BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformator Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik[1]. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Rasio perubahan tegangan akan bergantung pada rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan tersebut, pada umumnya kumparan terbuat dari tembaga yang dbelitkan pada sekeliling kaki inti transformator. Penggunaan transformator yang sangat sederhana dan andal merupakan salah satu alasan penting dalam pemakaianya dalam penyaluran tenaga listrik bolak- balik, karena arus bolak- balik sangat banyak digunakan untuk pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik. Pada penyaluran tenaga listrik arus bolak- balik terjadi kerugian I2R watt. Kerugian ini akan banyak berkurang apabila tegangan dinaikkan setinggi mungkin. Dengan demikian maka saluransaluran transmisi tenaga listrik senantiasa mempergunakan tegangang yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi kerugian energi yang terjadi, dengan cara mempergunakan transformator untuk menaikkan tegangan listrik di pusat listrik dari tegangan generator di pembangkitan sampai menurunkanya pada pusat- pusat beban.
4
2.1.1 Konstruksi transformator Pada dasarnya transformator terdiri dari kumparan primer dan sekunder yang dibelitkan pada inti ferromagnetik. Berdasarkan letak kumparan terhadap inti, transformator terdiri dari dua macam konstruksi yaitu tipe inti( core type) dan tipe cangkang( shell type). Kedua tipe ini menggunakan inti yang berlaminasi yang terisolasi satu sama lain dengan tujuan untuk mengurangi rugi- rugi. a. Tipe Inti Tipe inti ini dibentuk dari lapisan besi berisolasi berbentuk persegi dan kumparan transformatornya dibelitkan pada dua sisi persegi. Pada konstruksi tipe inti, lilitan mengelilingi inti besi yang disebut dengan kumparan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Gambar transformator tipe inti.
5
b. Tipe Cangkang Tipe cangakang terbentuk dari lapisan inti berisolasi, dan kumparan dibelitan di pusat inti, dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Gambar transformator tipe cangkang.
Pada transformator ini, kumparan atau belitan transformator dikelilingi oleh inti [2].
6
2.1.2 Prinsip Kerja Skematik diagram transformator 1 phasa dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.3 Skematik diagram transformator 1 phasa Berikut uraian prinsip kerja transformator menggunakan prinsip induksi elektromagnetik: 1. Tegangan bolak- balik V1 diberikan pada belitan N1 maka pada belitan N1 akan mengalir I1. 2. Arus bolak balik I1 yang mengalir pada belitan N1 akan menghasilkan gaya gerak magnet pada belitan, yang akan menghasilkan fluks bolak balik dalam inti besi. 3. Akibat timbulnya fluks bolak- balik didalam inti besi, maka akan menghasilkan gaya gerak listrik sebesar (E1). 4. Akibat adanya fluks di N1 maka N1 terinduksi ( self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder N2 karena pengaruh induksi dari kumparan primer N1 (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder.
7
5. Jika belitan N2 dihubungkan ke beban, maka pada N2 timbul I2 akibat E2. Hal ini mengakibatkan timbulnya gaya gerak magnet pada N2 dan akibatnya pada beban timbul V2[3].
a.
