BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Goreng 1. Minyak Goreng Segar Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak, khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitaminvitamin A, D, E dan K (Ketaren, 2008). Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Winarno, 2004). a. Mutu Minyak Goreng Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akreolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan hidrasi gliserol akan
5
6
membentuk aldehida tidak jenuh atau akrelein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Oleh karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya (Winarno, 2004). Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-2002 menurut (Wijana, dkk., 2005). Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 013741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 1 berikut ini:
7
Tabel 1. Tabel SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng KRITERIA UJI
SATUAN
SYARAT
-
Normal
% b/b
Maks 0.30
% b/b
Maks 0.30
Keadaan bau, warna, rasa Air Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam larut) Bahan Makanan Tambahan
Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88
Cemaran Logam : -
Besi (Fe)
mg/kg
Maks 1.5
-
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 0.1
-
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks 0.1
-
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 40.0
-
Timah (Sn)
mg/kg
Maks 0.005
-
Seng (Zn)
mg/kg
Maks 40.0/250.0)*
% b/b
Maks 0.1
mg 02 %
Maks 1
Arsen (As) Angka Peroksida
Catatan * Dalam kemasan kaleng Sumber : Standar Nasional Indonesia 01-3741-2002 b. Sifat Fisika-Kimia Minyak 1. Sifat Fisika (Ketaren, 2008). a) Warna Zat warna terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil
8
(berwarna
kehijauan)
dan
antosyanin(berwarna
kemerahan).
Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh. b) Kelarutan Minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen. c) Titik didih (boiling point) Titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. d) Sliping point Digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponenya. e) Shot melting point Yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. 2. Sifat Kimia (Ketaren, 2008). a) Hidrolisa. Dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan
9
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. b) Oksidasi. Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. c) Hidrogenasi. Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak. d) Esterifikasi Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Goreng (Tim Penulis, 1992). 1. Asam Lemak Bebas (ALB) Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak goreng sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan
10
usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak goreng. 2. Kadar zat menguap dan kotoran Meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak goreng. Kemantapan minyak goreng harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern. 3. Kadar logam Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak goreng antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Mutu dan kualitas minyak goreng yang mengandung logam-logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak goreng. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak goreng yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan. 4. Angka Oksidasi Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak goreng menjadi menurun. Dari angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak goreng untuk
11
menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida.
d. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 100 gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri (Ketaren.1986). Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik ensimatik maupun non ensimatik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton. Bau tengik atau rancid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji, S. 2007). Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut :
12
R – CH = CH – R’ + O – O O R – CH – CH- R’ O
R – CH – CH – R’ O
O
R–C
O
+ R’ – C H
H
O Monoksida
Peroksida
Aldehid
Bilangan peroksida biasanya diukur secara volumetri dengan metode yang telah dikembangkan oleh Lea. Hal ini disebabkan minyak dalam suasana asam dengan kalium iodida akan mengikat oksigen diikuti dengan titrasi dari pembebasan iodine dengan natrium tiosulfat. Kloroform adalah pelarut yang biasanya digunakan (Egan. H, dkk, 1981). Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dari lemak segar, dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan asam persid dapat mempercepat proses oksidasi. Usaha penambahan antioksidan hanya dapat mengurangi peroksida dalam jumlah kecil, namun fungsi anti-oksidan akan rusak dalam lemak yang mengandung peroksida dalam jumlah besar (Ketaren,1986).
13
2. Minyak Jelantah Minyak
jelantah
adalah
minyak
yang
dihasilkan
dari
sisa
penggorengan, baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat menyebabkan minyak berasap atau berbusa pada saat penggorengan,, meninggalkan warna coklat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang digoreng. (Hambali, E 2007). Minyak jelantah mengandung berbagai radikal bebas, yang setiap saat siap untuk mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat menyebabkan potensi kanker meningkat. Menurut para ahli kesehatan, minyak goreng hanya boleh digunakan dua sampai empat kali menggoreng (Winarno, 1999). a. Cara mencegah kerusakan Minyak Goreng (Ketaren, 1986). Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu : 1) Oksigen, semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi 2) Ikatan rangkap, semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi. 3) Suhu, suhu penggorengan dan pemanasan yang tinggi akan mempercepat reaksi. 4) Cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi.
