BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efektivitas 2.1.1. Pengertian Efektivitas Menurut Stoner (dalam Darsono & Siswandoko, Tjatjuk, 2011) menjelaskan efektivitas adalah konsep yang luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi. Efektivitas memiliki makna berhasil atau tepat guna, dimana efektifitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan (Mahmudi, 2005). Efektivitas dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan dalam memilih atau meggunakan suatu metode untuk melakukan sesuatu (efektif=do right things) (Triton Pb: 2010). Efektivitas organisasi adalah kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri dan tumbuh, lepas dari fungsi tertentu yang dimilikinya. (Schein dalam Pabundu Tika, 2005) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian efektivitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif. 8
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Ukuran Efektivitas Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian (1978:77), yaitu: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai. 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. 3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
9
Universitas Sumatera Utara
kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. 4. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan. 5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. 6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi. 7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya. 8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian. Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani dan Lubis (1987:55), yakni: 1. Pendekatan Sumber (resource approach)
10
Universitas Sumatera Utara
yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. 3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Selanjutnya Strees dalam Tangkilisan (2005:141) mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: 1. Produktivitas 2. Kemampuan adaptasi kerja 3. Kepuasan kerja 4. Kemampuan berlaba 5. Pencarian sumber daya 2.2 Kemiskinan 2.2.1 Pengertian Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat khususnya di negara-negara berkembang dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk terus dikaji. Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang
11
Universitas Sumatera Utara
terjadi bukan karena dikehendaki miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada pada-Nya Kemiskinan berarti sejumlah penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang telah ditetapkan oleh suatu badan atau orang tertentu dan perhitungan yang dilakukan oleh badan atau organisasi tersebut digunakan sebagai standar perhitungan untuk menentukan jumlah kemiskinan yang ada di suatu daerah, atau singkatnya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang ditetapkan. (Badan Pusat Statistik). Untuk tingkat kemiskinan di Sumatera Utara sendiri jumlah rumah tangga yang miskin cukup tinggi sebesar 944.972 KK. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata miskin diartikan sebagai tidak berharta benda, serta kekurangan (berpenghasilan rendah). “Menurut Suparlan bahwa kemiskinan adalah suatu standar hidup yang rendah yaitu: adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang yang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar hidup yang rendah ini secara langsung nampak mempengaruhi terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong miskin” (Juwanita,2004). Beberapa Pengertian Kemiskinan Menurut Para Ahli : 1. BAPPENAS (1993), mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh orang miskin, tetapi karena keadaan yang tidak bisa dihindari oleh kekuatan yang ada pada-Nya.
12
Universitas Sumatera Utara
2. Levitan (1980), kemiskinan adalah kekurangan barang dan jasa yang diperlukan untuk mencapai standar hidup yang layak. 3. Faturchman
dan
Marcelinus
Molo
(1994),
kemiskinan
adalah
ketidakmampuan individu atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. 4. Ellis (1994), kemiskinan adalah fenomena multideimensi yang dapat dianalisis dari ekonomi, social dan politik. 5. Suparlan (1993), kemiskinan didefinisikan sebagai tingkat rendah standar hidup, yaitu tingat kekurangan materi dalam jumlah atau sekelompok orang dibandingkan dengan standar hidup yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 6. Reitsma dan Kleinpenning (1994), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik material dan non material. 7. Friedman (1979), ketimpangan kemiskinan kesempatan untuk merumuskan kekuatan dasar dari sosial yang meliputi: asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit memadai), organisasi dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial politik untuk mendapatkan pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan informasi yang berguna. Sejalan dengan Emil salim (ALA, 1981) dikutip dalam (Sumrah, 2008) bahwa orang miskin memiliki 5 ciri-ciri yakni meliputi antara lain :
13
Universitas Sumatera Utara
1. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang tidak cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melalukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya, faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit sehingga
kemampuan untuk memperoleh
pendapatan menjadi sangat terbatas. 2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, pendapatan yang diperolehnya tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha. Perolehan pendapatan masyarakat miskin hanya cukup untuk konsumsi, mereka tidak memiliki harta yang dapat digunakan sebagai agunan yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat kredit dari Perbankan. Kondisi seperti inilah yang memaksa masyarakat miskin berpaling ke lembaga keuangan non bank, institusi seperti ini tidak membebankan birokrasi yang sulit untuk memperoleh pinjaman namun untuk pelunasan pinjaman tersebut mereka dihadapkan pada syarat-syarat yang berat misalnya dengan bunga yang tinggi sehingga pengembalian pinjaman tersebut justru menjadi proses pemiskinan bagi masyarakat. 3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD atau hanya tamat SD. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh terhadap wawasan mereka. Waktu mereka umumnya habis tersita untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan,
demikian
pun
para
anak-anak
mereka
tidak
dapat 14
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan sekolahnya oleh karena mereka harus membantu orang tuanya mencari tambahan pendapatan. 4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai tanah. Kalaupun ada hanya relatif kecil, pada umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian, karena pertanian bekerja atas dasar musiman, maka kesinambungan kerja menjadi kurang terjamin. 5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai, sedangkan kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa. Masyarakat desa cenderung melakukan migrasi kekota karena dianggap sebagai alternatif dalam upaya mengubah nasib. Dengan demikian kemiskinan masyarakat perkotaan yang terus meningkat juga diperparah dengan pindahnya kaum miskin perdesaan, sehingga angka masyarakat miskin perkotaan meningkat secara tajam. 2.2.2 Program Penanggulangan Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah penting yang harus ditanggulangi oleh pemerintah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dengan melakukan pemberdayaan masyarakat. Sasaran pemberdayaan itu adalah terciptanya manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam sasaran jangka panjang kedua sasaran ini ditegaskan kembali dengan menggaris bawahi terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju, modern dan mandiri dalam suasana
15
Universitas Sumatera Utara
tentram sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan Pancasila (BPS, 2005). Telah banyak dilakukan berbagai program untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi di Indonesia, diantaranya program terpadu Program Keluarga Sejahtera (Prokesra) untuk Memantapkan Program Menghapus Kemiskinan (MPMK) yang dirancang oleh Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordonasi Keluarga Berencana Nasional pada tahun 1997, program pembangunan keluarga sejahtera merupakan kelanjutan dari upaya membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera yang dimulai pada tahun 1970, program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang pelaksanaanya dikoordinasikan oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang bertujuan membantu 22,5 juta jiwa penduduk miskin, Program Kesejahteraan Sosial (Prokesos) berperan dan memberikan sumbangan kepada penghapusan kemiskinan dan program pembangunan keluarga dan penduduk melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) serta upaya pengembangan wilayah melalui Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK). 2.2.3 Pengelompokan Kemiskinan Kemiskinan dalam pengertian konvensional merupakan pendapatan (income) dari suatu kelompok masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.Oleh karena itu seringkali berbagai upaya pengentasan kemiskinan hanya berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan kelompok masyarakat miskin.Kemiskinan seringka li dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah 16
Universitas Sumatera Utara
masalah yang sangat kompleks, baik dari faktor penyebab maupun dampak yang ditimbulkannya, menurut Eny (2007) kemiskinan dapat dibedakan menjadi 4 (empat) pengertian, yakni : a. Kemiskinan absolut Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan, hal ini dapat diukur/dilihat dengan kebutuhan minimum (subsistence) dalam memenuhi kebutuhan hidup. b. Kemiskinan relatif Seseorang tergolong miskin relatif apabila seseorang tersebut sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya, hal ini berkaitan dengan distribusi pendapatan ataupun ukuran tertentu c. Kemiskinan struktural Kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia untuk mereka. d. Kemiskinan kultural Keadaan dimana individu ataupun kelompok memilih untuk atau mengambil sikap untuk tidak memperbaiki taraf hidupnya, menganggap miskin adalah takdir.