Transformator Dalam Keadaan Tidak Berbeban
Transformator disebut tanpa beban jika kumparan sekunder dalam keadaan terbuka (open circuit). Berikut gambar skematik diagram transformator 1 phasa tanpa beban dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Skematik Diagram Transformator 1 Phasa Tanpa Beban b. Transforamator Dalam Keadaan Berbeban Skematik diagram transformator 1 phasa dalam keadaan berbeban dapat dilihat pada gambar 2.5 [1]:
8
Gambar 2.5 Skematik Diagram Transformator 1 phasa Dalam Keadaan Berbeban. Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2I2 yang cenderung menentang fluks bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan. Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I2’, yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus I2, hingga keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi: I1= I0 + I2’ (Ampere) Bila komponen arus rugi inti (Ic ) diabaikan, maka I0=Im, sehingga: I1= Im + I2’ (Ampere) Dimana:
I1 = arus pada sisi primer (Amp) I2’= arus yang menghasilkan ɸ12 (Amp) I0 = arus penguat (Amp) Im = arus pemagnetan (Amp) Ic = arus rugi- rugi inti (amp)
9
Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan oleh arus pemagnetan IM, maka berlaku hubungan : N1 Im = N1 I1 – N2 I2 N1 Im = N1 (Im+I2;) – N2 I2 N1 I2’ = N2 I2 Karena Im dianggap kecil, maka I2’= I1 sehingga : N1I1 = N2I2 Atau
=
=
1
2.1.3 Transformator Tiga Phasa Pada umumnya sistem kelistrikkan diseluruh dunia menggunakan sistem 3 phasa, oleh karena itu transformator juga harus dapat bekerja dengan sistem 3 phasa. Transformator 3 phasa dapat dibentuk dengan menggunakan 2 cara yaitu dengan menggunakan 3 buah transformator 1 phasa yang identik dan menghubungkan belitan ketiga transformator tersebut dan bisa juga membuat transformator dari 3 buah belitan primer, 3 buah belitan sekunder yang dihubungkan dengan 1 inti besi.Transformator 3 phasa ini dikembangkan dengan alasan ekonomis, biaya lebih murah karena bahan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan 3 buah transformator satu phasa dengan jumlah daya yang sama
10
dengan satu buah transformator daya tiga phasa. Pada prinsipnya transformator 3 phasa sama dengan transformator satu phasa[3]. 2.1.4 Konstruksi Transformator Tiga Phasa Konstruksi transformator 3 phasa dapat dibagi atas 2 macam : a. Konstruksi Transformator Dengan Menggunakan 3 Buah Trasformator 1 Phasa Konstruksi ini mempunyai bentuk yang relatif lebih kecil, ringan dan murah. Apabila terjadi gangguan pada salah satu phasa cukup mengganti 1 transformator 1 phasa dan transformator yang lain tidak akan terganggu. Konstruksi ini dapat dilihat pada gambar 2. 6 berikut:
Gambar 2.6 Konstruksi transformator 3 phasa dengan 3 buah transformator 1 phasa. 11
b. Konstruksi Dengan Menggunakan 3 Buah belitan Primer, 3 Buah Belitan Sekunder dan 1 Inti Besi. Konstruksi ini lebih umum digunakan, dikarenakan konstruksi ini lebih mudah dalam hal instalasinya dibandingkan dengan konstruksi 3 buah transformator 1 phasa. Seperti halnya dengan transformator 1 phasa, konstruksi transformator 3 phasa ini mempunyai 2 tipe yaitu tipe inti dan tipe cangkang. [4] Konstruksi ini dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut:
(a)
(b)
Gambar 2.7 Konstruksi transformator 3 phasa a) tipe inti dan b) tipe cangkang.
