Bab II – Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum Struktur baja bangunan industri yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah Bangunan Warehouse
di Balikpapan. Struktur eksistingnya adalah struktur
rangka gable dengan rafter menggunakan profil I WF biasa dengan bentang panjang menggunakan perletakan kolom tengah. Bangunan baja untuk industri biasanya bangunan tingkat satu, bentang tunggal atau bentang banyak. Keduanya mempunyai panjang dan lebar jauh lebih besar daripada tinggi bangunan.
Gambar 2. 1 Bangunan gudang dengan baja profil IWF biasa` (Sumber : Steel Construction Institute)
II- 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Umumnya bangunan bentang panjang dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ruang bebas kolom yang cukup besar. Bangunan bentang panjang merupakan bangunan yang memungkinkan penggunaan ruang bebas kolom yang selebar dan sepanjang mungkin. Kategori pembagian bentangan antara lain : Bentang pendek, jika jarak tumpuan kurang dari 10 m. Bentang sedang, jika jarak tumpuan antara 10 – 20 m. Bentang panjang/lebar, jika bejarak tumpuan lebih dari 20 m. Pengembangan sistem struktur bangunan warehouse telah banyak dilakukan dalam mencari sebuah sistem struktur yang tetap aman namun lebih ringan dan efisien dari segi biaya struktur. Sistem honeycomb dan sistem rangka batang 2D yang digunakan untuk struktur atap telah berkembang menjadi balok penyangga atap.
a). Rafter sistem honeycomb
b). Rafter sistem rangka batang 2D
Gambar 2. 2 Alternatif tipe rafter pada portal gable (Sumber : Internet)
II- 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai analisis konstruksi gable dengan rafter menggunakan sistem honeycomb dan sistem truss pernah dilakukan oleh Ihsanuddin (2013) pada bangunan gudang bentang 40m (tanpa perletakan kolom tengah). Dari hasil analisis yang dilakukan didapat konstruksi kuda-kuda system honeycomb lebih berat 25,84% dibanding sistem truss. Perhitungan luas finishing cat kuda- kuda sistem truss lebih besar 21,52% dibanding sistem honeycomb. Novi Rismawati Sinulingga (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Modifikasi Perencanaan Struktur Bentang Panjang pada Bangunan Warehouse dan Produksi dengan menggunakan Sistem Rangka Batang Bidang” melakukan kajian bangunan warehouse dengan modifikasi kuda-kuda profil WF biasa menjadi kuda-kuda system rangka batang bidang. Dari hasil kajian tersebut diketahui total berat 1 portal WF biasa sebesar 5,146 ton sedangkan total berat 1 portal sistem rangka batang bidang sebesar 3,83 ton. Jadi disimpulkan sistem rangka batang bidang lebih ringan dibandingkan WF biasa. Jap Tji Beng (1998) melakukan kajian mengenai perbandingan kekuatan profil WF biasa dengan WF kastela pada struktur rangka gable. Dari hasil kajian tersebut diketahui kekuatan balok kastela (honeycomb) lebih tinggi dibanding dengan profil WF biasa. Disimpulkan Balok kastela (honeycomb) lebih ringan bagi konstruksi secara keseluruhan. 2.2 Sistim Balok Honeycomb Balok Kastella (castellated beam) adalah suatu spesifikasi profil yang ditingkatkan kekuatan komponen strukturnya dengan memperpanjang kearah satu II- 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
sama lain dan di las sepanjang pola. Castellated Beam ini mempunyai tinggi (h) hamper 50% lebih tinggi dari profil awal sehingga meningkatkan nilai lentur axial, momen inersia (Ix), dan modulus section (Sx) (Knowles 1991). Balok kastella disebut juga honeycomb beam, karena bentuk lubang segi enamnya yang menyerupai sarang lebah. Balok honeycomb ditunjukkan pada Gambar1.1 dibawah ini.
a).IWF original b).IWF honeycomb c). Isometrik pembuatan honeycomb Gambar 2. 3 Pembuatan balok honeycomb (Sumber: Grunbauer, 2001)
Honeycomb mengalami proses pemotongan pada bagian badan profil dengan pola zigzag. Setengah bagian profil baja yang telah dipotong disambung dengan cara digeser atau dibalik (ujung kanan di las dengan ujung kiri, dan sebaliknya) sehinggamembentuk lubang berbentuk polygonal. Hal ini mengakibatkan bertambahnya tinggi (h) dan tinggi daerah pemotongan (d) (Amayreh dan Saka 2005). Gagasan semacam ini pertama kali dikemukakan oleh H.E Horton dari Chicago dan Iron Work sekitar tahun 1910, yang sekarang ini dikenal dengan metode Castella.