14
5) Antioksidan, semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses oksidasi dapat menggunakan antioksidan. Antioksidan secara harpiah dapat diartikan pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen (O2). Dengan memperhatikan faktor penyebab, maka oksidasi ataupun ketengikan dapat diperlambat. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya.
B. Kulit Pisang Kepok Pisang merupakan tumbuhan monokotil yang termasuk dalam famili Musaceae. Pohonya menyerupai tumbuahan hijau dengan tinggi dua hingga sembilan meter, akar rhizoma berada dalam tanah dan pelepahnya terdiri dari lembaran daun dan mahkota terminal daun tempat munculnya bakal buah (Tjitrosoepomo, 2001). Kulit pisang kepok kaya akan antioksidan betakaroten yang larut lemak dan dapat menghambat proses oksidasi dan menyerap asam lemak rantai pendek hasil oksidasi dalam minyak. Dengan adanya antioksidan dalam kulit pisang kepok maka diharapkan dapat menurunkan bilangan peroksida minyak jelantah (Ketaren, 1986).
15
Klasifikasi pisang adalah sebagai berikut : Divisi
:
Spermatophyta
SubDivisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Monocotyledonae
Famili
:
Musaceae
Genus
:
Musa
Spesies
:
Musa acuminate L.
Ada beberapa jenis senyawa antioksidan yang dapat diisolasi dari kulit pisang, yaitu asam amino dan peptida, flavonoid, katekolamin, dopamin, dan polimer dopamin. Dilihat dari potensi antioksidanya, senyawa flavonoid, katekolamin dan dopamin yang dihasilkan dari elusi asam asetat hasil permisahan dengan kromatografi alumina, memperlihatkan potensi yang paling baik jika dibandingkan dengan komponen asam amino dan peptida serta polimer dopamin. Sedangkan setelah dilakukan isolasi hasil elusi asam asetat tersebut, potensi antioksidan dopamin adalah yang tertinggi, diikuti oleh flavonoidnya dan katekolamin. Jenis flavonoid yang teridentifikasi adalah naringenin dan rutin (Kanazawa dan Sakakibara, 2000). Menurut Vinson et al. (2001), total fenolik pada pisang adalah sekitar 3,35 mg/g berat segar yang dikonsumsi. Fenol bebas yang terdapat pada pisang kurang menunjukan kualitas antioksidan yang baik, tetapi secara keseluruhan, total fenol pisang menpunyai kualitas antioksidan yang baik. Perbandingan antara konsentrasi fenol dengan kualitas antiksodannya juga menunjukan bahwa pisang termasuk yang memiliki nilai tertinggi dari beberapa jenis buah yang diteliti.
16
Semeya et al. (2002) mempelajari senyawa antioksidan flavonoid yang terdapat pada daging dan kulit pisang, senyawa yang teridentifikasi yaitu katekin, galokatekin dan epikatekin. Pengujian aktivitas antioksidan terhadap oksidasi lemak yang dilakukan memperlehatkan bahwa ekstrak kulit pisang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Hal ini disebabkan kandungan total fenolik pada ekstrak kulit pisang lebih besar (9,07 mg/g berat kering, data diolah) dibandingkan yang terdapat pada ekstrak daging buahnya (2,32 mg/g berat kering, data diolah). Lim et al. (2006) mempelajari perbandingan sifat antioksidan beberapa jenis buah tropis. Dari penelitiannya tersebut diketahui bahwa walaupun pisang tidak memiliki kadar total fenol dan asam askorbat yang tinggi, tetapi mengandung antioksidan sekunder yang potensial karena kemampuannya untuk mengikat ion logam adalah yang paling tinggi dibandingkan beberapa jenis buah lainnya. Ekstrak kulit pisang juga tidak memiliki aktivitas sitotoksisitas sehingga ekstrak kulit pisang aman untuk diterapkan sebagai antioksidan alami pada pangan atau minuman (Oksidan et al. 2006). Oleh karena itu, kulit pisang memiliki potensi yang cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan pada bahan pangan.