12
2.1.5 Hubungan Belitan pada Transformator Tiga Phasa Ketika membicarakan hubungan pada transformator distribusi 3 phasa, akan lebih baik mengingat bahwa untuk membuat transformator bank 3 phasa adalah dengan menghubungkan beberapa transformator satu phasa atau satu buah transformator 3 phasa. Untuk masing- masing transformator, belitan primer atau sekunder dapat dihubungkan baik hubungan delta atau wye. Hubungan wye dapat di tanahkan atau tidak. Akan tetapi, tidak semua kombinasi hubungan dapat bekerja sesuai yang diharapkan, bergantung pada konstruksi transformator, karakteristik beban dan sistem[5]. Beberapa jenis hubungan belitan transformator 3 phasa: a. Hubungan wye Hubungan wye atau hubungan bintang dibuat dengan menghubungkan titik awal atau akhir dari ketiga phasa 1 titik yang dinamakan netral. Hubungan ini juga dinamakan hubungan bintang. Hubungan ini memiliki titik netral sehingga dapat dibentuk dengan menggunakan 3 kawat (tanpa netral) dan 4 kawat ( dengan netral). Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut:
Gambar 2.8 Hubungan Wye 13
Dari gambar diatas, dapat diketahui: IR = IS = IT = IL-L dan IL-L = Iph Dimana : IL-L = Arus line to line Iph = Arus phasa Dan, VRS = VST = VTR = VL-L VL-L = √3Vph
Dimana : VL-L = Tegangan line to line Vph = Tegangan phasa Adapun cara menghubungkan hubungan belitan transformator 3 phasa hubungan wye ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut:
Gambar 2.9
Cara menghubungkan belitan pada hubungan wye. 14
b. Hubungan Delta Hubungan delta sering disebut juga hubungan mesh, hubungan ini dibuat dengan menghubungkan titik awal belitan dan titik akhir belitan lainnya. Dinamakan delta karena bentuk rangkaian yang terbentuk seperti huruf delta pada bahasa latin. Hubungan ini juga dinamakan hubungan mesh, hal ini dikarenakan hubungan ini membentuk loop. Hubungan ini tidak mempunyai netral dan dibentuk hanya menggunakan 3 kawat. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut :
Gambar 2.10 Hubungan Delta Dari gambar diatas dapat diketahui: IR = IS = IT = Iph IR – IT = IS – IR = IT – IS = IL-L = √3Iph Dimana : Iph = Arus phasa IL-L = Arus line to line Dan,
15
VRS = VST = VTR = Vph VL-L = Vph Dimana : Vph = Tegangan phasa VL-L = Tegangan line to line Adapun cara menghubungkan belitan pada jenis hubungan delta pada transformator 3 phasa ditunjukkan pada gambar 2.11 berikut:
Gambar 2.11 Cara menghubungkan belitan hubungan delta Pada transformator 3 phasa, hubungan belitan dapat di kelompokkan menjadi beberapa bagian berdasarkan metode putaran jam belitan. Vektor group adalah istilah yang dibuat oleh standar IEC dan manufaktur transformator sampai saat ini. Ini menunjukkan cara menghubungakan belitan dan posisi phasa dari pandangan vektor tegangan. Ditunjukkan dengan:
16
1. Huruf menunjukkan konfigurasi dari phasa kumparan. Di sistem 3 phasa, hubungan belitan dikatagorikan oleh Delta (D,d), Star, or Wye (Y, y), interconnected star atau zigzag (Z, z) dan belitan open atau independent. Huruf kapital menunjukkan ke belitan tegangan tinggi (HV), dan tegangan rendah (LV). 2. Huruf (N, n) dimana menunjukkan netral dari belitan hubungan bintang yang digunakan. 3. Nomor menunjukkan pergeseran phasa antara tegangan sisi tegangan tinggi. Nomor ini kelipatan dari 300, menunjukkan sudut dimana vektor dari tegangan rendah (LV) lags atau tertinggal dari kumparan tegangan tinggi (HV). Sudut dari masing- masing kumparan tegangan rendah ditunjukkan dengan “notasi jam”, oleh karena itu jam ditunjukkan oleh pasor belitan ketika belitan tegangan tinggi (HV) ditunjukkan oleh jam 12.[6] 4. Tegangan primer dianggap tegangan tinggi dan tegangan sekunder sebagai tegangan rendah. 5. Angka jam menyatakan bagaimana letak sisi kumparan tegangan tinggi terhadap sisi tegangan rendah. 6. Jarum jam dibuat selalu menunjuk angka 12 dan dibuat berimpit (dicocokkan) dengan vektor phasa tegangan tinggi line to line , bergantung pada perbedaan phasa tegangan rendah (a, b, c), dan letak vektor tegangan rendah ditunjukkan oleh jarum jam. 7. Sudut antara vektor masing- masing hubungan adalah vektor antara tegangan rendah dengan tegangan tinggi.