II- 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 4 Konsep desain balok honeycomb
Seperti gambar 2.5 terlihat ada penambahan tinggi pada profil dari h menjadi hc, sehingga inersia profil juga mengalami kenaikan, yaitu : I = 1/12 bh3 ; dan momen M = 𝜎 𝐼/𝑦 , jadi jika nilai h naik maka nilai I juga akan bertambah dan jika nilai I bertambah besar maka nilai M (kapasitas momen) juga akan bertambah besar. Semakin panjang e, bertambah pula tegangan tekuk (bending stress) pada bagian T (tee section) dikarenakan V (shear force) bertambah. Tegangan lentur pada penampang profil yang mempunyai minimal 1 sumbu simetri dan dibebani pada pusat gesernya ,dapat dihitung dengan persamaan :
𝑓= dengan 𝑆𝑥 =
𝐼𝑥 𝐶𝑦
dan 𝑆𝑦 =
𝐼𝑦 𝐶𝑥
𝑀𝑥 𝑆𝑥
+
𝑀𝑦
(2.1)
𝑆𝑦
sehingga 𝑓 =
𝑀𝑥 𝐼𝑥
+
𝑀𝑦 𝐼𝑦
II- 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
f = tegangan lentur Mx, My = momen lentur arah x dan y Sx, Sy = modulus penampang arah x dan y Ix, Iy = momen inersia arah x dan y Cx,Cy = jarak dari titik berat ke tepi serat arah x dan y
Gambar 2. 5 Modulus penampang profil IWF
Momen Inersia arah x (Ix) profil honeycomb Profil WF dengan badan tanpa lubang 1
1
𝑏𝑓−𝑡𝑤
Ixutuh = (12 * b * dg3) – (2* 12 * (
2
)) (dg - 2tf)3
(2.2)
Profil WF dengan badan berlubang 1
1
𝑏𝑓−𝑡𝑤
Ixlubang = (12 * b * dg3) – (2* 12 * (
2
1
)) (dg-2tf)3 - (12 * tw * ho3)
(2.3)
II- 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Keuntungan dari balok honeycomb, antara lain :
Pembesaran tinggi balok menghasilkan peningkatan momen inersia, modulus penampang, kekakuan, dan tahanan lentur penampang (Tadeh Zirakian dan H. Showkati, 2006).
Pengurangan berat profil yang mana akan mengurangi berat struktur secara keseluruhan sehingga dapat mengurangi biaya pelaksanaan konstruksi (Tadeh Zirakian dan H. Showkati, 2006).
Mampu memikul momen lebih besar dengan tegangan ijin yang lebih kecil (Megharief,1997 dan Grunbauer, 2001 ).
Profil balok honeycomb ini juga cocok untuk bentang panjang (untuk penggunaan balok honeycomb pada atap dapat mencapai 10 – 50
m.Sehingga dapat mengurangi jumlah kolom dan pondasi, serta mengurangi biaya erection (pengangkatan) (Dougherty, 1993).
Lubang pada badan balok dapat dimanfaatkan untuk instalasi mekanikal elektrikal gedung (Tadeh Zirakian dan H. Showkati, 2006).
Kekurangan dari balok honeycomb, antara lain :
Penambahan tinggi yang terbatas yaitu maksimal setengah dari tinggi web (½h) sehingga kapasitas lentur yang dihasilkan juga terbatas.
Kurang kuat menerima gaya lateral,sehingga perlu diberi satu atau lebih plat pada ujung-ujung (dekat dengan pertemuan balok-kolom) (Grunbauer 2001).
Pada ujung-ujung bentang (disudut-sudut profil) terjadi peningkatan pemusatan tegangan (stress consentrations) (Amayreh dan Saka 2005).
II- 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Terjadi masalah tekuk yang dikarenakan kelangsingan pada bagian web dengan adanya bukaan tersebut.
Mekanisme kegagalan yang terjadi didominasi oleh mekanisme vierendeel karena berkurangnya kekakuan pada flens.
Di bawah ini merupakan bagian-bagian dari balok baja honeycomb :
Web-Post
: Luas solid dari balok baja honeycomb.
Castellation
: Luas yang sudah mengalami pelubangan (hole).
Throat Width
: Perpanjangan horisontal dari potongan “gigi” bawah
profil.