17
Universitas Sumatera Utara
Ukuran tingkat kemiskinan dapat digunakan dengan dua pendekatan seperti dibawah ini : a. Ukuran kemiskinan absolut Pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang bersifat mutlak yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik atau batas kemiskinan. b. Ukuran kemiskinan relatif Pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang dipengaruhi oleh ukuran-ukuran lainya yang mempunyai hubungan dengan proporsi atau distribusi. 2.2.4 Penyebab Kemsikinan Faktor Penyebab Kemiskinan Secara Sistematik Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu : 1. Faktor Internal, berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, seperti cacat fisik, kurangnya pengetahuan, temperamental, tidak disiplin, kurangnya keterampilan. 2. Faktor Eksternal, berasal dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu waktu menjadikannya miskin, seperti terbatasnya lapangan pekerjaan, kondisi geografis, budaya yang kurang mendukung, pembangunan ekonomi belum merata, dan kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin. 18
Universitas Sumatera Utara
Kajian tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan yang telah dikemukakan memang pada awalnya berupaya memberikan sajian sistematik, namun jika kita dalami, tidaklah keliru jika kita menyatakan bahwa kandungan sajian itu justru kurang sistematik. Hanya saja, sajian berkategoris tersebut memang berupaya melakukan kajian dan mencoba menyajikannya secara sistematik. Kompleksitas masalah kemiskinan pada umumnya dan masalah faktorfaktor penyebab terjadinya kemiskinan pada khususnya justru menyulitkan konsistensi dalam sistematika sajian. Selain itu fenomena sosial juga menunjukkan pada umumnya faktor penyebab kemiskinan tidak bekerja sendiri, melainkan berinteraksi dan terintegrasi dengan factor - faktor lain. Bahkan tidak jarang interaksi dan integrasi itu demikian kompleks sehingga tidak jelas mana pangkal dan ujungnya. Faktor Penyebab Berdasarkan Jenis Kemiskinan: 1. Kemiskinan massa dan non massa sulit untuk memvonis satu faktor tertentu dalam menetapkan penyebab kemiskinan itu terjadi. Terutama karena kemiskinan itu merupakan masalah yang sangat kompleks, sehingga antara sebab dan akibat sering sulit dibedakan. Kesulitan lain yang dihadapi dalam menetapkan faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah berbedanya corak kemiskinan itu sendiri, seperti kemiskinan massa, yakni kemiskinan yang diderita oleh mayoritas masyarakat yang ada dalam suatu negara ataupun dalam suatu daerah, dengan kemiskinan non massa, yakni kemiskinan yang diderita oleh segelintir anggota masyarakat disuatu negara maupun di suatu wilayah. 19
Universitas Sumatera Utara
2. Kemiskinan Alamiah dan Kemiskinan Budaya Harus diakui bahwa kondisi kehidupan merupakan fungsi dari interaksi antara faktor-faktor alamiah dan non alamiah. Interaksi yang serasi, selaras, dan seimbang merupakan syarat dari tercapainya kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan. Adakalanya alam kurang bersahabat, sehingga masyarakat yang ada di lingkungan tersebut tidak memilikki taraf hidup yang layak. Namun ada kalanya, masalah kemiskinan justru dapat diterima oleh masyarakat itu sendiri, sehingga akhirnya seakan-akan hal itu bukan lagi dianggap masalah. Secara makro, sulit diterima adanya kemiskinan alamiah. Oleh karena itu, pernyataan yang menegaskan faktor alam sebagai penyebab kemiskinan selalu menjadi polemik. Uraian tentang kemiskinan alamiah selalu ditegaskan dengan suatu anggapan bahwa negara tersebut pada dasarnya secara alamiah miskin, yakni berkah fisiknya sangat miskin, ditandai dengan tanah yang berbatu-batu, kering, atau tidak cukup luas, atau kekayaan alam lainnya. 2.2.5 Data Jumlah Penduduk Miskin Periode 2015 Data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara (Sumut) pada September 2015 sebanyak 1.508.140 orang atau 10,79 persen. Angka tersebut bertambah sebanyak 44.470 orang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di bulan Maret 2015 yang berjumlah 1.463.670 orang atau 10,53 persen. Selama periode maret hingga September 2015, penduduk miskin di daerah pedesaan bertambah 16.010 orang dari 764.370 orang pada Maret 2015 menjadi 780.380 orang pada September 2015. Di daerah perkotaan jumlah penduduk miskin bertambah 28.460 orang dari 699.300 orang pada Maret 20
Universitas Sumatera Utara
2015 menjadi 727.760 orang pada bulan September. Penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 10,51 persen, naik dibanding Maret 2015 yang sebesar 10,16 persen. Begitu juga dengan penduduk miskin daerah pedesaan yaitu 10,89 persen pada Maret 2015 naik menjadi 11,06 persen pada September 2015. Pada September 2015, garis kemiskinan Sumatera Utara secara total sebesar Rp 366.137 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp 369.878 dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp 352.637 per kapita per bulan. Pada periode Maret hingga September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan kecenderungan meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 1,649 pada Maret 2015 menjadi 1,893 pada September 2015 dan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,421 pada Maret 2015 menjadi 0,521 pada September 2015. Kondisi ini disebabkan banyak faktor, di antaranya kebijakan pemerintah yang berubah, meningkatnya inflasi, serta nilai tukar petani yang menurun. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, tahu, dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi. Pada periode September 2014–Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan. Penduduk di Kota
21
Universitas Sumatera Utara