17
Adapun penjelasan berbagai hubungan belitan adalah sebagai berikut: 1. Hubungan Y-Y Hubungan ini ekonomis untuk distribusi tegangan tinggi. Pada hubungan ini tegangan pada masing- masing phasa VLL=√3VLN sehingga rasio tegangan transformator untuk hubungan ini adalah: =
=
Hubungan ini jarang digunakan karena memiliki beberapa kerugian, diantaranya adalah gangguan harmonisa yang dihasilkan cukup besar. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut:
Gambar 2.12 Hubungan Belitan Transformator 3 phasa Y-Y
2. Hubungan Y-∆ Transformator jenis ini sering digunakan di substation untuk menurunkan tegangan(Step down). Pada hubungan ini tegangan pada sisi primer VLL-P =
18
√3VLN-P sedangkan tegangan pada sisi sekunder VLL-S = √3VLN-S , sedangkan rasio transformator hubungan ini adalah =
√3
= √3
Pada hubungan ini tidak terdapat masalah akan adanya harmonisa ketiga, dikarenakan adanya hubungan ∆ dibagian sekunder yang menyebabkan arus
harmonisa mengalir didalam hubungan belitan ∆. Akan tetapi hubungan ini mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat diparalelkan dengan transformator hubungan Y-Y dan ∆ − ∆. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut:
Gambar 2.13 Hubungan Belitan Transformator 3 phasa Y-∆
19
3. Hubungan ∆-Y Hubungan ini banyak dipakai untuk menaikkan tegangan. Pada hubungan ini tegangan sisi primer VLL-P = VLN-P sedangkan tegangan di sisi sekunder VLL-S = √3VLN-S
sehingga
ratio
transformator =
√3
=
hubungan
adalah
√3
Sama seperti hubungan tipe Y-∆, hubungan ini memiliki kekurangan tidak dapat diparalel dengan transformator hubungan lain. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.11 berikut:
Gambar 2.14 Hubungan Belitan Transformator 3 phasa ∆-Y
Dan berbagai hubungan belitan lainnya terlihat pada gambar 2.12 berikut [7] :
20
21
22
Gambar 2.15 Gambar berbagai jenis hubungan belitan transformator. Adapun masing- masing hubungan belitan memiliki penggunaan yang beragam, diantaranya: - Yd11 , Yd1 , Dy1 , Dy11 a. Umumnya digunakan di transformator distribusi b. Hubungan Y memfasilitasi beban yang berupa beban 3 phasa maupun 1 phasa. - Yy0 a. Biasanya digunakan pada transformator besar. b. Hubungan yang lebih ekonomis pada sistem HV yang digunakan untuk interkoneksi antara dua sistem yang dideltakan, dan juga untuk memberikan jalur netral pada masing- masing pentanahan.