Throat Depth : Tinggi daerah profil potongan “gigi” bawah sampai sayap profil
Gambar 2. 6 Bagian-bagian hexagonal balok honeycomb (Sumber: Patrick Bardley, 2007)
II- 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Proses Pembuatan Honeycomb diuraikan sebagai berikut (Grunbauer, 2001) :
Badan profil dibuat dicetakan hot-rolled (cetakan panas) berbentuk I dengan pola pemotongan zig – zag.
Setengah hasil potongan digeser, ujung atas kanan dilas dengan ujung bawah kiri, dan sebaliknya. Sehingga lubang yang dihasilkan berbentuk segienam (hexagonal).
Gambar 2. 7 Proses pembuatan Balok Honeycomb (Sumber : Grunbauer 2001)
PT. Gunung Garuda sebagai produsen profil baja telah mempunyai katalog balok honeycomb, properti penampang balok honeycomb produksi PT Gunung Garuda dapat dilihat pada lampiran.
II- 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.3. Sistem Rangka Batang Bidang 2 Dimensi Struktur terbentuk dari elemen-elemen batang lurus (lazimnya prismatic) yang dirangkai dalam bidang datar, dengan sambungan antar ujung-ujung batang diasumsikan “sendi sempurna”. Beban luar yang bekerja harus berada di titik-titik buhul (titik sambungan) dengan arah sembarangan namun harus sebidang dengan bidang struktur tersebut. Berdasarkan pertimbangan stabilitas struktur, bentuk dasar dari rangkaian batang-batang tersebut umumnya berupa bentuk segitiga. Apabila semua persyaratan tersebut dipenuhi maka dapat dijamin bahwa semua elemen-elemen pembentuk sistem rangka batang 2 dimensi (plane truss system) tersebut hanya akan mengalami gaya aksial desak atau tarik.
Gambar 2. 8 Rangka Batang dan Prinsip-prinsip Dasar Triangulasi (Sumber: Schodek, 1999)
II- 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Pada rangka batang dengan batang tepi sejajar, momen eksternal ditahan terutama oleh batang-batang tepi atas dan bawah. Gaya geser eksternal akan dipikul oleh batang diagonal karena batang - batang tepi berarah horisontal dan tidak mempunyai kontribusi dalam menahan gaya arah vertikal. Gaya-gaya pada diagonal umumnya bervariasi mengikuti variasi gaya geser dan pada akhirnya menentukan desain batang. Jika menggunakan rangka batang sejajar, batang sejajar atas dan bawah dapat menggunakan sambungan kaku.
Gambar 2. 9 Bentuk rangka batang bidang bangunan industri (Sumber: steel contruction institute)
Penentuan tinggi optimum yang meminimumkan volume total rangka batang umumnya dilakukan dengan proses optimasi. Proses optimasi ini membuktikan bahwa rangka batang yang relatif tinggi terhadap bentangannya merupakan bentuk yang efisien dibandingkan dengan rangka batang yang relatif tidak tinggi. Sudutsudut yang dibentuk oleh batang diagonal dengan garis horisontal pada umumnya berkisar antara 300 – 600 dimana sudut 450 biasanya merupakan sudut ideal. II- 11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Berikut ini pedoman sederhana untuk menentukan tinggi rangka batang berdasarkan pengalaman. Pedoman sederhana di bawah ini hanya untuk pedoman awal, bukan digunakan sebagai keputusan akhir dalam desain. Tabel 2. 1 Penentuan tinggi optimum rangka batang bidang 2 dimensi
Jenis Rangka Batang
Rangka batang dengan beban relatif ringan dan berjarak dekat
Tinggi 1/20 bentangan
Rangka batang kolektor sekunder yang memikul reaksi yang
1/10
dihasilkan oleh rangka batang lain
bentangan
Rangka batang kolektor primer yang memikul beban sangat besar, misalnya: rangka batang yang memikul beban kolom dari gedung bertingkat banyak
1/4 atau 1/5 bentangan
(Sumber: Schodek , 1998)
2.4 Material Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai gradenya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah (titanium), krom (chromium), nikel, vanadium, cobalt dan tungsten (wolfram). Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile II- 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility). Pengenalan baja struktural sebagai bahan bangunan utama pada tahun 1960, baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM (American Society for Testing Material) ditandai dengan A7 yang mempunyai tegangan leleh minimum 33 ksi (1 ksi = 1000 psi). Baja yang dipergunakan dalam pekerjaan struktural yang diproses secara penggilingan panas (Hot Rolled) dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : a)