Medan, tercatat sebanyak 71.804 Rumah Tangga Sasaran (RTS) menerima dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). 2.3 Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) Pemerintah saat ini tengah mengimplementasikan sejumlah kebijakan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberikan bantuan finansial kepada masyarakat berekonomi lemah dalam tajuk Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) adalah program pemberian bantuan dana simpanan dari Pemerintah dalam rangka membangun keluarga produktif untuk memberdayakan dan melindungi masyarakat miskin. Manfaat Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) adalah untuk mendorong akses terhadap sistem keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pendapatan, serta menjaga stabilitas sistem keuangan. Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) dijalankan sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat untuk membangun keluarga produktif. Syarat untuk pencairan dana, warga penerima wajib membawa Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang sudah diterima pada tahun lalu, fotocopy KTP dan KK. Pencairan dana PSKS berlangsung tertib dan lancar, warga tidak saling berebutan. Program dari Kemensos ini dirasa warga masyarakat sangat membantu. Dari 2.983.868 jiwa penduduk Medan, tercatat sebanyak 71.804 Rumah Tangga Sasaran (RTS) menerima dana Program Simpanan 22
Universitas Sumatera Utara
Keluarga Sejahtera (PSKS). Peserta Program Simpanan Keluarga Sejahtera dapat melakukan pengambilan dana bisa kapan saja dan besar uang yang diambil bisa bertahap sesuai dengan keinginan Rumah tangga Sasaran (RTS), dengan maksimal Rp. 600.000,- masing-masing RTS saat ini mendapat alokasi dana perbulan selama 3 (tiga) bulan per-RTS Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) atau total jumlah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah). 2.4 Penelitian terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1
2
Nama/Tahun Judul Widiya Arie Efektivitas Program Pradana(2015) Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
Variabel penelitian 1. Efektivitas 2. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
Rini Puji Efektifitas Program 1. Efektifitas Lestari (2015) Nasiona l 2. Program Pemberdayaan Nasiona l Masyarakat Mandiri Pemberdayaan (PNPM MANDIRI) Masyarakat (Studi Kasus Di Desa Mandiri (PNPM Sedengan Mijen, MANDIRI) Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo).
Hasil penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan sasaran penerima bantuan modal P2KP ialah KSM, KSM penerima bantuan beranggotakan minimal lima orang yang berasal dari keluarga yang berbeda, berpenghasilan rendah dan mempunyai usaha atau akan memulai usaha. Hasil dari penelitian yang dilakukan tentang efektivitas. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan Dikecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa telah bisa dikatakan 23
Universitas Sumatera Utara
efektif. Meskipun masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya. 3
Budi Kurniawan (2013)
Implementasi Program 1. Implementasi Penanggulangan 2. Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu Oleh Pakem Pontianak Kemiskinan Timur. Terpadu Oleh Pakem
4
Atu Nuri Amin (2010)
Efektifitas Program 1. Penanggulangan 2. Kemiskinan Perkotaan Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat di Kota Surabaya. 3.
5
Tibyan (2010) Analisis Program Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sragen.
1. 2.
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan khususnya di kelurahan Saigon diantaranya masih kurang aktifnya misalnya dalam kegiatan penyusunan proposal anggaran PAKET yang terlambat karena tidak hadirnya salah satu unsur organisai PAKET itu sendiri Efektifitas Melalui analisa uji Program beda dua rata-rata disimpulkan Penanggulangan dapat bahwa terdapat Kemiskinan perbedaan antara Perkotaan Pendapatan pendapatan sebelum Masyarakat di dan sesudah Kota Surabaya. menerima dana bantuan dengan melihat nilai thitung tabelsebesar 32,807 yang lebih besar dari nilai t= 2,060. Program Hasil penelitian Penanggulangan menunjukkan 1) Kemiskinan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dapat meningkatkan produktivitas, 2) jumlah tenaga kerja, dan penghasilan KSM yang menerima pemberian bantuan kredit usaha ekonomi 24
Universitas Sumatera Utara
6
Masruri (2010)
Analisis Efektivitas 1. Efektivitas Program Nasional 2. Program Pemberdayaan Nasiona l Masyarakat Mandiri Pemberdayaan Perkotaan (PNPM-MP) Masyarakat Studi kasus pada Mandiri Kecamatan Bunyu Perkotaan (PNPM-MP). Kabupaten Bulungan.
produktif di Kota Sragen. Hasil penelitian menunjukkan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perkotaan di Kecamatan Bunyu Kabupaten Bulungan menunjukkan bahwa telah bisa dikatakan efektif meskipun masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya
2.5 Kerangka Konseptual Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan
Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS)
Terciptanya masyarakat yang kehidupannya lebih sejahtera dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.6 Hipotesis Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentuyang telah terjadi dan akan terjadi. Hipotesis merupakan 25
Universitas Sumatera Utara
jawaban sementara yang disusun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan (Kuncoro, 2009). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah dipaparkan, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ho = Bantuan program penanggulangan kemiskinan di kota Medan tidak berjalan efektif. Ha = Bantuan program penanggulangan kemiskinan di kota Medan berjalan efektif.
26
Universitas Sumatera Utara