23
- Dd0 a. Ini adalah hubungan yang ekonomis antara LV transformator. b.Tidak terlalu sulit untuk menghubungkan beban tidak seimbang. -Yd5 a. Biasanya digunakan pada mesin dan transformator berkapasitas besar pada pembangkit dan sistem distribusi. b. Netralnya dapat dibebani sampai batasan arus tertentu. - Berbagai hubungan yang lain a. banyak digunakan dalam hal penelitian dan lain- lain. 2.2 Beban 2.2.1 Jenis- Jenis Beban 1. Beban Tiga Phasa Seimbang Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan dimana : 1. Ketiga vektor arus atau tegangan sama besar 2. Ketiga vektor saling membentuk sudut 1200 satu sama lain. Rangkaian beban tiga phasa untuk hubungan Y dapat digambaran seperti gambar 2.13 dibawah ini:
24
Gambar 2.16 Rangakaian beban 3 phasa hubungan Wye Pada keaadaan seimbang bahwa impedansi beban pada masing- masing phasanya adalah sama besarnya, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: Za= Za= Za=R+jX = IZI < Dalam hubungan Y, arus line sama dengan arus phasa, dapat ditentukan dengan :
Ia’a = Ian =
;
Ib’b = Ibn =
;
Ic’c = Icn =
Untuk rangkaian beban tiga phasa terhubung delta dapat dilihat pada gambar 2.14 berikut:
Gambar 2.17 Rangakaian beban 3 phasa hubungan Delta 25
Pernyataan arus beban untuk hubungan delta: Iab =
Ibc =
Ica =
Arus saluran Ia’a diperoleh dengan menerapkan hukum arus kirchoff , yaitu: Ia’a = Iab + Iac = Iab – Ica Ib’b = Iba + Ibc = Ibc – Iab Ic’c = Ica + Icb = Ica – Ibc 2. Beban Tiga Phasa Tidak Seimbang Yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada tiga yaitu: 1. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 1200 satu sama lain. 2. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentk sudut 1200 satu sama lain. 3. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 1200 satu sama lain.[2]
26
2.3 Beban Lebih Pada Transformator 2.3.1 Umum Dalam pengoperasianya transformator sering mengalami gangguan, masing- masing gangguan mengakibatkan berbagai hal yang merugikan bagi tansformator. Salah satu gangguan yang sering terjadi yaitu gangguan arus lebih yang disebabkan kondisi beban lebih pada transformator. Beban lebih adalah kondisi dimana beban yang dipikul oleh transformator melebihi dari kapasitas transformator itu sendiri. 2.3.2 Gangguan- Gangguan Pada Transformator a. Gangguan internal Gangguan internal adalah gangguan yang terjadi di dlam transformator itu sendiri. Gangguan internal dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok : a.1 Gangguan yang baru terjadi (incipient Faults) Adalah gangguan kecil yang apabila tidak segera terdeteksi akan membesar dan akan menyebabkan kerusakan yang lebih serius seperti: 1. terjadi busur api (are) yang kecil dan pemanasan lokal yang dapat disebabkan oleh : - cara penyambungan yang tidak baik - partial discharg - Kerusakan isolasi pada penjepit inti. 2. gangguan pada sistem pendingin 3. arus sirkulasi pada trafo- trafo yang bekerja paralel.
27
4. gangguan hubung singkat a.2 Gangguan Eksternal Yaitu gangguan hubung singkat diluar trafo, gangguan ini dapat dideteksi karena timbulnya arus yang sangat besar, mencapai beberapa kali arus nominal. Trafo daya dapat beroperasi secara terus menerus pada arus beban nominalnya (100% x INT). Apabila beban yang dilayani lebih besar dari 100%, trafo akan mendapat pemanasan lebih[8]. Efek dari pembebanan pada transformator yang melebihi name plate tidak akan terlihat tanpa membongkar transformator itu sendiri. Sejarah dari pengoperasian transformator akan menjadi indikasi pertama dari kerusakan akibat beban lebih. Transformator mungkin memiliki kemampuan bawaan untuk menangani beban diatas rating nameplate nya. Akan tetapi, pembebanan diatas ratingnya dapat mengakibatkan pengurangan umur transformator. Pengurangan umur ini tidak dapat diperbaiki. Pemanasan lebih atau beban lebih dapat menyebabkan kerusakan pada transformator. Suhu puncak minyak, suhu ambient, beban (arus), dll dapat dikombinasikan untuk mengetahui suhu dan mengatur kondisi suhu pada transformator[5]. Akibat terjadinya kenaikan arus yang disebabkan oleh adanya peningkatan beban yang melebihi kapasitas transformator maka pada transformator akan mengalami kenaikan suhu yang besarnya[9] : ∆T= K. I2. Tmins (Ω/≠)
28
Dimana:
∆T= kenaikan temperatur dalam celcius K= 0,343 (konstanta) I= arus yang mengalir (ampere) T= waktu dalam menit Ω/≠ = ohm per jumlah konduktor.