Baja Karbon Dapat disebut dengan baja karbon apabila baja tersebut mengandung unsur bukan besi dengan persentase maksimum sebagai berikut :
Karbon 1.7
Mangan 1.65
Silikon 0.6
Tembaga 0.6
Baja karbon struktural ini memiliki titik leleh seperti ditunjukkan pada kurva (a) pada gambar 2.10 b) Baja Panduan Rendah Mutu Tinggi (High Strength Low Alloy Steel /HSLA) Kategori ini meliputi baja yang memiliki tegangan lelehnya berkisar antara 40 dan 70 ksi (275 Mpa dan 480 Mpa) dengan titik leleh yang ditunjukkan pada kurva (b) dalam gambar 2.10. Baja ini dipakai pada penggilingan panas atau penormalan (tanpa perlakuan panas)
II- 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
c)
Baja Paduan (Low Alloy) Baja paduan rendah dapat didinginkan didalam air (quenched) dan dipanasi kembali (tempered) untuk memperoleh kekuatan leleh sebesar 80 sampai dengan 110 ksi (550 Mpa sampai 760 Mpa). Kekuatan leleh biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada regangan tetap 0.2% karena baja ini tidak menunjukkan titik leleh yang jelas. Kurva tegangan regangan dapat dilihat pada kurva (c) gambar 2.10
Gambar 2. 10 Kurva tegangan regangan tipiksl ysng diperbesar untuk berbagai leleh (Sumber: Struktur Baja, Disain dan Perilaku, Charles G. Salmon)
II- 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Mutu baja terbagi dalam beberapa mutu yang berbeda. Mutu baja sering digunakan diantaranya HPS 70 (High Performance Steel) Yang membedakan dari ketiga mutu baja diatas adalah material properties, yield strength dan tensile strengthnya (Salmon, 1994). Untuk tujuan perencanaan, tegangan leleh tarik adalah besaran yang digunakan oleh spesifikasi, seperti AISC, sebagai variable sifat bahan untuk menetapkan tegangan ijin terhadap berbagai macam pembebanan. Besarnya tegangan pada kurva tegangan-regangan ditentukan dengan membagi beban dengan luas penampang lintang semula benda uji dan besarnya regangan dihitung sebagai perpanjangan dibagi dengan panjang semula. Hal ini dapat dituliskan dalam rumus dibawah ini :
Tegangan
:
𝜎=
Regangan
:
∈=
𝑁 𝐴 ∆𝐿 𝐿0
(2.4) (2.5)
Keterangan : 𝜎
= Tegangan
∈
= Regangan
A
= Luas penampang melintang spesimen Tarik
N
= Beban tarik yang diberikan
∆𝐿
= Pertambahan panjang antara dua titik acuan spesimen II- 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
𝐿𝑜
= Panjang antara dua titik acuan
Rasio tegangan dan regangan pada daerah garis lurus awal disebut modulus elastisitas, atau modulus young E, yang secara pendekatan dapat diambil sebesar 29.000 ksi (200.000 Mpa) untuk baja struktural. Sifat mekanis baja struktur yang digunakan dalam perencanaan alternatif harus memenuhi persyaratan minimum pada tabel berikut : Tabel 2. 2 Sifat mekanis baja struktur
Tegangan putus
Tegangan Leleh
Peregangan
Minimum fu
Minimum fy
Minimum
(Mpa)
(Mpa)
(%)
BJ 34
340
210
22
BJ 37
370
240
20
BJ 41
410
250
18
BJ 50
500
290
16
BJ 55
550
410
13
Jenis Baja
(Sumber : SNI 3-1729- 2002)
Sifat mekanis jenis baja BJ37 antara lain : 1.
Tegangan putus minimum (fy) : 240 Mpa
2.
Tegangan leleh minimum (fu)
: 370 Mpa
3.
Peregangan minimum
: 22%
4.
Modulus elastisitas (E)
: 200.000 Mpa
5.
Modulus geser (G)
: 80.000 Mpa
6.
Nisbah Poisson (𝜇)
: 0.3
7.
Koefisien pemuaian (𝛼)
: 12 x 12 𝑥 106 /0 𝐶
II- 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.5 Pedoman Perencanaan Struktur Peraturan yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan struktur baja bangunan warehouse ini antara lain : 1.
SNI03-1729-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung
2.
SKBI-1.3.5.3-1987 tentang Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung.
3.
Standar ASCE yang berbasis AISC-LRFD, LRFD (Load and Resistance Factor Design).
2.6 Beban Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya penentuan besar beban hanya merupakan estimasi, dengan distribusi beban dari elemen-elemen struktur umunya memerlukan asumsi dan pendekatan. Beban dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain : a.
