 5 macam, yaitu : 1. Lancar atau Kolektabilitas 2. Kurang Lancar atau Kolektabilitas 3. Diragukan atau Kolektabilitas 4. Perhatian khusus atau Kolektabilitas 5. Macet atau Kolektabilitas I’tikad nasabah untuk menyelesaikan kredit bermasalah, dinilai berdasarkan penilaian mengenai kemauan dan kesediaannya, antara lain : 1. Berinisiatif dan aktif melakukan negosiasi dengan bank. 2. Melakukan full disclosure mengenai keadaan perusahaan dan grupnya kepada nasabah. 3. Memikul beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil negosiasi. Mempunyai rencana restrukturisasi atau menyampaikan rencana restrukturisan untuk dibicarakan dengan bank. Besarnya nilai NPF pada bank syariah dapat berdasarkanSurat
dihitung dengan menggunakan perhitungan
Edaran
Otoritas
Jasa
Keuangan
Nomor
18/SEOJK.03/2015, sebagai berikut : NPF =
Pembiayaan bermasalah x 100% Total pembiayaan
E. Net Interest Margin (NIM) Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Selamet (2006:21) adalah sebagai berikut:
24
Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara persentase hasil bunga terhadap total asset terhadap total earning assets. Net Interest Margin (NIM) penting untuk mengevaluasi kemampuan bank dalam mengelola resiko terhadap suku bunga. Saat suku bunga berubah, pendapatan bunga dan biaya bunga bank akan berubah. Jika suku bunga naik, baik pendapatan bunga maupun biaya bunga akan naik karena beberapa aset dan liability bank akan dihargai pada tingkat yang lebih tinggi. Rumus perhitungan Net Interest Magin (NIM) menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut: NIM=
PendapatanBungaBersih AktivaP roduktif
× 100%
F. Capital Adequacy Ratio (CAR) Pengertian CAR (Capital Adequacy Ratio) Menurut Koncoro (2002;573) adalah rasio kecukupan modal yang harus disediakan untuk menjamin dana deposan. Tujuannya adalah agar likuiditas/kemampuan bank membayar kepada deposan cukup terjamin.Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Menurut ketentuan Bank Indonesia jika nilai CAR tinggi (sesuai ketentuan BI 8%) maka bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi profitabilitas dan tentunya akan meningkatkan
25
return bagi hasil yang akan diterima oleh deposan. Besarnya nilai CAR pada bank syariah dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, sebagai berikut : CAR = Keterangan:
Modal x 100% ATMR
ATMR: Aset Tertimbang Menurut Resiko G. Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah Return Bagi Hasil Mudharabah yang merupakan tingkat kembalian atas investasi nasabah bank dalam bentuk dana deposito. Return yang diperoleh tergantung berapa besar nisbah yang disepakati antara nasabah dengan bank. Nisbah bagi hasil nasabah dan nisbah bagi hasil bank bukanlah laba yang dinikmati nasabah deposan bank, tetapi merupakan rasio atau persentase bagian dimana para nasabah yang mendapatkan hak atas laba yang disisihkan untuk deposito masing-masing nasabah digunakan bank untuk pembiayaan yang menguntungkan. Besarnya nilai RBH deposito mudharabah pada bank syariah dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan berdasarkan
Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 18/SEOJK.03/2015, sebagai berikut : Rumus:
BBH
RR = SRRH x 100% x 12
Keterangan : RR
= Rate Of Return
BBH
= Bonus Bagi Hasil 26
SSRH
= Saldo Rata-Rata Harian Dana Pihak Ketiga
2.8 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu akan sangat bermakna jika judul-judul peneltian yang digunakan sebagai bahan pertimbangan sangat bersinggungan dengan penelitian yang hendak dilakukan. Biasanya penelitian terdahulu yang digunakan adalah penelitian yang terkait langsung dengan penelitian yang sedang dilakukan. Penelitian terdahulu ini diambil dari berbagai jurnal dan skripsi yang telah diterbitkan oleh penelitian maupun instansi-instansi pendidikan, adapun penelitian terdahulu dijelaskan sebagai berikut : Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu NAMA PENELITI Azmy (2008)
JUDUL PENELITIAN Hubungan antara FDR, CAR, Inflasi, dan Suku Bunga Terhadap Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah
VARIABEL PENELITIAN Variabel Bebas : FDR, CAR, Inflasi, Suku Bunga