2.3.3 Batas Ketahanan Transformator Sesuai dengan SPLN 64:1984 Ketentuan pengaman Trafo Distribusi adalah sebagai berikut : 1. Dilihat dari karakteristik waktu- arusnya maka pengamanan untuk trafo distribusi dibatasi oleh dua garis kerja. 1.1 Garis kerja pertama ( garis batas ketahanan pelebur) yang merupakan dimana pelebur primer tidak boleh bekerja, ditrntukan oleh beban lebih yang masih ditahan oleh trafo tersebut. Beban atau arus lebih yang dimaksud adalah: -
beban lebih ( Beban maksimum)
-
arus beban peralihan (cold load pick up)
-
hubung singkat JTR (jaringan Tegangan menengah)
-
Arus inrush trafo
1.2 Garis kedua (garis batas ketahanan trafo) yang merupakan batas ketahanan trafo dimana fuse harus sudah bekerja. Gangguan yang dapat melebihi batas tersebut adalah gangguan hubung singkat disisi primer atau sekunder trafo.
29
2. Garis batas ketahanan trafo distribusi umum ditentukan oleh titik- titik berikut: -
2 x In selama 100 detik - beban lebih
-
3 x In selama 10 detik - beban peralihan
-
6 x In selama 1 detik - beban peralihan
-
15 x In selama 0,1 detik - arus inrush trafo
-
25 x In selama 0,01 detik - arus inrush trafo
3. Garis batas ketahanan trafo ditentukan oleh titik- titik berikut: Untuk arus lebih, hubung singkat pada jaringan tegangan rendah: -
3 x In selama 300 detik
-
4,75 x In selama 60 detik
-
6,7 x In selama 30 detik
-
11,3 x In selama 10 detik
2.3.4 Kemampuan Termal Bahan Transformator Salah satu bagian terpenting dari transformator adalah belitan/lilitan yang biasanya terbuat dari konduktor tembaga atau alumunium. Saat terjadi gangguan baik beban lebih maupun hubung singkat, akan timbul stress termal akibat gangguan bergantung besarnya gangguan. Untuk masing- masing konduktor, terdapat batas temperatur dimana konduktor tersebut mulai kehilangan kekuatan selama periode waktu tertentu. Konduktor yang dipilih harus tahan terhadap panas yang dihasilkan saat terjadi gangguan. Panas tersebut tidak boleh melebihi batas temperatur konduktor. Batas ketahanan termal untuk tembaga dan alumunium ditunjukkan pada tabel 1 berikut:
30
Tabel 2.1
Batas ketahanan suhu bahan Tembaga dan Alumunium Batas Temperatur (oC) 250 200
Bahan Tembaga Aluminium
2.4 Effisiensi Dan Regulasi Tegangan 2.4.1 Effisiensi Transformator Effisiensi adalah perbandingan daya keluaran dan daya maksimum, effisiensi dapat dirumuskan: Efisiensi
η = (Pout/Pin)x 100% η=
η = 1 −
Dimana:
rugi = Pcu + Pi
atau
η = (Pout/Pin)x 100% η=
η = 1 + Dimana :
100%
100%
100%
100%
η = Effisiensi
Pout = Daya Keluaran dari Transformator (Watt) Pin = Daya Masukkan dari Transformator (Watt) Pcu = Rugi- rugi Tembaga (Watt) Pi = Rugi- rugi Inti (Watt)
31
2.4.2 Regulasi Tegangan Regulasi tegangan adalah perbandingan antara perubahan tegangan keluaran pada saat tanpa beban dan pada saat beban penuh terhadap tegangan keluaran pada tanpa beban. Regulasi tegangan dapat dirumuskan sebagai berikut:
%
=
−
100%
Dimana : VR = Regulasi Tegangan VNL = Tegangan Keluaran Pada Saat Tanpa Beban VFL
=
Tegangan
Keluaran
Pada
Saat
Beban
Penuh
32