Beban Mati Beban mati adalah berat sendiri dari semua bagian struktur yang bersifat tetap selama masa layannya, termasuk beban tambahan seperti pipa, saluran listrik, lampu, peuntup lantai, plafon, dll.
b.
Beban Hidup Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada suatu struktur dalam masa layannya, timbul akibat penggunaan fungsi struktur, beban yang berubah-ubah dan berpindah-pindah. Termasuk beban ini adalah beban II- 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
manusia, perabotan yang dipindahkan, kendaraan, mesin dan barang-barang lain, c.
Beban Angin Beban angin adalah beban yang ditimbulkan akibat tekanan-tekanan dari pergerakan angin. Beban angin tergantung dari lokasi, bentukl, kecepatan angin, ketinggian struktur, dan faktor-faktor lainnya.
d.
Beban Gempa Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi (baik itu gempa tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut. Gempa mengakibatkan beban pada struktur karena interaksi tanah dengan struktur dan karakteristik respons struktur. Ketentuan besarnya beban mati, beban hidup dan beban angin diatur dalam peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung 1987, sedangkan ketentuan beban gempa diatur dalam SNI03-1726-2003 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung.
2.7 Desain LRFD Struktur Baja Konsep perencanaan struktur yang digunakan dalam LRFD mengacu kepada keadaan atau kondisi batas struktur (limit state) keadaan batas dibagi dalam dua kategori yaitu tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas ketahanan (atau keamanan) adalah perilaku struktur saat mencapai tahanan kondisi leleh (plastis sempurna), putus/fraktur (fracture), tekuk (buckling), guling (overtuning) atau slip II- 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
(sliding). Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan permanen, dan retak-retak. Kuat rencana setiap komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan LRFD. Ru ≤ 𝜑. 𝑅𝑛
(2.6)
Dimana : Ru
= kekuatan yang dibutuhkan (LRFD)
Rn
= Kekuatan nomina
𝜑
= Faktor tahanan (<1.0) (SNI : factor reduksi)
2.7.1. Faktor Beban dan Kombinasi Beban Berdasarkan jenis beban rencana diatas, struktur baja tersebut harus mampu memikul kombinasi pembebanan antara lain : 1,4 D 1,2 D +1,6 (La atau H) + (0,8 W) 1,2 D + 1,3 W + 0,5(La atau H) 0,9D + (1,3W) 0,9D - (1,3W) Keterangan : D
adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat kontruki permanen, termasuk dinding, plafon, lantai, atap, partisi tetap, tangga dan peralatan layan tetap. II- 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
La
adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatanoleh pekerja, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
H
adalah beban hujan, tidak termasuk yang disebabkan oleh genangan air.
W
adalah beban angin.
2.7.2. Faktor Tahanan Faktor tahanan dalam perencanaan struktur berdasarkan metode LRFD, ditentukan dalam tabel 2.3 dibawah ini : Tabel 2. 3 Faktor reduksi( 𝜑) untuk keadaan kekuatan batas
(Sumber : SNI 03-1729-2002, tabel 6.4.2)
II- 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.8
Rafter / Balok Lentur
Rafter adalah balok kuda-kuda yang ditopang oleh kolom sebagai balok struktural utama yang berfungsi menahan beban transversal (lentur/momen) dan gaya geser. 2.8.1 Kuat Nominal Lentur Profil Honeycomb Kontrol Penampang (SNI 03-1729-2002 tabel 7.5-1) Pelat sayap :
;
Pelat badan
(2.7) Untuk memenuhi persyaratan harus masuk pada kategori penampang kompak a.
Batang kompak Suatu penampang diklasifikasikan menjadi batang kompak apabila λ ≤ λ𝑝 dengan kuat lentur nominal adalah 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 dimana besarnya 𝑀𝑝 = 𝑍. 𝑓𝑦 dan tidak boleh lebih dari 1,5. 𝑓𝑦 . 𝑆
b.
Batang tidak kompak Suatu penampang diklasifikasikan menjadi batang tak kompak apabila λ𝑝 < λ ≤ λ𝑟 λ−λ𝑝 λ𝑟 −λ𝑝
kuat lentur nominal ditentukan sebesar 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 − (𝑀𝑛 − 𝑀𝑟 )
, dimana 𝑀𝑟 = 𝑆. (𝑓𝑟 − 𝑓𝑟 )
II- 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Kontrol tekuk badan untuk profil honeycomb (eq. 4.2 ASCE journal page 3319)
Gambar 2. 11 Dimensi geometri balok honeycomb
II- 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
II- 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.8.2 Kuat Nominal Geser Honeycomb (eq. 3.3a ASCE journal page 3317)
2.8.3 Batas Lendutan Batas lendutan untuk keadaan keadaan kemampuan layan batas harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen yang didukung oleh struktur tersebut.