Variabel Terikat : Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah
27
HASIL PENELITIAN Secara simultan CAR, Inflasi, dan suku bunga berpengaruh signifikan terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah secara parsial hanya CAR, Inflasi, dan Suku Bunga yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat bagi hasildeposito mudharabah, sedangkan FDR tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah
Isna dan Sunaryo (2012)
NAMA PENELITI
Nana, Tenny, dan Aditya (2015)
Pengaruh ROA, BOPO, dan Suku Bunga Terhadap Tingkat Bagi HasilDeposito Mudharabah
JUDUL PENELITIAN
Analisis Pengaruh Return on Asset (ROA),Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Suku Bunga, Financing to Deposits Ratio (FDR), dan NonPerforming Financing (NPF)terhadap Tingkat Bagi Hasil Depsito Mudaharabah
Variabel Bebas: ROA,BOPO, dan Suku Bunga
Variabel Terikat: Tingkat Bagi Hasil VARIABEL PENELITIAN
Secara simutan ROA, BOPO, dan suku bunga berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah,
HASIL PENELITIAN
Deposito Mudharabah
secara parsial hanya suku bungalah yang berpengaruh positif terhadap deposito mudharabah. ROA dan BOPO tidak berpengaruh signifikan Mudharabahterhadaap tingkat bagi hasil Deposito
Variabel Bebas: ROA, BOPO, Suku Bunga, FDR dan NPF
ROA berpengaruh positif signifikan terhdap tingkat bagi hasil. BOPO tidak berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil. Suku bunga tidak berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil. Suku bunga tidak berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil. FDR berpengaruh positf terhadap tingkat bagi hasil. NPF tidak berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil.
Variabel Terikat: Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah (ROMD)
28
Nur Mawaddah (2015)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah
Variabel Bebas: Pembiayaan dan NIM
Variabel Terkait: ROA Intervening: NPF NAMA PENELITI
JUDUL PENELITIAN
VARIABEL PENELITIAN
Pembiayaan berpengaruh terhadap ROA. NIM berpengaruh langsung terhadap ROA. NPF berpengaruh langsung terhadap ROA. Pembiayaan dan
HASIL PENELITIAN NIM berpengaruh tidak langsug terhadap NPF. Variasi ROA paling dominan dipengaruhi secara langsung oleh pembiayaan dan NIM tidak berpengaruh langsung oleh NPF.
2.9
Kerangka Konseptual Berdasarkan hipotesis-hipotesis yang terdapat pada penelitian terdahulu maka penulis membuat kerangka konseptual sebagai berikut :
29
Kerangka konseptual diatas menjelaskan bahwa yang akan diuji di dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris apakah ada pengaruh ROA (X1) terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah, FDR (X2) terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah, BOPO(X3) terhadaptingkat bagi hasil deposito mudharabah, NPF (X4) terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah, NIM (X5) terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah, dan CAR (X6) terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah. Serta secara bersama-sama apakah ada pengaruh keenam variable tersebut terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah.
2.10 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1
:
Capital Adequancy Ratio (CAR), yang akan diteliti
pengaruhnyasecara Parsial terhadap Tingkat
Bagi Hasil
Deposito Mudharabah (Y) H2
:
Financing
To
Deposit
Ratio
(FDR),
yang
akan
ditelitipengaruhnya secara parsial terhadap Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah (Y) H3
:
Biaya Operasional atas Pendapatan Operasional (BOPO),
yang akan diteliti pengaruhnya secara parsial terhadap Tingkat BagiHasil Deposito Mudharabah (Y)
30
H4
:
Non Performing Financing (NPF), yang akan diteliti
pengaruhnya secara parsial terhadap Tingkat BagiHasil Deposito Mudharabah (Y) H5
:
Net Interest Margin (NIM), yang akan diteliti pengaruhnya
secara parsial terhadap Tingkat BagiHasil Deposito Mudharabah (Y) H6 : Capital Adequacy Ratio (CAR), yang akan diteliti pengaruhnya secara parsial terhadap Tingkat BagiHasil Deposito Mudharabah (Y) H7 : ROA, FDR, BOPO, NPF, NIM, dan CAR, yang akan diteliti pengaruhnya secara simultan terhadap Tingkat BagiHasil Deposito Mudharabah (Y)
31