II- 24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Tabel 2. 4 Batas lendutan maksimum
Komponen
struktur dengan beban tidak
Beban tetap
terfaktor Balok pemikul dinding dan finishing yang getas
Beban sementara
L/360
Balok biasa
L/240
-
Kolom dengan analisis orde pertama
h/500
h/200
Kolom dengan analisis orde kedua
h/300
h/200
(Sumber : SNI 03-1729-2002, tabel 6.4.2)
2.9
Batang Tarik
Batang tarik banyak dijumpai dalam banyak struktur baja seperti struktur jembatan, rangka atapa, menara transmisi, ikatan angina, dan lain sebagainya. Batang tarik ini sangat efektif dalam memikul beban. Batang ini dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil-profil tersusun. Contoh-contoh penampang batang tarik adalah profil bulat, pelat, siku, siku ganda, siku bintang, kanal, WF, dan lainlain. Gambar 2.9. menunjukan beberapa penampang dari batang tarik yang umumnya digunakan.
II- 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Gambar 2.12 Tipe penampang batang tarikStruktur rangka atap biasanya menggunakan profil
Struktur rangka atap biasanya menggunakan profil siku tunggal atau dapat pula digunakan dua buah profil siku yang diletakkan saling membelakangi satu sama lain. Jarak diantara dua buah profil siku tersebut harus cukup agar dapat diselipkan sebuah pelat (biasanya dinamakan pelat buhul) yang digunakan sebagai tempat penyambungan antar batang. Siku tunggal dan siku ganda mungkin merupakan profil batang tarik yang paling banyak digunakan. Profil T biasanya juga dapat digunakan dalam struktur rangka atapa sebagai alternative dari profil siku. 2.9.1 Tahanan Nominal Dalam menentukan tahanan nominal suatu batang tarik, harus diperiksa terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yang menentukan, yaitu : a.
Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan. II- 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
b.
Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan.
c.
Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan.
d.
Geser blok pada sambungan
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Tu, maka harus memenuhi Tu < Tn
(2.8)
SNI 03-1729-2002 menggunakan notasi Nu untuk menyatakan gaya tarik aksial terfaktor, Tu adalah gaya tekan aksial. Tn adalah tahanan nominal dari penampang yang ditentukan berdasarkan tiga macam kondisi keruntuhan batang tarik. Besarnya tahanan nominal, Tn suatu batang tarik untuk tipe keruntuhan leleh dan fraktur ditentukan sebagai berikut :
Kondisi Leleh dari Luas Penampang Kotor
Bila kondisi leleh yang menentukan, maka tahanan nominal, Tn dari batang tarik memenuhi persamaan : Tn= Agfy Dengan :
Ag
= luas penampang kotor, mm2
fy
= kuat leleh material, MPa
(2.9)
Kondisi Fraktur dari Luas Penampang Efektif pada Sambungan
Untuk batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk penempatan baut, maka luas penampang tereduksi, dan dinamakan luas neto (An). Lubang pada batang menimbulkan konsentrasi tegangan akibat beban kerja. Teori elastisitas II- 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
menunjukkan bahwa tegangan tarik disekitar lubang baut tersebut adalah sekitar 3 kali tegangan rerata pada penampang neto. Namun saat serat dalam material mencapai regangan leleh 𝜀 y = fy / Es , tegangan menjadi konstan sebesar fy, dengan deformasi yang masih berlanjut sehingga semua serat dalam material mencapai 𝜀 y atau lebih. Tegangan yang terkonsentrasi di sekitar lubang tersebut menimbulkan fraktur pada sambungan.
Gambar 2. 13 Distribusi tegangan akibat adanya lubang pada penampang
2.9.2 Luas Netto Lubang yang dibuat pada sambungan untuk menempatkan alat pengencang seperti baut atau paku keeling, mengurangi tahanan penampang tersebut. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 17.3.5 mengenai perlubangan untuk baut, dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk baut harus dipotong dengan mesin pemotong dengan api, atau dibor ukuran penuh, atau dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons penuh. Selainitu, dinyatakan pula bahwa suatu lubang yang dipons hanya diijinkan pada material dengan tegangan leleh (fy) tidak lebih dari 360 MPa dan ketebalannya tidak melebihi 5600/fy mm. Selanjutnya dalam pasal 17.3.6 diatur mengenai ukuran lubang suatu baut, dinyatakan bahwa diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 II- 28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
mm lebih besar dari diameter nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak lebih dari 24 mm. untuk baut yang diameternya lebih besar dari 24 mm, maka ukuran lubang harus diambil 3 mm lebih besar. Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar dari 85% luas brutonya,
An < Ag.
(2.10)
2.9.3 Geser Blok (Block Shear) Geser blok adalah kondisi batas dimana tahanan ditentukan oleh jumlah kuat geser dan kuat tarik pada segmen yang saling tegak lurus.
Gambar 2. 14 Keruntuhan Geser Blok
Keruntuhan geser blok merupakan penjumlahan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan geser fraktur (atau geser leleh) pada irisan lainnya yang saling tegak lurus. Dan tahanan nominal tarik dalam keruntuhan geser blok diberikan oleh persamaan berikut : a. Geser leleh – Tarik Fraktur (fuAnt > 0,6 fu Anv) Tn = 0,6 fyAgv + fuAnt
(2.11)
b. Geser Fraktur – Tarik leleh (fuAnt < 0,6 fu Anv) Tn = 0,6 fyAnv + fuAgt
(2.12)
II- 29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Dengan : Agv
= Luas kotor akibat geser
Agt
= Luas kotor akibat tarik
Agv
= Luas netto akibat geser
Agv
= Luas netto akibat tarik
fu
= Kuat tarik
fy
= Kuat leleh
2.9.4 Kelangsingan Struktur Tarik Untuk mengurangi problem yang terkait dengan lendutan besar dan vibrasi, maka komponen struktur tarik harus memenuhi syarat kekakuan. Syarat ini berdasarkan 𝐿
pada rasio kelangsingan, λ = 𝑟 dengan λ adalah angka kelangsingan struktur, L 1
adalah panjang komponen struktur, sedangkan r adalah jari-jari grasi (r = √𝐴 . Nilai λ diambil maksimum 240 untuk batang utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. 2.10 Batang Tekan Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban berfaktor Nu, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Nu < ϕNn
(2.13)
Keterangan : II- 30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Φ
= Faktor reduksi kekuatan
Nn
= Faktor reduksi kekuatan
Perbandingan kelangsingan
Kelangsingan elemen penampang < λr
Kelangsingan komponen struktur tekan < λ =
Komponen struktur tekan
yang elemen
𝐿𝑘 𝑟
< 200 penampangnya mempunyai
perbandingan lebar terhadap tebal lebih besar daripada nilai λr yang
ditentukan harus direncanakan dengan analisis rasional yang dapat diterima.
Daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut : 𝑁𝑛 = 𝐴𝑔 . 𝑓𝑐𝑟 = 𝐴𝑔 fcr =
𝑓𝑦 𝜔
𝑓𝑦
(2.14) (2.15)
𝜔
𝜆𝑐 ≤ 0.25 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝜔 = 1 Untuk 0.25 < 𝜆c < 1.2
maka 𝜔 =
1,43 1.6−0.67𝜆c
Untuk 𝜆𝑐 ≥ 1.2 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝜔 = 1.25 𝜆2𝑐 Keterangan : Luas penampang bruto, mm2
Ag
=
fcr
= Tegangan kritis penampang, Mpa
fy
= Tegangan leleh material, Mpa II- 31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Dengan parameter kelangsingan ditentukan berdasarkan :
𝜆𝑐 =
1 𝐿𝑘 𝜋 𝑟
Lk
=
Panjang tekuk
r
=
jari – jari girasi
2.11
Hubungan Balok – Kolom
√
𝑓𝑦
(2.16)
𝐸
2.11.1 Interaksi Geser Lentur Honeycomb (eq. 3.1 ASCE journal page 3317) Apabila
momen
lentur
dianggap
dipikul
oleh
seluruh
penampang, , balok harus direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser yaitu : 3
𝑀
3
𝑉
(2.17)
(∅𝑀𝑢 ) + (∅𝑉𝑛 ) ≤ 1 𝑛
𝑛
2.11.2. Interaksi Aksial-Momen Persamaan interaksi aksial-momen yang harus dipenuhi oleh setiap komponen struktur prismatis simetris ganda dan simetris tunggal sesuai SNI03-1729-2002 pasal 7.4.3.3 sebagai berikut : 𝑁
1.
Apabila ∅𝑁𝑢 ≥ 0.2 𝑚𝑎𝑘𝑎
2.
Apabila ∅𝑁𝑢 ≥ 0.2 𝑚𝑎𝑘𝑎
𝑛
𝑁
𝑛
𝑁𝑢 ∅𝑁𝑛
+
𝑁𝑢 2∅𝑁𝑛
+
8 9
𝑀𝑢𝑥
(∅
8 9
𝑏 𝑀𝑛𝑥
+
𝑀𝑢𝑥
(∅
𝑏 𝑀𝑛𝑥
+
𝑀𝑢𝑥 ∅𝑏 𝑀𝑛𝑦
) ≤ 1.0
𝑀𝑢𝑥 ∅𝑏 𝑀𝑛𝑦
) ≤ 1.0
(2.18)
(2.19)
II- 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.12. Sambungan Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, dan alat penyambung) dan alat pengencang (baut dan las). Dalam kajian ini, alat pengencang yang digunakan adalah baut. Perencanaan baut berdasarkan SNI 021729-2002 pasal 13.2 adalah sebagai berikut : a.
Kuat geser rencana baut Tahanan geser nominal satu buah baut yang memikul gaya geser harus memenuhi persamaan : 𝑉𝑑 = ∅𝑁𝑛 = ∅𝑓 𝑚𝑟1 𝑓𝑢𝑏 𝐴𝑏
(2.20)
b. Kuat tarik rencana baut Tahanan tarik nominal satu buah baut dihitung sebagai berikut : 𝑇𝑑 = ∅𝑇𝑛 = ∅𝑓 0.75𝑓𝑢𝑏 𝐴𝑏
(2.21)
c. Kuat tumpu baut Tahanan tumpu baut bergantung pada yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi terdekat ke sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar daripada 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang lebih besar dari 3 kali diameter lubang, dan dalam arah gaya kerja terdapat lebih satu baut, maka kuat rencana tumpu diperhitungkan sebagai berikut : 𝑅𝑑 = ∅𝑅𝑛 = 2.4∅𝑓 𝑑𝑏 𝑡𝑝 𝑓𝑢
(2.22)
II- 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
Untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah gaya kerjaberlaku persamaan : 𝑅𝑑 = ∅𝑅𝑛 = 2.0∅𝑓 𝑑𝑏 𝑡𝑝 𝑓𝑢 d.
(2.23)
Baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul geser eksentris (Momen) Beban sebesar P dengan eksentrisitas sebesar e adalah ekuivalen statis momen P dikali e ditambah dengan gaya konsentris P yang bekerja pada sambungan. Momen dan beban konsentris tersebut memberikan efek geser pada kelompok baut, kondisi tersebut disebut sebagai geser eksentris. Desain sambungan tersebut dilakukan dengan dua macam pendekatan antara lain : 1) Analisa elastik dimana diasumsikan tidak ada gesekan antara pelat yang kaku dengan alat pengencanf yang elastic 2) Analisa plastis dimana diasumsikan kelompok alat pengencang dengan beban eksentris P berputar terhadap pusat rotasi sesaat dan deformasi pada alat penyambung sebanding dengan jaraknya dari pusat rotasi Analisa plastis dianggap lebih rasional dibandingkan dengan analsia plastis. Beban P yang bekerja menimbulkan translasi dan rotasi pada kelompok baut. Translasi dan rotasi direduksi menjadi rotasi murni terhadap pusat rotasi sesaat.
e. Baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul kombinasi geser dan tarik Baut yang memikul gaya geser terfaktor (Vu) dan gaya tarik terfaktor secara bersamaan
harus
memenuhi
(Tu)
kedua persyaratan berikut :
II- 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II – Tinjauan Pustaka
𝑓𝑢𝑣 =
𝑉𝑢 ≤ 𝑟1 ∅𝑓 𝑓𝑢𝑏 𝑚 𝑛𝐴𝑏
𝑇𝑑 = ∅𝑓 𝑓𝑢𝑏 𝐴𝑏 ≥
𝑇𝑢 𝑛
𝑓𝑡 ≤ 𝑓1 − 𝑟2 𝑓𝑢𝑣 ≤ 𝑓1
a). Sambungan kolom-rafter
(2.24)
b). Sambungan rafter - rafter
Gambar 2. 15 Sambungan pada portal gable
a). Sambungan kolom-rafter
b). Sambungan titik buhul
Gambar 2. 16 Sambungan pada rangka batang bidang 2D
II- 35
http://digilib.mercubuana.ac.id/